Pagi yang cerah hanya berawan tapi, agak mendung ya sepadan dengan pagi yang berembun
Nayla mengayuh sepeda dengan santai. Wortel di keranjang depan dan berisikan bunga juga kotak rotan bagian belakang berisikan buah segar dan tomat.
Nayla melaju santai mengikuti jalanan aspal yang berkelok sampai akhirnya Nayla sampai di kandang kuda milik keluarga Garendra yang terkenal kaya dan memiliki aset banyak di luar kota kecil ini.
Garendra adalah keluarga yang di segani dan ayahnya Nayla sudah bekerja sangat lama dengan keluarga itu sampai beberapa kerabat Nayla yang bekerja disana ada yang datang dari jauh juga.
Nayla sampai di pintu masuk tempat latihan kuda dan saat itu Tonic kuda hitam tinggi yang perkasa itu sendirian dengan tali terikat di tiang khusus milik Tonic .
"Hay....Tonic Apa kabar, bagaimana pagi ini sejuk bukan cuacanya."
Kadang Nayla dianggap Gila karena bicara dengan kuda.
Nayla menatap Tonic dengan senyum yang manis sambil mengusap surai hitamnya.
Kuda itu terlihat nyaman dan sama sekali tak terlihat gelisah dengan adanya Nayla di dekatnya. Memberikan satu wortel lalu habis tiga wortel dari Nayla, Tonic begitu terlihat lebih nyaman dan senang manja dengan terus membiarkan kepalanya di usap Nayla.
"Bagaimana dengan saudara saudaramu yang lain, aku akan datang lagi kemari setelah memberikan barang pesanan pada temanku, tunggu ya."
Nayla melangkah mengambil sisir kuda dan menyisir sedikit bagian surai Tonic yang terlihat mengumpul jadi satu.
Suara tapal kuda dari belakang membuat Nayla menoleh memperhatikan langkah keempat kaki kuda masuk area latihan kuda dan siapa yang menungganginya perlahan Nayla menatapnya dari bawah kaki kuda lalu ketas melihat penunggangnya ternyata lelaki dengan kemeja hitam lengkap aksesoris sederhana berkuda.
Tatapan tajamnya begitu mengunci kedua mata Nayla seakan tak bisa berpaling walaupun sebentar.
Dari dalam kandang kuda Tonic jela bisa Nayla melihat keluar.
"Eh..." Ketika kuda yang di tunggangi lelaki itu bersuara Nayla terkejut dan segera pamit pergi pada Tonic sedikit mengusap surainya.
Betapa sembarangannya ia malah melamun didalam menatap kedua mata tajam itu menatapnya. Beruntung suara kaki kuda itu membuyarkan lamunanya.
Segera berjalan keluar membawa sepedanya yang tak jauh dari ia dan Tonic berada. Nayla pergi ke toko kueh milik Tamannya Abdulah.
Lama Nayla pergi orang itu terdiam dengan kudanya menatap pintu area latihan kuda.
Lelaki itu menoleh kesamping dengan segera anak buahnya mendekat dengan isyarat tolehan itu.
"Kau cari tahu siapa gadis itu dan bagaimana bisa Tonic tidak gelisah didekatnya."
"Baik Tuan." Segera pergi dan lelaki itu langsung melajukan kudanya kembali ke kandang.
Berbalik pergi ia merasa berkudanya selesai sampai sini.
****
Baru saja keluar dari tempat berkuda akan menaiki mobilnya suara dering telpon membuatnya berhenti tepat di samping mobilnya.
Mengangkat Telpon yang ternyata dari sang Nenek.
Di kediaman Garendra Nenek dan lelaki yang masih muda, Ian atau Razefian Demureno Garendra adik dari pewaris utama keluarga Garendra.
"Kau selalu saja mendapatkan nilai buruk lihat kakakmu yang begitu pasti masa depannya tinggal menikah dan ia belum memiliki calonnya."
"Nek..."
"Diam Ian aku sedang bicara aku kesal dengan perebutan tahta Garendra ini."
Ian sama sekali tak mau ikut campur masalah itu karena itu sangat memusingkan lebih baik ia bekerja sendiri tanpa ikut ribut masalah warisan keluarga Garendra.
Sebenarnya Ian juga bisa dan sama pantasnya dengan sang kakak tapi, Neneknya lebih suka dan menilai lebih baik Alexzavero Garendra yang menduduki dan menguasai tahta itu.
Sikap acuh saja Ian untuk seterusnya tentang masalah ini dan alasan neneknya selalu marah.
Didepan rumah.
Mobil Seport hitam melaju dengan kencang dan berhenti dengan sempurna di halaman rumah Garendra.
Tiga anak buah yang berjaga menyapanya dan mau membukakan pintu mobil, lebih cepat sang pemiliknya.
"Apa Nenek dalam masalah?" Ketiganya saling toleh dengan maksud majikannya.
"Yaa..." Tidak mendapat jawaban berjalan pergi meninggalkan ketiganya dengan perasaan murung kesal.
Alex melangkah masuk dan meninggalkan para bodyguardnya yang bingung dan tak tahu masalah apa lagi yang terjadi.
Saat memasuki ruang makan yang mana Ian dan sang Nenek sarapan Alex datang dengan sangat khawatir takut terjadi sesuatu karen Neneknya sedang berekspresi tak nyaman.
"Selamat pagi nek... apa yang perlu dikatakan jangan terlalu panik tak baik untuk kesehatan." Sangat lembut perkataannya pada sang nenek yang langsung merubah ekspresi wajahnya jadi senang.
Ian malah sibuk dengan ponsel yang baru saja menerima pesan masuk dari teman kampusnya.
"A.. Aku akan berangkat lebih dulu, Maaf Kakak aku tak bisa berlama-lama sarapan, Nek?"
"Apa kau baik-baik saja, biar sopir mengantarkanmu, kau tak..."
"Kakak punya urusan dengan Nenek dan Nenek sangat butuh kakak sekarang jangan pikirkan aku." Ian berdiri dari duduknya menghampiri sang nenek mencium tangan dan kening lalu tersenyum pada Alex.
Alex hanya bisa pasrah melihat adiknya yang menjauhinya secara perlahan padahal Alex tidak bermaksud membuat Ian jauh darinya tapi, ini semua karena warisan itu yang selalu ada cerita tersembunyi atau memang sengaja di buat agar Alex bisa mendapatkan semua itu.
"Kenapa kau lama sekali, kau bilang setelah dari luar kota kau akan langsung pulang kerumah tapi, kau malah menginap di luar dan ke kandang kuda lalu kemari."
Alex tersenyum manis.
"Tidak begitu Nek, Alex masih memiliki urusan dan ternyata memang semendadak itu, Maaf Nek."
Neneknya mendecih kesal seperti anak gadis muda yang keinginannya tak segera terpenuhi.
Alex tersenyum lagi.
"Apa yang kau bicarakan dengan pamanmu?"
Sang Nenek menatap wajah sang cucu yang tiba-tiba datar saat neneknya melemparkan pertanyaan tentang sang paman.
"Tidak... ada yang penting hanya ucapan pembuktian jika Seluruh Garendra akan menjadi miliknya dan aku hanya mendapatkan sedikitnya."
Bagi Alexzavero itu bukan masalah besar karena diam-diam ia sudah memiliki rencana sendiri jika suatu saat kekalahan memang jatuh padanya.
Tak masalah kehilangan hak waris karena Alex malas memperebutkannya, Mengalah itu jalur tengah yang menurutnya Lebih baik.
Sang nenek menatap murung.
"Sudah kukatakan kau segera urus semua dan ambil semuanya."
"Aku Malas Nek."
"Alexzavero kamu itu cucu nenek yang paling bisa mengurusnya terserah kamu ketika sudah mendapatkannya kamu mau bagi dengan Ian juga, karena Ian juga layak pastinya, Nenek sama sekali tak bisa percaya dengan Paman mu dan ya Nenek sayang tak bisa melakukan itu untuk kalian Nenek sudah tua dan sulit untuk nenek melakukannya. Duduk lama saja membuat pinggangku sakit."
Alex mengambil tangan Nenek yang ada diatas meja dekat tangannya.
Mengusap punggung tangannya.
"Doa nenek itu yang terbaik." Seketika Nenek tersenyum manis dengan apa yang Alex ucapkan.
Nenek nya memang hanya istri dari kakeknya yang sudah tiada dan memilih bersama Alexzavero Garendra dan Razefian Demureno Garendra dua cucu yang teramat sangat ia sayangi karena Anak nya yang masih hidup Paman dari Alex dan Ian itu selalu mempermasalahkan Nilai dan juga harga dari usaha makannya ia tak mau bersama mereka.
***
Neyla sampai di toko kueh juga Toko tempat menyediakan makan dan minum di tempat.
Layaknya kedai pinggir.
Tapi, ini lumayan paling bagus karena beberapa kedai atau tempat makan ada yang lebih bagus ada yang biasa saja atau sama sederhananya dengan kedai temannya Nayla.
Abdulah melihat pintu masuk terbuka dengan suara belnya dan ternyata Nayla datang membawa sayur dan buah yang ia minta.
"Kau tidak lupa memetik bunga untuk bahan teh disini?" Tanya Abdulah memastikan.
"Ya aku membawakannya tapi, terima ini dulu karena aku harus kembali mengambilnya di keranjang sepeda.
Nayla berjalan keluar kembali mengambil barang yang perlu ia berikan pada Abdulah.
***
Nayla yang kembali lagi mengambil apa yang tertinggal di sepeda lalu membantu Abdulah merapikan toko untuk segera buka.
"Sebenarnya kau tak perlu kuliah Nay," ujarnya sambil meletakkan kotak tissu.
Lalu Abdulah menghentakkan dua vas bunga kecil diatas meja pelanggan.
"Tidak, Abdulah, itu sama sekali tidak mungkin, Kau tahukan aku sangat sangat ingin kuliah lalu menikah walaupun bekerja di kandang kuda menggantikan ayah itu lumayan hasilnya tapi, apa salahnya kuliah?"
Abdulah menoleh.
"Tidak... tidak salah, tapi kau bisa sambil mengurus ayahmu Nayla. Kau bisa kuliah tapi, kau tak bisa melewatkan beberapa kesempatan nanti saat Kau kuliah, masalah menikah bukannya kau seharusnya sudah ada calon dan tinggal menentukan tanggal."
Nayla mengerut keningnya. Heran!
"Kenapa... apa yang aku lewatkan, Aku bahkan tak perduli jika itu terlewat dariku berarti aku hanya harus melakukan apa yang aku inginkan bukan memikirkan yang lalu."
"Lagi pula apapun yang terlewat, itu bukan takdirku berarti."
Abdulah mengedikkan bahunya.
"Bijak sedikit tapi, keras kepala." Nayla menghela nafas mendengar ucapan Abdulah
Abdulah menghela nafas panjangnya membalas tatapan memelas Nayla.
Bagaimana bisa membuat Nayla percaya jika Abdulah bisa membantunya. Nayla mengartikan tatapannya, Apa?
Abdullah seketika murung dan menggeleng sambil mengambil lap di dalam lalu mengelap meja kasir.
Tiba-tiba ponsel Nayla berdering.
"Yaa.. Halo." Berjalan keluar dan berdiri didepan sebuah mobil jep mewah.
Di kandang kuda pengawas kandang menelpon Nayla dari kandang Tonic. Tanpa Nayla sadar saat mengangkat dan bicara di telpon ia sedang di foto diam-diam dan di tatap dua orang misterius dari dalam mobil.
"Kau bisa lihat Tonic sebentar Nay, Aku khawatir ini akan parah."
Nayla yang mendengar suara dari telpon hanya menatap bingung.
"Tapi, Apa Masalahnya Pak Yon, Bukannya tadi baik?"
"Nayla... Sebenarnya Tonic mengamuk entah kenapa dan itu membuat kakinya terluka sampai berdarah."
Nayla mengerjap matanya mengusap dahinya dan menoleh ke arah Abdulah yang masih mondar mandir meletakan kotak tisu dan vas bunga kecil diatas meja.
"Kenapa?" Tanya Abdulah saat Nayla selesai menelpon dan menatap wajah Abdulah sangat cemas.
"Aku harus pergi maafkan aku." Nayla menatap kecewa.
"Iyaa tidak masalah. Tapi, ada masalah apa lagi?"
"Itu.. aku harus pergi ke Kandang dan Tonic sedang tak baik-baik saja, Jika sampai ke Tuan muda tahu hal ini, akan menjadi masalah besar, sebelumnya tak seperti ini." Abdulah tersenyum memegang kedua tangan Nayla.
"Pergilah, lagi pula kuda itu selalu saja mau dimanja oleh mu sejak kau mengurusnya." Nayla tersenyum mengangguk dan seketika pergi dan saat akan menaiki sepedanya. Nayla berhenti di samping sepedanya. Abdulah mengangguk sambil tersenyum lalu tangannya melambai.
"Kukira kau akan nekat?" Ejek Abdulah yang melihat ban depan sepeda Nayla bocor. Nayla yang semangat langsung memasang wajah sedih di buat memelas. Abdulah menggeleng menghela nafasnya.
Nayla mencibir kesal lalu tersenyum tiba-tiba. Abulah hanya menatap geli.
"Biasa.. tambal bannya ya aku akan gunakan taksi untuk kesana, terimakasih Abdulah teman terbaik."
Sambil tersenyum lebar dan melambai.
Abdullah hanya bisa tersenyum dengan menatap, tatapannya sangat penuh arti yang dalam ia ingin Nayla melihat tatapan ini tapi, segera abdulah sembunyikan setiap Nayla akan menatapnya dengan baik.
***
Di meja makan dengan sarapan pagi masih sama Sang nenek dan satu cucu paling kesayangannya itu, masih mengobrol dengan riang.
"Kalo misalnya nenek yang bawa calon kamu kemari buat kamu nikahin gimana?" Alex tersenyum mengangguk.
"Apapun yang nenek lakukan pasti terbaik." Sang Nenek tersenyum manis dengan pujian cucu kesayangannya.
"Yaa baiklah, kau ingin seperti apa?" Seketika Alex terkekeh.
"Nenek pasti bisa menilainya sendiri karena untuk menjadi istriku juga harus menjadi cucu menantu untuk nenek bukan?"
Nenek menganggukkan kepalanya.
"Ada satu perempuan cantik di kota dia salah satu orang yang bekerja sama dengan perusahaan keluarga."
Alex menatap mata sang nenek lembut.
"Kau pasti menyukainya dan yaa... Kau harus pulang cepat saat Nenek membawanya untuk menginap disini, Kau bisa sayang?"
Alex mengangguk tersenyum tipis. Lalu Sang nenek menambah lebar tarikan senyumannya di wajahnya.
****
Sampai di kandang kuda Nayla langsung turun dari taksi dan Pak Yon sedang bicara dengan pengurus pakan kuda.
"Pak..." Panggil Neyla dengan wajah yang panik tapi, berusaha tenang karena ada orang lain selain pak Yon.
"Aa.. Ya Nayla... tunggu sebentar." Keduanya saling menghampiri dan Nayla menghentikan langkahnya saat pak Yon hampir mendekat.
"Mari ke arah kandangnya." Nayla mengangguk dan melangkah mengikuti Pak Yon didepannya.
Di Kandang kuda khusus kuda-kuda keluarga Garendra.
"Masuklah Nay.." Nayla langsung melangkah ke Tonic yang duduk dengan diobati dokter hewan.
"Kau kenapa... Apa ini sudah baik-baik saja?" Dokter tersenyum dengan pertanyaan Nayla.
"Tentu.. Dia hanya sedikit cidera mungkin emosinya sedang tak setabil. Kuda muda ini belum di ajak bermain sampai puas, lebih mudahnya dia sedang kurang moodnya."
Nayla mengangguk. Dokter pun tersenyum sambil berdiri dan keluar menghampiri Pak Yon lalu keduanya pergi.
Tinggalah Nayla dengan Tonic berduaan. Melihat kebagian bawah ternyata kaki Tonic benar-benar terluka.
Tonic sedikit lesu.
"Kau tak apa apa kah ini sangat sakit."
"Pak bagiamana bisa Tonic terluka dan ini cukup menyakitkan." Pak Yon menggeleng tak tahu harus bilang apa karena kenyataan ia hanya tahu ketika Tonic marah dan terluka penjelesannya sudah di katakan di awal.
Nayla mengusap kepala dan surai Tonic.
"Semuanya baik-baik saja tenang lah, aku akan bermain lama jika aku datang lagi besok untuk sekarang kau istirahat kuda tampan."
***
Selesai sarapan tiba-tiba Alex menerima pesan jika ada masalah dengan kuda kesayangannya.
"Nenek aku harus pergi, Terimakasih pembicaraan pagi ini."
Neneknya tersenyum mengangguk. Alex segera pergi tapi, sebelumnya ia mencium kening sang nenek dan pergi dengan diantar senyuman sang nenek.
saat Alex menghilang di balik pintu keluar ruang makan. Pelayan sang nenek datang membawa ponsel yang terlihat ada panggilan masuk dari layarnya.
"Nyonya, Nona Darma menelpon." Seketika itu senyuman sang nenek terbit sangat cerah.
"Yaa.. baik-baik aku akan mengangkatnya, kau bisa kembali bekerja." Sangat senang rasanya. Pelayan pergi Nenel mulai menanyakan sesuatu pada Darma.
"A...Darma... sayangku, bagaimana harimu, terlalu sibuk..."
"Yaa bisa tidak kerumah besok lusa menginap lah jika ingin nenek siapkan kamar untukmu, ini cara agar kau dekat dengan Alex."
Sang nenek membulatkan matanya terkejut lalu tertawa.
Alex yang baru saja keluar rumah terlihat begitu menakutkan untuk para pengawal yang sedang berdiri di depan teras rumahnya dekat mobilnya terparkir.
"Kalian berjaga dengan baik." Seperti sebuah perintah penuh ancaman dengan wajah yang sangat tegang seperti itu.
Rahang yang mengeras terlihat begitu memperlihatkan betapa tegangnya wajah Alex sekarang. Bagaimana bisa orang yang diminta bertanggung jawab mengurus Tonic malah tidak becus.
Tidak bisa Alex maafkan jika Tonic terluka sangat parah saat Alex liat dan sampai nanti.
Dengan kecepatan diatas rata-rata biasa Alex mengemudi. Mobil yang ia kendarai sampai ke kandang kuda dan terparkir dengan tepat didepan kandang khusus milik kuda keluarga Garendra. Turun dari mobil bergegas melangkah masuk saat itu ia melihat pak Yon disana melihat ke dalam kandang Tonic dan berdiri dengan kaku didepan kandang.
Mendengar suara mobil dan langkah kaki dari Alex Pak Yon langsung ketakutan. Ia melangkah agak perlahan menjauh dari depan kandang Tonic.
Alex melangkah masuk.
"Sejak kapan ia begini." Alex tak mengalihkan pandangannya dari kudanya.
"Sejak pukul delapan setelah Tuan pergi dari sini." Jelas Pak Yon lalu kembali tertunduk takut.
"Siapa yang betanggung jawab ia seperti ini, Ada yang membawanya keluar bukan?" Tak menghiraukan keberadaan Nayla disana. Nayla menatap tajam sekaligus heran.
"Apa? siapa lagi yang kau cari kau tak melihatku," ucap Nayla pelan.
Alex menatap marah Pak Yon. Seketika menatap kesal Nayla.
"Kau.. siapa kau yang ikut datang dan menyentuh kudaku?"
"Tonic sudah aku urus sangat Lama." Nayla menatap tajam.
"Kau membuatnua terluka parah, sombong sekali sudah tahu salah."
"Aku tidak tahu hal itu."
"Heh Nona, Kau itu mengurus kuda bukan mengurus gajimu, bekerja dengan baik."
Nayla terkejut.
"Apa!.."
"Iyaa.. Kau hanya makan gaji buta." Marah omelan Alex membuat Nayla terus di salahkan.
"Aku bekerja dengan baik, Kau siapa bisa bisanya membuatku selalu salah terus."
"Kau yang tidak mengerti." Sudah hampir mencapai batas kemarahan Alex.
Saling menatapencari celah kesalahan yang lebih besar sampai akhirnya Alex menarik paksa Nayla dengan kasar dan sampai sepatu juga gelang tangannya lepas.
Alex membawa Nayla ke dalam gudang pelana kuda dan melemparnya masuk ke tumpukan pakan kuda sampai lututnya lecet.
"Kau itu sudah bekerja dengan keluarga Garendra berapa tahun?"
"Kau tidak tahu aku dan kau bertanya aku bekerja berapa tahun, Hay Tuan."
Nayla mendekat dengan wajah marahnya dan itu membuat Alex lebih kesal dengan tatapan berani dari Nayla.
"Aku bertanya dan kau malah mengalihkannya?"
Nayla lebih tajam menatap Alex.
"Kau.. yang aneh, kau siapa? Kenapa kau memarahi mereka menyalahkan yang mengurus Tonic, Kau sadar jika namanya hewan pasti akan mengamuk jika gelisah dan tak nyaman jika sudah terluka ya sudah, sebagai penjaganya yang merawat hanya jalan keluarnya," jelasnya dengan emosi.
Alex semakin marah, "siapa kau beraninya membentakku hah!"
Nayla lebih berani lagi seketika Alex berbalik badan dan pergi lalu menutup pintu gudang.
"Haay.. Ya.. buka buka pintunya, Yaa!" Memukul menendang dan berusaha mendobrak tapi, badan kecil Nayla benar tak membantunya membuka pintu.
Alex menutupnya dengan kunci gembok sekalian. Tak lama datang dua orang berbadan besar.
"Tuan."
"Kalian berdua jaga gudang ini sampai aku kembali."
Nayla sempat menguping pembicaraan diluar.
"Apa yang orang gila itu bilang, Kenapa aku di kurung, apa salahku."
"Heey.. buka, kau buka pintunya, Kau tidak bisa mengurungku! Keluarkan aku cepat buka!"
Alex menahan emosinya memejamkan matanya sebentar dan menatap tajam kedua orang didepannya lalu berjalan pergi meninggalkan keduanya.
Seketika melihat tambang dan kursi di dekat mobilnya.
"Buka pintunya." Perintah Alex pada kedua penjaganya dan seketika terbuka dengan Alex yang membawa tali juga kursi.
Nayla yang melihat pintu terbuka seketika mundur kebelakang cepat.
"Mau apa kau?" Alex tak menjawab dan terus masuk kedalam.
Kursi lipat dan tali lalu Nayla di seretnya untuk duduk.
"Yaa.. Lepas!"
"Diam!" Seketika Nayla menciut terdiam di tempat begitu bentak kan Alex tepat didepan wajahnya.
Hanya diam dan ketakutan.
Menatap wajah Alex yang seketika menariknya dan Nayla duduk dengan tali yang cepat mengikatnya di kursi.
"Lepas." Seketika selesai terikat Alex mencengkram dagu Nayla.
"Dengar.. Aku tak mau lepeaskanmu karena kau sangat sombong dan kau membuat seolah kau ridak bersalah, kau! Berisik."
Nayla terdiam.
Wajahnya kembali kesal tangannya berusaha melepas ikatan tapi, Alex sudah menutup pintu kembali dan pergi dengan mobilnya menitipkan Nayla didalam gudang dengan di jaga kedua anak buahnya.
Dalam perjalanan menuju kantor Alex tiba-tiba melirik tas Nayla yang ia ambil dari pak Yon dan penasaran isi apa tas itu.
Setelah mobil aman di pinggir jalan Alex membuka dan mengeleda semua barang Nayla.
Menemukan semua barang penting dan saat melihat dua kartu pengenal Alex mengambil satu kartu identitas pengenal kewarganegaraan.
Mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya. Beno yang baru saja keluar dari ruang miting menerima panggilan masuk dan segera mengangkatnya sambil berjalan menjauh dari ruang miting.
"Ya Bos."
"Cari tahu siapa Nayla..."
"Nayla yang mana Bos?"
Alex mendesah kesal seketika pesan masuk dari Alex di terima Beno.
Beno membulatkan matanya.
Seketika sambungan telpon terputus tanpa penutup pembicaraan.
Beno langsung bergegas sebelum Bosnya mengamuk tak jelas.
Bukannya Nona Darma akan di jodohkan dengannya pikir Beno sambil lengkah masuk lift.
Seketika menggeleng sendiri san menekan tombol lift naik ke lantai empat ruangannya.
Biar lah itu bukan urusan Beno, batinnya.
*
Nayla terus mencoba membebaskan diri dari ikatan dan terus sampai tangannya memerah sampai akhirnya terbuka dan itu belum dengan ikatan di kakinya.
"Sial... kenapa mesti harus bertemu orang gila. Kenapa dia selalu membuatku bersalah sih?
Aku tak tahu apapun, Tonic terluka itu bukan aku kenapa aku yang salah, Akh kenapa talinya sulit terbuka."
Di dalam Mobilnya Alex menatap dengan tatapan sulit di artikan dan seketika melihat foto Nayla di kartu identitas. Menatap kedepan sesekali seperti berpikir lalu melihat hasil dengan menatap foto Nayla.
"Ini tidak akan sulit juga tidak mudah."
Alex tiba-tiba merasa ia akan sangat berhubungan dengan Nayla.
*
Di tempatnya kini Nenek dari Alex menerima seorang tamu cantik.
Sebuah mobil hitam terparkir di halaman dan menurunkan seorang perempuan dengan hells runcing warna hitam dengan rambut bergelombang di gerai cantik bahakan angin menambah kecantikan di wajah dan seluruh tubuhnya. Pakainnya formal seperti wanita karir yang sukses kaca mata hitamnya bertengger manis di hidungnya dan seketika tangan kanannya bergerak menurunkan dan melihat rumah yang ia datangi.
Bibir dengan lipstik merah merona itu tertarik salah satu sudutnya tersenyum seperti punya ide licik yang cemerlang.
Sambil menatap kedepan ia berjalan melangkah dengan sangat anggun mendatangi teras sampai ke pintu masuk ia melepas kaca matanya dan seketika pintu di buka dua orang yang di tugaskan menunggu kedatangannya.
Saat di persilakan masuk ia menatap seluruh interior rumah begitu pula pajangan di lemari besar dengan pintu masuk yang entah keruangan mana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!