NovelToon NovelToon

The CEO'S Crazy Wife

1. Wasiat

“Ma, tidak mudah mencari istri Ma, betul apa yang dikatakan Papa” Azkan membela diri.

Nyonya Lidia melipat tangannya bersidekap. “Kalau tidak mudah bagi kamu, Biar Mama yang mencarikan kamu istri”

“Mama mau cari dimana Ma?”

“Mama memilih Maziya”

Tuan Alam dan Azkan serentak tak percaya dengan ucapan Nyonya Lidia.

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Azkan Serziano adalah putra tunggal dari Nyonya Lidia dan Tuan Alam Serziano. Pewaris dari Serziano Grup, yang menjadi induk dari Perusahaan besar seperti Serziano MALL, Serziano Properti, Serziano Hotel, serta berbagai bisnis internasional.

2 tahun yang lalu kakeknya pemilik dari Serziano Grup meninggal dunia. Ia memberikan kuasa pada pengacara Grup untuk membacakan surat wasiatnya 2 tahun setelah kepergiannya ketika duka telah mereda.

AZKAN SERZIANO SEBAGAI CUCU SATU-SATUNYA DARI TUAN ALANG SERZIANO HARUS MENIKAH DAN MENJALANI RUMAH TANGGA SEKURANG-KURANGNYA 3 TAHUN. JIKA AZKAN SERZIANO TIDAK JUGA MENIKAH KETIKA USIA 26 TAHUN. MAKA SELURUH WARISANNYA AKAN DISUMBANGKAN KEPADA BERBAGAI YAYASAN DAN AZKAN SERZIANO TAK AKAN MENDAPAT BAGIAN SEPESERPUN.

“Bagaimana, apakah semuanya sudah mengerti apa saya sampaikan dari wasiat Tuan Alang Serziano?.” Ucap si pengacara.

“belum-belum, sudah 2 tahun kenapa wasiatnya baru dibacakan sekarang” Nyonya Lidia berdiri dari sofa.

“Karena itu permintaan dari Tuan Alang Serziano sendiri Nyonya. Almarhum mengatakan surat yang ia tulis ini harus tepat dibacakan setelah cucunya Azkan Serziano belum juga menikah diusia yang ke 26 tahun. Surat wasiat ini memang dibuat saat Almarhum benar-benar khawatir dengan cucunya yang diterpa berbagai isu Nyonya”

“Lalu bagaimana dengan yang dikelola suami saya. Apa itu semua juga akan disumbangkan?”

“Betul Nyonya, karena semuanya bukankah memang ditujukan untuk Tuan Muda Azkan. Meskipun Tuan Alam Serziano saat ini masih bisa memimpin sebagai Direktur Utama, tapi tetap saja akhirnya harus ada yang memegangnya Nyonya.” Pengacara dan Timnya berbicara serius.

“Pa, ngomong dong Pa” Nyonya Lidia panik sendirian sementara suaminya itu hanya mengelus kepala dan diam saja.

Alam Serziano adalah putra yang penurut pada ayahnya. Dia tidak bisa menginterupsi karena ia tahu ayahnya adalah orang yang bijaksana dan memiliki pertimbangan sendiri.

Azkan memegang tangan Mamanya. “Ma, udahlah, aku bisa kerja sendiri kok, kita tidak harus....”

“Kamu mau Mama hidup jadi gelandangan Azkan?” Nyonya Lidia marah dan membuat Azkan berhenti bicara.

Azkan Serziano bukannya tidak bisa mencari calon istri. Kalau saja ia bisa lebih terbuka, ada banyak wanita yang antri untuknya.

Bahkan di Perusahaan, menurut Barga sekretaris yang merupakan orang kepercayaan Azkan satu-satunya mengatakan. Bahwa hampir setengah dari karyawan wanita Perusahaan pusat Serziano Grup yang masih lajang mau menjadi orang yang akan menjadi pasangan Azkan.

Namun, Azkan hanya tidak bisa, ia memang suka menjalin hubungan dengan banyak gadis namun itu hanya sebagai tameng hatinya saja. Ia tidak benar-benar serius pada gadis-gadis yang dipacarinya. Sekitar satu bulan ia akan ganti pacar.

Azkan sebenarnya mengalami cinta diam-diam yang cukup lama dan dalam. Apalagi perempuan yang ia cintai adalah sahabatnya sendiri. Gadis beruntung itu adalah Rasti, ia menyukai Rasti selama 10 tahun bahkan meskipun ia tahu Rasti adalah pacar dari sahabatnya juga, Randy, Dokter umum yang sangat populer . Hubungan mereka bahkan sudah berjalan hampir 5 tahun.

“Jangan selalu baik pada semua orang terutama gadis-gadis, kamu akan membuat mereka salah paham Azkan. Kalau kamu sudah memutuskan untuk menyukai seseorang, fokuslah padanya!” Itulah ucapan Rasti sembari menepuk punggung Azkan menyemangatinya.

“Buruan cari pacar yang serius jangan gonta-ganti mulu abis sebulan, biar kita bisa Double date” Ujar Randy.

Azkan mencoba memendam dalam-dalam perasaan tak berbalas yang terlalu lambat ia ucapkan dan mengalihkan sakit hatinya pada para gadis yang ia pacari selama sebulan. Tetapi, meskipun ia mencoba untuk menyukai seorang gadis dengan serius, ia tidak bisa melepaskan sosok Rasti dari pikirannya.

Bagi Azkan, Rasti adalah satu-satunya wanita yang tidak pernah memandangnya dari kekayaan. Rasti adalah putri dari seorang Pengusaha terkenal dan memutuskan untuk mengikuti jejak keluarganya. Rasti adalah alasan Azkan menerima statusnya sebagai cucu tunggal Alang Serziano dengan lapang dada.

Azkan selalu memperlakukan Rasti dengan spesial, tidak pernah Azkan bersikap baik lebih dari yang dilakukannya untuk Rasti. Menyewa gedung untuk ulang tahun Rasti, mengadakan perayaan kelulusan di kapal pesiar, serta mengantarkan berkas wawancara Rasti meskipun hari hujan dan Ia sedang tidak enak badan. Sayangnya Rasti selalu berpikir perlakuan Azkan adalah karena mereka bersahabat.

Pernah dahulu ketika mereka masih SMA, Rasti bercanda, mungkinkah Azkan akan jatuh cinta dengannya suatu hari nanti. Tetapi cepat-cepat Randy menepis hal itu dan mengatakan bahwa Azkan bersikap baik karena mereka dekat dan sahabat. Andai saja saat itu Azkan menepis pernyataan Randy, mungkinkah semuanya akan berbeda, mungkinkah Rasti akan sedikit menaruh hati padanya.

...

Nyonya Lidia memastikan pelayan mereka melihat pengacara dan Timnya pergi.

“Azkan, makanya Mama bilang jangan selalu main-main dengan pacar kamu. Mana ada yang pacaran selalu sebulan secara teratur. Kamu pacaran apa survey pelanggan Perusahaan Hah?”

Tuan Alam menenangkan Istrinya. “Ma, apa istri dapat diambil di jalanan?, Azkan itukan...”

“Papa diam saja, biar Mama yang ngomong dengan Azkan”

Tuan Alam berhenti bicara, istrinya kalau lagi mode serius jangan pernah diganggu. Karena Nyonya Lidia bisa lebih menakutkan dari seekor Singa. Tuan Alam hanya bisa beralih menepuk pundak putranya agar bersabar.

“Ma, tidak mudah mencari istri Ma, betul apa yang dikatakan Papa” Azkan membela diri.

Nyonya Lidia melipat tangannya bersidekap. “Kalau tidak mudah bagi kamu, Biar Mama yang mencarikan kamu istri”

“Mama mau cari dimana Ma?”

“Mama memilih Maziya”

Tuan Alam dan Azkan serentak tak percaya dengan ucapan Nyonya Lidia. Maziya Armanatya adalah gadis yang baru saja menyelesaikan kuliahnya dan akan wisuda satu minggu lagi. Sebelumnya Maziya tinggal di rumah itu sebagai anak dari sahabat Nyonya Lidia yang kebetulan bangkrut setelah suaminya meninggal karena kecelakaan.

Serziano Grup saat itu masih dibawah Pimpinan Tuan Alang Serziano. Berkat Nyonya Lidia, mertuanya itu Bersedia mengganti semua hutang yang dimiliki Ayah dari Maziya bahkan mengijinkan Maziya tinggal menumpang disana hingga Ibunya meninggal dunia ketika usianya 10 tahun akibat sakit.

Mengingat di usia 10 tahun seorang gadis yang tak tahu apa-apa tentang dunia seperti Maziya harus kehilangan semua sandarannya dalam hidup. Nyonya Lidia menjadi tidak tega dan memutuskan untuk berperan sebagai ibu pengganti bagi Maziya.

Namun, sifat Maziya semakin lama terasa makin melunjak. Ia seolah memanfaatkan kebaikan Nyonya Lidia. Para pelayan mengeluh dengan sikap semena-menanya. Maziya bersikap seperti ia adalah orang yang berkuasa dan memiliki kekayaan Serziano Grup, Ia tidak segan menghabiskan banyak uang untuk mentraktir teman-temannya hampir setiap hari.

Puncaknya, adalah saat Maziya yang ditolak Azkan 5 tahun lalu. Penolakan yang sangat sarkas dan menyakitkan, Azkan mengatakan semua unek-uneknya pada Maziya. Gadis itu hanya parasit yang memanfaatkan semua harta keluarganya. Ia sangat jijik jika harus menjadikan Maziya sebagai kekasihnya, ia mungkin akan dikeruk hingga tersisa bangkai saja. Sudah cukup rasanya ia bersabar dengan sifat hedonisme Maziya yang merasa diperlukan kehadirannya di rumah itu.

Andai saja ada satu yang bisa dilakukan Maziya untuk menghargai keluarganya. Maka hal itu adalah pergi dari rumah Serziano dan tidak berhubungan lagi terutama dengan mereka.

Maziya benar-benar syok dengan penolakan Azkan. Apalagi itu kali pertama ia mendapati Azkan membentaknya dengan keras hingga tak mampu berkata-kata.

Sejak kecil, Maziya selalu berpikir bahwa Azkan memperlakukannya seperti adik, menyayangi dan memanjakannya, tidak ia sangka bahwa sebenarnya dimata Azkan ia hanyalah pengganggu dan parasit penghisap harta. Maziya memutuskan untuk pergi dari rumah itu dan menjalani kehidupannya sendiri.

Bersambung.....

2. Terkejut

Tanpa sepengetahuan suami dan putranya, Nyonya Lidia diam-diam membeli apartemen atas namanya sendiri untuk ditinggali Maziya. Apartemen itu benar-benar berasal dari uang sakunya sendiri dan selalu ia niatkan untuk keperluan mendesak Maziya. Apartemen itu cukup biasa, namun memiliki sistem keamanan yang sangat luar biasa karena dipasang oleh profesional yang diminta oleh Nyonya Lidia sendiri.

Biasanya ketika sedang suntuk, Nyonya Lidia pergi menemui Maziya tanpa diketahui oleh orang lain kecuali supir kepercayaannya Pak Cipto. Dibanding curhat dengan suami dan putranya yang selalu berpikir dengan pandangan dan logika laki-laki, Nyonya Lidia selalu lebih senang bersama Maziya. Mungkin karena sama-sama perempuan, mereka bisa mengobrol dengan sentuhan perasaan perempuan penuh dengan sensitivitas dan feminisme.

Mereka menghabiskan waktu untuk bertukar cerita, hubungan keduanya lebih erat dari yang diketahui siapapun. Ibaratnya, Nyonya Lidia yang paling tahu bagaimana Maziya baik luar dan dalamnya.

Azkan menahan emosinya, “Mama tahu aku tidak menyukainya Ma.”

“Tentu saja, kamu bahkan menolaknya 5 tahun yang lalu dengan kata-kata seperti orang yang tidak pernah disekolahkan” ujar Nyonya Lidia.

“Aku bicara fakta Ma, memang gadis itu...”

“Stop. Azkan, Mama meminta waktu pada pengacara. Selama usia kamu belum 27 berarti wasiat itu masih berlaku bukan untuk mendengar penolakan kamu atas calon yang Mama pilih.”

“Aku oke dengan siapapun asal bukan gadis itu Ma” Azkan tanpa sadar berteriak pada Mamanya sendiri.

“Mama yang tidak akan oke dengan siapapun kecuali Maziya, paham kamu!” Nyonya Lidia bergegas menuju kamarnya sedangkan dua pelayan setianya, Bi Mirna dan Rita mengikuti di belakang.

Azkan memandang Tuan Alam dengan tatapan miris memohon belas kasihan.

“Biar Papa bicara sama Mama kamu, kalau keputusannya sudah bulat. Papa juga nggak bisa bantu.” Tuan Alam berdiri dan berjalan menuju kamar mereka.

Tuan Alam menyuruh dua pelayan yang sedang asik memijit bahu dan kaki Nyonya Lidia untuk keluar sebentar. Ia ingin membicarakan hal yang serius dengan Istrinya. Dua pelayan beda usia Ibu dan anak itu berjalan keluar dengan hati-hati.

Tuan Alam mendekat perlahan, ternyata meneruskan untuk memijit bahu istrinya

“ Ma..” Tuan Alam merendahkan suaranya, ia berhati-hati.

“Kalau Papa mau pijitin Mama supaya Mama berubah pikiran, jangan harap." Nyonya Lidia agaknya tahu maksud suaminya itu.

Tuan Alam berhenti memijit, kini ia memelankan suaranya, setengah berbisik “Apa Mama yakin sama keputusan Mama?”

Kini Nyonya Lidia ikut berbisik “Tentu saja Pa”

“Papa tahu Mama begitu mempercayai sahabat Mama, Nyonya Tya, Papa tahu kepribadiannya. Tapi gadis itu putrinya, Papa....”

“Papa hanya memikirkannya dari pandangan yang sama seperti Azkan. Berapa kali Mama harus bilang kalau semua yang dilakukan Maziya itu ada dalam pengawasan Mama. Berapapun uang yang ia habiskan Mama selalu tahu Pa.”

“Tapi tetap saja dia itu berlebihan Ma.”

“Pa, dia masih muda saat itu, dia melakukannya karena selalu dibully tidak memiliki siapapun dan semua orang terdekatnya berakhir mengenaskan. Menurut Papa apa dia tidak bisa sedikit membanggakan kita sebagai orang beruntung yang masih berada disekitarnya?” Nyonya Lidia bahkan berkaca-kaca menatap suaminya.

Tuan Alam memeluk istrinya dan menenangkannya. Ia tahu alasan itu sejak dahulu. Namun dia seperti air cucuran atap dengan Azkan. Baik itu sifat maupun pikiran, like father like son, Selalu berpikir bahwa istrinya terlalu baik dan memanjakan Maziya sehingga gadis itu bersikap tak tahu diri.

.......

Satu minggu kemudian...

Sebuah buket bunga besar dan penampilan nyentrik khas Nyonya Lidia. Ia mendatangi kampus Maziya sembari untuk memberitahukan kabar gembira.

Dari jarak sekitar 9 kaki, Nyonya Lidia melihat lelaki berkacamata membawa buket bunga di belakang tubuhnya. Tampaknya ia ingin memberikannya pada seorang gadis di hadapannya yang masih asik berfoto dengan teman-temannya.

“Huh, dasar laki-laki, kalau terlalu lamban kamu akan ditikung seperti Azkan.” Gumam Nyonya Lidia menasehati lelaki itu dari jauh.

Nyonya Lidia tidak sengaja mendengar percakapan Azkan dan Barga ketika membahas akan melamar Rasti 5 tahun lalu. Nyonya Lidia tahu Maziya berada dalam posisi tak menguntungkan karena menyatakan perasaan saat Azkan mengalami penolakan dari Rasti yang sudah duluan diambil sahabatnya sendiri.

Nyonya Lidia menekan nomor di ponselnya, siapa sangka yang mengangkat panggilannya adalah gadis yang sedang asik berfoto. Ia baru mengetahui gadis yang ditunggu lelaki itu ternyata adalah Maziya.

Nyonya Lidia merasa kalang kabut, Ia sudah susah payah meminta Maziya agar fokus kuliah jangan sempat pacaran hingga selesai. Ia terus meyakinkan Maziya agar tidak naksir siapapun, berusaha menjaga jarak dengan setiap laki-laki bahkan membuat sikap angkuh.

Nyonya Lidia pastikan Azkan jelas jomblo setelah berpacaran dengan seorang gadis hanya selama sebulan. Ia sudah bertekad bahkan berjanji akan menjodohkan Maziya dan Azkan kalau perlu dengan paksaan asalkan Maziya tetap berhubungan dengannya dan terus menganggapnya sebagai Mama angkat.

Kini bahkan mertuanya yang telah tiada alias Kakek dari Azkan tahu bahwa ia sangat menginginkan Maziya menjadi bagian dari keluarganya. Bisa dibilang, Do’a mereka dikabulkan dengan cara tak terduga.

“ Ja jangan berbalik oke sayang!”

Nyonya Lidia benar-benar tidak ingin lelaki berkacamata itu mendahuluinya. Maziya adalah gadis yang cantik meskipun bertubuh mungil. Wajar saja ia bisa disukai hanya dengan mengandalkan wajahnya.

“Kenapa Ma, Kok Mama kedengarannya panik begitu?” Maziya diam di tempatnya.

Teman-teman Maziya perlahan menghilang menemui keluarga mereka masing-masing. Maziya melambaikan tangan sampai mereka pergi. Lelaki tadi berjalan perlahan mendekati Maziya namun sepertinya kalah cepat dengan Nyonya Lidia.

Siapa bilang ada yang bisa mendahuluiku

“Taraaaaa” Buket besar itu hampir menutupi wajah Maziya.

“Ya ampun Ma, buat apa buket sebesar ini?" Maziya terkejut melihat buket yang sangat indah dengan perpaduan warna Lilac serta pink yang sangat harum tersebut.

"Buat kamu lah.."

Lelaki yang akhirnya bernama Miko Itu menghampiri dengan sopan menyangka Nyonya Lidia adalah Mama kandung Maziya.

"Saya Miko Tante.. Ziya ini Mama kamu ?"

Mendengar lelaki itu berani memanggil Calon menantunya dengan akrab Nyonya Lidia kesal tiba-tiba.

"Fotoin kita ya!" Nyonya Lidia menyodorkan Ponselnya yang mirip dengan Maziya, keluaran terbaru.

Selesai jadi tukang foto dadakan, Miko berniat mengulang perkenalan dirinya. Mungkin yang barusan tidak terdengar oleh mereka.

Dengan tegas Nyonya Lidia mengatakan bahwa Maziya akan segera menikah. Ia menolak basa-basi dari Miko.

“Hah”

Baik Miko maupun Maziya serentak kaget.

“Benar Ziya?” tanya Miko pada Maziya.

“ Iya, saya calon mama mertuanya”

Nyonya Lidia menarik Maziya yang terkejut sementara Miko terdiam di tempatnya. Maziya tidak bisa memberi penjelasan pada Miko dan menurut saja pada Nyonya Lidia untuk segera pergi karena tangannya sudah di tarik.

Miko tertegun dengan buket bunga mawar yang belum sempat ia berikan. Maziya sudah memanggil mama pada calon mertuanya, kesempatan apa yang bahkan Miko miliki karena ia hanya menyukai Maziya secara diam-diam selama 4 tahun. Ia selalu berusaha menjaga lidahnya agar tidak keceplosan menyatakan perasaan.

Kalau saja ia sempat menembak Maziya, pasti hubungan antara mereka akan memburuk. Maziya sudah pasti akan menolak semua pernyataan cinta dari siapapun dan menjaga jarak setelah menolak seseorang.

Jika Miko juga ditolak, kesempatan untuk menyapa Maziya saja sudah pasti akan sangat sulit ia raih. Miko tidak pernah membayangkan bahwa Maziya melakukannya selama ini karena sudah memiliki calon sendiri, bukan karena ingin fokus kuliah.

Sementara itu, Maziya menunggu mobil yang disupiri Pak Cipto sampai ke Apartemennya untuk berbicara serius perihal yang disampaikan mama Angkatnya itu.

Bersambung.....

3. Uang

Maziya kesusahan memasukkan buket yang super besar itu hingga harus dibantu Nyonya Lidia yang sudah duluan masuk karena ia mengetahui sandinya. Belum sempat Nyonya Lidia duduk di sofa, Maziya sudah bertanya apa maksud perkataannya pada dirinya dan juga Miko usai meletakkan buket di sofa.

“Bukannya Mama yang disuruh duduk, kamu malah kasih sofa buat buket bunganya.” Nyonya Lidia menatap sinis pada buket bunga yang ia beli sendiri itu.

“Iya maaf Ma, Mama cemburu sama buket Mama sendiri.” Maziya meletakkan buket itu ke meja dan mempersilahkan Nyonya Lidia duduk.

Nyonya Lidia mengipasi lehernya. “Mama haus”

“Bentar Ma” Maziya bergegas mengisi air dari meja di dekat dapurnya dan memberikannya pada Nyonya Lidia.

Nyonya Lidia memperhatikan betapa perhatiannya Maziya padanya. Ia tidak bisa membayangkan kalau menantunya adalah orang lain. Berpisah dari Maziya pasti akan membuatnya stress dan sangat kesepian.

Setelah meneguk air minum beberapa kali, Nyonya Lidia langsung menceritakan apa yang terjadi tak lebih tak kurang termasuk keputusannya untuk menjadikan Maziya sebagai menantu. Maziya paham maksud Nyonya Lidia untuk menjaga warisan tersebut agar tidak jatuh ke tangan orang lain.

“Apa kamu keberatan sayang?”

“Aku paham maksud Mama, tapi masalahnya Kak Azkan Ma. Mama tahu sendiri seberapa besar dia benci sama aku”

“Sudah bertahun-tahun berlalu, waktu itu kamu juga masih muda.”

"Itu menurut Mama, padahal sekarang aku juga masih sama. Bahkan lebih parah dan tak tahu malu. Dia selalu berpikir aku seperti parasit. Mama juga tahu kebiasaan aku menghabiskan uang tidak berkurang sedikitpun.”

Maziya menggaruk tengkuknya sendiri. Memang hal itu tanpa sadar membentuk sebuah kebiasaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Apalagi Nyonya Lidia tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut dan bahkan selalu memberikannya jatah belanja setelah asik menjadi teman curhat dan menemani Nyonya Lidia ke acara - acara penting.

“Mau gimana lagi, sekarang usianya mau habis dari 26, susah payah Mama negosiasi sama pengacara kalau selama dia masih belum berusia 27 tahun berati masih ada waktu, tapi dia nggak ada usaha.” Nyonya Lidia menghabiskan air minumnya karena kesal memikirkan putra semata wayangnya itu.

“Bukannya Kak Azkan suka sama Kak Rasti ya Ma. Makanya dia nggak pernah serius sama mantan-mantannya yang Cuma dipacari selama sebulan”

“Siapa suruh dia terlalu lamban. Mama juga kalau jadi Rasti pasti akan memilih Randy, secara Randy itu dengan tegas menyatakan perasaan bukannya diam-diam perhatian sampai nggak sadar kalau dia udah ditikung.”

“Tapi itu pesona Kak Azkan Ma, perhatiannya benar-benar menarik hati, dia memperlakukan aku seperti adiknya. Sayangnya dia nggak pernah baik lagi sama aku Ma, apalagi sejak aku bilang kalau aku suka sama dia, langsung berubah sikapnya seolah aku sampah. Bahkan aku harus pakai topi, pakai kaca mata, duduk menunduk sampai leher sakit waktu dia datang dan mengisi kuliah tamu di kampus aku Ma, biar dia nggak lihat aku. Takutnya kalau sampai dia lihat aku dan batal ngisi kuliah tamu Cuma karena ada aku orang yang dibencinya. Kan kasian juga sama temen-temen aku yang ngeidolain dia Ma.”

Tanpa sadar Maziya mengatakan unek-uneknya bagai air mengalir. Nyonya Lidia tidak bisa menahan senyumannya kalau gadis di hadapannya itu sudah bicara apa yang dirasakan. Sikap terus-terang Maziya selalu menenangkannya lebih dari apapun.

Meskipun hal yang dikatakan Maziya itu menyakitkan, tetapi ia tak pernah berpura-pura. Nyonya Lidia tidak akan berusaha menebak-nebak apa isi pikiran gadis itu.

“Kenapa Mama senyum. Pasti Mama bosan ya karena udah sering aku ceritain.”

“Mama nggak bosan, selama kamu melakukannya demi Azkan. Mama senang sayang, karena seenggaknya, kamu selalu menyukainya terlepas dari pandangannya yang cacat logika itu.”

Maziya balas tersenyum, ia yakin Nyonya Lidia tak akan pernah menyudutkannya sekalipun suami dan putranya cacat logika. Ia selalu merasa Nyonya Lidia benar-benar mampu mengisi kekosongan dalam keluarganya.

Perlu diketahui kalau semua saudara dari ayah dan Ibu Maziya bukannya tidak ada. Mereka terkesan lepas tangan apalagi setelah mengetahui kalau Ayah dari Maziya, Tuan Arman terlilit hutang karena pailit sebelum kecelakaan.

Mereka awalnya selalu mengagung-agungkan Ayah Maziya semasa hidup, selalu mengatakan ikatan keluarga tidak akan pernah terputus meskipun mereka terhalang oleh maut. Namun ketika hal yang benar-benar sulit itu terjadi di hadapan mereka, menutup mata dan telinga adalah hal termudah yang dilakukan. Mereka pergi jauh dan menjauh bahkan sampai ke luar negeri hanya untuk melepaskan diri dari gadis sial bernama Maziya.

Maziya selalu berpikir bahwa hanya uang yang mampu menyatukan mereka semua. Dengan uang ia mendapatkan pengakuan, dengan uang ia mendapatkan kekuatan. Itulah hal yang juga membuat Maziya benar-benar suka menghabiskan uangnya. Bukan hanya karena dibully, namun karena psikologisnya yang sudah terikat seperti itu sejak usianya 8 tahun tepat saat ia kehilangan ayahnya. Lalu diusia 10 tahun kembali kehilangan ibunya. Maziya bukanlah si gadis sial, meskipun jika bersamanya dipastikan ada banyak uang yang bisa ia buang.

.......

Maziya terdiam beberapa saat untuk memikirkan jawabannya. Ia berusaha membayangkan bagaimana kehidupannya jika benar-benar menikah dengan Azkan, orang yang dicintainya meskipun orang itu membencinya.

“Pokoknya kamu setuju ya!” Nyonya Lidia menggenggam tangan Maziya menyadarkan gadis itu dari lamunannya yang sudah melebar kemana-mana.

“Maaf Ma, kayaknya aku nggak bisa deh”

“Kenapa? Apa kamu suka sama seseorang?. Apa lelaki tadi Miki itu?”

“Enggak Ma, aku masih menyukai Kak Azkan. Lelaki tadi itu Miko Ma, bukan Miki”

“Kalau begitu bagus”

“Tapi Ma, 3 tahun, itu lama sekali Ma, setara dengan orang yang kuliah dan mengambil studi Diploma”

“3 tahun itu hanya dalam wasiat. Lama kalian menikah ya tergantung dari kalian berdua. Kalian bisa mengubah waktu 3 tahun menjadi seumur hidup.”

Maziya bisa mendapatkan uang sebanyak 100 Miliyar rupiah sebagai biaya hidup serta aset tetap yakni Serziano PROPERTY. Selama menjadi istri Azkan ia bisa menikmati kekayaan yang dimiliki Azkan, sehingga mereka bisa melakukan kesepakatan pernikahan. Azkan bisa mempertahankan warisannya dan Maziya akan hidup nyaman seumur hidup.

Kalau urusan uang tentunya Maziya memang tergoda. Kapan lagi punya uang 100 Mliyar rupiah bahkan memiliki Serziano Property setelah berpisah. Bahkan jika ia mencari pengusaha lain, tak akan ada yang sekaya Azkan dan menyerahkan uang dan aset semudah membalikkan telapak tangan.

“Tapi, uang itu..” Maziya masih merasa ragu.

“Kalau masih kurang, bagaimana dengan aset Mama, Kamu tahu kan Mama juga punya aset yang diberikan Kakeknya Azkan sewaktu mereka melamar. Mama bisa kasih kamu itu juga gimana?. Persetan dengan Azkan, dia bahkan nggak peduli kalau Mamanya bakal jadi gelandangan di hari tua.”

Maziya merasa bingung. Dia memang menyukai Azkan dan ia menyayangi Mama angkat yang sudah jadi Ibu pengganti sempurna untuknya itu. Terlebih lagi, ia sangat menyukai uang untuk mendapatkan kehormatan dari orang lain.

Namun Azkan adalah orang yang sulit ia hadapi, kata-kata Azkan yang menyakitkan lebih tajam dari kata-kata sadis yang keluar dari mulut seluruh murid di SMA nya dahulu. Jangankan 3 tahun, 3 bulan, 3 minggu, bahkan 3 hari saja apa ia akan sanggup menahan itu semua.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!