Satu minggu tak bertemu jelas membuat rasa rindu yang ada di hati Vani begitu besar untuk kekasihnya. Vani yang saat ini berada di dalam mobil tersenyum sendiri membayangkan wajah kekasihnya. "Aku sudah memutuskan memilihmu, aku harap aku tidak akan menyesali keputusanku," ucapnya sebelum keluar dari mobil, bergegas masuk ke dalam rumah kekasihnya–Johan.
Langkah kaki Vani terhenti saat menyadari sesuatu menghilang. Ya, foto-foto kebersamaan mereka yang biasa menghiasi dinding rumah Johan telah menghilang. Membuat Vani jadi bertanya-tanya.
Vani yang tidak ingin menebak-nebak kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar Johan, untuk bertanya langsung pada Johan.
Pintu kamar dibuka, wangi tubuh Johan seakan langaung memenuhi indera penciuman Vani yang kembali tersenyum menatap sosok pria yang dia rindukan tengah berdiri di balkon menikmati angin segar.
Vani mendekat, lalu memeluk erat tubuh Johan dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung kekasihnya. Vani bahkan lupa dengan apa yang ingin dia tanyakan sebelumnya pada Johan.
Johan yang masih membelakangi Vani tersenyum senduh menatap tangan yang melingkar di tubuhnya. Tidak perlu dipertanyakam karena Johan jelas tau siapa orangnya. Johan menghirup napas dalam lalu menghembuskannya. Memejamkan mata sejenak kemudian berusaha memperbaiki mimik wajahnya, sebelum akhirnya memutar tubuhnya dan balas memeluk wanita yang dicintainya tersebut.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang." Johan berkata lembut sambil berulang kali mengecup sayang kepala Vani.
"Aku juga sangat merindukanmu, Jo," jawab Vani dengan air mata yang mulai menetes membasahi pakaian Johan, membuat Johan jelas merasakan saat bajunya basah.
"Sayang... Kenapa?" tanya Johan merasa cemas, Johan melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Vani.
"Aku tidak apa apa. Aku hanya sangat merindukanmu. Aku mencintaimu." Vani memberikan senyum terbaiknya lalu kembali masuk dalam pelukan Johan, memeluknya lebih erat dari sebelumnya.
Ya Tuhan... Aku sangat mencintainya. Aku tidak sanggup jika harus kehilangannya. Hanya dia yang aku miliki saat ini. Batin Vani menikmati kehangatan dari pelukan Johan.
Ya Tuhan... Bagaimana aku bisa melepaskannya? Aku begitu mencintainya. Ucap Johan yang juga hanya dapat berbicara dalam hati.
Johan juga memeluk erat Vani, menikmati kenyamanan dan kehangatan yang mungkin sebentar lagi tidak akan ia dapatkan lagi. Johan frustasi membayangkan jika harus kehilangan sosok Vani. Wanita yang teramat sangat dicintainya, tetapi harus dia lepaskan karena kesalahannya. Johan tidak bisa memutar waktu untuk memperbaiki kesalahannya. Johan mencintai Vani, tapi takdir seolah tidak menginginkan mereka bersama.
Kedua hati yang saling mencintai tersebut sama-sama menahan gemuruh di dada mereka atas kegundahan mereka masing-masing, tetapi tetap berusaha terlihat baik dihadapan satu sama lain.
"Sayang, ada apa?" Vani merasa sesuatu mungkin terjadi pada Johan.
"Tidak ada apa-apa. Aku lapar, ayo kita ke bawah! Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita."
Sikap Johan yang begitu lembut serta perhatian yang sangat besar diberikannya kepada Vani lah yang menjadi salah satu alasan Vani semakin mencintainya, sekali pun orang tua Vani tidak merestui hubungan mereka.
"Terima kasih, sayang... Kamu selalu menjadi yang terbaik." Vani mencium sekilas bibir Johan.
'Aku tidak yakin setelah ini apakah aku masih menjadi yang terbaik dalam hidupmu. Atau akan menjadi yang terburuk dalam hidupmu. Namun, apapun penilaianmu nanti padaku, kamu akan selalu menjadi yang terbaik dalam hidupku. Maafkan aku, sayang,' jawab Johan dalam hati tetapi menanggapi ucapan Vani dengan memberikan senyum terbaik diwajahnya.
"Aku bantu, ya...?" tawar Vani saat mereka sudah di dapur, namun dengan cepat Johan menghentikannya, dan mendorong lembut tubuh Vani agar duduk tenang di kursi.
"Tidak sayang... Biarkan pemujamu ini yang melayanimu. Kamu cukup diam dan menikmatinya," ucap Johan mencium dahi Vani lalu mulai melayani Vani seperti seorang ratu.
Kesedihan yang sebelumnya Vani rasakan perlahan berkurang menatap sosok pria yang menjadi pilihannya tersebut.
Benar-benar pria yang sempurna. Aku sangat beruntung memilikimu, Jo. Aku janji, kelak aku akan menjadi Istri dan wanita satu-satunya terbaik dalam hidupmu. Ucap Vani dalam hati masih terus menatap penuh cinta pada kekasihnya.
Keduanya makan ditemani dengan canda tawa kebahagiaan. Meskipun di balik senyuman mereka memendam kesedihan atas cobaan yang tengah menimpa keduanya.
Pa, Ma. Lihatlah! Dia pria yang baik, Aku bahagia bersamanya. Sangat bahagia.
Meskipun nanti kita tidak bersama lagi. Namun kamu tetap akan menjadi pemilik hatiku, Vani. Maafkan aku. Batin Johan.
**Hai semuanya. Plisss.... Berikan Like dan komen setelah membaca, agar Author semakin semangat nulisnya. Terima kasih**.
Suara tangisan memenuhi kediaman Anggara.
Terlihat seorang wanita cantik terisak menangis bersimpuh memeluk kaki ayahnya yang juga tak dapat menahan tangis dan amarah yang telah memenuhi hatinya.
Seorang pria dan wanita muda lainnya, yang merupakan saudara Vani juga berada disana. Hanya bisa terdiam menatap drama kehidupan yang ada dihadapan mereka saat ini, tentunya dengan air mata yang juga menetes membasahi wajah mereka.
"Pa.... Tolong maafkan aku. Aku sangat mencintai kalian, tetapi aku juga sangat mencintai Johan," ucap Vani disela isak tangisnya.
"Pergilah. Jangan menyebutku Papa lagi. Aku bukan Papamu!" jawab Angga berusaha melepaskan kakinya dari pelukan Johan.
"Tidak, Pa. Tolong jangan berkata seperti itu. Aku putri Papa. Aku tidak bisa hidup tanpa kalian."
"Jika kamu menganggapku sebagai papamu. Maka tinggalkan pria itu. Dia tidak pantas menjadi pendampingmu, mereka orang-orang yang licik, tolong mengertilah, Vani. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu," ucap Angga kembali berharap putrinya dapat merubah keputusannya yang ingin menikah dengan Johan, putra dari mantan adik iparnya yang telah membuat adik kandung Angga meninggal bunuh diri karena depresi.
"Kesalahan orang tua Johan bukan bearti kesalahan, Johan, Pa. Tolong resrtui hubungan kami, aku mohon. Aku tidak bisa hidup tanpa Johan."
Kecewa. Itu lagi-lagi yang orang tua Vani rasakan saat putrinya menentang ucapan mereka.
"Jika kamu menyayangi kami, maka jangan kembali ke Jakarta. Tinggal di sini bersama kami dan akhiri hubungan kalian! Namun jika kamu tidak bisa melakukannya, maka pergilah! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Angga menelan kepedihan dihatinya dan dengan kasar mengentakan kakinya, hingga terlepas dari pelukan Vani, seyelah itu pergi meninggalkan Vani yang masih terisak menangis.
"Papa, maafkan aku!" Pekik Vani dengan suara serak menatap punggung ayahnya yang semakin menjauh
"Ma, Apa mama juga akan membuangku?" tanya Vani merangkak menghampiri mamanya yang masih menangis sesegukkan duduk sofa.
"Ma, tolong bicaralah. Ma... Maaf!" ucap Vani lagi berlutut di kaki Ani–Mamanya.
"Kenapa Van? Kenapa kamu lakukan semua ini?" tangis sang Ibu semakin pecah antara sedih, marah, kecewa dan iba menjadi satu pada putri yang sangat disayanginya tersebut.
"Jika kamu menganggap kami keluargamu. Harusnya kamu tidak melakukan ini. Kamu sendiri tahu betul cerita tentang bibimu yang telah disakiti oleh kedua orang tua Johan hingga memilih bunuh diri, kenapa kamu tidak bisa merasakan sakit yang kami rasakan, Van? Kenapa kamu justru diam-diam menjalin hubungan dengan putra mereka, bahkan lebih parahnya kalian telah tiga tahun berpacaran. Apa kamu ingin kami juga tiada karena mereka?"
Vani hanya bisa menangis dan terus menangis menerima luapan kekecewaan dari keluarganya. Ingin menyangkal namun semua benar adanya. Vani benar-benar sudah melakukan sesuatu yang membuat keluarganya kecewa.
"Pergilah! Hiduplah bersamanya jika benar kamu tidak bisa hidup tanpanya." Usir Ani bangkit berdiri dan ingin pergi menyusul suaminya, tetapi dengan cepat Vani melingkarkan tangannya. Memeluk kaki sang Ibu persis seperti yang sebelumnya ia lakukan pada ayahnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak, Ma. Tidak. Aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintai Johan. Aku ngin menikah dan hidup bersamanya. Tolong maafkan aku Ma. Aku hanya ingin restu daru kalian, tolong restui hubungan kami. Aku bisa pastikan jika Johan pria yang baik, dia berbeda dari orang tuanya, Ma," ucap Vani mempererat pelukannya di kaki Ani.
"Cinta telah membuatmu, buta. Jangan sampai kamu menyesali semuanya, nak. Pergilah jika dia kebahagiaan untukmu, Mama selalu mendoakan yang terbaik untukmu, pergilah!"
Kesedihan dan rasa bimbang semakin dirasakan Vani. Angga yang ternyata masih menguping pembicaraan mereka berharap Vani memilih mereka, menjadi murka saat Vani begitu berat untuk meninggalkan Johan. Angga kembali menghampiri mereka dan mendorong Vani menjauh dari istrinya.
"Pergi dari rumah ini sekarang juga! Jangan dekati keluargaku jika kamu lebih memilih dia!" bentak Angga.
Besarnya rasa kecewa yang dirasakan Angga, membuatnya menyeret paksa tubuh putri yang selama ini tidak sedikitpun dibiarkannya terluka itu. Menyeret tubuh putrinya untuk keluar dari kediaman Anggara.
Semua pelayan yang melihat hanya bisa terdiam menatap iba pada putri majikan nya tersebut. Ingin menolong tapi itu diluar kuasa mereka. Mereka juga tidak menyangka jika sosok Vani yang juga sangat mereka sayangi dapat menyakiti keluarganya sendiri.
"Pa... Ampuni Aku. Tolong maafkan aku..." Pinta Vani tidak merasakan sakit sedikitpun atas tubuhnya yang terseret dilantai tersebut.
Setiap orang tua pasti akan merasa kecewa saat anak yang mereka sayangi sepenuh hati. Membuat kekecewaan yang begitu besar seperti yang saat ini dilakukan oleh Vani. Meskipun rasa sayang itu tidak mungkin menghilang dari hati mereka, namun tetap saja rasa kecewa yang besar bisa membuat mereka melakukan hal-hal yang terlihat kejam seperti saat ini. Ketahuilah disetiap ucapan dan tindakan kasar tersebut, hati orang tuapun juga sangat terluka bahkan sangat-sangat terluka hingga tak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa hancur dan terlukanya hati dan perasaan mereka.
"Pergilah, Hiduplah dengan pilihanmu tersebut. Jangan pernah menampakan wajahmu lagi dihadapan kami, jika nama belakangmu berubah menjadi nama keluarga pembunuh itu. Pergilah, Vani. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu," ucap Angga mendorong tubuh Vani lalu menutup pintu rumah dengan sangat kencang.
**Selalu Author ingatkan Berikan Like kalian pada setiap Bab yang sudah kalian Baca, sebagai bentuk Apresiasi kalian atas karya Author. Jika berkenan berikan juga Vote nya. Kritik dan saran dari kalian juga dibutuhkan agar cerita ini semakin menarik**.
**Mohon selalu dukungan kalian. Terima kasih🙏☺️**
"Hei, ada apa?" tanya Esi menyadarkan Vani yang tengah melamun, mengingat kejadian tempo hari.
"Tidak ada apa-apa," jawab Vani tersenyum.
"Van, aku belum melihat Johan beberapa hari ini. Di mana dia?" tanya Esi lagi.
"Entahlah," jawab Vani lemas.
Sudah tiga hari Vani tidak bertemu ataupun mendapat kabar dari Johan–Kekasihnya, semua itu jelas membuat Vani dipenuhi rasa khawatir.
Tidak sedikitpun Vani curiga atau berpikiran yang buruk pada Johan. Vani begitu percaya pada Johan. Yang Vani khawatirkan adalah keadaan Johan, apakah dia baik baik saja atau tidak.
Vani sudah berulang kali mencoba menghubungi Johan, tetapi nomor Johan tidak bisa dihubungi, begitu juga Vani sudah mendatangi kantornya, tapi Johan juga tidak berada di kantornya.
Ya Tuhan... Semoga Johan baik baik saja. Lindungi dia dari bahaya apapun Tuhan.
"Sayang.... apapun yang terjadi kedepannya. Aku harap kamu bisa hidup lebih baik lagi dari sekarang. Tolong percayalah, Dimana pun dan kapan pun itu. Aku akan selalu mencintaimu, Hanya dirimu yang akan selalu menempati hatiku." Ucapan Johan saat terakhir kali mereka bertemu semakin membuat Vani cemas. Vani benar-benar merindukan dan mengkhawatirkan kondisi Johan.
"Kamu tidak bertanya padanya?" ucap Esi.
"Aku sudah berulang kali menghubunginya, tetapi yidak ada tanggapan. Lebih tepatnya tidak bisa dihubungi," jawab Vani sembari kembali mengetik pesan untuk Johan.
[Sayang.. Kamu dimana? Apa semua baik-baik saja?]
***
Di tempat yang berbeda. Seorang pria yang sedang dirindukan oleh Vani, menatap nanar pada cincin yang sudah melingkar dijari manisnya beberapa jam yang lalu itu.
Sebelum menghancurkan perasaan Vani nanti saat ia akan menjelaskan pada Vani, saat ini hatinya lah yang benar-benar sudah hancur, hancur tak tersisa karna telah menjadi penyebab kesedihan Vani nanti.
Disatu sisi Johan tidak ingin melepaskan Vani, tapi disisi lainnya Johan juga tidak bisa mempertahankan dan memperjuangkan cinta mereka karena terhalang restu. Johan juga tidak bisa menolak permintaan orang tuanya untuk menikahi wanita yang telah mereka jodohkan padanya. Melampiaskan kekesalannya pada wanita itu hingga akhirnya justru keadaan semakin mendesaknya untuk menerima wanita yang akan dijodohkan padanya.
Mungkin sebagian orang akan berpikir jika Johan tidak benar-benar mencintai Vani, tapi kenyataannya semua itu salah, Johan begitu sangat mencintai Vani.
Johan pria normal yang membutuhkan pelepasan. Cinta yang dimiliki Johan membuatnya selalu menahan diri untuk tidak merenggut kesucian kekasihnya tanpa status pernikahan. Sebab itu Johan mencari kepuasan diluar sana. Tapi percayalah Johan hanya butuh pelepasan, Tidak lebih karena rasa cintanya sepenuhnya milik Vani–kekasihnya.
Tidakkah Johan sadar jika sudah begitu banyak kesalahan yang ia lakukan dibelakang Vani? Sebuah hubungan harus dilandasi dengan saling percaya dan terbuka, tetapi Johan menutupi semuanya dari Vani. Johan bertunangan dengan wanita yang sudah ditidurinya dibelakang Vani. Mengkhianati kepercayaan Vani.
Johan benar-benar hancur dan merasa menjadi pria yang sangat buruk. Karena tidak bisa memperjuangkan cinta mereka. Johan tidak bisa memilih Vani dibanding wanita yang sudah ditidurinya, karena tuntutan dari keluarga wanita itu membuat perjodohan mereka harus terjadi.
"Aku sangat mencintaimu Vani... Tolong maafkan aku," ucap Johan menangis membayangkan betapa terlukanya Vani setelah tahu semua kebenarannya yang disembunyikan olehnya.
***
[Sayang... Kita bertemu ditempat biasa saat jam makan siang, ya! Aku menunggumu.]
Vani tersenyum senang dan menghela nafas lega saat mendapat pesan, dari pria yang selama tiga hari ini tidak mengabarinya. Pesan dari Johan menandakan jika dia baik-baik saja dan itu sudah lebih dari cukup membuat Vani merasa tenang.
"Johan?" Esi yang duduk di samping Vani bertanya.
"Iya Johan," jawab Vani dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Kamu tahu, Esi? Johan memintaku bertemu di cafe biasa tempat favorit kami. Aku sangat yakin dia tidak akan mungkin melupakan hari ulang tahunku, sesibuk apapun dia, dan ternyata keyakinan ku benar bukan? Johan mengingat hari ini. Buktinya dia memintaku datang ketempat favorit kami," ucap Vani lagi.
Esi hanya menanggapi dengan senyuman semua ucapan Vani. Jika Vani bahagia maka tentu saja sebagai sahabat, dia juga akan bahagia.
"Ya ampun, sebentar lagi jam makan siang. Aku harus segera bersiap siap. Kenapa aku bisa menjadi gugup begini ingin bertemu dengannya?" Vani terlihat panik setelah melihat jam di phonselnya.
"Tenang, Van. Ini baru jam sebelas. Vani yang aku kenal adalah wanita yang selalu bisa bersikap tenang dalam menghadapi apapun itu, kenapa sekarang seperti cacing kepanasan?" ucap Esi tertawa pelan.
Huhhhhh.......
Vani menghela napas kasar lalu kembali tersenyum menatap Esi.
"Terimakasih, Ya. Jika nanti aku terlambat, tolong bantu aku untuk mencari alasan izin, please..." pinta Vani yang di anggukkan oleh Esi–sahabatnya.
Vani saat ini sudah berada di cafe tempat mereka janjian yang letaknya tidak begitu jauh dari kantor dan apartemen Vani. Vani begitu semangat mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan Johan di hari bahagianya itu.
Menggunakan Midi Dress berwarna salem yang terlihat sangat cantik melekat ditubuhnya. Dress yang dikenakan Vani adalah dress yang pernah dibelikan Johan untuknya.
Rambut panjang kecoklatan yang bergelombang miliknya dibiarkan terurai, serta ditambah dengan sedikit polesan make up yang pastinya natural menambah kesempurna pada penampilan Vani.
"Aku mencintaimu, Jo. Aku benar-benar tidak sabar bertemu denganmu, selalu merindukanmu. Di hari ulang tahunku ini, aku ingin memintamu melamarku," ucap Vani menatap kembaran dirinya di cermin besar yang ada dihadapan nya saat ini.
1 jam menunggu, Johan akhirnya terlihat.
Perasaan gugup, takut, gelisah, ditambah dengan degup jantung yang berdetak kencang. Dirasakan Vani saat ini saat melihat sosok pria yang sangat dicintainya, masuk ke dalam cafe bersama seorang wanita berjalan menghampirinya.
Vani membeku setelah melihat bagaimana wanita yang datang bersama Johan, mengangkat tangan mereka lalu menunjukan jari tangan mereka kepada Vani.
Perasaan gelisah, takut, serta kebingungan menyelimuti Vani. Vani berusaha tenang mengenyahkan semua pikiran buruk yang terlintas di kepalanya.
"Sayang, katakan pada mantan kekasihmu jika kita akan segera menikah!" ucap wanita itu pada Johan, tetapi memberikan tatapan menghina pada Vani.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!