NovelToon NovelToon

Cinta Terakhir

Bab 1. Pergi dengan luka

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kanan Mikha. Sesaat setelah Mikha membuka pintu rumahnya.

“Dasar wanita murahan! Beraninya kamu melanggar kata-kata saya!” teriak Ranti penuh emosi, seraya menarik rambut Mikha hingga terhuyung ke belakang. Dengan mata yang melotot tajam.

“Aduh, sakit Bu,” rintihan Mikha lirih sambil memegangi tangan Ranti yang menjambak rambutnya dengan kasar.

“Kamu pikir, kamu siapa, Hah! Beraninya kamu melawan peringatan saya. Sudah merasa hebat kamu. Karena Devan membela kamu!, Iya?” geramnya seraya menguatkan cengkeramannya di rambut Mikha.

Sembari tangan kanannya memukuli seluruh tubuh Mikha tanpa ampun dengan sangat keras.

Mikha hanya bisa meringis sakit, merasakan kulit kepalanya yang terasa perih akibat tarikan kuat di rambutnya.

Juga rasa sakit di tubuhnya akibat pukulan Ranti yang memukuli dirinya dengan sekuat tenaga.

Rasa sakit di tubuh dan kepalanya. Masih tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Kekecewaan itu membuat Mikha membenci Devan dan juga orang tuanya.

Meski sudah seperti itu, Mikha juga tak bisa berbuat apa-apa. Perempuan tersebut juga tak mungkin melawan Ranti. Sebab wanita paruh baya tersebut adalah Ibu dari Devan, cinta pertama dan kekasihnya saat ini.

“Aduh, sakit, Bu! Ampun, maafkan aku, Bu, sakit,” rintih Mikha lirih seraya menatap nanar Ranti dengan linangan air matanya. Ia sungguh tak menyangka, bahwa ibu dari kekasihnya akan datang ke rumahnya dan mempermalukannya di depan rumah seperti saat ini.

Mikha melirik ke segala arah. Terlihat beberapa orang tetangganya berkerumun di depan rumah dan melihatnya dengan tatapan penasaran, juga jijik. Serta kasak-kusuk yang terdengar menjelek-jelekkan dirinya. Meski mereka tak tahu apa penyebabnya, namun tak ada seorang pun yang menolong perempuan tersebut.

Mungkin bagi mereka, ini sebuah tontonan gratis. Tanpa tahu apa akibat dari hal tersebut. Tidak hanya luka fisik yang Mikha dapatkan, tapi juga luka batin. Yang mana nantinya akan membuat gadis tersebut takut di tempat keramaian.

Widya yang mendengar keributan dari depan rumahnya, segera menuju ke depan. Wanita tersebut begitu terkejut saat melihat keponakannya di Jambak oleh seorang wanita paruh baya yang tidak dikenalnya.

“Mikha, ada apa ini? Tolong lepaskan tangan anda dari keponakan saya!” Tante Widya mencoba untuk menarik tangan Ranti dari rambut Mikha dan berhasil.

Ranti sedikit terhuyung ke belakang akibat dorongan Widya yang menolong Mikha. Wanita tersebut menatap nyalang Tante Mikha tersebut.

Widya memeluk Mikha dari samping. “Siapa anda? Kenapa membuat keributan di rumah saya?” tanyanya sembari mengedarkan pandangannya ke segala arah. Melihat orang-orang yang berkumpul di depan rumahnya dengan tatapan tak suka sekaligus marah. Sebab, semua orang hanya menjadi penonton, tanpa ada yang mau membantu keponakannya saat tengah di aniaya oleh orang tak di kenal.

“Saya adalah istri dari pria yang di goda oleh keponakan anda. Apa anda tidak bisa mendidik keponakannya dengan baik? Sampai menjadi perebut suami orang,” cibir Ranti dengan seringainya.

Ranti tahu ini adalah kesempatan yang bagus untuknya dalam mempermalukan Mikha. Tujuannya adalah agar gadis miskin itu meninggalkan anaknya. Lalu ia bisa menjodohkan Devan dengan Fellyshia.

Ranti tersenyum puas kala mengingat rencananya yang sebentar lagi akan berhasil. Di liriknya beberapa orang yang mulai terhasut oleh kata-katanya.

Mikha menggelengkan kepalanya keras, menolak apa yang baru saja Ranti sampaikan. Bahkan sampai tega menghina tantenya yang begitu baik dalam mendidiknya.

“Anda jangan bicara sembarangan. Mikha tidak mungkin menggoda suami orang. Terlebih lagi orang yang sudah berumur seperti suami anda,” balas Widya yang geram karena keponakannya di fitnah seenaknya.

“Halah, mana ada maling yang mau ngaku, penjara pasti penuh nantinya,” cemooh Ranti seraya mengibaskan tangannya di depan wajah Widya dan Mikha.

Ranti membalikkan tubuhnya, membelakangi Mikha dan tantenya. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, semuanya yang ada disini. Jangan sampai kalian tertipu wajah polosnya. Dia itu pintar menggoda pria-pria tua yang kaya untuk di jadikan ‘Sugar Daddy-nya’ supaya semua kebutuhan hidupnya terjamin dari uang para pria kaya itu. Hati-hati Ibu-ibu, nanti suaminya di godai sama dia,” sindirnya seraya melirik ke arah Mikha yang kini hanya diam dan terisak-isak dalam pelukan tantenya.

“Pergi dari rumah saya!” teriak Widya penuh emosi. Matanya menatap nyalang Ranti yang tersenyum mengejek ke arahnya.

“Nggak usah di usir, saya juga nggak sudi lama-lama ada di sini, rumahnya kumuh dan menjijikkan,” hina Ranti yang melangkah pergi dari hadapan Widya dan Mikha.

Sebelum jauh, Ranti menghentikan langkahnya dan berbalik. “Bapak, Ibu semua. Saran saya sih, lebih baik gadis penggoda itu di usir dari kampung ini. Bisa mendatangkan bencana untuk kampung ini nantinya, kalau masih di biarkan tinggal disini.” Setelah mengatakan hal itu, Ranti berbalik seraya tersenyum puas. Karena sepertinya rencananya berhasil.

“Benar apa yang di katakan Ibu tadi. Lebih baik kamu sama Tante kamu ini pergi saja dari kampung ini. Kami semua nggak mau terkena akibat dari perbuatan kamu yang menjijikkan itu. Bagaimana Bapak, Ibu, setuju kan kalau mereka di usir saja?” seru salah seorang bapak-bapak yang sejak tadi ikut berkerumun.

Terdengar semua orang tengah berbisik-bisik. Mungkin mereka juga memikirkan apa yang dikatakan oleh Ranti dan bapak tersebut.

Mikha dan Widya saling pandang. Melihat tantenya yang mengangguk. Mikha tak bisa berkata apa-apa lagi.

“Baik. Saya dan Tante akan pergi dari kampung ini. Tapi saya pergi bukan karena saya bersalah. Tidak. Saya sama sekali tidak seperti apa yang Ibu tadi tuduhkan. Saya bukan penggoda suami orang. Saya minta maaf jika ada hal yang membuat bapak-bapak dan ibu-ibu tidak nyaman.” Mikha segera mengajak Tantenya untuk masuk dan segera berkemas.

Tidak banyak memang yang mereka berdua bawa. Hanya dua tas yang berisi baju serta surat-surat berharga.

Mikha dan Widya hanya bisa menatap sendu wajah-wajah orang yang telah mengusirnya dari rumahnya sendiri. Terlebih mereka semua memandang Mikha dengan tatapan merendahkan.

Mikha tidak pernah berpikir akan di usir dari rumahnya sendiri, dari kampung tempat tinggalnya. Hanya karena ia berpacaran dengan Bosnya di kantor.

Perbedaan status sosial ekonomi seseorang yang membuat kisah cinta mereka berdua harus berakhir dengan cara tragis seperti ini.

“Sudahlah. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk kamu dan Devan. Tante yakin jika Tuhan sudah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk kamu. Jangan bersedih lagi,” hibur Widya sembari tersenyum tipis.

Mikha membalas senyum tantenya dan mengangguk setuju. Membenarkan apa yang dikatakan oleh Widya.

Bahwa benar jika ia dan Devan memang tak berjodoh.

Mereka berdua hanya di takdirkan untuk bertemu, tapi tidak di takdirkan untuk bersama.

Mikha berharap agar ia bisa melupakan semua kenangan buruk di kota ini. Mempersiapkan kehidupannya yang baru dengan baik lagi.

Bab 2. Lembaran baru di Bali

Entah apa sebutan yang cocok untuk Mikha saat ini. Kabur dari masalah, atau memilih untuk mengalah dan mundur.

Tak pernah terbayangkan olehnya, akan mengakhiri hubungan percintaannya dengan cara seperti ini. Namun, ia merasa ini adalah hal terbaik untuk mereka. Dirinya dan Devan, selamanya tak akan pernah bisa bersama.

Sesampainya di Bali. Mikha dan Widya mengontrak sebuah kamar yang sangat kecil. Karena memang keuangan mereka sedang buruk saat ini.

“Tante, lebih baik biar aku saja yang kerja. Tante di rumah saja. Sekarang saatnya aku yang mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari kita. Karena dulu Tante sudah berjuang untuk aku. Sekarang biar aku yang membalas semuanya,” ujar Mikha sambil tersenyum.

Keduanya saat ini tengah duduk di ranjang kecil yang hanya muat untuk satu orang. “Kamu jangan berpikiran seperti itu. Tante ikhlas sudah merawat dan membesarkan kamu. Karena hanya kamu yang Tante miliki di dunia ini. Walaupun Ibumu telah tiada. Tapi dia meninggalkan seorang gadis yang cantik dan baik sepertimu.” Widya memeluk keponakannya dengan sayang.

Mikha juga membalas pelukan hangat tantenya. “Iya Tante. Mikha janji akan membahagiakan Tante. Mikha akan bekerja keras untuk bisa memberikan sebuah rumah yang bagus buat Tante, “ janji Mikha pada tantenya.

Ya, kehidupan akan terus berputar. Mikha tak mungkin hanya terus meratapi kisah cintanya yang kandas di tengah jalan bersama Devan. Sudah seharusnya ia bangkit dan memperbaiki kehidupannya.

Berbekal ijasah dan pengalamannya saat bekerja di perusahaan Devan. Mikha mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan yang ada di Bali.

Akan tetapi, mencari pekerjaan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh usaha yang keras dan tekad kuat untuk itu.

Sembari menunggu jawaban dari lamaran yang ia ajukan di beberapa perusahaan. Mikha bekerja di toko kelontong yang ada di dekat kontrakannya. Setidaknya, upahnya masih cukup untuk makan sehari-hari bersama tantenya.

Widya juga tidak mau hanya berpaku tangan saja di rumah. Widya bekerja sebagai buruh cuci di kontrakannya yang memang rata-rata adalah para pekerja pabrik. Meskipun tidak banyak, namun cukup untuk membantu Mikha dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Dua bulan sudah Mikha dan tantenya tinggal di Bali. Karena usianya tak lagi muda, Widya sering sekali sakit. Apalagi pekerjaannya yang sebagai buruh cuci memang sangat melelahkan. Sebab tanpa menggunakan mesin cuci. Yakni dengan tenaga manual, kedua tangannya.

“Tante, Ya ampun apa yang terjadi! Tante bangun, Mikha mohon buka mata Tante,” teriak Mikha yang panik saat menemukan tantenya yang pingsan di dalam kamar kontrakan mereka. Saat ia baru saja pulang dari bekerja.

“Tolong...tolong...” Mikha berteriak keras untuk meminta bantuan kepada para tetangganya.

Dengan segera Widya di bawa ke rumah sakit oleh tetangga sekitarnya. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit. Mikha terus berdoa agar tantenya baik-baik saja.

Mikha tak akan sanggup jika harus kehilangan lagi. Sudah cukup ia kehilangan kedua orang tuanya saat masih kecil, lalu Devan yang juga tidak bisa ia miliki.

Tante Widya segera di periksa begitu sampai di rumah sakit. Mikha menunggu di depan ruangannya dengan cemas. Ia sungguh takut jika terjadi sesuatu terhadap tantenya.

“Dokter bagaimana keadaan Tante saya?” cecar Mikha begitu melihat dokter keluar dari ruangan tantenya.

“Tante kamu terkena kanker paru-paru. Kondisinya sangat lemah saat ini. Jadi harus di rawat dulu selama beberapa hari. Sambil melihat kondisi paru-parunya dan apa yang sebaiknya di lakukan nanti. Karena kita masih memantau keadaannya, setelah beliau sadar nanti. Saya pamit dulu, semoga Tante kamu bisa segera pulih.” Dokter tersebut pergi meninggalkan Mikha yang tercengang mendengar penjelasan dari dokter.

Ia sungguh tak menyangka. Jika tantenya yang selalu terlihat baik-baik saja. Nyatanya mengidap kanker paru-paru. Sebab selama ini, tantenya tak pernah menceritakan keluh-kesahnya kepada Mikha sedikit pun.

“Dari mana aku mendapatkan uang untuk perawatan Tante?” gumam Mikha sambil menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.

Tak lama terlihat bahunya bergetar. Mikha menangis. Meratapi nasibnya yang malang. Di saat ia membutuhkan biaya untuk pengobatan tantenya. Mikha malah sama sekali tidak mempunyai uang.

Lantas dari mana ia bisa mendapatkan uang? Meminjam ke bos tempatnya bekerja pun. Rasanya mustahil. Karena bosnya bukan orang yang kaya.

Lalu ke mana Mikha harus mencari biayanya? Tak ada yang bisa ia harapkan saat ini. Selain bantuan dari Tuhan tentunya.

Mikha berjalan pulang ke rumah dengan pikiran kosong. Ia bingung harus mencari biaya pengobatan tantenya. Hingga tak sadar jika ia berjalan di tengah jalan.

Decit ban yang beradu dengan aspal jalanan. Membuat Mikha terjingkat kaget. Mikha yang shock, segera berjongkok ketakutan, hanya diam mendengar amarah dari pengendara mobil tersebut yang memarahinya karena tidak hati-hati.

Pikirannya seketika ‘blank’ saat ini. Ada ketakutan yang menderanya. Berbagai kemungkinan buruk pun mulai menguasai dirinya. Mikha hanya memikirkan bagaimana dengan tantenya, jika ia tertabrak tadi.

Mikha mulai terisak sambil berjongkok. Tak peduli pada orang-orang yang menyaksikannya. Ketakutannya lebih besar dari rasa malunya. Ia tak bisa berpikiran jernih saat ini.

“Hei! Kenapa kau malah menangis?” tanya pria yang nyaris saja menabraknya.

Bunyi klakson mobil saling bersahut-sahutan di belakang mobil Arvin. Karena menghalangi jalan.

“Cepat pinggirkan mobilnya? Nanti saja bermesraannya,” seru pengendara mobil yang tepat berada di belakang mobil Arvin, pria yang nyaris saja menabrak Mikha.

“Hei, ayo bangun! Kamu nggak dengar apa, mereka minta kita untuk menepi,” jelas Arvin yang mencoba untuk membujuk Mikha agar mau berdiri.

Namun gadis tersebut masih tetap menangis. Seolah-olah tidak mendengar apa yang Arvin katakan. Mau tak mau, Arvin yang harus bertindak.

Pria tersebut langsung saja menggendong Mikha yang tampak terkejut. Lalu memasukkannya ke dalam mobilnya dan membawa Mikha pergi.

Arvin membawa Mikha ke sebuah cafe yang tak jauh dari tempat kejadian barusan.

Dengan perasaan kesal, Arvin bergegas turun dan membukakan pintu penumpang. “Cepat turun! Kita perlu bicara,” titah Arvin tegas.

Mikha yang masih shock hanya patuh saat Arvin membawanya masuk ke dalam cafe. Memesan dua gelas minuman untuk mengurangi ketegangan yang baru saja terjadi.

Mikha baru saja duduk setelah dari toilet. Saat pertanyaan Arvin membuatnya kembali teringat akan masalahnya.

“Lain kali kalau mau bunuh diri jangan di jalan ramai. Loncat saja di sungai yang arusnya deras. Pasti langsung mati, nggak menyusahkan orang lain juga,” sindir Arin seraya menyesap kopinya.

Mikha menundukkan kepalanya sambil bergumam, “Maaf, Tuan. Saya bukan berniat untuk bunuh diri. Tetapi karena sedang memiliki masalah yang pelik saja,” jelas Mikha masih menunduk.

Mendengar penjelasan gadis di hadapannya, entah mengapa Arvin merasa iba. Padahal sebelumnya, ia tak mudah mempercayai ucapan orang lain.

Bab 3. Ternyata Dia

Penasaran dengan masalah yang menimpa gadis di hadapannya. Arvin bertanya dengan gaya juteknya, “Memangnya kamu punya masalah apa? Sampai linglung begitu,” cibirnya ketus.

Sebenarnya, bukan seperti itu caranya ingin bertanya. Namun, karena kekesalannya pada Mikha, perihal kejadian di jalan tadi. Akhirnya, hanya nada ketus yang keluar dari bibirnya.

Mikha mendongak dan bertemu pandang dengan Arvin. “Sepertinya itu bukan urusan anda, Tuan. Maaf jika karena kelalaian saya, membuat anda kesal. Saya pamit permisi, dan terima kasih untuk minumannya.” Mikha segera bangkit dari duduknya dan berlalu pergi tanpa menunggu jawaban Arvin.

Pria tersebut hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat reaksi Mikha. “Seberat apa masalahnya, sampai dia begitu kesal seperti itu.” Arvin berdecak sebal mendengar ucapan Mikha.

Mikha berjalan dengan langkah gontai menuju ke rumahnya. Teringat kembali dengan tanggungan biaya yang harus segera ia lunasi untuk pengobatan tantenya. Hanya helaan napasnya yang mengiringi langkahnya untuk sampai ke rumah.

Sesampainya di kamar kosnya. Mikha melihat ada tamu yang tampak sedang menunggu di depan kamar kostnya. Bergegas ia mendekati orang tersebut.

“Maaf, Ibu mencari siapa, yah?” tanya Mikha sopan.

“Ah, kamu pasti Mikha. Keponakan Bu Widya, kan? Perkenalkan, saya Sarah. Saya biasanya meminta bantuan Bu Widya untuk mencuci dan menyetrika baju di rumah saya. Saya kemari untuk memintanya bekerja di rumah saya. Apakah Bu Widya ada?” Sarah menjelaskan tentang tujuannya datang ke kost Mikha.

Mikha tersenyum, “Silahkan duduk dulu, Bu,” ajak Mikha dengan sopan.

“Oh, iya.” Sarah mengangguk dan duduk di samping Mikha. Memperhatikan raut wajah gadis tersebut yang sendu.

“Tante memang saat ini sedang tidak ada di rumah. Tante sakit dan sekarang di rawat di rumah sakit. Dan sepertinya tentang tawaran Ibu tadi, Tante tidak bisa bekerja di rumah Ibu dengan kondisinya yang lemah seperti ini. Bagaimana kalau saya saja yang menggantikan Tante bekerja di rumah Ibu?” usul Mikha yang tampak bersemangat.

“Tapi bukannya kamu sedang melamar pekerjaan di perusahaan? Memangnya kamu tidak malu bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah saya?” Sarah tidak tega melihat seorang gadis cantik yang terlihat berpendidikan harus bekerja di rumahnya sebagai asisten.

“Ah, pastinya Tante yang bercerita. Betul, saya memang melamar pekerjaan di perusahaan. Tapi, sejak dua bulan lalu. Belum ada satu panggilan interview yang datang kepada saya. Dan saat ini, saya sangat membutuhkan pekerjaan untuk membayar biaya pengobatan Tante di rumah sakit,” jelas Mikha dengan tatapan nanarnya ke arah depan.

Sarah nampak menimbang keputusan apa yang harus ia ambil untuk Mikha saat ini. Karena jujur saja, ia menyukai Mikha walaupun baru bertemu sekali dengannya.

Terlebih lagi dari cerita Widya, ia tahu jika gadis ini adalah gadis yang baik. Dan sepertinya cocok dengan keponakannya yang dingin itu.

“Baiklah, kamu bisa bekerja di rumah saya. Dan sekarang, ijinkan saya menjenguk Bu Widya. Apa boleh?” tanya Sarah.

“Oh, tentu saja Bu Sarah boleh menjenguk tante. Tapi saya harus membereskan barang-barang tante lebih dulu. Untuk di bawa ke rumah sakit. Sebentar ya, Bu. Silahkan menunggu di sini dulu.” Mikha bergegas masuk ke dalam kamarnya dan membereskan apa saja yang ia butuhkan selama menunggu di rumah sakit.

Sementara Sarah menghubungi seseorang sembari menunggu Mikha mengemasi barang-barangnya. Setelah selesai, Mikha dan Sarah secepatnya menuju ke rumah sakit.

Akhirnya, berkat bantuan Sarah, Mikha bisa bernapas lega. Pasalnya, Sarah yang telah melunasi semua biaya rumah sakit tantenya.

Mikha tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk menebus kebaikan Sarah terhadapnya dan juga Widya.

Sarah mengajak Widya dan Mikha untuk tinggal di rumahnya. Bekerja sebagai asisten rumah tangga. Sebab, bibi yang biasanya bekerja telah mengundurkan diri karena sudah berumur.

Awalnya, semua berjalan baik-baik saja. Selama satu minggu, Mikha dan Widya tinggal di rumah arah.

Hingga saat siang hari, Mikha di buat terkejut. Dengan kedatangArvin ke rumah Sarah.

Bahkan lebih mengejutkan lagi. Kala Mikha tahu bahwasanya Arvin adalah keponakan Sarah yang selalu diceritakan olehnya.

Satu minggu ini Arvin memang sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Maka dari itu, Mikha tak tahu siapa keponakan Sarah yang sesungguhnya.

“Kenapa kamu ada di rumah saya?” tanya Arvin ketus. Seraya menyilangkan kedua tangannya di depan. Dan bersandar di dinding. Menatap tajam gadis yang di hadapannya ini.

“Saya bekerja di sini, Tuan Arvin yang terhormat,” sahut Mikha jutek sambil menata makan siang di meja.

Arvin tak lagi bertanya. Pria tersebut naik ke lantai dua, di mana kamarnya berada.

Seusai makan siang, Arvin masuk ke dalam ruang kerjanya. Mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai.

Sarah mengetuk pintu ruang kerja Arvin. Setelah Arvin mengizinkannya masuk, Sarah tersenyum lembut ke arah keponakan yang telah ia rawat sejak masih berusia empat tahun.

“Kau ini, baru saja pulang dari luar kota. Sudah sibuk lagi mengerjakan pekerjaan. Lantas kapan kamu akan mengenalkan calon istri kepada bibi?” tanya Sarah yang duduk di sofa, seraya menatap sendu wajah Arvin yang sangat mirip dengan adiknya, Papa Arvin yang telah meninggal.

Arvin bangkit berdiri dan duduk di sebelah Sarah. Merangkul wanita paruh baya yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Selayaknya anak kandungnya sendiri.

“Bibi, kan tahu. Seperti apa kesibukanku? Lagi pula, kalau aku menikah. Kasihan istriku nanti yang akan kesepian. Karena aku abaikan dengan kesibukanku bekerja,” jawab Arvin pelan.

“Kau ini, lantas siapa yang akan mengurus semua kebutuhanmu? Kalau bibi sudah tidak ada lagi,” balas Sarah yang menggenggam tangan Arvin yang berada di atas pahanya.

“Bibi jangan bicara seperti itu! Sampai kapan pun, aku tidak membutuhkan wanita dalam hidupku. Cukup bibi saja. Masalah kebutuhan, aku bisa mengurus semua kebutuhanku sendiri. Bibi tidak usah khawatir.” Arvin meyakinkan Sarah bahwa ia bisa mengurus dirinya sendiri.

“Bagaimana kalau dengan Mikha saja? Bibi lihat dia gadis yang baik. Cantik pula, dan berpendidikan tinggi. Apa kau mau?” tawar Sarah antusias ingin menjodohkan Arvin dengan Mikha.

Arvin menggeleng cepat. “Tidak, Bi. Aku tidak suka pada gadis ceroboh seperti dia. Sudahlah, Bibi tidak usah memikirkan aku. Karena aku sudah cukup bahagia bersama paman dan bibi di rumah ini,” tolak Arvin dengan tegas.

Sarah hanya bisa menghela napasnya berat. Membicarakan tentang komitmen rumah tangga bersama Arvin memang tak akan pernah berhasil.

“Baiklah. Bibi mau istirahat dulu. Jika kau butuh apa-apa, minta tolong saja kepada Mikha. Jangan Bu Widya. Beliau habis keluar dari rumah sakit. Cepat istirahat juga, Vin. Kamu pasti juga capek.” Nasehat Sarah sembari keluar dari ruang kerja Arvin.

Meninggalkan Arvin yang masih memikirkan perkataan Bibinya barusan. Yakni menikah dengan Mikha. Gadis ceroboh yang jutek dan ketus setiap kali berbicara dengannya.

Arvin menghela napasnya panjang, “Apa yang di sukai bibi dari gadis jutek sepertinya? Bagaimana bisa bibi memintaku untuk menikahinya? Akan sepusing apa aku nantinya dalam menghadapi sikap juteknya dan cerobohnya. Ada-ada saja.” Monolog Arvin yang kembali menyelesaikan pekerjaannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!