“Asgar ... cepat kemari!” panggil Nyonya Jiang marah ketika mendapati pekerjaan menantunya tidak sesuai keinginan.
Asgar yang sedang mengepel berjalan tergopoh-gopoh hingga akhirnya sampai di depan ibu mertuanya. Tatapan nyalang diberikan padanya yang datang terlambat.
“Apa-apaan ini? Kamu sudah mulai berani, ya! Dasar menantu buta tidak berguna!”
Tanpa ampun, Nyonya Jiang langsung memukul tubuh Asgar Valeriil Carim tanpa mendengarkan penjelasan darinya.
“Beberapa tahun ini, kamu makan minum tidur pakai uang keluarga kami, kalau tidak ada Keluarga Jiang, kamu mungkin saja sudah mati karena kelaparan di luar sana, dan kamu bisa-bisanya menolak untuk mencuci kaos kaki ini?”
“Maaf, Bu, maaf ....” hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Asgar.
Sebenarnya Asgar sudah meminta maaf kepada ibu mertuanya, tetapi ia sama sekali tidak mendapatkan pengampunan justru semakin dimaki-maki dan dipukuli.
“Mulai berani kamu! Cuih!”
Nyonya Jiang juga meludahi Asgar.
“Cepat pergi dari rumah ini! Aurora tidak butuh suami pecundang sepertimu!”
Asgar digelandang hingga pintu gerbang. Akhirnya hari itu Asgar benar-benar diusir keluar rumah ibu mertuanya. Tanpa membawa apapun ia melenggang pergi dari rumah yang telah memberinya tumpangan selama beberapa tahun.
Kini ia harus memulai perjalanan untuk mencari tempat tinggal sementara. Pada saat itu pula ia mengenang kembali kehidupan masa lalunya.
Sebenarnya, Asgar adalah adalah cucu seorang dokter ajaib yang terkenal dengan kemampuan medisnya.
Pada saat berusia delapan belas tahun dirinya dijebak. Sepulang dari kampus ia diculik dan dipaksa menenggak sebuah minuman hingga membuat kedua matanya buta.
Demi melatihnya, Kakek Surya membiarkan Asgar mengobati matanya sendiri. Selama ia buta, Asgar sering mengalami kesulitan dalam hidupnya.
“Maafkan Kakek, semua ini demi melindungi identitasmu. Lebih baik kau tidak mengenal kakek dan menjadi orang lain agar tidak terlalu banyak orang lain lagi yang menyakitimu,” ucap Kakek Surya ketika berhasil menemukan cucunya yang menghilang sejak penculikan tersebut.
Saat mengetahui jika Asgar buta karena ulah mereka, semakin banyak ketakutan yang menyerang. Sehingga Kakek Surya seolah menjauhi Asgar.
Tujuan mereka sudah pasti adalah utusan dari beberapa pihak yang tidak suka dengan ketrampilan medisnya. Sampai suatu waktu akhirnya Kakek Surya berhasil menemukan Asgar kembali.
“Alhamdulillah, benarkah ini kakek?”
Tangan Asgar mencoba menyentuh struktur wajah tua sang kakek. Hanya untuk memastikan apakah benar dia kakeknya atau bukan.
“Iya, ini kakekmu Asgar. Maafkan kakek yang terlambat menemukanmu.”
“Tidak apa-apa, Kek. Hal yang terpenting saat ini kita bisa bertemu.”
Kakek Surya mengusap dan menyeka air matanya dan menormalkan suara agar Asgar tidak mengetahui jika ia baru saja menangis.
“Asgar, kakek tidak punya uang untuk membawamu berobat. Apakah kamu mempunyai keinginan untuk sembuh?”
“Tentu saja, Kek. Akan tetapi biarkan seperti ini saja dulu, karena hal itu pasti membutuhkan banyak uang.”
“Kamu tenanglah, karena saat ini ada sebuah keluarga yang sedang membutuhkan seorang laki-laki untuk merawat seorang wanita lumpuh.”
“Maksudnya?”
“Jadi begini, sudah lama Keluarga Jiang ingin mencari orang yang jujur. Namun, tidak ada yang mampu bertahan, dan ingin mencari orang yang mau merawat putrinya tersebut.”
Asgar tampak menolak permintaan kakeknya, ditambah lagi ia adalah seorang laki-laki buta. Jadi bagaimana mungkin bisa merawat orang sakit?
“Ta-tapi, Kek ....”
Tangan kakek mengatup sebagai permintaan jika ucapannya barusan sungguh-sungguh.
“Jangan khawatir, mereka berjanji akan memberimu sejumlah uang dan nanti bisa kamu gunakan untuk berobat.”
Baru saja bertemu dengan kakeknya, Asgar dihadapkan dengan pilihan sulit. Akan tetapi ia harus mengikuti permintaan itu sebagai tanda bakti pada sang kakek.
“Apakah hanya itu keinginan mereka?”
“Tidak, kamu juga harus menikah dengan wanita itu.”
“Kenapa begitu, Kek?” tanya Asgar tampak keberatan.
“Hal itu untuk melindungi status kalian yang tinggal serumah. Adat timur mengharuskan kita menjaga norma.”
Asgar tampak menghela nafasnya, hingga beberapa saat kemudian, menyetujui permintaan Kakek.
“Ya, sudah. Lakukan sesuai keinginan Kakek.”
Akhirnya pernikahan antara Asgar dan Aurora Adelaide terjadi. Sejak saat itu pula Asgar tinggal di rumah mertuanya. Setelah menikah beberapa tahun, karena Asgar tidak berkemampuan, keluarga Nyonya Jiang sering memukul dan menghinanya.
Sering melontarkan kata-kata kasar untuk menyakiti Asgar. Tidak jarang pula mereka memilihkan laki-laki kaya dan mapan yang lebih pantas bersanding dengan Aurora.
Mengingat hal itu, Asgar mengusap cairan bening yang menumpuk di sudut matanya.
Saat Asgar terusir, ia terpaksa berpindah ke suatu tempat dan mulai mengobati diri sendiri.
“Kedua mata ini harus segera disembuhkan agar bisa kembali hidup bersama Aurora,” ucap Asgar penuh dengan ketegasan.
Bagaimana pun, mereka telah hidup bersama selama tiga tahun dengan status suami istri. Hanya karena ia buta, selama rentang waktu sebanyak itu Asgar menerima hinaan dari keluarga Aurora dengan lapang dada.
Kini ia tinggal di sebuah gubuk kecil. Di tempat itu pula Asgar mencari cara untuk mengobati matanya.
Kemampuan medis yang didapat dari pengajaran sang kakek akhirnya digunakan. Berkali-kali gagal dalam uji coba tersebut, tetapi Asgar tidak menyerah. Hingga pada percobaan terakhir dan diujung pengharapan, akhirnya Asgar mendapatkan kembali penglihatannya.
“Ya Tuhan, benarkah ini a--?” Asgar tampak mengusap wajah dan beberapa bagian tubuhnya saat mematut dirinya di depan cermin bekas.
Serasa tidak percaya, ia bahkan sampai menampar pipinya berulang kali. Baru saja selesai pengobatan dan merasa senang, Asgar tidak sabar untuk segera melihat keindahan dunia luar yang selama ini ditinggalkan.
Naas, saat ia keluar dari gubuk, tanpa disadari beberapa orang berjalan ke hadapannya dan membawanya ke dalam sebuah mobil van.
“Hei, siapa kalian?” ucapnya panik.
Baru mau melawan ternyata tengkuknya dipukul benda tajam, hingga hampir pingsan. Beruntung kesadarannya tidak sepenuhnya hilang.
Asgar menebak jika para pelaku yang membawanya ini adalah ulah salah satu pengagum Aurora. Maka dari itu ia tidak berani asal bertingkah.
“Penglihatan ini memang sudah kembali, akan tetapi lebih baik tetap bersandiwara menjadi orang buta,” ucapnya di dalam hati.
Ternyata Asgar dibawa mereka ke sebuah hotel.
“Argh!” desis Asgar yang merasakan lehernya yang terasa nyeri.
Para penculik itu rupanya memukul Asgar hingga pingsan. Beruntung ia sudah berlatih keras merawat tubuhnya melalui ketrampilan medis yang diajarkan Kakek Surya, sehingga pukulan mereka tidak berarti.
Demi tidak membocorkan rahasia dirinya dan mengetahui tujuan mereka, Asgar masih berpura-pura pingsan. Saat ini tubuhnya diletakkan di atas ranjang tanpa sehelai pakaian atas.
Beberapa saat kemudian, Asgar diam-diam membuka mata dan menemukan seorang wanita cantik yang memunggungi dirinya sedang melepaskan pakaian.
Jantung Asgar berdetak cepat, bagaimana pun ia pria normal. Akan tetapi ia juga tahu kalau tujuan wanita ini tidaklah biasa. Maka dari itu ia semakin waspada.
Demi membuktikan dirinya tidak melakukan ini, Asgar buru-buru mengambil dan menyembunyikan ponsel miliknya di atas kepala ranjang. Tidak lupa ia telah menyalakan kameranya terlebih dahulu.
Benar saja setelah wanita itu melepaskan semua pakaiannya, ia berbaring di samping Asgar. Tubuh yang seksi cukup memberi serangan yang cukup kuat kepada Asgar.
Bagaikan tersengat aliran listrik, aliran darah Asgar memanas, bahkan Asgar junior mulai terbangun. Apalagi beberapa bagian tubuh wanita itu yang menonjol dan kenyal berhasil menyentuh lengannya yang kekar.
“Sabar, sabar ... tahan Asgar. Ingat masih ada Aurora yang lebih cantik dan mempesona di rumah,” ucapnya di dalam hati.
Sementara itu wanita cantik tersebut terus menggerakkan tubuhnya, menggeliat manja agar terlihat seolah-olah mereka sedang bergulat di atas ranjang. Lekuk tubuh wanita itu benar-benar sempurna, bagaikan gitar Spanyol. Padat, berisi dan kenyal di beberapa bagian.
“Ingat, buka segel yang halal saja, pasti lebih lezat daripada wanita di sebelahmu ini!” ujar Asgar masih berperang dengan hasratnya.
Demi tidak ketahuan orang, Asgar hanya bisa berpura-pura tenang. Mencoba berpikir logis dan memusatkan pikirannya agar ia tidak terpancing dengan ulah wanita itu.
Rupanya wanita cantik yang berbaring di samping Asgar bernama Grace. Ia adalah teman baik Aiden. Seorang lelaki yang sangat mencintai Aurora.
Sayangnya, Asgar lebih dulu menikah dengan Aurora. Sehingga mau tidak mau ia harus merebut hati Nyonya Jiang dan juga membuat kesan buruk pada Asgar agar Aurora meliriknya.
Padahal Asgar tidak pernah berniat bercerai, meskipun ia sudah dihina sedemikian rupa. Ia begitu yakin jika suatu saat bisa kembali melihat dan merebut hati istrinya.
Meski ia tahu perjalanan panjang harus dilaluinya. Setelah dirasa cukup, Grace berbaring ke samping Asgar, mencoba memandangi lelaki tampan di sampingnya itu. Dielusnya wajah tampan Asgar lalu berdecih kemudian.
“Ganteng tapi buta, jadi buat apa!”
Setelah menghina Asgar, Grace mulai menghubungi Aiden. Sementara Asgar masih berjuang untuk menahan diri agar tidak terlalu masuk ke dalam rencana mereka.
“Hallo, Sayang,” sapa Grace manja.
“Hai, juga Sayang. Ada apa kau menelpon?”
“Sebentar lagi tugas yang kau berikan sudah selesai, ingat kau harus membayar mahal atas pengorbanan ini, mengerti!”
Aiden tampak tertawa mendengar ucapan Grace. Gaya manja dan centilnya tetap saja sama. Namun, Aiden cukup mengakui jika Grace sangat pandai bermain cantik, maka dari itu Aiden menggunakan jasanya.
“Kau tahu, dalam tugas ini banyak pengorbanan yang harus dilakukan!”
“Di tambah lagi harus berpura-pura menjadi kekasih dan tidur dengannya lelaki buta ini!” ucap Grace sambil melirik ke arah Asgar.
“Untung saja lelaki ini buta, kalau tidak sudah pasti dia bisa melihat tubuh seksiku.”
“Iya, iya, terima kasih Sayang, aku janji akan aku bayar sesuai dengan kesepakatan kita!”
Grace juga mengingatkan jika dia berhasil dalam misinya kali ini, Aiden harus mengingatnya.
“Iya, aku janji.”
Saat masih berpura-pura tidur, Asgar bisa mengetahui jika semua ini adalah ulah Aiden yang sangat mencintai istrinya.
“Rupanya Aiden masih berusaha agar kami bisa bercerai. Hm, baiklah kita lihat saja sampai dimana permainanmu!” ucap Asgar di dalam hati.
Ternyata ia ingin membuat seolah perselingkuhan ini terjadi dan Asgar adalah lelaki yang tidak baik. Saat wanita itu masih asyik mengobrol, Asgar hanya mengintip sejenak untuk membaca situasi lalu kembali pura-pura masih pingsan.
Aiden tampak puas dengan kinerja Grace. Tidak sampai disitu, Grace segera mengirim video dan alamat hotel ke nomor Aurora. Kebetulan saat itu, ia sedang memegang ponsel.
Betapa terkejutnya Aurora melihat video tentang perselingkuhan suaminya. Meskipun tidak cinta, tetapi Aurora tetap sakit hati dengan tindakan yang dilakukan oleh Asgar.
“Kamu jahat, Mas. Teganya kamu menghianati pernikahan ini.”
Sesak menggerogoti jiwa. Nafasnya tersengal karena ia tidak mampu menahan rasa sakitnya. Lain lagi dengan Aiden yang terus mengembangkan senyuman di bibirnya saat mengunjungi Aurora.
Aurora yang masih diliputi amarah segera mengambil tas dan keluar kamar. Saat turun ia bertemu Aiden di bawah. Aiden tampak telah membaca situasi dan menawari Aurora tumpangan.
Aurora setuju dan mereka berdua segera pergi ke hotel. Saat sampai hotel, demi membuktikan hal itu Aurora menelepon nomor yang mengirim pesan itu.
Senyum Grace merekah, ketika Aurora menelpon. Ia segera menekan gagang ponsel berwarna hijau itu dan men-loudspeaker ponselnya. Tentu saja suara Aurora terdengar menggema di ruangan itu.
Asgar yang sebenarnya tidak tertidur, mencoba menajamkan pendengarannya lalu mencari sumber suara. Aurora yang merasa sakit hati, segera menegur Asgar lewat sambungan telepon itu.
“Mas, apa ini nomor ponsel kamu yang baru atau nomor selingkuhan kamu?”
Bibir Asgar bergetar mendengar suara tangis pilu istrinya. Tangannya mengepal menahan rasa sakit yang sama dengan yang sedang dirasakan oleh sang istri saat ini. Merasa tidak menjawab telepon darinya, maka Aurora kembali berbicara.
“Kalau kamu nggak cinta, seharusnya kamu tidak berselingkuh, Mas? Tahukah kamu dengan melakukan hal itu sama saja kamu mengkhianati pernikahan kita!”
Mendengar suara Aurora yang hancur, wanita cantik di sebelah Asgar langsung merangkak naik ke tubuh Asgar. Bersikap seolah sedang melakukan permainan panas. Ia bergerak naik turun sembari mendesah pelan, sehingga telinga Asgar memerah.
“Sayang, kamu kuat sekali, yang dalam dong Sa-sayang ....” ucap Grace seolah mendesah.
Samar-samar Aurora menemukan suara yang sama dengan orang yang ditelfonnya. Tanpa menunggu waktu lama, Aurora segera menendang pintu. Mendengar pintu kamar tertendang, Grace yang terkejut hampir saja mencium bibir Asgar.
Sementara itu Asgar menolehkan kepala dan langsung menemukan wanita cantik di ambang pintu, yang ternyata itu adalah istrinya, Aurora. Kecantikan Aurora membuat Asgar bengong, bahkan juga tidak peduli lagi kepada Grace yang asal naik di atas tubuhnya.
“Ka-kalian ....” teriak Aurora dengan bibir gemetar.
Detik selanjutnya, Aurora langsung datang mendekatinya, dan mendorong pergi Grace yang berada di atas tubuh Asgar. Terlihat jika Aurora menangis kencang memaki serta memberondong suaminya dengan sejuta pertanyaan.
Menanyakan apa yang kurang dari dirinya hingga membuat Asgar berani selingkuh. Melihat Aurora terguncang, pada saat yang sama Grace berpura-pura menangis dan menutup wajahnya.
Ia mengatakan jika dirinya tidak mau melakukan ini, tapi Asgar rela memberi Grace obat perangsang demi mendapatkannya. Bahkan berani mengatakan saat ia tersadar kembali, mereka berdua sudah melakukan hubungan intim.
Panas, perih merasa dikhianati membuat Aurora semakin menangis dengan pilu. Menangis tanpa suara dan hanya berlinang air mata sungguh menyiksa jiwa dan perasaan Asgar.
Aiden tersenyum, tanpa menunggu Asgar menjelaskan. Aiden justru mulai membuat masalah menjadi semakin panas. Niat untuk merusak hubungan Aurora dan Asgar ia lakukan saat itu juga. Ia berpura-pura menghibur Aurora.
“Aurora, bersabarlah. Kau jangan menangisi bajingan seperti dia. Untuk apa kau mempertahankan sebuah pernikahan yang tidak sehat!”
“Bukankah lebih baik bercerai darinya?”
“Lelaki buta dan tidak berguna seperti dia, lebih pantas jika hidup di jalanan dan menjadi gelandangan.”
Sebagai seorang wanita mandiri, Aurora adalah seseorang yang berpikir positif. Ia tidak mau serta merta mengambil keputusan secara sepihak.
Apalagi saat ini pikirannya sedang kalut. Aurora terlihat menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan.
“Ingat, kalau kamu memarahi suami kamu, yang akan tertawa adalah pelakor itu. Jadi jangan menunjukkan kemarahan atau kesedihanmu di depannya,” ucap Aurora menasehati dirinya.
Bukannya menasehati Aurora, Aiden tampak semakin menyudutkan Asgar. Ia bahkan mengatakan jika dirinya lebih pantas bersanding dengan Aurora daripada lelaki buta seperti Asgar. Apalagi Aurora adalah wanita cantik dan sempurna.
Kini Aiden kembali mendekati Aurora dan meletakkan tangannya di bahunya. Akan tetapi siapa sangka Aurora justru menghempaskan tangan Aiden dan bilang kepadanya agar tidak ikut campur.
Aurora menatap Aiden, “Apapun yang dilakukan Asgar semua ini adalah masalah kami dan kamu tidak berhak menghina Asgar seperti itu!”
Ucapan kecil itu sungguh membuat Asgar senang, tetapi lain halnya dengan Aiden yang terlihat marah.
“Sabar, sabar Aiden, jangan lupa untuk mendapatkan simpati Aurora maka kau akan mendapatkan hatinya.”
Aiden yang sangat mencintai Aurora tidak berani marah kepadanya dan hanya bisa melampiaskan amarah kepada Asgar.
“Dasar lelaki buta tidak berguna, sebaiknya menyingkirlah dari Aurora. Ia terlalu baik hati kepadamu! Bahkan membiarkanmu berada di sisinya terlalu lama.”
Aiden terlihat sangat marah dan tampak mendekati Asgar yang terduduk di atas ranjang dengan pandangan kosong. Salah satu tangannya dengan segera memukul wajah Asgar dengan sebuah botol yang ada di atas nakas hingga beberapa saat kemudian terdengar sebuah teriakan yang sangat keras.
“Aargghhh! Ka-kau ....”
Terdengar suara erangan dari seorang lelaki yang wajahnya ditampar hingga hidung dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.
“Argh, sialan kau Asgar!” teriak Aiden kesakitan.
Sebuah pukulan harusnya mendarat pada tubuh Asgar, akan tetapi justru berbanding terbalik padanya. Padahal saat itu Grace mulai merasa senang karena waktu itu Asgar mau dipukul.
Namun, keadaan berbalik saat ia menyadari bahwa orang yang dipukul adalah Aiden, orang yang sebelumnya hendak menyerang Asgar. Aiden mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Lalu menatap nyalang lelaki buta di hadapannya itu.
“Ha-ah, kamu berani memukul!” ucap Aiden geram.
“Akh, tidak mungkin. Itu hanya sebuah kebetulan,” ucap Aurora dan Grace di dalam hati secara bersamaan.
Aiden masih memastikan lukanya, ternyata benar dia yang dipukul Asgar, bahkan hidungnya masih terasa nyeri.
“Beraninya kau lelaki buta! Awas kau!”
Aiden merasa tidak terima karena Asgar berhasil memukul wajahnya. Padahal ia duluan yang seharusnya memukul Aiden untuk melampiaskan kemarahan Aurora.
Awalnya Asgar hanya melayangkan sebuah tamparan, hingga sudut bibir Aiden berdarah. Namun, melihat Aiden hendak memukulnya lagi, ia pun terlihat membela dirinya.
Asgar ingin menunjukkan kepadanya bahwa orang buta pun tidak selamanya bisa ditindas. Asgar memang menyerang dan sesekali menangkis pukulan Aiden dengan sembarangan.
Mereka bahkan tidak tahu kalau penglihatan Asgar sudah kembali, dan mengira ia hanya asal melambaikan tangan saat memukul Aiden ataupun saat menangkisnya. Selepas itu ia ingin berbicara dengan istrinya.
Untuk menghindari kecurigaan orang-orang, Asgar mulai meraba area tempat tidur untuk mencari baju lalu memakainya. Padahal ia tahu betul dimana bajunya di letakkan. Lalu ia menatap ke sembarang arah.
“Kau hanya seorang sahabat dari Aurora. Kenapa kau berani ikut campur dalam urusan rumah tangga kami?” ucap Asgar tegas.
Meskipun ia seorang lelaki yang buta tetapi statusnya tetap seorang suami dari Aurora sehingga ia mempunyai hak lebih atas istrinya tersebut. Asgar tidak pernah mempunyai niatan untuk menghianati rumah tangganya terhadap Aurora dan ia juga tidak pernah rela jika istrinya berdekatan dengan lelaki lain, meskipun itu hanya berstatus teman.
“Kau berani memaki? Benar-benar kau ini!"
Aiden mulai mendekati Asgar dengan nafas memburu.
"Memangnya kenapa kalau hanya teman . Bukankah seorang teman juga mempunyai hak yang sama untuk memberikan support kepada sahabatnya yang sedang dikhianati oleh suaminya sendiri.”
Asgar menoleh ke arah Aiden.
“Sebelum kamu mencela orang lain, sebaiknya kamu berkaca dulu pada wajahmu. Orang yang begitu buruk rupa seharusnya jangan pernah berharap ingin mengencani wanita cantik. Meskipun buta, tetapi kita juga tidak bisa dibandingkan!” ucap Asgar dengan lantang.
Tentu saja hal itu membuat Aiden semakin kesal terhadap Asgar. Apalagi ucapan Asgar seolah merendahkan kedudukannya di hadapan Aurora. Aiden tampak geram sambil mengepalkan tangannya.
Alhasil Aiden yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, ingin menghajar Asgar sekali lagi. Namun, saat ia hendak melayangkan pukulannya ke arah Asgar, ternyata tangan Aurora justru menahannya.
“Cukup, kamu sudah melebihi batasanmu!”
Amarah yang semula sudah berada di ubun-ubun seketika lenyap ketika melihat wajah cantik Aurora.
“Terima kasih karena kamu sudah berniat baik untuk membantu. Akan tetapi ini masalah di dalam pernikahan kami.”
“Kamu yang orang luar tidak mempunyai hak ikut campur di dalamnya. Sebaiknya kamu juga tutup mulut terhadap masalah ini. Jangan sampai ibu ataupun Alletta mengetahuinya.”
“Biarkan kamu yang menyelesaikan masalah ini sendiri,” ucap Aurora dengan wajah tegasnya.
Saat Aurora mengatakan hal tersebut Aiden hanya bisa patuh dan menghormati keputusan Aurora. Namun, ekspresi lain ketika memandang suaminya muncul.
Tanpa ia sadari air mata Aurora terlihat mengucur deras membasahi kedua pipinya. Tanpa suara air matanya mengisyaratkan betapa ia sakit hati. Sehingga membuat Asgar bisa merasakan hal yang sama.
Asgar memang masih berpura-pura belum bisa melihat, ia lalu teringat akan sebuah hal. Tangannya terus menelusuri kepala ranjang, hingga ia berhasil mendapatkan ponsel yang diam-diam telah ia sembunyikan tadi.
Tanpa diketahui siapapun, Asgar telah berhasil merekam semua kejadian yang terjadi sebelumnya. Hal itu bisa membuktikan jika justru dirinya yang terjebak saat itu.
Langkah kaki Asgar diiringi tangan yang meraba udara, akhirnya membawanya mendekati sang istri lalu ia menyerahkan ponsel itu pada Aurora.
“Apa ini?”
“Lihatlah, semoga kamu bisa melihat kebenaran di dalamnya.”
Pada saat yang sama, Grace yang melihat hal itu bergegas untuk melarikan diri tanpa sepengetahuan semua orang.
Aurora lalu segera membuka dan menonton ulang video itu.
Tidak begitu lama, ia sudah mengetahui sebab terjadinya masalah ini dengan sangat jelas. Melihat kelakuannya terbongkar, wajah Adien seketika langsung memucat. Saat menoleh ke arah Grace, ia sudah meninggalkannya lebih dulu.
Aurora tampak menutup mulutnya tidak percaya. Sahabat yang semula ia anggap baik rupanya menggunakan cara licik untuk menjebak suaminya. Sementara itu Asgar tampak memegang tangan istrinya. Kedua mata mereka saling bertemu satu sama lain.
“Aurora, terima kasih atas semua perlindungan yang kau berikan barusan.”
Pada saat yang sama Asgar juga menjamin jika dirinya hanya memiliki istri Aurora seorang. Dia juga berjanji tidak akan pernah berselingkuh. Alhamdulillah, kesungguhan hati Asgar disambut dengan baik.
Aurora mengangguk dan akhirnya bisa tersenyum kembali. Asgar mendapatkan kepercayaan dari istrinya lagi. Akan tetapi ia juga berharap jika ucapannya bisa dipertanggung jawabkan.
“Ayo kita pulang!” ajak Aurora yang langsung menggandeng lengan suaminya untuk pergi dan meninggalkan Aiden sendirian.
Melihat Aurora dan Asgar yang begitu cepat berbaikan tentu saja membuat Aiden marah. Dia pun mengejar Aurora dan berusaha menjelaskan semuanya serta meminta maaf.
Namun, ternyata Aurora langsung membawa pulang suaminya untuk kembali ke rumah dan menghiraukan panggilan Aiden.
Baru saja tiba di rumah mertuanya, Asgar langsung dimaki-maki oleh ibu mertuanya Nyonya Jiang. Kebetulan ia berada di ruang tengah sedang membaca buku.
Akan tetapi saat ia melihat Aurora kembali sambil membawa Asgar, kemarahannya memuncak. Nyonya Jiang tampak berdiri sambil bersedekap dada dan menatap nyalang menantunya itu.
“Berhenti! Mau pergi kemana kau!”
“Bu ....” ucap Aurora ingin memihak suaminya.
“Diam kamu Aurora, kamu tidak perlu ikut bicara. Ibu hanya ingin berbicara dengan lelaki buta yang tidak tahu diri ini.
“Hei, menantu buta tidak berguna. Dapat keberanian dari mana kamu bisa pergi dari rumah dan pulang seenaknya. Seharusnya kalau kamu pergi dari sini, tidak perlu kembali lagi ke rumah ini!”
“Cukup!” teriak Tuan Jiang.
Kebetulan Ayah mertuanya, Tuan Jiang berada di rumah dan mengingatkan istrinya agar tidak terlalu berlebihan dalam memarahi Asgar.
“Kau tidak perlu memaki Asgar, bagaimana pun ia adalah menantu kita!”
“Lagi pula selama ini yang merawat putri kita adalah Asgar. Kebaikan hatinya tidak dapat kita balas dengan materi.”
Akan tetapi, Ibu mertua Asgar masih belum berhenti, bahkan juga memaki suaminya.
“Cukup, kau juga tidak berhak berbicara di sini!”
Kini Nyonya Jiang mendekati suaminya.
“Semua ini juga terjadi karena kamu. Kalau dulu kamu mengendarai mobil dengan baik tidak mungkin Aurora sampai lumpuh seperti ini dan tidak perlu memaksa putri kita untuk menikah dengan pria buta tersebut!” ucapnya sambil mendorong tubuh suaminya.
Tidak hanya sampai disitu, Nyonya Jiang terus menyudutkan suaminya.
“Ini gara-gara kamu, hingga perjanjian terkutuk itu justru membuat putri kita menderita dan harus menikah dengan pria buta cucu dari kakek tersebut!” ucapnya sambil menunjuk ke arah Asgar.
Mendengar jika istrinya mengungkit masa lalunya membuat tekanan darah tinggi sang ayah mertua menjadi naik. Saat ia hendak marah, yang terjadi justru sebaliknya hingga lelaki tua tersebut jatuh pingsan.
“Papa ....” teriak Aurora.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!