NovelToon NovelToon

Kenapa Harus Selingkuh?

KENAPA HARUS SELINGKUH?

   

# RAINY Prov

  Ada sakit yang seolah tak berujung ketika ku pandangi foto pernikahan kami. Lelaki ganteng yg dulu begitu romantis itu tengah memelukku erat dengan segenap cinta nya. Tapi sekarang cinta itu telah menguar lenyap entah ke mana. Kehidupan kami yang sekarang serba ada telah merubah semua kata mesra dan harmonis dari kamus hidup kami. Padahal puluhan tahun lalu, ketika suamiku ke kantor masih menaiki vespa butut nya... atmosfir keluarga kami begitu penuh dengan tawa kebahagiaan. Anak anakpun bahagia karena setiap awal bulan bisa jalan-jalan bersama mama dan papanya. Lalu makan bareng di sebuah warung padang depan perumahan atau makan bakso diujung gang.

Tapi sekarang...meski setiap akhir pekan kami bisa menikmati makanan mahal di resto-resto siap saji dan jalan jalan ke mall tapi semua seakan hampa tak berarti. Semua tak lebih dari sebuah sandiwara agar anak anak tak merasakan kemelut yang tengah kami hadapi. Kebahagiaan yang ku gadang-gadang akan ku nikmati sampai tutup usia ternyata pupus di tengah jalan.  Ketika aku mengetahui bahwa ada wanita lain yang ada di hati suamiku. Dan yang lebih menyakitkan ketika aku mengetahui bahwa perempuan itu telah memiliki anak dari hubungan gelap mereka.

Semenjak aku tahu kenyataan itu hari demi hari rumah tangga kami hanya diwarnai oleh pertengkaran. Bahkan tak jarang tamparan dan tendangan telak mendarat di tubuhku. Berkali kali suamiku berkata akan menceraikanku. Dan aku hanya bisa menangis karena kalau hal itu terjadi harus kemana aku bersandar. Aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan apapun. Sementara anak-anakku masih membutuhkan biaya banyak untuk pendidikan mereka. Karena anak yang paling besar baru kelas 2 SMA dan yang paling kecil baru  kelas 1 SMP. Aku pun tidak punya siapa-siapa, kedua orang tuaku sudah meninggal dan saudara kandung pun aku tak punya. Jadi Sungguh Aku takut ketika suamiku mengancam akan menceraikanku, aku lebih memilih dipukuli dan ditendang daripada harus berpisah untuk saat ini.  Barangkali ini terdengar bodoh dan naif tapi hanya itulah satu-satunya pilihanku sebelum aku mampu berdiri sendiri diatas kakiku sendiri untuk menopang kebutuhan anak-anakku.

《 Mom Mitha, da beberapa kali kok gak ikut ngumpul arisan? Kemana aja?》

Tiba tiba ponsel ku berbunyi dan ketika ku buka...ada pesan wa dari Mommy Danish teman sekelas Mitha anakku yang bungsu.

Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Karena memang sudah hampir 2 bulan ini aku tak lagi bisa ikut kumpul- kumpul arisan dan makan- makan bersama MomCa ( Mommy Cantik, nama gank kelas anakku). Aku lebih memilih pulang, setelah mengantar anakku sekolah. Dan merenungi nasib yang tak berpihak padaku. Aku juga berusaha sebisa mungkin menghindar dari bertemu dengan Gank itu...karena aku sangat takut jika mereka tau apa yang menimpaku dan akan dijadikan bahan gosipan sepanjang masa. Pasti itu akan sangat menyakitkanku. Aku bukan wanita tegar dan berpendidikan tinggi. Aku hanya wanita biasa biasa saja dengan latar belakang kehidupan yang biasa biasa pula. Kalaupun sekarang aku bisa menikmati kehidupan yang tergolong mewah, karena suamiku yang naik jabatan menjadi Manager General Affair di perusahaan keramik table ware. Semenjak itu kehidupan ekonomi kami mulai berubah drastis. Suamiku mendapat fasilitas rumah dinas dan juga mobil, otomatis berubah pula pergaulanku. Dulu yang tidak kenal istilah arisan sosialita mendadak jadi harus ikut terjun didalamnya.

Pola hidup sederhana yang dulu ku pegang dengan kokoh, perlahan mulai mencair. Aku lebih suka menghabiskan semua jatah belanjaku, ketimbang menyisihkannya untuk ditabung. Dan setiap bulan uang belanjaku selalu habis tak bersisa, karena aku lebih mementingkan ikutan arus berburu barang viral daripada menabung. Dan hari ini aku sangat menyesali kebodohanku. Disaat suamiku mulai mengurangi jatah belanja bulanan dengan berbagai alasan, aku baru tersadar. Padahal uang pendidikan anak anak saat ini makin melambung tinggi. Anak anakku sudah mulai harus diimbangi dengan berbagai les penunjang, dan itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Sementara secara sepihak suamiku mengurangi hampir seperempat uang bulanannya untuk kebutuhan rumah dan anak anak semenjak 3 bulan lalu. Padahal aku yakin, dia mendapat uang tunjangan yang selalu naik per 3 bulan sekali. Entah ke mana pergi nya uang uang itu. Mungkin untuk perempuan simpanannya. Setiap mengingat hal itu...ada perih yang makin menggigit hatiku.

Baru jam 11.30 ketika kudengar suara mobil terparkir di halaman rumah. Kemudian disusul dengan suara sepatu beradu di atas lantai dengan irama yang sangat cepat. Terdengar pintu dibuka dengan kasar. Tanpa melihatpun aku sudah tau siapa yang datang. Setengah berlari aku menghambur ke luar dari kamar, mencoba menyambut kepulangan suamiku. Agar tak ada lagi cacian dan tamparan yang akan ku terima jika aku terlambat menyambutnya.

"Sudah pulang pa? Mau disiapin minum apa?"

"Kamu gak liat aku buru buru? Hari ini aku akan menemani Emil dan Bima ke pantai. Cepat siapin beberapa baju ganti yang cocok dengan suasana di pantai".

Bukan tamparan dipipi yang kuterima, tapi hujaman ribuan mata pisau yang langsung menancap dan merobek robek hatiku. Aku terdiam kaku, melangkahpun serasa tak lagi punya tenaga. Habis sudah energiku mendengar perkataan suamiku.

"Hei. . . Kamu tuli?" Lalu sebuah tamparan panas mendarat dipipiku. Aku turhuyung... hampir jatuh kalau tidak reflek tanganku meraih handle pintu kamar.

Pipiku sudah basah, tanganku gemetar. . Entah rasa apa yang sekarang dihatiku.

"Jangan pergi pa..kasihan anak anak. Mereka butuh kasih sayang papa". Aku bersimpuh dibawah kaki suamiku.

"Katakan kekuranganku apa. .. aku akan memperbaikinya pa. Tapi tolong, tinggalin perempuan itu", pintaku memelas.

"Apa kamu bilang? Kamu minta saya ninggalin Emil? Itu sesuatu yang tidak mungkin, yang ada justru aku akan meninggalkanmu. Dan hidup bahagia bersama Emil dan anakku".

" Apa Papa begitu mencintainya? Apa papa lupa kalo dia juga sudah bersuami?"

"Hei itu bukan urusanmu. Cepat kerjakan perintahku atau kamu ingin merasakan ciuman sepatuku?!" Hardiknya kasar.

Belum sempat aku berdiri dari posisi memohonku, sebuah tendangan mengenai kakiku. Aku menangis... tapi tak berani bersuara. Aku sudah tidak punya pilihan, aku memang harus menerima semua ini sebagai salah satu takdir Tuhan.

"Papa...kenapa papa selalu menyakiti mama? Apa salah mama?" Ada suara lain yang sontak menyita perhatianku. Didepan pintu kamar ada Alfa yang menatap kami dengan mata yang sudah basah. Sakit sekali rasa hatiku, karena anak sulungku melihat kejadian yang tak seharusnya dia lihat.

"Mama... aku akan melindungi mama". Lalu dia menghambur dalam pelukanku. Menumpahkan tangis yang sungguh sangat menyakitkan hatiku. Entah apa yang terjadi sebelumnya, kenapa anakku tiba tiba sudah ada di rumah. Padahal ini belum waktunya dia pulang sekolah.

Dari ekor mataku dapat ditangkap bahwa suamiku segera membuka lemari pakaian kami. Memasukkan beberapa pasang baju ke dalam tas jinjing. Lalu pergi begitu saja, membiarkan aku dan anakku yang masih menangis sambil memohon padanya untuk tetap bersama kami.

EPISODE 2

Kupeluk Alfa dengan erat. Seolah hendak ku katakan bahwa aku baik-baik saja. Bahwa mamanya ini bukan perempuan yang cengeng. Sekuat tenaga ku coba menahan tangisku, agar Putra sulung ku memgerti bahwa mamanya adalah perempuan yang kuat.

"Sayang, mama tidak papa. Mama baik-baik saja, Alfa jangan sedih ya", sambil ku elus mesra punggung anakku.

Perlahan pelukannya mengendur, lalu kepala itu mendongak menatapku.

"Alfa janji akan rajin sekolah Ma. Nanti kalo Alfa sudah kerja, mama sama adik ikut Alfa. Kita tinggalin papa. Papa jahat, Alfa benci papa", dengus anak sulungku. Ada amarah yang jelas tersirat disana. Makin kupeluk tubuh nya, menenggelamkan luka yang sempat tergores dihatinya. Tidak, anakku tidak boleh membenci ayahnya. Ayahnya harus tetap menjadi super hero dihatinya.

"Kakak ga boleh bilang seperti itu. Papa itu baik, papa tidak jahat, papa sayang sama kita. Hanya saja, saat ini papa sedang khilaf nak", kucoba mengikis sakit yang kurasa ketika mengatakan hal itu. Kata-kata klise yang sebenarnya juga sangat melukai hatiku. Karena aku tau, seperti apa sekarang suamiku.

"Kakak, coba ceritakan pada mama. Kenapa kakak kok udah pulang jam segini? Padahal ini bukan hari sabtu lho...", kucoba mengalihkan topik pembicaraan ketika keheningan sekejap melingkupi kami.

Putra sulungku mendongak, dihapusnya sisa air mata itu dengan punggung tangannya.

"Alfa terpilih mewakili Jawa Tengah untuk mengikuti Lomba Design Rumah sehat ma. Senin besok Alfa harus berangkat ke Jakarta", ada pancaran kebahagiaan dimata elangnya.

"Alhamdulillah kak", ucapku bahagia. Kembali kupeluk tubuhnya erat. Anak sulungku memang dari kecil sangat menyukai dunia ke Arsitek an. Beberapa kali dia mengikuti lomba design bangunan dan pulang sering membawa piala dan uang pembinaan.

"Untuk lomba kali ini, jika Alfa bisa juara maka Alfa akan dapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah ma. Dan Alfa bisa magang di sebuah perusahaan yang menjadi sponsor lomba kali ini ma. Mama do'a in Alfa bisa juara ya Ma. Alfa akan jagain mama dan adik", jelas putra sulungku. Kulihat ada genangan air mata disana.

Ya Allah, terimakasih karena dibalik cobaan yang Kau berikan ada nikmat yang terselip disana.

"Iya, mama selalu berdo'a untuk kakak dan adik. Doa terbaik untuk kita semua. Kak, tadi mama masak balado telor kesukaan kakak. Kakak pasti laper, kita makan dulu yuk".

Lalu kuajak anak sulungku menuju meja makan, sekedar menghapus kenangan buruk yang telah terjadi beberapa menit lalu.

"Mama nanti istirahat aja ya. Biar kakak yang jemput Mita di sekolah. Nanti sepulang jemput Mita, baru kakak prepared buat keperluan ke Jakarta. Kakak tadi juga sudah dikasih uang oleh pihak sekolah untuk beli kebutuhan lomba ma". Ujarnya dan tak kudengar nada luka disana. Aku tersenyum menanggapi ucapan anak sulungku. Ya Allah, beri aku kekuatan untuk melewati ini semua.

# Hary Prov

   《Pipi...Bima pengin ke pantai hari ini. Mumpung akhir pekan. Pipi bisa nemenin kami?》

  《Tentu Mimi...buat kalian apa sih yang enggak. Si Budi ke mana?》

Balasku sesegera mungkin ketika mendapat wa chat dari perempuan seksi nan genit yang telah merubah semua kehidupanku. Entahlah...wanita itu begitu menggodaku, sehingga aku tanggalkan akal sehatku demi mengejar cinta nya. Wanita seksi yang merupakan istri resmi dari Budi Wicaksana lelaki yang semenjak SMP dulu selalu menjadi rivalku dalam segala hal.

《Budi lagi pulang ke Yogja, emak nya koma...》

Jawaban Emil perempuan pujaanku membuyarkan lamunanku.

Entahlah... aku selalu tak bisa menolak permintaan wanita seksi itu. Bahkan aku rela meninggalkan anak dan istriku di rumah demi memuaskan keinginannya.

"Mas nanti saya nebeng ya".  Seseorang menyentuh pundakku dari belakang ketika aku masih asyik berkutat dengan komputerku. Tanpa menengokpun aku sudah tau siapa pemilik suara genit dan sentuhan menggoda itu.

"Boleh asal sebelum turun cipika cipiki dulu", godaku sembari meremas tangannya yang masih dipundakku.

"Lebih dari itu juga boleh", bisiknya teramat lembut dan membuat bulu kudukku meremang tanpa komando. Seandainya tidak dikantor...mungkin aku sudah akan menerjang pipi dan bibirnya dengan sentuhan tanganku. Berdekatan dengannya...membuatku enggan melakukan apapun selain menikmati senyum dan kerling matanya. Entah sudah berapa banyak lelaki yang terkapar tak berdaya oleh pesona kegenitan dan kemanjaannya. Dan sudah berapa banyak lelaki dikantor ini yang rela melupakan istri di rumah demi untuk sekedar bersenang senang dengannya. Wanita seksi yang tak pernah mau melepas senyumnya dimanapun dia berada. Dan itu membuat kaum adam rela bertekuk lutut dihadapannya. Termasuk aku, yang sudah beberapa bulan semenjak diumumkan posisiku sebagai Manager General Affair, selalu ditempel oleh wanita seksi ini. Padahal ketika dulu aku masih berstatus driver, sedikitpun tak pernah dia melirikku. Tapi akhir-akhir ini, dia selalu memperhatikanku mulai dari sekedar membawakan gorengan di pagi hari atau hanya sebuah sapaan lewat pesan wa. Tapi apa yang dilakukannya sungguh bisa merubah segalanya dimataku.

"Har, inget anak istri di rumah. Jangan main api sama Emil, kamu tau kan trade record dia di kantor ini", singgung Abu Manager Kantin siang itu ketika aku mampir ke kantin sekedar ber say hello padanya.

Aku tersenyum menanggapi ucapannya. "Nah ini yg bikin gue penasaran, seberapa hot tuh body kok ampe bisa bikin banyak jago di sini yang terkapar".

"Jangan main gila lu, kalo udah masuk perangkap susah keluar lu nanti", peringat Abu kembali. Lagi lagi aku hanya cengengesan menanggapi ucapannya. Untuk kemudian berlalu dan menuju pantry karena tiba-tiba aku membutuhkan secangkir kopi pahit.

Sekarang aku disini. Di sebuah villa yang berada tak jauh dari bibir pantai. Deburan ombak nya sangat kencang terdengar dengan jelas, bahkan angin laut yang sedari tadi berhembus kencangpun seakan berlomba lomba memberi kabar pada daratan tentang garangnya lautan di malam hari. Aku menatap wanita di depanku dengan sangat mesra. Tubuh seksi nya hanya terbalut gaun tipis selutut yang jika dia duduk dikursi maka akan tampak hot pan yang dikenakannya. Sementara Bima, lelaki mungil itu sudah lelap dalam kamarnya selepas adzan isya' tadi mungkin karena dia kelelahan setelah seharian asyik bermain dipantai.

Tangan mulus Emil mengambil anggur yang ada dimeja. Lalu memasukkannya ke dalam mulutnya, mengunyahnya dengan sangat nikmat. Karena kuperhatikan gerakan-gerakan mulutnya begitu berirama, membuat jakun ku turun naik. Sekuat tenaga ku mencoba menahan hasratku untuk ******* bibir seksinya. Kuseruput kopi pahit yang ada di meja, demi meredam gejolak hasra* ku yang tiba-tiba membumbung tinggi.

"Pipi hanya mau ngliatin aku atau pengin main-main sama aku?" suara seksi nya menggodaku dengan kerlingan mata genit nya.

EPISODE 3

"Mimi sengaja godain aku?" sambil ku tanganku mencoba menyentuh b*ah d*d* yang sengaja dibusungkan itu. Lalu tanpa menunggu waktu lama aku mendekatinya, menggendongnya tubuh seksi nya masuk ke dalam kamar. Kubaringkan perempuan itu di kasur empuk vila. Dia terlihat pasrah dan dan sesekali mengusap dada bidangku, yang sontak membuat bulu halusku meremang tak terkendali. Apalagi ketika tiba-tiba tangan mulus nya sengaja mengusap payu*da*a nya yang tertutupi kaos tipis. Betul-betul menggoda untuk ku sentuh.

Perlahan kutindih tubuh itu, ku ***** lembut bibir basah nya yang seksi. Ada de***** tertahan, ku mainkan tanganku di dua gundukan yang menantang, sebelum akhirnya perempuan itu sendiri yang melepas kaos tipisnya yang disertai d*****-d****** menggoda. Aku seperti kalap, kuhisap dengan rakus gundukan kanannya, sementara tangan kiriku memilin milin gundukan satunya. Suara erotis dari bibir seksi itu terdengar begitu indah ditelingaku dan membuat hasratku semakin tak terkendali. Entah berapa lama permainan itu ku mainkan, hingga akhirnya aku merasakan tangannya membelai lembut rambutku disertai dengan suara-suara erotis ditelingaku. Aku sudah tak tahan lagi untuk segera beralih menyusuri lembah miliknya. Kutemukan hutan belantara disana, setelah kusisir dengan ujung lidahku, akhirnya aku menemukan muaranya. Kupermainkan muara itu dengan ujung lidahku, kulihat sekilas pemilik lembah itu mengerang halus karena sensasi yang luar biasa.

"Mimi suka?" tanyaku dengan senyum smirik. Pujaan hatiku mengangguk dengan mata terpejam. Merasa mendapat lampu disco, aku melanjutkan aksiku. Sang pemilik lembah makin menunjukkan reaksi yang luar biasa. Mulai dari menarik ujung telingaku, menghentakkan halus kakinya, membuka lebar kedua kakinya untuk memberiku akses labih ke dalam lagi. Tak dapat ku ingat berapa lama aksiku itu berlangsung, sampai akhirnya sang pemilik lembah menyerah.

"Ayo Pi, Mimi sudah gak tahan lagi" desis nya parau. Aku tersenyum, rupanya aku harus segera membawanya ke syurga dunia setelah sekian lama bermain di awan-awan.

"Faster Pi...", desis nya ketika aku melakukannya secara perlahan. Peluh telah membanjiri tubuhku dan tubuhnya, ketika melewati perjalanan panjang ke syurga dunia. Ketika aku merasa kelelahan dan hendak mengakhiri permainan, justru tiba-tiba Emily menghentakkan tubuh bagian bawahnya. Lalu berusaha memompa kakiku untuk kembali mengulangi malam panas kami. Begitulah malam kami di vila pesisir pantai. Ombak diluar menjadi saksi betapa liar nya sisi jantanku dan sisi menggoda nya Emily. Entah malam itu kami mengulang berapa kali adegan 21+ itu, aku tak bisa menghitungnya. Yang kuingat hanya, setiap kali aku merasa lelah perempuan itu akan mengambil kendali permainan. Dan membiarkan ku hanya diam menikmati setiap hentakan-hentakan lembutnya. Kadang Emily juga sengaja terlentang di atas bantal-bantal yang dijadikan penyangga. Bahkan dia juga sengaja menjuntaikan kedua kakinya ke bawah, dan membiarkan tubuh bagian atasnya diatas kasur. Entah gaya apa namanya aku sendiri tak faham, yang jelas Emily selalu membimbingku untuk mengikuti permainannya.

Dia betul-betul pemain yang hebat, pantas saja banyak teman kantorku yang sekali dapat service nya, susah move on.

"Pipi puas?" bisiknya lembut.

"Mimi nakal ya, bikin Pipi ga berkutik sama sekali", sambil kudaratkan ciuman dibibir nya.

"Tapi Pipi suka kan?" godanya lagi. "Masih mau main-main lagi?" bisiknya seraya tangan nya mengelus benda pusaka ku.

Aku melotot, sebenarnya seberapa besar perempuan itu memiliki sisi liar nya? Aku yang lelaki aja sudah menyerah kelelahan, malah dia sengaja menggodaku

"Mimi ga capek?"

"Untuk urusan ini, Mimi ga pernah merasa capek", desis nya.

"Sudah pagi Mi, nanti kalo Bima bangun gimana. Liat kita berdua tanpa baju sama sekali", tolakku halus.

Kali ini aku mengutuk Budi suami Emily, kenapa bisa membiarkan perempuan se hot Emily berpindah dari pelukan lelaki lain. Harusnya Budi bersyukur punya istri yang sangat hot diatas ranjang, tidak seperti istriku yang hanya pasrah dan tak ada sisi liar nya itu.

"Pipi da ga kuat ya? Lain kali kalo mau ajakin Mimi, Pipi kudu minum jamu Kuat 2 gelas. Biar ga loyo kayak begini", sindir nya halus yang dibarengi senyum.

lalu tanpa kuduga, tiba-tiba dia menarik selimut yang menutupi tubuh kami. lalu membuang selimut itu ke bawah. Dan perempuan seksi itu telah ada diatas tubuhku dengan posisi membelakangiku. Memainkan pusakaku dengan mulut nya. Aku menjerit tertahan, padahal seluruh badanku sudah terasa remuk karena aktifitas diranjang yang lebih dari 3 kali. Tapi meski terasa lelah ternyata pusaka ku tetap saja menegang mencari sarang yang bisa dimasuki. Aku hanya pasrah menuruti kemauan pujaan hatiku. Peluh sudah membanjiri seluruh tubuhku, tapi Emily seolah makin liar melihatku yang telah terkulai lemah.

Tak seincipun tubuhku luput dari gigitan-gigitan kecil bibirnya. Meski aku sudah lemas dan pasrah namun tak mengurungkan niat Emily untuk melumatku habis-habisan. Entah permainan itu sudah yang ke berapa kali sebelum akhirnya dia ambruk di sampingku. Memelukku erat diantara deru nafasnya yang ngos-ngos an.

"Aku bener-bener puas Pi. Aku lebih suka kita melakukannya di villa daripada harus di hotel. Di sini ada sensasi tersendiri saat pemanasan kita, terlebih saat penyatuan. Seolah aku gak mau ngelepasin punya Pipi barang sebentar pun". Aku hanya tersenyum mendengar celotehnya. Yang ku rasakan hanya lelah dan ingin memejamkan mata, seolah tak ada tenaga untukku meski sekedar bicara. Emily...entah perempuan satu ini memang benar-benar tak terkalahkan diatas ranjang. Kulihat Emily memejamkan matanya, barangkali dia juga sudah kelelahan seperti ku. Sekejap kemudian, kudengar nafas yg teratur keluar dari hidungnya. Disusul dengkuran halus yang memenuhi telingaku. Aku mencoba menarik ujung sprei untuk menutupi tubuh kami, karena selimut tebal villa ini sempat dibuang Emily ke bawah. sementara untuk turun dari tempat tidur dan mengambil bed cover, rasanya aku sudah tak mampu.

Kupejamkan mataku perlahan, menyambut mimpi indah ku bersama Emily. Sejurus kemudian akupun terlelap dalam alunan deburan ombak yang sayup-sayup ku dengar.

Alunan tembang lawas penyanyi favoritku memporak porandakan tidur nyenyakku. Aku menggeliat, memicingkan mataku mencari sumber suara itu. Ponsel pintarku diatas nakas bergetar.

"Biarkan seperti ini Pi", rengek Emily memeluk tubuhku yang polos. "Abaikan ponsel Pipi, hari ini week end jadi tidak mungķin itu panggilan dari kantor", desis nya masih dengan mata terpejam.

Aku menyibak anak rambut Emily yang menutupi sebagian wajahnya. Disana kutemukan bibir merah yang begitu ranum dan sayang jika tidak disentuh. Dia pun masih sama seperti ku, polos tanpa sehelai benangpun.

"Sepertinya sudah siang Mi", aku menelan ludah mencoba menetral lu gejolak yang tiba-tiba terasa memanas.

"Biarin...aku masih ingin seperti ini", lalu tangan Emily mulai melakukan gerakan-gerakan abstrak di perut sixpack ku.

Tentu saja itu membuatku blingsatan tak karuan

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!