“Ma kenapa papa pergi? Papa akan kembali kan, Ma? Papa sudah berjanji padaku. Papa bilang, dia akan mengajak aku bermain dan membelikan Rara boneka yang besar.”
Anak kecil itu masih terus bertanya pada mamanya mengenai papanya. Sedangkan mamanya hanya memandang dengan tatapan kosong tanpa menjawab satu pun pertanyaan dari anak semata wayangnya.
Rara memeluk tubuh Mirna, mamanya yang masih diam tidak bergeming. Sedangkan Mirna mengusap lembut kepala Rara dengan penuh kasih sayang. Mulai saat ini mereka hanya akan hidup berdua, melewati hari demi hari bersama.
Wajah gadis kecil itu terlihat imut dan menggemaskan. Bulu matanya lentik dan bibirnya mungil. Kulitnya putih dan rambutnya hitam. Terdapat lesung pipit di kedua pipinya. Jika dia tersenyum, lesung pipit itu akan menambah kecantikan wajahnya.
17 tahun kemudian
“Selamat ulang tahun Ra,” ucap Mirna, mama Rara. Wanita itu mencium kening Rara dan memeluknya. Suasana seperti itu membuat Karina, sahabat Rara, untuk segera berkomentar.
“Apa kami tidak diberi kesempatan untuk memberi selamat pada Rara?” Semua terdiam, seolah tidak mendengarkan ocehannya.
“Baiklah, aku izinkan kamu memberi selamat padaku. Ayo!” Rara membuka lebar kedua tangannya untuk mengajak Karina berpelukan. Setelah itu, teman Rara yang lain pun bergantian memberikan selamat pada sahabat mereka yang kini berusia 22 tahun itu. Mereka di antaranya Rivan, Tony, dan Tia.
Ulang tahun Rara memang tidak dirayakan secara besar-besaran. Yang datang hanya teman-teman dekatnya saja. Tidak seorang pun merasakan ada sesuatu yang kurang. Mungkin!
Rara membuka kado dari teman-temannya. Jam tangan dari Rivan. Sepatu dari Karina. Tas dari Tony dan kalung dari Tia. Tidak lupa gaun dari mamanya, meskipun mamanya tidak yakin Rara akan memakainya. Maklum saja, anak semata wayangnya itu memang lebih suka memakai pakaian kasual dari pada dress apalagi gaun.
“Wow ... tidak sia-sia aku memiliki teman-teman yang tajir!”
Mereka tertawa mendengar perkataan Rara yang ceplas-ceplos itu. Mereka menikmati kue yang dibuat sendiri oleh Mirna. Masakan Mirna selalu menjadi favorit mereka, karena sangat enak. Tidak jarang mereka sering datang ke rumah Rara hanya untuk menumpang makan saja.
...🌼🌼🌼
...
“Hallo, benarkah? Ya, ya, tentu saja. Secepatnya, pasti. Terima kasih!” Rara begitu senang mendapat telp itu. Dia merasa tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan dari hal ini, untuk hari ini tentu saja.
“Ahhh ... Mama! Rara senang bangat deh, Mama tahu tidak, akhirnya Rara bisa pergi.” Mamanya hanya terdiam, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh anak semata wayangnya itu.
“Mama tidak mengerti yang kamu maksud itu, apa?” kata mamanya kemudian, setelah beberapa lama Rara, anaknya yang cantik itu tertawa, meloncat-loncat, bahkan tidak sengaja sempat menginjak ekor kucing tetangga.
“Aduuhh ... Mama ini gimana, sih. Masa sudah lupa. Tiga hari lagi aku jadi ke London.”
Mirna langsung tersenyum pada anaknya, ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh anak kesayangannya itu. Mirna sangat mengerti tentang impian anaknya itu. Dia langsung membantu Rara menyiapkan segala kebutuhannya.
“Mama, Mama mengizinkan aku pergi, kan?”
“Tentu saja, Sayang!”
“Hai Van, kebetulan kamu datang. Tiga hari lagi aku akan ke London!” Reaksi Rivan sama seperti mamanya, tersenyum dan ikut merasa senang akan prestasi sahabatnya itu.
“Jadi tiga hari lagi, kamu langsung pergi? Baguslah! Jadi selama kepergian kamu, aku bisa hidup dengan tenang.” Terdengar pukulan di lengan Rivan.
“Aku juga tidak mau tuh, melihat tampangmu. Membosankan!” Mereka memang seperti itu sejak kecil, saling mencela tapi saling menyayangi. Rivan adalah sahabat Rara sejak kecil, bahkan mereka bertetangga. Hubungan keduanya layaknya kakak beradik. Selama ini Rivan selalu menjaga Rara, apalagi jika ada yang menggagunya, maka Rivan akan langsung bertindak. Rivan juga sangat menyayangi Mirna, seperti ini kandungnya sendiri.
...🌼🌼🌼
...
“Ra, jangan lupa telp ya setibanya di London,” kata Karina sambil memeluk Rara.
“Jika ada waktu, aku akan mengunjungimu.”
Rivan menepuk-nepuk punggung Rara. Rasanya berat membiarkan sahabatnya itu pergi sendiri ke negara orang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya? Sakit, misalnya. Tapi Rivan harus yakin kalau Rara akan baik-baik saja dan bisa menjaga diri. Bag pun juga, ini adalah impian Rara, jadi Rivan harus mendukungnya.
“Kalau ada apa-apa, kabari mama ya, Ra!”
Tony dan Tia juga tidak lupa mengucapkan kata perpisahan pada Rara.
Ya ampun, mereka bersikap seperti itu seolah aku akan pergi puluhan tahun, saja! Batin Rara. Tapi dia sadar, semua itu karena mereka semua sangat menyayanginya, dan dia jadi merasa terharu.
Mereka semua berbincang sampai akhirnya Rara harus pergi.
“Baiklah, sampai jumpa. Jaga mamaku, ya!” Rara melambaikan tangannya penuh semangat, meskipun sebenarnya dia sangat sedih. Selama ini Rara belum pernah berpisah dengan mamanya, apalagi dalam jangka waktu yang cukup lama. Dia juga selalu dikelilingi oleh teman-temannya itu. Tapi ini juga salah satu impiannya. Nanti juga dia akan kembali.
Ayo Khaira Nayara, kamu pasti bisa! Aku pasti akan membuat mama bangga.
Rara mulai memasuki pesawat. Dia mendapatkan tempat duduk di samping jendela, tempat favoritnya, dan ada seorang pria duduk di sebelahnya. Pramugari mulai memberikan arahan sebelum pesawat lepas landas. Rara memandang ke luar jendela. Masih terlihat pemandangan kota Jakarta dari atas sana.
Belum apa-apa dia sudah mulai merindukan mama dan sahabat-sahabatnya. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan di London tanpa mereka? Tapi Rara tidak ingin menyerah.
Kota Jakarta kini tak terlihat lagi. Rara mulai merasakan ngantuk. Perlahan matanya terpejam dan dia pergi ke alam mimpi.
Kepala Rara jatuh di pundak pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu melihat wajah Rara yang terlihat lelah. Matanya memandang wajah Rara yang terlihat cantik. Kemudian pria itu membenarkan posisi duduknya, agar dia dan Rara terasa nyaman.
Dia dapat mencium aroma minyak wangi yang digunakan oleh Rara, namun dia juga dapat mencium aroma minyak telon, membuatnya tersenyum dan terlihat tampan.
Dia akhirnya ikut memejamkan mata, namun tidak tidur. Saat pria itu mulai tidur, kepala mereka saling bertaut. Memberikan kenyamanan yang tidak disadari satu sama lain.
...🌼🌼🌼
...
Pria itu lebih dulu bangun, sedangkan Rara masih nyaman dengan tidurnya, yang kepalanya masih bersandar di pundak pria berjas itu.
Kurang lebih sepuluh menit kemudian, Rara terbangun. Dia kaget mendapati kepalanya yang berada di pundak pria yang duduk di sebelahnya. Sekilas dia melihat bahwa pria itu sedang tidur. Untung saja, pikir Rara. Pria itu menahan senyum, sebenarnya dia tidak tidur, hanya pura-pura saja agar tidak menimbulkan kecanggungan dari gadis yang duduk di sebelahnya itu.
Setibanya di bandara, Rara disambut oleh seorang wanita yang bernama Jasmine. Jasmine mengantar Rara menuju apartemen yang telah disediakan untuk Rara selama dia berada di London. Rara akan melanjutkan studinya dan bekerja di perusahaan yang memberikan dia beasiswa lengkap dengan fasilitasnya. Itulah sebabnya dia sangat senang mendapatkan semua ini.
“Sekarang kamu istirahat dulu. Besok saya akan mengantar kamu ke kampus lalu ke perusahaan. Semua jadwal sudah diatur. Berusahalah sebaik mungkin, jangan sia-siakan kesempatan ini.”
“Saya mengerti.”
Setelah Jasmine pergi, Rara menghubungi mama dan para sahabatnya, lalu merapihkan barang-barangnya dan tidur.
Malam telah hadir. Rara pergi ke sekitar apartemennya. Apartemennya tidak terlalu besar, tapi sangat bagus dan fasilitasnya sangat lengkap. Baru satu hari dia berpisah dari mamanya, tapi dia sudah sangat merindukan mamanya, juga para sahabatnya.
...🌼🌼🌼
...
Pagi harinya, Rara sudah bersiap-siap untuk pergi ke kampusnya dan perusahaan. Jantungnya berdebar-debar, berharap kalau semuanya akan berjalan dengan lancar di hari pertamanya ini beraktivitas di London. Pukul tujuh Jasmine menjemput Rara.
Setelah mengurus beberapa berkas di kampus, mereka langsung menuju perusahaan. Perusahaan yang bernama AZ Group ini bergerak di beberapa bidang. Seperti properti, advertising, fashion dan lain-lain. Entah seberapa banyak kekayaan yang mereka miliki. Rara pun sulit membayangkannya. Rara akan bekerja di salah satu hotel milik AZ group. Suatu prestasi yang bis Adia banggakan , karena memang tidak mudah untuk mendapatkannya.
“CEO utama kita bernama Alvin Zion Watson. Sesekali dia akan ke sini. Wakilnya yang mengurus hotel ini bernama Mr. William Alexander.”
“Apa mereka galak?”
“Hahaha ... kalau Mr. William baik dan ramah. Sedangkan Mr. Alvin ... hmmm, apa ya, dia tidak terlalu banyak bicara. Aku juga jarang bertemu dengannya.”
Tentu saja Rara merasa cemas kalau memiliki bos yang galak. Apalagi mereka memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda, Rara harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang asing untuknya ini. Kalau sampai dia melakukan kesalahan, bisa-bisa dia langsung disuruh pulang. Kan malu!
“Tenang saja. Kamu cukup bekerja dengan baik. Jangan bergosip dan harus disiplin!” Rara menganggukkan kepalanya. Dia akan berjuang, demi mamanya.
...🌼🌼🌼
...
Tidak terasa sudah tiga bulan Rara menjalani kehidupan di London. Awal-awalnya dia merasa tertekan. Siapa sih yang tidak stres harus tinggal sendiri di negara orang tanpa ada yang dia kenal sebelumnya. Tidak ada keluarga, dan sahabat. Apalagi mereka berbeda budaya. Rara sampai terosna saat pertama kali melihat secara langsung orang yang berciuman dengan hot. Untung saja dia orangnya enggak pengenan, kan bisa gawat! Tapi saat mengingat bahwa tidak mudah mendapatkan kesempatan ini, dia akan merasa sangat bodoh kalau malah menyerah.
Setiap hari mama dan para sahabatnya meneleponnya. Di hari libur, Rara akan berjalan-jalan sekedar untuk mencuci mata, juga menikmati kuliner. Dia berteman baik dengan Jasmine. Jasmine mengajarkan banyak hal pada Rara, terutama masalah pekerjaan.
“Aduh, di mana ya aku simpan kartu nama itu, kenapa tidak ada?”
Rara terus mencari kartu nama orang yang harus dia temui. Sampai dia bertabrakan dengan orang dan isi tasnya berjatuhan pun, dia mengatakan kata maaf dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Setibanya di hotel, dia masih melanjutkan mencari kertas itu, bukan hanya itu, bahkan sekarang pun kesibukannya harus ditambah dengan mencari dompetnya. Beberapa menit lamanya dia mengingat-ngingat.
“Oh iya, mungkin saja terjatuh di tempat tadi. Kalau sekarang aku kembali ke tempat itu, apa masih ada ya? Tapi tidak mungkin, pasti sudah diambil orang. Bernasib sial di negara orang, bukan pertanda baik,” gumam Rara pada dirinya sendiri.
Begitulah kalau dia sedang panik, bicara sendiri.
“Rara, ada seseorang yang mengantarkan ini. Ini milikmu, kan?”
“Ah iya, benar ini punyaku. Untung saja. Baik sekali orang itu. Terima kasih, ya.”
Rara mengambil dompetnya dan membukanya. Isinya masih utuh, dan ternyata kartu nama itu terselip di lipatan kertas yang ada di dompetnya. Rara melihat kartu nama itu. Bagas Adipura. Dilihat dari namanya, sepertinya dia orang Indonesia. Rara langsung menghapal nama dan alamat yang tertera di kartu nama itu, buat jaga-jaga kalau dia melakukan kecerobohan lagi. Dia juga mencatatnya di agendanya, juga di ponselnya.
Hari ini Rara akan bertemu dengan orang yang bernama Bagas Adipura. Dia memasuki sebuah restoran yang sering dijadikan tempat pertemuan bisnis. Suasananya memang sangat nyaman dan berada di pusat kota.
“Maaf, saya ada janji bertemu dengan Mr. Bagas Adipura.”
“Apa Anda yang bernama Khaira Nayara?”
“Benar.”
“Silahkan ikuti saya, Nona!” Wanita itu mengantar Rara ke meja yang telah ada seorang pria.
Masih muda? Aku kira sudah tua.
“Apa Anda Khaira Nayara?”
“Benar.”
“Saya Harry, asisten Mr. Bagas. Maaf sebelumnya kalau Mr. Bagas tidak dapat hadir karena ada urusan di Indonesia.”
Oh, aku kira ini tuan Bagas Adipura.
“Tidak apa-apa.”
“Baiklah, kita langsung saja membahas masalah pekerjaan.”
Setelah membicarakan masalah pekerjaan yang menghabiskan waktu dua jam lebih, mereka melanjutkan dengan makan siang bersama.
Kalau diperhatikan, pria yang bernama Harry ini lumayan ganteng. Oya, di hotel tempat Rara bekerja, bertaburan pria-pria tampan. Apa ini salah satu metode perusahaan, mempekerjakan para pria tampan dan wanita cantik? Itu salah satu alasan Rara betah bekerja di sana. Meskipun lelah, tapi mata harus tetap dimanja, kan?
Cuci mata! Melihat yang ganteng-ganteng setiap saat.
Untunglah Rara bekerja di bagian kantor, kalau tidak? Dia bisa gagal fokus. Ada saja artis terkenal yang menginap di hotel itu. Bukan hanya artis, tamu-tamu lain yang menginap pun banyak yang berwajah tampan.
Pengusaha kali, ya? Pasti melakukan perawatan sehingga memiliki wajah bersih dan mulus seperti itu.
Karina dan Tia pasti iri.
...🌼🌼🌼
...
Ya ampun, ada tamu lagi berenang. Body-nya oke bangat.
Gila, pria itu tampan sekali.
Itu cowok keren bangat.
Masih banyak lagi pembicaraan para cewek tentang para tamu, yang harus Rara akui, memang tampan.
Itu cewek seksi bangat
Artis itu selingkuh ya?
Pengusaha itu bukannya sudah punya istri, kok mesra bangat sama perempuan lain?
Itu juga sebagian pembicaraan dari laki-laki yang bekerja di sini. Dari sini Rara mendapat beberapa pelajaran penting.
Hotel tempat berkumpulnya para tukang gosip dan tempat untuk cuci mata selain di mall. Kamu bisa melihat artis dan pengusaha di sini. Namun jangan pernah berselingkuh di hotel, karena banyak saksi mata yang kepo.
Aish ... pikiranku jadi kacau. Memangnya aku berniat untuk selingkuh, apa?
...🌼🌼🌼
...
Siang ini Rara dan Jasmine makan siang bersama. Jasmine itu wanita yang ceria. Dia tinggal di apartemen yang tidak terlalu jauh dari apartemen milik Rara.
Ada saja yang dibicarakan oleh Jasmine. Usianya tiga tahun lebih tua dari Rara. Dia tinggal di London sudah tujuh tahun, dan bekerja di AZ Group hampir dua tahun. Karena prestasinya dalam pekerjaan, maka dia cepat naik jabatan, membuat beberapa rekan kerjanya merasa iri.
“Khaira Nayara!” Suara seorang pria memanggil Rara.
“Maaf, apa kita saling mengenal?” tanya Rara pada pria asing itu.
“Tentu saja tidak. Aku hanya ingin mengembalikan ini kepadamu!”
Pria itu memberikan sebuah kalung yang berleontinkan kelopak bunga. Kalung pemberian mamanya.
“Ah iya, terima kasih ....”
Belum sempat Rara bertanya pada pria itu, tetapi pria itu sudah pergi.
Dari mana orang itu bisa tahu namaku? Dan dari mana dia tahu kalung ini milikku? Tapi orang itu baik juga. Dia juga ganteng. Aku harus membiasakan mataku untuk melihat pria-pria tampan di negara ini, betapa beruntungnya aku. Karina dan Tia pasti heboh kalau setiap hari mata mereka selalu disuguhkan pemandangan yang indah. Rara tertawa pelan dengan pikirannya itu, dia jadi sangat merindukan mereka.
Rara segera menuju apartemennya. Sepanjang perjalanan, tanpa sadar Rara kembali senyum-senyum sendiri.
Sesampainya di apartemen, Rara langsung menghubungi mama dan para sahabatnya untuk melepaskan kerinduan. Dua jam waktu yang dia habiskan untuk menelepon. Rara memutuskan untuk segera memasak saat perutnya mulai terasa lapar.
Selesai makan, Rara langsung mengerjakan tugas-tugas kuliahnya dan beberapa laporan yang harus dia kirimkan kepada Jasmine.
Seperti biasa, Rara menikmati malam kota London melalui jendela kamar apartemennya, seorang diri.
...🌼🌼🌼
...
“Rara, jam sembilan nanti kamu ikut rapat bersamaku.” Jasmine memberikan informasi itu sesaat setelah Rara tiba di hotel.
“Apa? Kenapa dadakan sekali. Aku juga tidak memiliki persiapan apa-apa.”
“Kamu tenang saja, kamu tinggal mendengarkan dengan baik dan memberikan masukan-masukan jika diperlukan. Kamu juga harus mencatat poin-poin penting!”
“Baiklah.”
Rara langsung menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Tangannya mulai berkeringat dingin, jantungnya berdetak keras. Ini adalah pengalaman pertamanya mengikuti meeting bersama beberapa direktur dan manager. Sebagai karyawan magang, dia merasa sangat beruntung mendapatkan kesempatan ini.
Kamu bisa Rara, kamu bisa Rara ... itulah yang terus dia gumamkan dalam hatinya.
...🌼🌼🌼
...
Rapat berjalan dengan lancar, dan Rara menghembuskan nafasnya penuh kelegaan.
Memasuki jam makan siang, Rara memutuskan untuk makan di cafe terdekat. Biasanya dia akan makan bersama Jasmine. Tapi Jasmine sekarang harus mengikuti rapat lain.
Saat memasuki cafe, Rara tanpa sengaja melihat pria yang mengembalikan kalung miliknya. Pria itu pun melihatnya sekilas. Sebenarnya Rara ingin menghampirinya untuk mengucapkan terima kasih sekali lagi dan menanyakan beberapa hal kepadanya, tetapi pria itu sedang bersama dengan seorang wanita cantik.
Nanti dikira aku modus, lagi. Pura-pura ngucapin terima kasih. Terus ngajakin kenalan. Dih, enggak bangat deh. Gila, itu cewek seksi bangat.
Rara segera mencari meja kosong dan memesan makanannya. Dia sesekali melirik pria itu.
Dih ini mata, yang anteng dong. Jangan jelalatan begitu saat melihat pria tampan.
Makanan pesanannya datang, Rara langsung menikmati makanan itu dan tidak menyadari pria yang dia lirik-lirik telah pergi meninggalkan cafe tersebut. Setelah menghabiskan makanannya, Rara baru menyadari kalau pria tersebut sudah tidak ada.
Dua kali bertemu. Kalau jodoh pasti enggak akan ke mana. Hahaha, dasar kebanyakan mengkhayal!
Siang ini Rara tidak kembali ke perusahaan, tapi dia akan ke kampus. Jadwal pekerjaan dan kuliah sudah diatur dengan baik oleh Jasmine. Teori disertai praktek memang lebih baik. Apalagi dia bekerja di perusahaan besar yang tersebar di berbagai negara dan bergerak di berbagai bidang.
Meskipun Rara telah lama bekerja di hotel, tapi dia belum pernah bertemu dengan CEO utamanya itu. Mencari informasi di internet juga tidak ada. Jasmine bilang kalau CEO-nya itu memang tertutup. Tidak ingin di ekspos. Hanya sedikit saja orang-orang yang pernah bertemu dengannya. Bahkan karyawan-karyawan yang bekerja di AZ group tidak semuanya tahu wajah CEO mereka. Jasmine termasuk salah satu orang yang beruntung pernah melihat CEO mereka.
Orang seperti itu mungkin ingin duduk-duduk santai dan menyerahkan semua urusan pekerjaan kepada anak-anaknya dan orang kepercayaannya. Menikmati hari tua dan bermain bersama cucu-cucunya. Hidup memang indah untuk orang-orang kaya seperti itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!