NovelToon NovelToon

Romansa Pengantin SMA

Misi Khusus Mira

"Mira, sore nanti Kak Elkan akan datang dari Singapura. Maukah kamu ikut Mama Sara ke bandara untuk menjemput Elkan?"

Pertanyaan itu muncul dari seorang wanita yang masih begitu cantik walau usianya sudah tidak lagi muda. Dia adalah Sara Valeria, pemilik perusahaan Food & Baverage dengan kedai kopinya yang menjamur di beberapa kota yaitu Coffee Bay, dan pemilik skincare nomor satu pilihan konsumen yaitu SaVa Beauty Care. Ya, Sara Valeria yang tak lain adalah mama dari Elkan Agastya itu sengaja datang ke rumah keluarga Narawangsa siang itu untuk mengajak Mira menjemput di bandara.

Miranda Lastika Narawangsa atau yang akrab disapa Mira yang kini telah duduk di kelas Tiga SMA itu tampak menatap Mama dan Papanya bergantian. Seolah meminta pertimbangan dari Mama dan Papanya.

"Kalau kamu mau ikut Mama Sara, ikut saja Sayang," balas Mama Marsha yang adalah Mamanya Mira.

"Iya, ikut saja. Lagian sudah lama kan Kak El-nya kamu itu tinggal dan sekolah di Singapura. Kamu boleh ikut Mama Sara menjemputnya karena dulu kalian kan begitu dekat," balas Papa Abraham kepada putrinya itu.

Mira kemudian diam dan berpikir dengan lebih keras. Bertemu kembali dengan Elkan, tentu saja dia mau. Namun, ini adalah pertemuan kembali setelah hampir lima tahun berlalu. Mungkinkah rasa sayang yang dulu pernah ada dari teman sepermainan dan tetangga dekat itu masih ada. Di sisi lain, dalam lima tahun ini tidak pernah keduanya berkomunikasi. Liburan sekolah pun, Elkan tidak pernah pulang ke Jakarta. Padahal jarak tempuh Singapura dengan Jakarta hanya membutuhkan dua jam perjalanan dengan pesawat udara. Akan tetapi, Elkan sejak SMP memutuskan bersekolah di Singapura dan tidak pernah lagi pulang ke Jakarta.

"Apa Kak El masih ingat dengan Mira?"

Pertanyaan itu akhirnya meluncur juga dari bibir Mira. Setelah lima tahun berlalu, keduanya tak bertemu, apakah mungkin Elkan Agastya akan ingat dengan Mira. Sementara, Mira sendiri masih mengingat Elkan. Kenangan sewaktu kecil bermain bersama, belajar bersama, semua itu masih tersimpan di dalam memori otak Mira.

"Pasti ingat dong, Sayang ... jadi gimana, mau enggak ikut Mama ke bandara nanti?" tanya Mama Sara lagi.

"Boleh Ma, cuma tidak pulang malam kan Ma? Soalnya besok adalah hari pertama masuk sekolah. Mira sudah kelas 3 SMA, Ma ... Ujian Nasional sudah di depan mata," balasnya.

Mama Sara pun menganggukkan kepalanya, "Siap Sayang, tidak akan lama-lama dan akan langsung pulang ke rumah kok. Baiklah, Mama akan jemput kamu nanti yah. Bersiap dandan yang cantik, biar Elkan senang," balasnya.

Usai menyampaikan tujuannya, Mama Sara memilih untuk pulang. Sementara Marsha mengamati putrinya yang beranjak dewasa itu.

"Kenapa kamu bimbang gitu? Percaya diri Sayang, kamu begitu cantik sekarang. Pasti Elkan bisa bertemu denganmu setelah sekian lama," balas Mama Marsha.

"Cuma, kenapa sejak SMP hingga sekarang Elkan tidak pernah pulang ke Jakarta yah? Bukankah Singapura dan Jakarta itu begitu dekat hanya dua jam perjalanan udara dengan pesawat?" tanya Papa Abraham di sana.

Tampak Mira mengedikkan bahunya, dia memilih diam. Benarkah semua itu ada hubungannya dengannya dan Elkan ketika sama-sama lulus SD dulu, satu kejadian yang membuat Elkan marah dan akhirnya memilih untuk sekolah di Singapura, jauh dari keluarganya, dan tinggal dengan Oma dan Opanya di sana.

"Entahlah, Pa," balas Mira kemudian.

"Ya sudah, sana bersiap. Kamu tentu senang kan bisa bertemu dengan Elkan?" tanya Papa Abraham kemudian.

Mira sebelumnya diam, kemudian menatap wajah Papanya, "Papa, Mama ... kalau seandainya Mira mengubah penampilan Mira dengan mengenakan kacamata gitu gimana ya Pa?" tanyanya.

Abraham tampak menatap anaknya yang sudah berada di usia ABG itu, "Kenapa kok tiba-tiba?" tanya sang Papa.

"Tidak apa-apa Pa, kalau Mira terlihat culun dan sama sekali tidak cantik, apakah Kak Elkan masih mau main sama Mira," balasnya.

Sementara Mama Marsha menatap putrinya itu, "Kamu mau sembunyikan wajah cantik kamu dan mata kamu yang indah itu dari Elkan? Kenapa emangnya?" tanya Mama Marsha.

"Tidak apa-apa, Ma. Mira hanya penasaran saja, kalau Mira sudah tidak cantik, apa Kak El mau main sama Mira lagi," balasnya.

"Terserah kamu saja, Mira. Yang penting, jadilah dirimu sendiri," balas Mama Marsha.

Sebab, alih-alih terbebani dengan penampilan yang sejatinya hanya tampilan luar. Lebih baik untuk menjadi diri sendiri. Mengenakan identitas asli, tanpa mengenakan topeng.

"Iya Ma, pasti. Mira bersiap dulu ya, Ma," balasnya.

Gadis cantik dengan rambut panjang sepunggung itu pun akhirnya memilih masuk ke dalam kamarnya. Kali ini, Mira justru menguncir rambutnya dengan kepangan dua layaknya gadis desa dan mengenakan kacamata di sana. Dia benar-benar menutupi kecantikannya sendiri.

"Apa kamu marah saat pergi ke Singapura dulu Kak El? Kenapa baru sekarang kamu kembali setelah lima tahun berlalu?" gumam Mira seorang diri dengan menatap penampilannya sekarang di cermin.

Ya, Mira benar-benar mengubah tampilannya menjadi gadis lugu dan menata poni rambutnya untuk menutupi keningnya, pun dengan kacamata yang membuatnya kian lugu jadinya. Namun, ini memang sengaja dilakukan Mira.

Hingga menjelang jam 15.00, ada mobil berhenti di depan rumahnya, sudah pasti itu adalah mobil milik Papa Belva dan Mama Sara. Pasangan itu siap menjemput Mira dan mengajaknya ke bandara.

"Anaknya Mama sudah siap?" tanya Mama Sara kepada Mama Marsha dan Papa Abraham.

"Sebentar ya Jeng, aku panggilkan dulu Miranya," balas Mama Marsha yang mulai menaiki anak tangga dan memanggil Mira.

"Nak ... sudah siap? Itu Mama Sara dan Papa Belva sudah menjemput kamu," panggil Mama Marsha kepada putrinya itu.

"Iya Ma, Mira sudah siap," jawabnya.

Membuka pintu ada gadis berkacamata dan tampil kasual dengan celana jeans panjang, kaos putih, dan cardigan hitam di sana. Rambutnya yang hitam dan panjang, dia kepang dua, dan ada poni yang menutupi keningnya. Tidak lupa kacamata bulat yang bertengger di hidungnya.

"Mira, kamu?" tanya Mama Marsha dengan bingung.

"Iya, ini Mira, Mama ... beda banget ya Ma?" tanyanya.

"Iya, beda banget Sayang ... untuk apa mengubah penampilan kamu sedemikian rupa?" tanya Mama Marsha dengan heran.

Jika sang Mama heran, tidak dengan Mira yang justru tersenyum di sana. "Hanya misi khusus, Mama. Dengan Marsha yang berubah dan terlihat tidak cantik, apakah Kak El masih mau bermain dengan Mira," balasnya.

"Pasti mau," jawab Mama Marsha.

"Belum tentu, Ma. Apalagi Kak El menjadi begitu tampan, sudah pasti dia berubah," balas Mira kemudian.

"Jangan memandang Rupa dan penampilan, Nak ... semoga saja Elkan tidak berubah. Dia tetap menjadi Elkan yang ramah dan hangat, sama saat seperti dia masih kecil," balas sang Mama.

"Hehehehe ... semoga saja Mama," balas Mira yang terlihat tertawa sekarang.

Entah apa yang Mira pikirkan sekarang. Yang pasti dia ingin melihat apakah Elkan akan mengenalinya dan masih mau berteman dengannya, walau penampilannya bisa dibilang cupu sekarang.

Setelah Lima Tahun Berlalu

Dengan didampingi oleh Mamanya, Mira pun turun dari kamarnya. Semoga saja Mama Sara dan Papa Belva tidak terkejut dengan penampilan Mira yang biasa cantiknya dan khas anak remaja Ibu kota, kini justru tampil dengan kunciran dua dan kaca mata yang bertengger di hidungnya. Tampak keduanya tersenyum. Sebab, sebagai seorang Mama, Marsha pun sangat tahu bahwa putrinya pasti memiliki alasan tersendiri.

"Mama Sara ... Papa Belva," sapa Mira begitu sudah berdiri di hadapan tetangganya itu.

"Sudah siap Mira? Kamu cantik banget sih pakai kacamata gitu. Yuk, kita berangkat sekarang," balas Mama Sara yang mengajak Mira untuk masuk ke mobilnya. Sebab, mereka harus segera menuju ke bandara dan juga menjemput Elkan yang sebentar lagi tiba dari Singapura.

"Tumben kamu memakai kacamata Sayang?" tanya Mama Sara kepada Mira.

"Iya Ma ... kelihatannya matanya Mira lelah karena tadi abis baca novel," balasnya.

"Kamu justru cantik kok memakai kacamata," balas Mama Sara.

Mira pun tersenyum, benarkah bahwa dirinya justru kelihatan cantik dengan memakai kacamata. Berarti usahanya untuk tampil culun gagal dong, soalnya Mama Sara saja bilang bahwa Mira justru lebih cantik berkacamata.

"Mira sih mau berkacamata atau enggak ya cantik, Ma ... dia cantik sejak kecil," sahut Papa Belva yang kala itu mengemudikan mobilnya sendiri tanpa menggunakan supir pribadinya.

"Eiffel tidak ikut ya Ma?" tanya Mira kemudian kepada Mama Sara.

"Eiffel gak mau, Mira ... katanya mau persiapan besok masuk sekolah. Apalagi sudah kelas 3 SMP, harus bersiap dengan UANAS juga. Marvel kok tadi tidak kelihatan?" tanya Mama Sara kepada Mira.

"Oh, Marvel baru belajar memotret di studionya Papa kok Ma ... kelihatannya Marvel juga hobi dengan fotografi, sama seperti Papa. Dia bisa memotret dengan bagus juga, Ma," balasnya.

"Wah, keren yah ... bakatnya nurun dari Papa Bram yah," balas Mama Sara.

Papa Belva pun menganggukkan kepalanya, "Biasanya begitu Sayang ... Evan mirip denganku dan studi bisnis sekarang. Elkan memiliki sikap yang hangat kayak kamu, dan Eiffel yang baru SMP sudah kenal make up walau tidak bermake up. Semoga nanti anak-anak mewarisi apa yang baik dari orang tuanya," balas Papa Belva.

"Kamu suka modelling enggak Mira? Dulu Mama kamu itu model loh," tanya Mama Sara kemudian kepada Mira.

Tampak Mira menggelengkan kepalanya, "Tidak begitu suka, Ma ... nanti kalau lulus SMA mau belajar bisnis saja, Ma ... mau menjadi enterpreneurship," balas Mira.

"Bagus Mira ... nanti belajar sama Mama dan Papa Belva ini. Diajarin pelan-pelan," balas Mama Sara.

Kurang lebih satu jam mobil yang dikendarai Belva terus melaju dan sekarang mereka sudah sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Papa Belva menurunkan Mama Sara dan Mira di jalur drop-off, sementara dia memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.

"Tunggu Papa di sini dulu ya Sayang," ucap Mama Sara kepada Marsha.

"Iya Ma," balasnya.

Ya, memang keluarga Agastya sendiri, tidak ada rasa canggung bagi Mira. Sebab, keluarga Agastya sudah seperti keluarganya sendiri. Sejak kecil hubungan keluarganya dengan keluarga Agastya juga sangat baik, sehingga Mira juga bisa membawa diri dengan baik.

"Kok tinggal 1 tahun lulus, Kak El enggak sekalian lulus di Singapura sih Ma?" tanya Mira kemudian.

"Iya, dia ngebet pulang ke Jakarta. Kadang Mama itu juga bingung dengan jalan pikirannya El. Ketika dulu bisa SMP dan langsung SMA di Singapura, tetapi dia memilih istirahat belajar. Harusnya dia sudah kuliah, karena dia dua tahun darimu. Entahlah, maunya El itu apa. Padahal dia pinter, di Singapura dia juga juara kelas," balas Mama Sara.

Obrolan mereka terjeda, karena Papa Belva sudah kembali dari memarkirkan mobilnya dan menyusul Mama Sara dan Mira. Pria tampan yang menjelang usia paruh baya itu mengajak istrinya dan Mira untuk menuju ke pintu kedatangan di Bandara Internasional Soekarno - Hatta.

"Kamu masih ingat enggak sama Elkan? Sekarang dia tambah cakep loh ... sudah setinggi Papanya," balasnya.

Mira tampak mengamati Papa Belva yang dia perkirakan tingginya lebih dari 170 cm itu. Berarti memang Elkan begitu tinggi sekarang. Dulu, ketika Elkan memutuskan SMP di Singapura, seingat Mira, Elkan belum begitu tinggi.

"Sudah lima tahun, Ma ... entahlah, apa Kak El ingat sama Mira," balasnya.

"Pasti ingatlah ... kalian kan saling sayang dari kecil. Jadi, pasti ingat," balas Mama Sara lagi.

Kemudian, mereka bertiga berdiri di pintu kedatangan dan menunggu kapan pesawat dari Singapura menuju Cengkareng akan landing. Rupanya sudah terlihat bahwa pesawat sudah landing sepuluh menit yang lalu. Hingga kurang lebih lima belas menit kemudian ada seorang pemuda tampan yang berjalan ke arah Mama Sara. Pemuda berkulit putih bersih yang kala itu mengenakan celana jeans hitam, kaos putih, dan jaket hitam. Pemuda itu memanggul satu ransel di bahunya dan satu tangan yang mendorong koper.

"Itu Elkan ... El," teriak Mama Sara yang sudah menangis melihat putra bungsunya datang.

Papa Belva pun merangkul Mama Sara di sana, "Anaknya pulang malahan nangis. Mama mulai mellow," balas Papa Belva.

"Kangen Pa ... terakhir ke Singapura jengukin El, enam bulan yang lalu," balas Mama Sara.

Kemudian Mama Sara dan Papa Belva melambaikan tangannya kepada putranya itu. Rasanya bahagia menyambut putranya pulang ke Jakarta lagi.

"Mama, Papa," sapa Elkan dengan memeluk Mama dan Papa bergantian.

"Akhirnya kamu pulang ke Jakarta, El ... Mama sangat kangen kamu," balas Mama Sara dengan memeluk putranya itu.

"Jangan menangis, Mommy ... El mulai sekarang akan tinggal dengan Mama dan Papa," balasnya.

"Harusnya kamu tinggal dengan Mama ... setelah kakakmu kuliah ke London, Mama kesepian di rumah," balas Mama Sara.

"Makanya ini El pulang," balasnya.

Kemudian Mama Sara dan Papa Belva sedikit bergeser dan menarik tangan Mira, "Ingat dengan dia El?" tanya Mama Sara.

Sungguh, Mira menjadi gugup rasanya. Benarkah yang ada di hadapannya sekarang adalah Kakak Elkannya waktu kecil dulu? Lima tahun yang lalu, Elkan belum setinggi sekarang. Namun, sekarang Elkan sudah terlihat dewasa dan tampan. Mira yang berdiri hanya sepantaran dengan dagu Elkan itu memilih untuk menunduk. Kemudian Elkan, memperhatikan gadis berkacamata yang sekarang berdiri di hadapannya itu.

"Siapa Ma?" tanyanya.

"Kamu serius tidak mengenalinya?" tanya Mama Sara.

Elkan dia dan mengamati gadis itu, kemudian dia melihat dengan mata bulat yang tidak pernah dia lupakan. Namun, Elkan juga merasa sanksi karena gadis itu tampil culun dengan berkuncir dua dan mengenakan kacamata.

"Dia Mira, El ... adik kecil kesayangan kamu," balas Papa Belva.

Elkan pun tersenyum, "Hei, Mira," sapanya dengan sapaan formalitas.

"Hei Kak El," balasnya dengan menganggukkan kepalanya.

Ya, setelah lima tahun berlalu. Usia di awal belasan sudah berganti. Sekarang Elkan dan Mira sama-sama menjadi siswa SMA yang kembali dipertemukan kembali. Lama tidak bersua membuat keduanya juga tampak gugup satu sama lain. Padahal di sama kecil dulu, keduanya adalah teman sepermainan.

Tak Bisa Kembali Akrab

Rupanya lima tahun usai berpisah benar-benar membuat Mira dan Elkan menjadi canggung dan tidak bisa kembali akrab. Hingga Mama Sara dan Papa Belva pun justru tertawa melihat putranya dan Mira yang terlihat memiliki batas masing-masing. Sama seperti sekarang, walau berdiri berhadap-hadapan, keduanya berusaha untuk tak saling pandang.

"Mau pulang sekarang?" tanya Papa Belva kemudian.

"Iya, Pa ... besok Elkan harus kembali sekolah," jawabnya.

Mama Sara pun tersenyum, "Mampir makan dulu ya El ... biar Mira bisa ikut makan dengan kita," balasnya.

"Tidak usah, Ma ... tadi Mama di rumah masak Garang Asam Ayam kok, Ma ... menu masakan kesukaan Papa, dan kesukaan Mira juga," balasnya.

"Jangan dong Mira ... kita mampir makan dulu yah," balasnya.

“Ehm, besok Mira juga harus bersiap ke sekolah, Ma,” balas Mira.

"Kali ini tidak boleh menolak, Mira. Sekalian makan bersama dengan Elkan. Toh, kalian berdua sudah lama tidak makan bersama. Pertemuan pertama setelah lima tahun kan?" tanya Mama Sara.

Seolah tak mau ditolak, Mama Sara segera menggandeng tangan Marsha dan membiarkan Elkan serta suaminya untuk mengikuti keduanya. Tampan Mama Sara berbisik lirih kepada Mira, "makan dulu yah … cuma sebentar kok," ucapnya.

"Hmm, terserah Mama Sara saja, Ma. Penting tidak terlalu malam ya Ma, soalnya harus bersiap sekolah," balasnya.

"Siap Mira."

Tiba di jalur drop off, Papa Belva meminta Mama Sara, Elkan, dan Mira untuk menunggu, sementara dia sendiri mengambil mobilnya. Hanya berselang beberapa menit, Papa Belva sudah menjemput dengan mobil. Terlihat Papa Belva keluar dari mobilnya dan membantu Elkan memasukkan kopernya ke bagasi mobil.

"Koper kamu hanya dua, El?" tanyanya.

"Iya, Pa … sisanya Elkan kirimkan pakai kargo, sekalian dengan buku-buku," balasnya.

"Berapa lama sampainya nanti?" tanya Papa Belva lagi.

"Dua minggu hingga satu bulan, Pa … kargo dengan kapal, Pa. Soalnya yang lama pengecekan di bagian Bea Cukai," balas Elkan lagi.

"Ya sudah, tidak apa-apa," jawab Papa Belva.

Usai menaruh tas ransel dan kopernya Elkan, Mama Sara mengambil duduk di kursi depan, samping pengemudi. Sementara mau tidak mau, Elkan dan Mira mengambil tempat di kursi belakang. Duduk berdekatan dengan satu kursi saja nyatanya membuat Elkan dan Mira sama-sama diam. Agaknya Mira bisa mengambil kesimpulan bahwa memang rasa sayang yang dulu dimiliki Elkan untuknya seiring dengan berjalannya waktu sudah sirna.

Bahkan ketika masih berada di tempat makan pun, Mira dan Elkan masih sama-sama diam. Hanya terdengar suara dari Papa Belva dan Mama Sara di sana. Sampai-sampai Mama Sara pun bingung dengan Elkan yang dulu anaknya itu begitu ramah, tetapi setelah pulang dari Singapura, Elkan berubah menjadi sosok yang pendiam.

"Kalian enggak saling ngobrol atau gimana gitu?" tanya Mama Sara.

Ya, mengingat dulu mereka begitu akrab bahwa ketika kecil Elkan selalu berkata bahwa dia sayang dengan Mira, setelah sama-sama besar justru keduanya terlihat dingin dan tidak bisa kembali akrab seperti itu. Mama Sara juga memperhatikan sejak dari bandara itu, Elkan dan Mira yang sama-sama duduk di kursi belakang juga lebih memilih untuk diam.

"Hmm, iya Ma," balas Elkan yang tampak mengangguk. Hanya sebatas mengiyakan karena walau sekarang mereka duduk satu meja, tetapi Mira dan Elkan juga sama-sama diam.

"Sudahlah Ma, mungkin karena terlalu lama berpisah, jadinya sekarang mereka canggung. Dulu mereka masih kecil-kecil, sekarang sudah remaja, sudah mau dewasa. Kenalan lagi nggak apa-apa," balas Papa Belva yang seolah menengahi mereka.

"Kan sekarang Elkan sudah di rumah, kalian bisa sering ketemu lagi. Belajar barengan," ucap Mama Sara.

"Iya Mama," balas Mira dengan membenarkan letak kacamata di hidungnya.

Pun dengan Mira yang hanya sebatas mengiyakan saja. Namun, pada kenyataannya pun dia pun tidak tahu apakah nanti bisa kembali akrab dengan Elkan lagi. Terlebih sekarang Elkan menunjukkan sikap yang dingin dan tidak bersahabat dengannya.

Di restoran yang menyajikan olahan Boga Bahari itu sudah tersedia semua menu makanan kesukaan Elkan di sana. Ikan Bakar, Udang Asam Manis, hingga aneka makanan kesukaan Elkan. Menunggu kurang lebih setengah jam, akhirnya semua menu yang dipesan sudah disajikan.

"Yuk, makan," ucap Mama Sara yang mengisi piring kosong suaminya dan memberikan aneka lauk untuk sang suami.

"Makasih Mama Sayang," balas Papa Belva di sana.

Mira tersenyum, ada kalanya sikap Mama Sara dan Papa Belva seperti Mama Marsha dan Papa Abraham sewaktu di rumah. Bisa terlihat harmonis dan rukun di hadapan anak-anak.

"Mira, ayo ambil. Tidak usah menunggu," ucap Mama Sara lagi.

"Iya Ma," balas Mira.

Akhirnya Papa Belva, Mira, dan Elkan pun mulai menikmati aneka Boga Bahari itu, tetapi Mama Sara justru menatap suami dan putranya yang terlihat lahap makan.

"Mama tidak makan?" tanya Mira kemudian.

"Mama sudah kenyang melihat Papa Belva dan El makan bersama dengan lahap. Banyak. waktu yang tidak Mama habiskan dengan Elkan. Jadi sekarang, melihat Elkan di depan mata rasanya begitu senang," balasnya.

"Ayo, Ma ... Mama juga makan. El sedih kalau Mama tidak makan," balasnya.

Mama Sara akhirnya mengambil sedikit nasi putih dan memakan aneka masakan boga Bahari itu. Kemudian Mama Sara mengamati interaksi Elkan dan Mira yang terlihat dingin.

"Apa benar waktu perpisahan yang lama mengubah interaksi dan keakraban seseorang? Seingat Mama, dulu kalian saling menyayangi. Kenapa sekarang seperti ini? Maksudnya tidak akrab," ucap Mama Sara.

Elkan dan Mira sama-sama diam. Memang tidak mudah untuk bisa kembali akrab setelah lima tahun berlalu. Terlebih ada satu peristiwa di masa lalu yang membuat Elkan kesal hingga akhirnya Elkan memilih sekolah di Singapura dan tidak pernah pulang ke Jakarta untuk saat itu.

Benarkah keduanya tengah berubah menjadi dua kutub magnet yang saling tolak-menolak?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!