"Dokter..tolong, ada pria terluka di jalan" Yara berteriak di luar ruang IGD dengan napas yang hampir hilang karena ikut membopong seorang pria dengan lengannya di bantu seorang pria lain, pria itu tergeletak di pinggir jalan
"Yaraaa.. pelankan suaramu!! Ini bukan pasar!!!" Tegur mas Aldi yang memang sudah mengenal Yara sambil melotot dan membantu Naya memapah pria tersebut.
"Aduuhh mas aku takut sekali. Lihat pria ini penuh dengan darah" Ucap Yara. Pria yang ikut mengantar Yara segera pergi dari ruang IGD itu. Yara mengoceh sambil menekan aliran darah dari dada pria tersebut. Pria berwajah pucat itu membuka matanya.
"Kalau kamu berniat menolongku cepatlah, suaramu itu bisa membuatku tuli dan cepat mati" kesal pria itu sambil meringis karena sakit.
Yara menekan luka itu lebih dalam hingga pria tersebut menggelinjang kesakitan. Tak lama dokter pun memeriksa pasien dan menemukan tanda vital melemah.
"Kita harus segera adakan operasi darurat. Peluru ini menembus lumayan dalam" Dokter memberi kode pada yang lain agar segera menyiapkan ruang operasi
***
Beberapa waktu yang lalu Yara sempat merogoh saku pria yang di tolongnya karena Yara khawatir yang di tolongnya adalah perampok, bandit, tukang begal atau semacamnya. Yara membaca identitas pria tersebut. Namanya Aldi dan berumur 27tahun.
"Aku sungguh tidak suka kumis dan jenggotnya" batin Yara.
drrrtt..drrrttt..ddrrrtt
"Kamu dimana?" Tanya Zein
"Aku tadi sudah jalan pulang, tapi aku menemukan seseorang tergeletak di pinggir jalan dengan luka tembak. Darahnya sangat banyak dimana mana. Aku takut dan aku sekarang berada di RST" jawab Yara
"Tidak perlu panjang lebar. Aku hanya bertanya kamu dimana"
"Kamu ini" Yara bersungut kesal
"Tunggu disana dan jangan kemana mana" perintah Zein.
-----
"Ijin.. Pak Zein cari mbak Yara?" tanya pria berpangkat Serma pada Zein.
"Iya pak. Dimana dia?" tanya Zein
"Di dalam pak, mari saya antar" ajak Serma tersebut
Zein masuk dan melihat para perawat sedang mendorong brankar ke ruang operasi. Zein sempat melihat pasien yang sedang di dorong dan hal itu mrmbuatnya sangat terkejut.
ddrrrttt..ddrrtttt..ddrrtt
Info bahwa ada penyerangan dari kelompok perbatasan, calon danki yang akan menghadap setelah pulang penugasan telah hilang tanpa kabar sejak sore ini.
"Ada apa Zein? Wajahmu seperti orang yang tertangkap basah sedang mencuri sandal" ejek Yara.
"Diamlah kamu ini" Zein bersungut melihat wanita yang selalu mengejeknya.
"Kamu temukan dia dimana??" tunjuk Zein pada pria yang baru saja akan melaksanakan operasi.
"Di dekat perkebunan arah ke pelabuhan" jawab Yara
"Kamu ini.. Bukankah kata papa kamu jangan kesana. Mau apa kamu? Bertemu dengan Tony lagi???" bentak Zein sambil tangannya memencet ponsel untuk menghubungi seseorang.
"Cepat datang ke RST sekarang juga. Danki ada disini!!!!"
***
"Darimana kamu nak? Papa marah sekali kamu pulang jam segini" tegur Naya
"Dia pulang ma, tapi ke arah pelabuhan. Mungkin dia mau bertemu dengan Tony lagi" Kesal Zein.
"Kamu tau khan papa tidak suka dengan Tony itu. Dia memang mapan. Tapi papa pasti punya alasan tidak menyukai Tony" bujuk Naya.
Naya sangat kesal pada Zein yang tidak bisa menutupi hubungan backstreetnya dengan Tony.
"Ma.. aku pergi dulu ya! Ada pekerjaan" Zein berpamitan pada Naya dan melirik tajam ke arah Yara.
***
Beberapa anggota datang ke RST. Ada Reno, Randy, Ali, Jhon dan beberapa anggota yang lainnya.
"Bang Rival sudah sadar?" tanya Zein pada Letda Fandi.
"Baru saja di pindahkan ke ruang perawatan dan belum sadar" Jawab Fandi.
"Papa dan Ayah pulang saja" Pinta Zein pada Randy dan Reno.
Randy dan Reno membiarkan Zein menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Danki mereka yang baru.
.
.
"Sudah pulang mas?" tanya Naya pada Randy yang terlihat lelah.
"Iya sudah. Dimana Yara?" Yara mencari putrinya.
"Di kamar mas" Randy langsung masuk ke dalam kamar putrinya dan melihat Yara sedang mengotak atik ponselnya.
"Lain kali kalau kamu masih membangkang, papa yang akan menjemput kamu lagi" ancam Randy. Yara yang masih punya rasa takut tidak menjawab apapun ucapan Randy
***
"Bagaimana kondisimu Lettu Rivaldi Alfario?" Tanya Komandan bernama Suherman
"Ijin.. sudah lebih baik" Jawab Rival dengan tegas.
"Kamu ini terlalu berani mengambil resiko. Lain kali bawalah pendamping. Jika ada bahaya seperti ini bisa saling cover" Ucap Suherman.
"Iya om" Rival memang keponakan Suherman. Selama ini memang Suherman menggantikan tugas orang tua Rival sejak mereka meninggal dunia.
Rival mengingat gadis yang menolongnya dari pelabuhan hingga sampai rumah sakit. Tak hentinya gadis itu berbicara dan ketakutan saat melihat darah.
"Gadis bodoh" batin Rival.
"Kamu kenapa Val?" Tanya Suherman yang melihat keponakannya melamun.
"Kemarin yang membawaku kesini seorang gadis khan om? Siapa dia?
"Oohh.. tanyakan pada Zein. Sepertinya dia kekasih Zein!" perintah Suherman.
***
"Tolong katakan pada kekasihmu, aku berterima kasih atas pertolongannya" ucap Rival.
"Siap bang" Zein tak ingin menjelaskan apapun pada Rival.
"Kapan abang pulang? Biar saya jemput!" Tanya Zein.
"Besok, tapi tiap dua hari sekali harus kontrol" jawab Rival.
"Kenapa cepat sekali bang?"
"Saya yang minta, bosan saya disini" Rival menunjukkan wajah memelas.
"Baiklah kalau begitu bang"
***
Pagi hari Zein sudah menjemput Rival untuk menuju mess mereka. Mess khusus perwira. Saat berada dalam perjalanan Zein melihat Yara yang akan berangkat menuju hotel tempatnya bekerja sedang di bonceng oleh Tony. Wajah Zein berubah menjadi sangat geram.
"Kalau kamu mau mengejar pacarmu tidak masalah" Rival melihat raut wajah yang sangat kesal pada Zein.
"Tidak bang. Biarkan dia" Jawab Zein datar.
"Kejarlah sebelum terlambat, itupun kalau kamu sungguh mencintainya. Jangan biarkan lelaki lain masuk dalam hidupnya"
"Pengalaman ya bang?" Zein meledek Rival. Rival hanya tersenyum kecut mengingat kisah cintanya yang cukup berliku.
"Yaa... bisa di bilang wanita itu adalah racun, tetapi juga obat. Obat jika dia sangat mengerti dirimu, kondisimu, profesimu. Racun jika dia mengkhianatimu dan tak mengerti akan dirimu" Rival berucap sendu membuat Zein tau kegundahan hati 'abangnya'.
"Insya Allah tidak semua adalah racun bang" Zein teringat akan kekasihnya Mutia. Wanita anggun dan sangat lembut jauh dari kata 'racun' bagi dirinya.
"Jangan bucin!" Rival memperingatkan karena melihat sosok Yara yang tidak bisa tenang.
"Abang nanti pasti akan merasakannya kalau sudah tepat merasakan namanya jatuh cinta yang sesungguhnya" ledek Zein. Rival kembali tersenyum dengan arti yang penuh tanda tanya.
***
Pagi hari berikutnya Rival sudah mulai dengan kegiatannya dan mengatur anak buahnya. Karena tubuhnya masih belum begitu pulih, Rival hanya mengarahkan saja dan tidak melakukan banyak aktifitas.
Lamat matanya memandang, ada seorang gadis keluar menuju ksatrian. Rival memperhatikannya tanpa berkedip. Zein melihat Rival sedang memandang Yara lalu menegurnya.
"Namanya Yara bang" Zein mengagetkan Rival.
"Eehh.. tidak.. saya hanya sekedar melihatnya saja" Ucap Rival tidak enak.
"Suka juga tidak masalah bang"
"Waahh.. kamu jangan jadi b******n ya! pacar kok di lempar sana sini" Zein yang mendengarnya terkikik geli.
"Ijin Dan.. Bisa minta tanda tangan perwakilan kompi?" Pertanyaan Randy yang memberi hormat memutus pembicaraan kedua perwira tersebut. Rival pun mengangguk. Zein hanya tersenyum kecut karena papanya terpaksa harus 'hormat' padanya.
"Iya pak, mana sini" Rival menerima map dari tangan Randy lalu menyerahkan lagi pada Randy setelah di tanda tangani. Randy kembali hormat pada keduanya.
"Proposal apa bang?" tanya Zein
"Diklat karyawan dari pariwisata" Zein sudah bisa menebak pasti Yara akan ikut dan tentunya Mutia pasti akan ikut juga karena Mutia adalah karyawan baru.
-------
"Kita ambil dari perwira dua orang, bintara empat orang dan tamtama sepuluh orang untuk mengawal diklat pariwisata" ucap Rival.
"Siap" jawab anggota serempak
Para anggota pun bersiap untuk acara diklat besok.
.
.
"Kalau ikut kegiatan besok hati hati, kamu sangat ceroboh" pesan Randy.
"Iya papa.. lagipula Zein ikut kok, dia panitia" Yara mengedipkan mata genitnya. Randy mulai melotot melihat gaya putrinya.
"Iya papa tau. Kamu juga jangan bertingkah.. disana banyak laki laki" Randy masih begitu khawatir dengan putrinya.
"Papaaaa.. Yara sudah gede, mau kawin lho pa" Yara merajuk dan bergelayut pada lengan papanya.
"Apa itu kawin? memangnya ayam? Nikah dulu baru kawin" Protes Randy.
"Iihh papa, apa bedanya cobanya?"
"Sudah aahh mas, Anak kita sudah dewasa. Sudah mau 25 tahun lho" Bujuk Naya. Randy hanya menghela napas.
----
Randy baru saja selesai menghubungi Zein agar menjaga Naya dengan baik selama berada di camp. Randy tau betul berurusan dengan peserta diklat adalah hal yang sangat merepotkan dan juga Yara memiliki asma yang memang di turunkan dari Naya.
***
Di atas truk Mutia duduk di samping Zein yang tengah berdiri bersama Rival. Rival merasa jengah melihat Zein yang seolah begitu memanjakan Mutia padahal ada Yara sedang duduk di hadapannya. Rival mulai berpikir banyak pertanyaan dalam benaknya. Apakah Zein ini sedang mendua atau sedang mempermainkan Mutia dengan menduakannya, atau malah Yara yang di duakan.
-----
"Kamu memanjakan mutia sebegitunya apa tidak memikirkan perasaan Yara?" Tegur Rival.
"Mutia khan pacar saya bang" Jawab Zein sambil sesekali membantu menurunkan rangsel dan tas peserta diklat.
"Dasar kamu ini Zein" Rival meninggalkan Zein dan mengawasi kegiatan yang lain. Mata Rival menangkap pemandangan Yara yang tidak bisa menancapkan pasak dan tidak ada seorang pun yang membantunya.
"Kemana yang lainnya" batin Rival.
"Mana rekanmu? Kenapa kamu sendiri yang mengerjakan?" tanya Rival.
"Mereka sibuk dengan kegiatannya yang lain. Hanya aku yang tidak ada pekerjaan" Jawab Yara. Rival melihat Yara yang benar benar tidak bisa mendirikan tenda hingga sekian lama hanya menggesernya kesana kemari.
"Apa gunanya punya pacar kalau tidak bisa membantu" guman Rival.
"Siapa maksud pelatih?" Yara tidak mengerti
"Ya kamu.. Kamu hanya bisa diam saat pacarmu menduakanmu"
Yara sungguh tidak mengerti siapa pria yang di maksud oleh Rival.
"Mana mungkin pelatih Rival kenal dengan Tony" Batin Yara
" Hmm.. terima kasih ya atas bantuanmu saat itu" ucap Rival
"Bantuan apa pelatih?"
"Saya adalah orang yang kamu tolong, yang kamu temukan tertembak" jawab Rival.
Yara terkejut menutup mulutnya dengan kedua tangannya
"Oohh... Orang yang akan tuli dan mati saat mendengar suaraku?" Yara membelalakan matanya. Rival terkekeh geli mendengar ucapan Yara.
"Iya.. itu saya"
***
Yara sebagai panitia penyelenggara kegiatan tidak begitu mengikuti seluruh rangkaian acara karena sadar diri ia memiliki asma.
Udara malam begitu dingin di hutan pegunungan. Yara merasa dadanya sesak. Ia membetulkan jaketnya agar tidak semakin dingin. Yara membuka tasnya mencari inhaler tapi tidak ditemukannya, lalu ia berjalan ke tenda pelatih berharap bertemu dengan Zein untuk meminta pertolongan.
-------
Zein baru kembali setelah mengantar Mutia ke sungai sedangkan Yara sudah terengah engah menahan napasnya yang hampir putus.
"Pelatih Rival, kemana pelatih Zein?" Tanya Yara yang mulai memucat.
"Bukannya dia sedang patroli situasi di sisi kiri?" jawab Rival.
"Tidak ada pelatih, saya sangat butuh dia" Yara memegangi dadanya yang semakin sesak.
"Ada apa? biar saya bantu" Rival panik melihat ekspresi Yara. Tak berapa lama Rival melihat Zein datang bersama Mutia dengan candaan dan senyuman.
"Zein..saya tau mungkin kamu ini b******k, tapi membiarkan wanitamu sampai sakit seperti ini demi wanita lain itu sungguh keterlaluan" tegur Rival.
Zein pun melihat Yara yang mulai kambuh asmanya.
"Heh.. kenapa kamu bisa kambuh begini. Dimana inhalermu?" Tanya Zein pada Yara.
"Aku tidak membawanya, Kamu membawanya tidak?"
"Dasar ceroboh" Zein mulai gelagapan membongkar rangselnya berharap ada cadangan inhaler untuk Yara. Mutia pun ikut panik membantunya.
"Cepat Zein, Lihat Yara sudah kesulitan bernapas. Dia asma atau alergi dingin" Cecar Rival.
"Asma bang...." Jawab Zein gugup sambil tangannya merogoh semua saku rangsel. Akhirnya inhaler yang dicari ketemu juga.
Rival menyandarkan Yara pada dadanya dan memberikan inhaler tersebut.
"Kalian jelaskan, kenapa hubunganmu bisa serumit ini? Sumpah demi apapun aku ingin sekali menghajarmu Zein?" Rival sangat geram.
"Apanya yang rumit bang? Mutia ini memang kekasihku" Jawab Zein.
"Sudah bosan hidup kamu rupanya. Beraninya kamu bicara seperti itu di hadapan Yara yang tidak berdaya karena kamu" Bentak Rival.
"Yara ini bukan pacarku bang" Zein berkata jujur. Rival memegangi Yara tapi tangannya menarik kerah seragam Zein karena geramnya. Anggota yang lain ikut bingung bagaimana caranya menghentikan kedua atasannya yang sedang berselisih.
"Yara kakakku bang" Pekik Zein sambil menutup wajah dengan lengannya saat Rival akan melayangkan bogem mentah ke arahnya.
"Haaaahh? Ulangi!!!!" Rival melongo seketika
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!