NovelToon NovelToon

Silvia

part 01 Orang ketiga.

Hari ini, tepatnya hari Jumat tanggal 06 Januari 2023, aku di usiaku 18 tahun ini, sedang merasakan kesedihan yang begitu mendalam, orang tua yang aku sayangi aku kasihi,

kini mereka bertengkar hebat, sebab adanya orang ketiga dalam rumah tangga ini.

"Kamu itu perempuan penghianat jamilah!!!, aku sudah bekerja keras untuk kamu dan anak kita, bertahun tahun aku di Afrika-Amerika, tidak pulang agar aku bisa memberikan apa yang kamu dan anak kita butuhkan dan yang kalian inginkan, tapi apa balasan kamu haaa, kamu malah enak enakan berhubungan dengan laki laki tak bermoral itu, lelaki baj*ngan!!!"

"Udah lah mas, lagian kan kamu di sana udah nikah lagi, jadi aku gak perduli, bagi aku kamu bukan apa apa, semenjak kamu menikah lagi, aku betul betul kecewa, dan pada saat itu aku memutuskan, kesetiaan tidak diperlukan bagi diri ku!!!"

"tapi waktu itu kamu meyutujui jamilah!!!"

bentak ayah ku pada mamah.

"Itu aku setuju karena kamu maksa, aku sebenarnya kecewa dan benci sama kamu mas!!!"

ibuku juga tak kalah membentak papa.

"terus kamu selingkuh gitu!!!"

tanya papa dengan sengit.

"Iya...!!! kenapa, kamu gak terima? aku gak peduli!!!"

jawab mama dengan ekspresi mata melotot pada papa.

"Dasar perempuan gak bener!!"

PLAKKKKK telapak tangan papa memukul wajah mama dengan keras, hingga mama terjatuh ke lantai.

"Astaghfirullah mamah!!!"

Aku yang sedari tadi sedang memperhatikan mereka dari lantai atas, segera turun tangga, untuk menyelamatkan mama dari serangan papa, aku takut terjadi hal yang jauh lebih menyakitkan terhadap mama.

"Pah tolong jangan sakiti mama, maafin mama pah, maafin mama"

pintaku pada laki laki yang telah memperjuangkan segala nya untuk hidupku dan mamah, tetesan demi tetesan air mata yang jatuh membasahi pipi ini, tak membuat papah luluh, dia terus berusaha untuk menyakiti mamah, aku pun memeluk tubuh mama yang posisinya melengkung di lantai, aku yakin papa tidak akan menyakiti ku.

"Silvia, biarkan papa menghukum mama kamu yang kurang ajar ini!!!"

pinta papa dengan ke-dua tangan nya yang menggempal.

"Jangan pah pliiiis"

aku menagis sambil melongo, memohon pada papa agar berhenti menyakiti mama.

Setelah aku memohon yang tiada henti pada papa, akhirnya papa pergi dengan posisi tangan nya yang masih menggempal, aku mencoba membangun kan mama, aku melihat wajah mama lebam, pipinya sebelah kiri terlihat agak membengkak, air mata yang terus bercucuran membuat mata sang wanita yang melahirkan aku ini membengkak, aku mengajaknya ke kamar ku, dan tidur bersama ku.

Saat perempuan terbaik ku terlihat tertidur aku tinggalkan dia ke kamar mandi, sekejap saja aku berada di kamar mandi, aku mendengar teriakan mama dari luar, aku yang belum selesai BAB harus mengakhiri nya, aku hawatir mama sampai di sakiti terlalu parah oleh papa.

"Papa.... stop!!!"

aku berteriak, melihat mama di cekek lehernya, aku tak kuasa menarik tangan papa yang kekar, tiba tiba muncul pak kasim tukang kebun di rumah ku, dia segera menaaaaarikkkkk tangan papa.

"Tuan, istighfar tuan, ini istri tuan, apa pun masalahnya selesaikan baik baik tuan"

pak kasim membujuk papa, yang sudah gelap mata, aku pun juga tak kalah membujuk.

"Biarkan aku membunuh perempuan hina ini!!!"

geram papa.

"jangan paaah pliis"

Pintaku.

aku dan pak kasim tidak kuat untuk mengalah kan tenaga papa, tragedi pembunuhan yang di lakukan papa terhadap mama cukup lama, aku yakin mama gak mungkin selamat, jantung ku berdebar hebat, saking takutnya jika mama harus mati karena terbunuh oleh papa di depan mata ku sendiri.

Kini pak kasim sukses mengalahkan tenaga papa, tangan papa terpental mengenai wajahku, hingga aku terjatuh pingsan di lantai.

Sesaat kemudian diriku sadar dari pingsan ku, aku segera mencari keberadaan mama, suasana menjadi sepi, tak ada mama, papa, dan pak kasim, entah mereka ada dimana, apa yang sebenarnya telah terjadi, dan kemana mereka pergi?.

Perasaan ku tidak enak, aku keliling di rumah itu untuk menemukan mereka, tapi mereka tidak kunjung ketemu.

"Ya allah, jagalah mamah"

doa ku keluar secara tiba-tiba, sembari mendudukkan tubuh ini di sofa.

Setengah jam kemudian, terlihat bayangan dari luar jendela, ada 2 orang berjalan, dari teras menuju pintu utama, ternyata mereka papa dan pak kasim, sesuai dugaan ku, aku langsung beranjak dari tempat dudukku, dan menanyakan keberadaan mama.

"Paaah mama mana?"

tanyaku sembari menatap wajah papa dengan sinis.

"Mama kamu udah pergi ninggalin papa, dia lebih memilih selingkuhannya di banding papa"

Jawab nya sambil menangis tersedu-sedu.

Entah kenapa naluri hati ini tidak percaya, ku lirik pak kasim yang sedang memandang papa,

dia terlihat tegang sekali, dan membanting pandangan nya ke lantai saat menyadari aku sedang meliriknya.

"Ada apa sebenarnya pak kasim?"

tanya ku tegas.

"S, saya,"

belum sempat berbicara apa pak kasim sudah di potong omongan nya oleh papa.

"Kasim sudah lah sebaiknya kamu pergi saja, saya tidak mau melihat kamu ada di sini, pergi dan jangan pernah kembali"

perintah papa dengan suaranya yang sedang serak karena menangis.

"Baik tuan"

persetujuan dari pak kasim.

"Loh pah kenapa pak kasim di pecat?, lalu siapa yang akan mengurus tanaman di belakang, tidak mungkin bik susi yang akan melakukan nya kan pah?"

protes ku.

"Sudah lah, bik susi juga papa kabarin barusan bahwasanya dia tidak perlu lagi datang ke sini tiap pagi"

ujarnya sambil menunduk memegang kepalanya.

Aku curiga, jangan jangan mama meninggal saat papa mencoba membunuh mama, dan papa tidak mau bertanggung jawab?.

Tapi aku harus tetap tenang, di kondisi seperti ini, aku tidak boleh, membuat papa marah, nanti yang ada aku yang akan di bunuh, sebaiknya aku pura pura mengabaikan saja, tapi lihat saja pah, jika benar papa telah membunuh mama, aku tidak akan biarkan papa hidup tenang.

"Ya sudah, berarti aku harus masak sendiri, berkebun sendiri, bersih bersih sendiri?"

tanyaku dengan sebal.

"Tidak silvia, papa akan bawa kamu ke amerika, di sana kamu akan meneruskan sekolah kamu, dan papa janji bakalan jagain kamu"

pintanya, sambil terus memegang kepalanya.

"Apa? aku ke amerika pah?, enggk, aku gak mau, aku mau tetep tinggal di sini titik"

sahutku dengan ketus, kemudian pergi dari sofa, aku masuk ke kamar.

Oh tuhan, apa yang sebenarnya terjadi dengan seorang perempuan yang telah melahirkan aku, apa dia sekarang sudah meninggal atau masih hidup?, aku hanya mondar mandir, sesekali melihat kasur yang menjadi saksi bisu atas kejahatan papa, ada rasa sesak di dada, aku mengunci pintu agar papa tidak masuk. kemudian aku ingat pada cctv, aku akan mencari tau lewat itu.

Part 02 Papa mencari cari aku.

Saat malam sudah tiba, aku segera mengintip ke luar kamar, ingin mencari tau apakah papa ada di sana? atau mungkin dia di kamar?, atau di luar?, aku terus berjalan celingak-celinguk seperti maling, aku benar benar takut bila harus bertemu dengan papa, sosoknya kini terasa monster bagi ku, kini aku sudah sampai di depan pintu yang mana ruangan itu adalah tempat cctv, aku masuk perlahan dan begitu masuk alangkah kagetnya aku, ternyata papa ada di sana, dia menatap ku tajam, aku begitu takut.

"Silvia, mau ngapain kamu?"

tanya papa dengan nada ketus.

"Emmm aku, mau cari papa, aku mau nanya keberadaan mamah"

aku jawab se bisa ku, aku merasa salah dengan pertanyaan ku, aku terpaku di pintu yang masih setengah terbuka.

"Jangan pernah tanya tentang keberadaan mama kamu, papa tidak mau dengar itu, paham?"

papa marah sembari memukul meja di depannya.

Aku pun segera pergi meninggalkan papa, saat sudah agak jauh aku berlari ketakutan,

sungguh rasanya seperti kehidupan ku sudah di ujung tanduk, bersama papa seharusnya merasa ada yang melindungi, kini malah sebaliknya, aku justru merasa terancam mati.

Aku begitu merasakan kencangnya degup jantung ku, aku benar benar tidak menyangka, papa yang sekian lamanya tidak bertemu dengan ku, kini harus hadir dengan membawa sejuta amarah.

TOK TOK TOK.

"Silvia....,"

panggil papa dengan suara biasa saja, seperti tak ada masalah.

"Iya paaah?,"

aku menyahut dari dalam, aku takut yang mau membuka pintu, takut jika papa langsung menikam aku.

"Buka pintunya nak"

pinta papa, aku rasa jika tidak aku buka dia akan marah, dan kemungkinan besar akan membunuh ku, tapi jika aku buka, bagaimana jika dia justru juga ingin membunuh ku?.

"Buka silvia"

bentak papa, aku mulai bergemetaran.

"Ada apa pah?"

tanyaku sambil membuka

sedikit pintu.

"Kamu kenapa?, kenapa kamu ketakutan gitu, ayo buka pintunya"

pintanya dengan nada sedikit marah.

"hehehehe"

aku pura pura tersenyum kecil agar bisa meluluhkan hati papa, jika dia benar benar marah, aku sejujurnya takut, tapi mau gimana lagi, aku pasrah sekarang.

Kini papa duduk di kasur ku, aku hanya berdiri di sekitar papa, aku tak berani duduk di kasur juga, aku mungkin terlihat seperti orang yang waspada akan serangan musuh.

"Silvia, tolong kamu bereskan semua baju baju kamu, besok pagi kita berangkat ke amerika"

perintah papa.

Aku kaget dengan perintah itu, mana mungkin aku akan pergi ke sana, sedangkan aku belum tau keberadaan mama, misi ku sekarang mencari tau keberadaan mama, demi membuat papa tidak marah, aku meng iya kan permintaan nya, dan berpura pura mengeluarkan baju dari kemari untuk mengikuti perintah papa, aku memasukkan baju baju ku ke koper, papa terus mengawasi ku, aku merasa kikuk dengan suasana ini.

setelah selesai, aku duduk di kasur yang jaraknya jauh dari papa, aku berpura-pura kecapean, agar papa keluar, benar saja dia langsung berkata.

"Seperti nya kamu sudah kecapean silvia, ya sudah kamu istirahat ya, papa juga mau istirahat"

perintah nya sekali lagi, di iringi

dengan senyuman yang dulu terlihat manis, namun sekarang menyeramkan.

"Baik pah"

aku pun mengangguk angguk.

Begitu papa keluar, aku segera memikirkan cara untuk kabur dari rumah, aku tidak mau ikut papa besok. aku membuka jendela kamar, dan aku memikirkan cara turun dari jendela ke halaman rumah. setelah sekitar setengah jam aku berusaha, kini tinggal selangkah lagi aku akan sampai pada halaman rumah, aku memikirkan bagaimana cara turun dari balkon setinggi 18 meter ini, ke halaman rumah, ah akhirnya aku melihat tangga, di belakang ku, aku pun segera mengambil nya, dan hendak menerjunkan tangga itu ke bawah, naas..! hampir saja ketahuan papa, ternyata dia belum tidur, dia mondar mandir di teras rumah, aku semakin bingung saat ini, aku terus mengintip nya, setelah satu setengah jam dia baru masuk rumah, aku merasa lega sekali, aku langsung mendarat kan tangga, dan aku turun, membawa tas gendongan ku,

yang berisi baju, hp, dan uang.

Begitu sampai ke bawah, aku tak sengaja membunyikan tangga itu, aku melihat bayangan di balik jendela seperti papa, dan benar saja dia membuka pintu, wajah nya berpapasan dengan ku, aku begitu merinding, raut wajah marah dari papa ia perlihatkan padaku, dan melangkah dengan langkah nya yang lebar, aku segera kabur, aku bingung mau pergi kemana, semua tempat terkunci, aku hanya bisa main petak umpet saat itu. aku sengaja meletakkan tas ku di semak semak, dan aku menaiki pohon, jujur aku belum pernah menaiki pohon, tapi saat ini tiba tiba kaki ku se akan ada yang menjaganya saat memanjat agar tidak jatuh, begitu aku sampai di atas, aku memperhatikan sekitar ku, aku belum melihat papa, tak lama kemudian papa muncul, dia lewat dari arah kejauhan, tunggu sepertinya dia memegang sesuatu. aku fokus pada sesuatu yang ada di genggaman nya, begitu jarak sudah dekat, benda itu mulai menampakkan dirinya, dia memiliki ujung yang lancip, apa itu?, seketika aku teringat bahwa itu adalah pisau, aku benar benar gemetaran, apa dia akan menikam ku saat menemukan ku?, kini dia melihat tas ku yang berada di semak semak, aku ingin melihat reaksinya jika dia menganggap itu aku, apa yang dia lakukan, oh tidak terduga, dia menghampiri secara pelan-pelan, dan menikam di sekitar tas itu, dia marah setelah tau tas itu tidak bersamaku.

"Silvia..., di mana kamu?"

papa berteriak.

Astaga kenapa aku melihat papa ku menjadi orang gila sekarang?, aku pasrahkan hidupku kepada mu ya allah, jika aku harus mati di tangannya, aku rela, tapi sebelumnya aku mohon, lindungi aku dan ibu ku ya allah.

Tak lama kemudian papa menjauh dari tempat itu, aku turun pelan pelan, dan meraih tas ku, aku berjalan berhati-hati mendekati pagar, ku lempar tas ke luar, lalu aku memanjatnya, alhamdulillah aku selamat dari papa monster itu, aku segera kabur melewati semak semak, karena jika aku melewati jalan pasti ada yang melihat ku, aku takut mereka ngotot mengantarkan aku pada seseorang yang mereka anggap pelindung ku, padahal monster yang memburu nyawa ku.

jam menunjukkan pukul 02:56,

aku masih berada di lingkungan ku, masih tidak jauh dari rumah jika di jemput menggunakan kendaraan, maka dari itu, aku harus cari cara supaya cepat sampai di desa orang lain, di desa yang tidak papa tau.

saat sudah azan subuh aku menemukan masjid di sebuah perjalanan, aku pun sholat dan meminta perlindungan pada allah, aku menagis tersedu sedu, ku ungkapkan segala keluh kesah ku, tentang mama, tak disangka suaraku begitu terdengar oleh orang yang duduk di sampingku.

Setelah aku selesai orang itu memelukku, entah aku awalnya tidak mengerti, saat aku menyadari dia menangisi ku, aku mulai faham, mungkin dia mendengar doa ku, dia pun berniat membantu ku, aku tentu bersyukur sekali bertemu dengan orang seperti dia.

part 03 bersama ibu ningsih.

Setelah sholat subuh dia mengajak ku kesuatu tempat, dia mengajak ku mengendarai mobil pick up, ada seorang lelaki yang menyetir di sana, di perjalanan perempuan itu memperkenalkan dirinya.

"Oya kenalin nama saya ningsih

kalo kamu siapa nduk?"

tanya nya dengan lemah lembut.

"Nama saya silvia"

jawab ku, dengan ramah.

"Saya dengar waktu nduk berdoa tadi, nduk bilang mamanya menghilang, dan minta teguran untuk papa nya?

kalo boleh tau sebenarnya ada apa nduk?"

Aku pun menceritakan yang sebenarnya pada orang yang menolongku, agar dia juga bisa membantu ku menyusun strategi untuk tindakan yang akan aku ambil selanjutnya. terimakasih telah membantu ku keluar dari kejaran monster papa itu.

Hari mulai siang, aku melihat jam di pergelangan tangan ku, menunjukkan pukul 09:08, aku melihat buk Ningsih juga tertidur, aku menatap peria yang sedari tadi menyupir, aku mau bertanya sebenarnya mau kemana?, tapi aku segan sekali, sudah di beri tumpangan masih kepo, aku pasrah aku pergi tanpa tujuan, yang penting tidak bertemu dengan papa dulu.

Aku bukan hanya meninggalkan papa, tapi aku juga meninggalkan sekolah ku, tak apa lah, yang penting diriku selamat.

pick up, kini masuk ke kota, aku ingin sekali duduk di belakang, sambil menikmati pemandangan, tapi masih ada besit trauma di dalam hati ku, dengan kelakuan monster papa.

Akhirnya kami berhenti di sebuah rumah kecil kumuh, kotor, buk ningsih sengaja ku bangunkan.

"Bukk, sudah nyampe"

kata ku membangunkan nya.

Buk ningsih segera bangun, dan masih setengah sadar, mungkin sukma nya belum menyatu, setelah nya kami turun, aku betul betul gak menyangka harus tinggal di rumah kumuh kecil seperti ini, tapi ya sudahlah akan aku terbiasa kan diri ku di sisni.

Kemalam hari nya, aku membantu buk ningsih yang sedang memasak di dapur.

"Buk sedang masak apa?"

tanyaku lirih.

"Oh ini nduk ibuk masak ayam goreng buat kamu"

jawab nya sembari tersenyum pada ku lalu pada ayam goreng.

"Buuuk, lain kali gak usah repot repot ya?"

pintaku sembari mengelus bahunya.

"Ndak papa nduk, ayok kamu duduk di meja makan, biar ibu siapkan piring nya, ayam nya sudah matang"

"Biar aku sendiri yang ambil piring buk ningsih"

pintaku dengan lembut.

Saat semuanya telah siap, ibu memanggil seorang bernama hakim, dan muncul lah lelaki yang menyupir pick up tadi siang, aku belum sempat kenalan dengan nya, dan sepertinya dia sosok yang dingin, dan bahkan aku belum mendengar suaranya sama sekali, aku sempat berfikir mungkin dia bisu.

"Monggo nduk di nikmati hidangan nya"

"baik buk"

jawab ku.

Saat tengah makan bersama

buk ningsih menceritakan masa hidupnya.

"Nduk, dulu ibuk adalah seorang guru ngaji, banyak warga yang memasrahkan anak nya untuk menjadi murid ibuk, ibuk sangat senang waktu itu, namun tiba tiba saja datang seorang lelaki yang mengaku sebagai ayah ibuk, dia bilang dia meninggalkan ibuk waktu masih kecil, dia menelantarkan ibu dengan orang yang telah melahirkan ibu di jalanan, kami hidup sebatang kara, sampai usia ibuk sekit 15 tahun, ibuk belum melihat seperti apa wajah seorang lelaki yang tega menelantarkan aku, dan di usia ku saat itu pula, wanita yang melahirkan ku meninggal dunia, akibat sakit paru paru, kami tak mampu berobat ke rumah sakit, kami hanya menjalani pengobatan se mampu kami, hingga pada akhirnya ibu ku meninggal, ibu tinggal sendirian setelah nya, sebelumnya banyak lelaki yang hendak meminang ibu, tapi selalu ibu tolak, ibu masih terluka pasca kepergian sosok wanita yang melahirkan aku meninggalkan ibu untuk selamanya, sampai pada akhirnya datang lah sososk lelaki yang mengaku menjadi ayah ku, dia tau nama ibu ku, tanggal lahirnya ibu ku, dan tanggal lahir ku, dia juga banyak menceritakan masa lalunya dengan ibu ku, juga sebagian orang ada yang tau bahwa dia memang ayahku, aku berbahagia masih di pertemuan dengan orang yang berhubungan darah daging dengan ku, tapi itu tak berlangsung lama, lagi lagi bapak ku berbuat ulah, dia menjual ku pada tamannya, tanpa sepengetahuan ku, aku pun di nikahi secara terpaksa"

buk ningsih , menghentikan ceritanya sejenak, dengan Isak tangis, kemudian melanjutkan nya.

"aku pun di gauli malam itu, aku benar benar merasa hancur,

aku benci ayah ku, hingga pada akhirnya aku hamil hakim, di sepanjang kehamilan ku, aku hidup sendirian, aku berjuang sendirian, setiap malam, aku berdoa, agar anak yang aku kandung menjadi anak yang sholeh dan sholehah, anak yang berbakti kepada orang tua, Alhamdulillah sekarang hakim menjadi anak yang sholeh, dan Berbakti pada orang tua"

ucap buk ningsih sambil mengusap rambut hakim.

"Yaah semoga kedepannya ibuk ningsih dan hakim, hidup bahagia bersama, dan anak cucu dari buk ningsih menjadi anak cucu yang sholeh dan sholehah amin"

aku pun hanya bisa mendoakan buk ningsih.

"Buk aku turut berdukacita atas meninggalnya almarhumah ibu nya ibu ningsih"

kataku seraya mengelus bahu nya.

"Iya nduk terimakasih"

sahutnya.

Setelah makan malam, aku memutuskan untuk mandi, kamar mandi kecil yang kumuh membuatnya ku tidak selera mandi.

"Nduk kalo mau mandi sabunnya minta ke hakim ya, ibuk mau ke rumah pok Ijah, mau nganterin wadah nya lauk"

pesan ibu ningsih yang berada di teras rumah.

"Baik buuuk"

jawabku dari dalam.

Sesaat kemudian hakim menghampiri ku, dia memberikan handuk berwarna pink cantik sekali, aku rasa ini handuk belum pernah di pakai.

"Pakai ini kalo mau mandi, sabunnya ada di atas pintu dapur"

ucapannya lalu pergi masuk kamar.

Aku yang penasaran dia sedang apa aku lancang mengintip nya dari pintu, oh ternyata dia sedang mengaji, bagus deh, aku merasa senang dengan orang yang suka mengaji, meskipun diri ini jarang mengaji.

Selesai mandi aku mengurungkan diri di kamar, aku berfikir apa yang sedang di lakukan papa di sana? di mana mama sekarang?, pak kasim, aku teringat lelaki paruh baya itu, dia tau apa yang sebenarnya terjadi, aku akan kembali saat situasi sudah aman, tidak untuk sekarang, papa pasti sedang memburu ku mati matian, aku tidak mau sampai mati di tangannya, ku lihat jam di hp menunjukkan pukul 21:01, mataku sudah mengantuk, aku berniat untuk tidur, dan tak lupa ku kunci pintu, dan jendela kamar, ketika semuanya aman, aku pun bisa tidur dengan pulas, aku tak menunggu kedatangan buk ningsih dari rumah temannya itu, biarlah kami bertemu besok pagi, kantukku sudah tidak terbendung lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!