Kisah cinta tak bisa dilukiskan, kisah hidup tak bisa dikatakan. Meskipun hidup dalam kesedihan, tapi suatu hari nanti pasti dapat kebahagiaan. Dalam cinta memang tak ada kepastian, tapi jika hati sanggup bertahan, akan berakhir dengan sebuah keindahan.
.....
Jane mengambil pakaian yang berserakan di atas lantai dengan tangan bergetar. Baru saja dirinya berubah status, dari seorang istri berubah menjadi seorang janda. Bahkan pria ini baru saja mengucapkan talak untuk dirinya.
Ini bagaikan mimpi, ia tak mengira hari ini akan begitu cepat datang padanya.
Ia memungut sehelai demi sehelai yang di atas lantai. Semua pakaian dan barang-barangnya berhamburan di luar rumah karena dibuang oleh Wiliam. Dengan kejam pria itu mencampakkannya, bahkan di hadapan wanita yang berhasil menghancurkan pernikahan mereka.
Air matanya menetes tanpa dapat dihentikan. Menikah bukan karena cinta memang sangat sulit. Bertahan satu tahun, dan dia langsung dibuang karena tak lagi diinginkan. Dari awal ia tahu cinta suaminya bukanlah untuk dirinya, tapi untuk Lizzy sang mantan kekasih suaminya. Yang sekarang mereka kembali menjadi sepasang kekasih yang sangat mencintai.
Hanya karena sedikit kebohongan, hanya karena setitik noda, pria ini melepaskan pernikahan mereka yang telah terjalin satu tahun. Bener, cinta memang bisa membuat orang buta. Apapun yang akan dikatakan Lizzy, Wiliam akan selalu mempercayainya, berbeda dengan dirinya yang sudah biasa diperlakukan kasar.
Tak pernah dianggap sebagai istri, tapi selalu diperlakukan seperti seorang budak. Dan sekarang tugasnya telah selesai, ia bukan lagi istri yang tak diinginkan, tapi sekarang ia adalah seorang janda yang dibuang.
“Pergi! Pergi dari rumah ku. Dasar wanita tak tahu diri, beraninya kau membohongi ku!” Wiliam berteriak dengan marah. Pria itu bahkan menendang barang-barang Jane untuk mengusirnya.
Jane tak menjawab. Dengan air mata saja ia mengutarakan seberapa kecewanya pada pria ini. Selama ini ia akan selalu memohon pada Wiliam jika akan diusir, tapi kali ini ia tahu dirinya tak akan dimaafkan. Fitnah yang dikatakan Lizzy benar-benar seperti nyata di mata suaminya. Bagaimana pun dirinya memohonkan pasti tidak akan dimaafkan.
Lagi pula, Jane merasa lelah. Biarlah seperti ini. Ia baru terluka, merasa sedih dalam relung hatinya, tak ada kesempatan untuknya kembali lagi jika gadis itu masih disisi Wiliam.
Sedangkan lizzy, wanita itu tersenyum lebar melihat Jane yang diusir. Saat Wiliam akan menoleh ia akan berpura-pura sedih, dan berlagak seperti wajah bak malaikat. Seolah-olah mencoba menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukan Wiliam.
“Mulai hari ini kamu tidak berhak tinggal disini lagi. Kau bukan lagi istriku!” Teriak Wiliam lagi. Ia menatap mantan istrinya itu dengan jijik.
Setelah selesai mengumpulkan semua barang-barangnya, ia menarik kopernya dengan linglung. Jane menatap Wiliam dengan tatapan putus asa.
“Aku akan pergi...,” Jane menghapus air matanya dengan kasar. Lalu dia berkata lagi, “Hari ini kamu membuang ku tanpa mendengar penjelasanku, Wil. Suatu hari nanti kamu pasti tahu jika ini tidaklah benar, dan aku tak bersalah.” Jane berucap dengan lemah, “aku tahu kamu begitu mempercayai kekasih mu, tapi aku harap suatu hari nanti kau tak akan memperlakukan dia seperti kamu memperlakukan aku seperti sekarang.”
Wiliam terdiam sebentar, ada terdapat rasa ragu dihatinya. Tapi ia tak ingin terpengaruh dengan ucapan wanita ini, jadi ia kembali berteriak marah.
“Jangan ikut campur dalam hidupku lagi! Pergi! Wanita murahan seperti dirimu tak pantas mengurusi ku!”
Sakit?
Tentu saja sangat sakit. Tapi apa ia bisa membalas kata-kata pria ini. Tidak, dia bahkan takut untuk membantah perkataannya. Selama ini hidup dalam tekanan membuat Jane selalu ketakutan.
Dengan tubuh bak tak bernyawa, wanita itu mulai menarik kopernya keluar dari Pekarangan rumah mewah itu. Sekali lagi ia berbalik untuk menatap rumah yang penuh kenangan pahit itu untuk terakhir kalinya. Ia berharap suatu hari nanti ia tak perlu lagi kembali kesini. Meskipun ia masih mencintai mantan suaminya ini, tapi di waktu yang akan datang ia tidak akan pernah memimpikan untuk kembali.
Hari ini dia kalah. Tapi Jane tahu, suatu hari nanti ia akan membalas perbuatan mereka. Takdir akan berubah, kebenaran akan terbongkar. Disaat itu akan datang ia akan berpuas hati melihat mereka menderita.
.....
Setelah Jane hilang dari pandangan matanya, entah mengapa Wiliam merasa perasaan kosong dalam hatinya. Tidak, ia tidak boleh mengasihani wanita itu lagi. Wiliam berbalik, ia tersenyum pada Lizzy dengan lembut.
“Mm, Apa kamu marah padaku, Wil?” Lizzy bertanya dengan sedih, “aku sungguh-sungguh mengatakannya, bahkan foto yang aku berikan padamu itu adalah kebenaran. Aku tidak mungkin berbohong padamu,” ujarnya dengan sedih.
Wiliam mengangguk mengerti. Bagi dirinya apapun yang dikatakan Lizzy adalah kebenaran, gadis kesayangannya ini tidak akan pernah berbohong padanya.
“Aku percaya padamu, sayang.” Ucap Wiliam lembut sembari mengelus sayang rambut kekasihnya. “Ya sudah, ayo kita masuk.” Wiliam merangkul mesra pundak kekasihnya.
Sekarang ia bebas. Bebas dari pernikahan yang dijodohkan, bebas dari hubungan yang tak pernah di inginkannya.
Lizzy adalah gadis yang dicintainya semenjak remaja. Tapi karena orang tuanya yang tak setuju, ia dipaksakan menikah dengan Jane, wanita yang harus ia benci beberapa tahun ini. Karena gadis itu ia tak bisa hidup bersama kekasihnya, karena dia hidupnya menjadi hancur begini.
Hidupnya hancur, bukankah sudah sewajarnya ia juga menghancurkan wanita itu. Selama pernikahan ia memang tak pernah membuat wanita itu bahagia, bahkan ia memperlakukannya sebagai budaknya. Bagi Wiliam itu sepadan dengan apa yang dia lakukan.
Wiliam menghela nafas pelan. Kenapa ia masih saja mengingat wanita itu. Bukankah sekarang ia harus melupakannya, mulai sekarang tidak akan ada lagi yang mengganggu hidupnya dengan perilaku bodoh wanita itu.
Lizzy yang menyadari perubahan suasana hati kekasihnya, ia segera menghibur.
“Apa kamu sedih karena dia pergi?” tanya Lizzy.
“Tidak,” bantah Wiliam. “Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku tidak pernah mencintainya, bagaimana mungkin aku sedih jika dia pergi.”
Lizzy mengangguk dengan air matanya yang sudah jatuh. “Jangan pemikiran dia lagi, sayang. Aku akan sangat sedih jika kamu masih memikirkannya.” Rajuk gadis itu manja.
“Baiklah, aku tidak akan memikirkannya.” Wiliam menghibur gadis itu agar tak sedih lagi. Ia tidak senang jika air mata wanita yang dicintainya sampai menetes.
Lizzy tersenyum senang setelah mendengar Wiliam berjanji padanya. Sekarang ia yakin pria ini akan menjadi miliknya sendiri, tidak akan ada lagi yang bisa merebutkannya. Sekarang ia bisa mengendalikan pria ini sepenuhnya, hanya ada dirinya di dalam hati Wiliam, bukan orang lain.
Sekarang tujuannya tercapai. Ia sudah berhasil menyingkirkan Jane dari hidup Wiliam dengan sangat mudah. Kali ini ia akan menikmati menjadi nyonya Wiliam sepanjang hidupnya.
Jane memeluk tubuhnya sendiri dalam kedinginan malam ini. Jalan yang ramai malam ini tak bisa membuat ia merasa terhibur sedikit pun. Hanya ada tatapan kosong, bahkan ia tak memedulikan tubuhnya yang menggigil karena kedinginan. Tak ada semangat, tak ada gairah untuk dirinya melalui hari-hari yang terasa pahit ini, rasanya ia ingin menyerah. Jika ia tak ingat dosa, mungkin dari lama ia telah memilih jalan mengakhiri hidupnya. Tapi itu tak akan mungkin dia lakukan selagi dia masih memiliki akal.
“Apa begini akan membuat mu bahagia, Je?” Dila tiba-tiba menghampiri sahabatnya yang berdiam diri di jendela kamarnya.
Jane tak menoleh sedikit pun, ada senyum yang penuh dengan luka ia sembunyikan dari gadis baik hati ini. Dia tak ingin melihat orang lain mengasihannya, dia paling tak suka di kasihani, karena selama ini Dia kuat menjalaninya.
“Aku tidak tahu, Di. Perasaan ini entah mengapa masih saja memikirkannya. Padahal ia sudah begitu hebat menoreh luka padaku,” ujar Jane putus asa.
Selama ini, perasaan inilah yang membuatnya bodoh. Perasaan ini juga yang membuat ia bertahan dalam hubungan yang membuatnya tersiksa. Meskipun sudah dilukai begitu dalam, ia masih saja merindukan pria itu malam ini.
“Kalau begitu belajarlah untuk melupakan. Dia bukan orang terbaik untuk mu,”
“Bagaimana caranya? Sedangkan bayangannya saja selalu menghantuiku. Ini tidak mudah, Di."
Dila mendekat, ia memeluk sahabatnya itu dengan penuh kasih sayang. Ia tahu bertapa terlukanya Jane sekarang, karena itu ia tak ingin memaksanya untuk banyak bercerita. Tapi ia ingin wanita ini tahu, bahwa dirinya akan selalu ada disisinya untuk mengutarakannya.
“Tidak perlu buru-buru jika masalah perasaan. Cukup kamu sendiri yang tahu, apa yang terbaik untuk hidupmu.” Hibur Dila. Ia membelai lembut bahu temannya itu untuk menguatkan. "Cika dia yang terbaik, tahan akan kembali mempertemukan kalian berdua. Tapi jika tidak, akan ada pangeran rendah hati yang datang memayungi mu suatu hari nanti."
Jane tersenyum sesaat. Ia merasa bersyukur mendapatkan teman seperti Dila ini, selalu datang saat ia senang maupun susah. Bahkan keluarganya sendiri tak peduli dengan dirinya sekarang, tapi gadis ini begitu baik menampung dirinya yang telah terbuang ini.
Saat dulu Jane mengatakan pada ayahnya bahwa Wiliam sering berbuat kasar padanya. Tapi ayahnya malah menyalahkan, mengatakan dirinya tidak menjadi istri yang baik, dan selalu membela Wiliam setiap dirinya mengadu. Jadi sekarang, ia memilih untuk tidak menghubungi ayahnya karena masalah ini, ia takut jika orang tua itu akan kembali memaksanya kembali bersama Wiliam.
“Aku akan baik-baik saja, kamu tidak perlu kawatir, Di. Terima kasih sudah menjadi begitu baik untuk ku.”
“Kamu bicara apa. Kita sudah berteman begitu lama. Kamu sudahku anggap seperti saudara, jangan pernah berbicara begitu lagi.” Dila tak senang jika Jane berkata seperti itu, “sekarang ayo istirahat. Kamu harus tidur lebih lama dan makan lebih banyak. Agar tubuhmu kembali gemuk. Sekarang lihatlah, sudah seperti tinggal tulang saja.”
Jane hanya diam saja. Bagaikan ia tidak kurus seperti ini. Saat tinggal bersama Wiliam ia selalu ditindas dan diperlakukan kasar. Bahkan saat bercinta pun pria itu tak akan mengasihinya, pria itu hanya akan berperilaku seenaknya dan menyiksanya.
Saat berada di dalam kamar, Dila meninggalkannya. Sekarang ia sendiri dalam kamar ini, berlahan air matanya jatuh.
‘Tentang sebuah kehilangan, kau tidak akan pernah tahu rasanya sebelum posisimu ada di sana.’
Kata dari sebuah buku itu selalu diingat oleh Jane. Dan sekarang ia merasa kehilangan, meskipun berbeda dengan yang diceritakan buku itu, tapi rasanya tetap saja sama, menyakitkan.
Bagaimana pun caranya ia memejamkan mata, tetap saja tak bisa tertidur. Jane merasa frustasi, ia langsung berdiri tegak untuk kembali mendekati jendela. Hanya pemandangan yang hampa ini bisa mengobati sedikit lara hatinya.
“Andaikan kamu sedikit mencintaimu ku. Pasti aku akan mencoba bertahan dan membuktikan padamu bahwa aku tak bersalah.”
Waktu akan terus berputar. Berlahan pasti ia mulai melupakan pria itu untuk selamanya. Tapi sebelum itu ia harus melakukan sesuatu, dan setelah itu ia tak akan lagi memedulikan dia lagi.
Saat terdiam, tapi panggilan masuk menggagu lamunan Jane. Berlahan ia mengambil benda pipih itu. Ternyata nomor yang tak dikenal menghubunginya. Merasa malam untuk menjawabnya, ia memilih untuk mengabaikannya saja. Tapi tak hanya sekali, ponselnya kembali bergetar dengan keras membuat Jane berdecak kesal. Terpaksa ia mengangkat panggilan itu.
“Selamat malam.” Sapa pertama orang seberang yang Jane dengar saat panggilan telepon tersambung.
“Malam. Ini dengan siapa?” Balas Jane kesal. Sesaat terdengar kesunyian, Jane pun merasa heran dengan orang disana. Saat ia ingin mengakhiri panggilannya, orang itu telah lebih dulu bersuara.
“Kamu melupakan ku, nona Jane.” Jane terkejut, orang ini mengenalnya. Siapa dia? Tapi kenapa ia merasa kenal dengan suara ini?
“Kamu...,” Jane berpikir sebentar, “apa kamu Dion?” hanya tebakan. Karena sebenarnya Rini sendiri tidak bisa mengiatnya. Mendengar dari suaranya hanya satu itu saja yang muncul di pikirannya, karena suara ini begitu familier di telinganya.
Suara tawa terdengar di seberang, “tebakan mu benar, nona. Sepertinya kamu tidak melupakan ku,”
Jane bernafas lega. Tadi ia pikir orang jahat yang ingin mengganggu ya, tapi siapa yang menyangka malah My friend terbaiknya yang menghubungi.
“Bagaimana cara mu menemukan nomor ku. Astaga, kenapa kau tidak pernah menemui ku lagi,” tanya Jane lekas.
Memang benar, setelah dirinya menikah pria ini tidak pernah lagi menghubunginya lagi. Dulu ia memang tak mempermasalahkan hal ini, tapi sekarang ia penasaran kenapa Dion menjauhinya.
Dulu, mereka bisa dikatakan bagai saudara kembar yang setia. Karena mereka yang begitu saling menempel, tidak ada waktu luang mereka saling menjauh. Itu semua terjadi sebelum Jane bertemu dengan Dila, setelah itu mereka menjadi sahabat bertiga, meskipun Dila dan Dion tidak terlalu akrab.
Tapi semenjak ia memilih menikah dengan Wiliam, ia berlahan mulai menjauh. Itu bukan kehendaknya, tapi Wiliam yang melarangnya, dan akan selalu mengancam jika Jane masih berani bertemu dengan pria lain.
Obrolan Jane bersama Dion berlanjut sampai tengah malam. Sesaat wanita itu bisa melupakan sedikit rasa sakitnya, bahkan ia sampai tertidur dan membiarkan pria itu berbicara sendiri di seberang sana.
.....
...Luka, memang sangat menyakitkan saat dirasa. Tapi jika seseorang bisa mengobatinya, luka bisa menjadi kenangan yang indah. Karena sang pemilik hati tidak hanya bisa menumbuhkan, tapi juga bisa menyuirami hati agar tak mudah layu di terpa panas.
...
...Siapa bilang yang pertama selalu yang terbaik?
...
...Nyatanya banyak yang pertama itu yang menyakitkan, meninggalkan luka yang menjadi pelajaran hidup untuk cinta yang baru.
...
...
...
*****
Tak jauh dari keadaan Jane yang terpuruk, seseorang juga merasakan kehilangan di seberang sana. Meskipun dirinya tak mau mengakui, tapi bagaimana pun kehidupan akan terasa berbeda setelah kepergian orang yang pernah hidup bersama satu tahun
Wiliam. Meskipun dia membenci wanita itu, tapi entah mengapa sekarang ia memikirkannya. Entah dimana dia sekarang, dimalam yang sangat dingin ini, entah akan kemana dia berteduh. Wiliam tahu, wanita itu tidak mungkin kembali kekeluargaan nya, karena jika dia kembali pasti sekarang ayah mertuanya telah datang untuk memintanya kembali menjemput Jane.
“Sayang, kenapa kamu melamun seperti itu?” Lizzy keluar dengan wajah kantuknya. Malam ini ia menginap di rumah Wiliam. Karena rumah ini sudah kehilangan nyonya nya, tentu saja ia harus mengisi posisi itu secepatnya, sebelum dirampas lagi oleh orang lain.
“Tidak ada,” ucap Wiliam dingin. Lizzy merasa perubahan nada bicara kekasihnya itu, tak biasanya Wiliam berbicara dingin padanya. Jadi ia merasa tak senang, ia langsung menarik Wiliam agar menatap dirinya.
“Kenapa? Kenapa kamu menjadi dingin begini padaku? Apa kau marah?”
“Tidak.” Wiliam menyadari kesalahannya ia segera merubah raut wajahnya. Melihat Lizzy yang ingin meneteskan air matanya ia merasa menyesal, “jangan salah paham. Aku hanya merasa mengantuk, sayang. Tidak ada yang lain,”
“Yakin? Atau kamu sedang memikirkan wanita lain?” Lizzy masih terus macing Wiliam untuk berkata jujur. Sebenarnya ia tahu jika Wiliam masih saja mengingat matan istrinya itu, bagaimana pun caranya ia harus mencegahnya. Dalam hati Wiliam sekarang yang harus ada hanya namanya saja, bukan wanita yang dibencinya itu, atau pun wanita lain.
“Jangan berpikir macam-macam,” kata Wiliam dengan kesal, “sekarang pergilah tidur, ini sudah larut malam.”
“Apa kamu tidak ingin menemaniku, Wiliam?” tanya Lizzy, dengan senyum menggoda, ia berharap pria ini mau memberi kehangatan padanya malam ini.
Seharusnya ini adalah undangan yang sangat menyenangkan, tapi entah kenapa sekarang Wiliam merasa tak tertarik sedikit pun. Ia tersenyum hambar, apa begitu berpengaruh kepergian wanita itu.
“Kenapa kamu diam, sayang? Apa kamu menolak ku?” Lizzy bertanya dengan sedih.
“Mana mungkin, Lizzy. Aku bukan menolak mu, hanya saja ... Aku harus tidur lebih awal, besok ada meeting.” Kata Wiliam cepat. Tapi wajah sedih Lizzy tetap saja tak berubah, membuat William menjadi tak tega.
“Lizzy...,”
“Tidak apa-apa, Wil. Aku mengerti,” dia berdiri dengan cepat, “aku tahu kamu masih butuh sendiri, tidak apa-apa, aku mengerti.” Bagaimana pun ia harus terlihat sangat pengertian, ia tak boleh membuat William marah padanya.
“Baiklah, kamu memang gadis terbaikku.” Wiliam mengusap lembut rambut panjang gadisnya itu dengan penuh kasih sayang.
Setelah Lizzy masuk ke dalam kamarnya, ia langsung mengeram kesal. Gadis itu melempar semua barang-barang nya dengan kesal. Lagi-lagi gagal ia menjerat pria itu dalam genggamannya, kenapa begitu sulit untuk menaklukkannya.
“Kamu milikku, Wil. Aku tidak akan pernah melepas mu, meskipun kau menolakku seribu kali pun, aku akan tetap memaksamu!”
Selama ini ia sudah lelah menunggu. Seharusnya ia bersama Wiliam sudah dari dulu menikah dan memiliki hidup yang bahagia, tapi karena orang tua Wiliam yang tidak setuju malah menjodohkan pria yang dicintainya dengan Jane. Bagaimana pun ia tidak akan pernah merelakan, meskipun Wiliam sudah menikah dia tetap menempel pada pria itu. Karena itu mereka tidak pernah putus. Dalam kendalinya, ia bisa membuat Wiliam membenci Jane, lalu kenapa sekarang ia harus menyerah. Hanya sedikit lagi, setelah itu ia akan menguasai semua kekayaan ini, ia akan menjadi nyonya Wiliam, semua orang akan bertekuk lutut padanya.
.....
Sudah hampir satu Minggu, pagi ini tak disangka Jane jika dirinya akan mendapatkan kejutan. Surat perceraiannya telah datang diantarkan oleh seorang kurir. Jane tersenyum perih, akankah secepat ini? Ternyata Wiliam benar-benar tak pernah mencintainya, meskipun sedetik.
“Apa itu, Jane?” Dila bertanya dengan bingung. Melihat wajah temanya yang menjadi sendu membuat ia sudah bisa menebak. “Apa secepat ini dia mengirimnya?”
“Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Aku bisa membaca dari raut wajahmu, Jane. Tebakan ku benar bukan?” Dila menatap Jane dengan santai, tapi dia tahu saat ini Jane tidak baik-baik saja.
“Iya. Dia membuang ku,”
Dila merasa kasihan melihat Jane yang begitu bersedih, jadi ia berusaha untuk menghiburnya, “sudah. Dia bukan laki-laki yang baik untuk mu. Masih banyak yang lebih tampan darinya,”
Jane merasa apa yang dikatakan oleh sahabatnya benar. Tak ada gunanya lagi ia harus memikirkan Wiliam, seharusnya ia memikirkan masa depannya, bukan masa lalu.
“Aku tahu, Di. Terima kasih,” sekali lagi Jane menatap kertas di tangannya, setelah itu ia menyimpannya. “Aku butuh sedikit hiburan, maukah kamu temani aku jalan-jalan?”
“Tentu saja, nona Jane. Hamba akan selalu setia padamu.” Jane terkekeh kecil melihat tingkah Dini. Mereka saling memandang, setelah itu mereka bersama tertawa dengan tingkah konyol mereka buat.
.....
Jane keluar dengan senyum gembira. Ia sudah tampak cantik dengan pakaian santainya untuk jalan-jalan hari ini.
“Bagaimana menurutmu?”
“Wah, lihatlah. Bertapa cantiknya temanku ini, tapi pria bodoh itu masih saja menyia-nyiakan nya.”
“Sudah, jangan bahas dia lagi. Hari ini kamu harus membuat ku bahagia,”
“Tentu saja,” ucap Dila bersemangat, “asalkan saja kamu mau berusaha untuk bahagia, aku akan selalu menemanimu. Tapi jika kamu yang tidak ingin, aku bisa apa.”
“Berhentilah berbicara, ayo kita pergi!” Dila cemberut melihat Jane tak menimpali ucapannya.
Mereka segera pergi. Jane terlihat berusaha untuk melupakan semua pelik dalam hidupnya. Sedangkan Dila terlihat masih saja mengganggu Jane dengan masalah perceraian itu. Perjalanan ke pusat kota tak membutuhkan waktu yang cukup lama, hanya beberapa menit mobil mereka sudah sampai di sebuah pusat perbelanjaan.
“Kita akan apa, Di?”
“Berkeliling. Lalu kita akan borong semua pakaian terbaik musim ini,” Di berseru dengan senang. Tapi Jane ia malah menjadi lesu tak bersemangat. “Kenapa kau lesu begitu?”
“Kamu kan tahu, aku baru saja cerai, Dila. Aku tidak punya uang, bagaimana mungkin aku bisa berbelanja.”
Dila menepuk jidatnya. Bener kenapa ia bisa lupa jika temannya sekarang sedang kere. “Tidak apa-apa. Kali ini aku akan mentraktir mu,” ucap Dila.
Jane tersenyum senang, “Oh, benarkah?”
“Tentu saja,” itu adalah tawaran yang paling menggiurkan, Jane jadi tak sabar menghabiskan uang gadis ini.
“Kalau begitu hari ini aku akan membuat mu miskin, Di.” Mereka tertawa bersama. Memang sangat menyenangkan jika dua wanita menjadi sahabat.
Setelah itu mereka segera memasuki pusat perbelanjaan. Masuk di setiap toko pakaian, lalu keluar dari sana membawa sebuah kantong dengan gembira, kegiatan yang sangat menyenangkan bagi semua wanita. Mereka tidak akan pernah puas, meskipun sudah menguras isi dompetnya, tapi tetap saja melakukan lagi dan lagi.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!