DEWI AINUN
Orang-orang biasa memanggilku dengan Ainun. Mungkin kalau orang menyebut namaku, mereka akan ingat dengan kisah cinta yang melegenda di negara ini. Siapa lagi, kalau bukan kisah Habibie-Ainun. Iya, aku salah satu yang mengidolakan beliau baik prestasinya maupun kisah cintanya. Aku berharap suatu saat bisa menemukan sosok Habibie yang baru.
Sejak kecil aku tinggal di panti asuhan yang berada di Kota P. Aku tidak tahu dimana orang tuaku dan mengapa mereka menitipkanku disini. Meskipun tidak pernah bertemu, jauh dilubuk hati aku selalu merindukan kehadiran mereka. Sungguh, aku ingin melihat rupa yang telah mengandung dan melahirkanku. Entah, apakah mereka masih hidup ataukah telah ....
Ketika hati merasa gundah, aku selalu menghabiskan waktu dengan bermain gitar dan bernyanyi. Bagiku, dengan melakukan hal itu maka bebanku akan berkurang. Iya, aku dianugerahi dengan suara yang indah dan kepandaian dalam bermain musik diantaranya adalah gitar. Semua orang di panti tahu dan mereka sangat menyukainya.
Sedari kecil, kami dididik untuk bersikap baik kepada setiap orang dan menjauhkan hati dari segala prasangka yang dapat merugikan diri kita sendiri. Termasuk dengan menyimpan dendam kepada orang tua kita. Dengan beralasan, mereka meninggalkan dan membuang kita. Satu hal yang harus kita ingat bahwa setiap orang mempunyai alasan untuk melakukan tindakan apa lagi menyangkut darah daging mereka, buah hati dan cinta mereka.
Aku tidak pernah merasa menyesal dilahirkan tanpa orang tuaku yang membesarkanku. Bersyukur, karena masih ada mereka yang selalu menjagaku dan selalu mendukungku dengan segala cintanya. Yah, mereka adalah pengurus panti dan temanku, yang telah kuanggap saudara bernasib sama denganku.
Hari Ini, usiaku menginjak 21 tahun dan hari ini pun aku mengambil keputusan untuk mencari kehidupanku yang baru. Bukan tanpa alasan, aku ingin bekerja dan melanjutkan pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi. Aku ingin sukses.
Tatapanku bertemu dengan ummi Aira. Kami duduk saling berhadapan di atas tempat tidur. Aku mencoba meminta izin kepadanya untuk pergi.
"Nak, apakah kamu yakin ingin pergi dari sini?" ucap ummi Aira. Air menggenang dipelupuk matanya. Bertanya dengan merangkulku ke dalam dekapan. Sosok yang sudah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri.
"Iya Mi. Ummi tidak perlu khawatir, Ainun akan sering datang, kok, melihat Ummi dan saudaraku yang lain," ucapku mencoba meyakinkan.
"Tapi Nak, Ummi takut kalau sesuatu terjadi kepadamu ... lagi pula, selama ini kamu tidak pernah jauh dari jangkauan Ummi."
Tak terasa Air mataku jatuh mendengar ucapan ummi Aira. sosok lemah lembut dengan segenap kasih sayangnya. tidak pernah membedakan kami anak asuhnya. Aku semakin mengeratkan pelukanku kepadanya.
"Ummi, percayakan sama Ainun? Ainun janji, akan selalu menjaga diri dan selalu mengingat semua nasihat Ummi."
"Baiklah, Nak." Ummi Aira melepas pelukannya, menunduk melihatku dan menangkup kedua pipiku. "Ummi, akan selalu mendo'akanmu dimana pun kamu berada. Kamu harus yakin Sayang, Ummi selalu menjagamu dengan kekuatan do'a Ummi." Menatapku dengan tulus dan meyakinkan.
"Ainun sayang, Ummi," ungkapku dengan air mata yang mengalir deras di pipiku.
Aku dan ummi mengahabiskan waktu bersama. Mencurahkan kasih sayang satu sama lain. Ketika adzan dzuhur berkumandang, dengan mata yang sembab kami keluar dari kamar dan menuju ke mushallah untuk ibadah berjama'ah.
.
.
.
.
Salam kenal untuk para readers🙏🙏 Semoga Novel pertamaku memberikan kesan yang baik. jangan lupa dukungannya yah, dengan memberikan like dan komentar yang membangun untuk perbaikan kedepannya.🤗🤗🤗 oke!!!!
Follow Intagram 'asriainunhasyim'
Salam
AAH♥️
Siang itu, setelah melaksanakan ibadah berjama'ah, aku bergegas keluar dari mushallah menuju kamar. Disana, aku mempersiapkan segala keperluanku termasuk pakaian yang akan aku bawa menuju Kota M. Tempat tujuanku mengaduh nasib. Tidak lupa, aku mempersiapkan ijazah yang akan aku gunakan untuk melamar pekerjaan setelah sampai disana.
Aku mengambil tabungan yang kusimpan di dalam lemari. Tidak banyak, namun bagiku itu sudah cukup digunakan untuk menyambung hidup. Setidaknya, sampai aku mendapatkan pekerjaan.
Setelah semua selesai, aku menyimpan koper di samping tempat tidur, namun tiba-tiba pandanganku tertuju pada bingkai foto yang terpajang di atas nakas. Iya, itu adalah fotoku bersama dengan pengurus panti termasuk ummi Aira dan saudaraku yang lain. Aku menghela napas panjang sebelum mengambil foto tersebut dan menatap dengan mata berkaca-kaca.
"Huuff ... tidak lama lagi akan berpisah dengan mereka," gumamku.
Bagiku, mereka adalah segalanya. tempat bersandar, berkeluh kesah, dan tempatku mengadu ketika hari tidak bersahabat. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka. Berharga, satu kata yang dapat menggambarkan betapa pentingnya mereka di dalam kehidupanku. Sangat bersyukur memiliki mereka sebagai keluargaku.
Di tengah lamunan, pintu kamarku terbuka Aku melihat Ummi dan pengurus panti lainnya serta saudara-saudaraku yang berada di sana. Tiba-tiba gadis kecil berumur 5 tahun datang dan memelukku dengan erat sambil terisak. Yah, dia adalah Rubi. Gadis kecil yang paling dekat denganku.
"Kakak mau ninggalin Rubi yah, hiks ..." ucapnya dengan terisak.
Aku membalas pelukannya dan menenangkannya. Meskipun, mataku saat ini tidak bisa kuajak berkompromi. Perih, panas, yang tidak dapat aku tahan. Akhirnya, berubah menjadi buliran bening yang menyesakkan. Jujur, aku sangat benci dengan situasi seperti ini. Aku harus berpisah dengan orang-orang yang aku sayang. Tapi mau bagaimana lagi? Semua kulakukan untuk merubah kehidupanku.
"Tidak sayang, Kakak tidak pernah ninggalin Rubi. Kakak sayang Rubi. Kakak hanya pergi sebentar, kok. Kalau Kakak nanti pulang, Kakak akan bawa coklat kesukaan Rubi dengan yang lain," ucapku kepadanya.
Rubi melepas pelukannya. Dia menengadah, mengerjapkan mata indahnya dan melihatku. Lalu, dia mengangkat jari kelingkingnya.
"Tapi Kakak janji yah, jangan lama-lama disana. Nanti, kalau Kakak pulang, Kakak harus bawakan Rubi coklat yang banyak."
Aku tertawa melihatnya. Oh, sunggu imutnya adikku ini. Aku menautkan jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya, sebagai tanda janjiku kepadanya.
"Iya Sayang. Kakak janji!"
Tanpa kusadari, semua orang yang ada di ruangan ini menatapku dengan terisak. Semua menghampiriku dan memelukku satu persatu. Abi Sulaeman, suami dari ummi Aira, datang mendekat dan memberi tahu bahwa bus yang akan kutumpangi sebentar lagi akan berangkat.
"Nak, sekarang sudah jam 1. Sebentar lagi busnya akan berangkat. Ayo, Nak, ambil barangmu kita akan segera ke terminal," ucapnya mengingatkanku.
"Iya Abi." Aku mengambil koperku dan keluar kamar bersama dengan yang lain. Sedangkan abi Sualaeman menyiapkan mobil yang akan aku tumpangi untuk ke terminal.
Sebelum pergi, aku berbalik dan menatap semua orang yang ada di depan panti asuhan. Mereka melambaikan tangan dan tersenyum, meski raut wajahnya menampakkan ketidak relaan. Sungguh, aku bersyukur memiliki semuanya. Aku membalas lambaian tangan mereka dan segera memasuki mobil.
"Selesai, Nak?" tanya abi Sulaeman yang melihatku dari balik spion mobil.
Aku mengahpus sisa air mataku dan mengangguk. "Iya Abi."
.
.
.
.
.
Terima kasih Untuk para readers yang tercinta masih setia membaca Novel "AINUN" semoga semuanya diberi kesehatan😇 aamiin
Mohon dukungannya yah, dengan meninggalkan jejak like, comment dan Vote. ok 😉
salam
AAH♥️
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam, akhirnya aku sampai di Terminal Bus Kota M. Aku tidak melewatkan kesempatan untuk bertanya kepada pak Mamat supir bus yang kutumpangi, mengenai kos-kosan yang ada di kota ini. Tentunya, dengan harga yang terjangkau. Karna kurasa, pak Mamat yang paling tahu selak beluk mengenai kota ini mengingat pekerjaannya sebagai supir.
Aku memberanikan diri. Malu? Oh tentu tidak! Seperti kata pepatah, malu bertanya sesat dijalan menyesal kemudian. Aku tidak mau hal seperti itu terjadi kepadaku.
Yah, memang benar, pak Mamat merespon dengan antusias. Karena ternyata, adik sepupunya memiliki usaha kos-kosan yang berada tidak jauh dari Terminal. Syukurlah, jalanku dimuluskan hari ini.
Pak Mamat memperkenalkanku kepada pemilik kos. Dia menjelaskan secara detail mengenai fasilitas serta harga sewa perbulannya. Sepertinya cukup bersahabat dengan kantongku. Lagi pula, letak kosnya sangat strategis. Berada di pusat Kota M, dan terdapat gang sekitar 20 meter yang menghubungkan antara kos dengan jalan raya.
Setelah melakukan transaksi, akhirnya satu kamar kos tersebut berhasil aku tempati. Ruangannya tidak terlalu luas, di dalam terdapat Kamar mandi, dapur beserta alat-alatnya dan tempat tidur yang hanya cukup untuk satu orang.
Hari ini sungguh melelahkan. Tanpa menunggu lama aku merebahkan tubuhku diatas kasur. "Hmmm ... nyamannya," gumamku. Aku memejamkan mata sampai akhirnya aku terlelap dibuai mimpi.
Entah, berapa lama aku tertidur karna lelah. Ketika aku membuka mataku, hari sudah mulai gelap. Aku tersadar belum melakukan apapun termasuk mengabari orang di panti kalau aku sudah sampai. Aku mengambil ponselku yang berada di dalam tas. Tanpa menunggu lama, aku menelfon ummi Aira.
"Assalamualaikum, Ummi."
"waalaikumussalam, Nak."
"Maaf Ummi, Ainun terlambat kasih kabar kepada Ummi."
"Apa kamu baik-baik saja, Nak? Sekarang kamu dimana? Apakah kamu sudah dapat tempat tinggal?" Ummi Aira mencercaku dengan berbagai pertanyaan.
Aku tersenyum mendengar perhatiannya. "Alhamdulillah Ummi, Ainun baik-baik saja kok. Ummi tidak perlu khawatir, sekarang Ainun sudah sampai dan Ainun sudah dapat tempat tinggal," ucapku dengan meyakinkannya.
Aku mendengar helaan nafas lega dari ummi Aira, "Alhamdulillah. Syukurlah, Nak, Kalau begitu. Ummi hanya khawatir kalau kamu disana kenapa-kenapa. Mengingat, baru pertama Ummi melepasmu jauh dari jangkauan Ummi."
"Terima kasih karena Ummi telah mengkhawatirkan Ainun. Tapi Ainun baik-baik saja, kok."
"Baiklah, Nak. Jaga dirimu baik-baik, yah."
"Iya Ummiku sayang, Ummi juga disana jaga kesehatan dan jangan banyak pikiran."
"Iya, Anak Ummi."
"Assalamualaikum, Ummi."
"Waalaikumussalam, Nak."
Aku menutup telfonnya setelah percakapan panjangku dengan ummi Aira. Aku tersenyum menatap ponselku. Setelah itu, aku bergegas membersihkan diri dan melaksanakan ibadah 5 waktu.
Tiba-tiba, terdengar suara yang menggema di telingaku,
Kruuuyuuukkk ....
Ternyata itu bunyi alarm perutku yang meminta untuk di isi. Aku baru sadar, sejak tadi aku belum makan apapun. Aku juga belum belanja untuk bahan masakan.
Aku mengambil dompetku dan menghitung jumlah isinya. Yah, tidak dapat dipungkiri jumlahnya semakin berkurang. Mengingat, uangnya aku gunakan untuk membayar kos.
"Aku harus segera mendapatkan pekerjaan sebelum uangku habis," gumamku.
Segera kubergegas keluar kamar untuk mencari supermarket yang terdekat. Aku berjalan menyusuri gang yang menghubungkan dengan jalan raya.
Sangat ramai, hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang meskipun itu sudah malam. Aku melihat sekitar, dan mataku tertuju pada sebuah cafe yang lumayan besar dan ramai pengunjung.
"DANISH CAFE"
Terbesit ide dalam fikiranku untuk mencoba memasukkan lamaran pekerjaan besok pagi. Mengingat, keuanganku semakin menipis. Tidak masalah, yang penting aku bekerja. setidaknya sampai uangku terkumpul dan mampu membiayai pendidikanku nantinya.
Letak Cafenya juga tidak terlalu jauh dari kos tempat tinggalku. Tentunya, itu akan menghemat biaya transportasiku.
"Besok akan aku coba. Semangat Ainun!"
.
.
.
.
.
Terima Kasih kepada readersku tercinta yang masih setia dengan Novel "AINUN". Semoga semua selalu diberi kesehatan. aamiinn 😇
Jangan lupa yah tinggalkan jejak dengan like, Comment dan Vote agar Authornya juga Semangat. okk😉😉
salam
AAH♥️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!