NovelToon NovelToon

PSIKOPAT CANTIK | Setan Kembar

RANTY DAN SINDY

Sinta harus menerima kenyataan bila hidupnya harus banyak mendapat tekanan . Di sekolah Sinta hanya bisa diam saat kedua teman sekelasnya membuly dirinya , Ranti dan Sindy terus mengganggu apapun yang Sinta lakukan . Sepertinya mereka tak tenang jika Sinta bahagia , tapi ia beruntung masih punya kakak perempuan yang setia mendengarkan semua ceritanya .

"Kak ! , Aku mau cerita." Sinta memanggil kakaknya yang baru saja pulang kerja , meski lelah tetapi Devi mau menyempatkan diri untuk mendengarkan cerita adiknya .

"Iya, tapi bentar kakak ganti baju dulu ." Devi melanjutkan langkahnya menuju kamarnya . Sinta menunggu kakaknya duduk di kursi ruang tamu . Tak lama Devi keluar dari kamarnya . "Sin, kamu mau cerita apa kok nunggu kakak pulang Sampai malam gini ?" Devi memeluk tubuh adiknya .

"Aku tau kakak pasti capek , tapi aku harus cerita."

"Nggak papa, kakak pasti dengerin cerita kamu kok." Devi mengecup kening Sinta dan mengelus rambutnya yang terurai . "Kak, ayo cepetan kita pindah ke rumah nenek , aku udah gak kuat, kak." Keluh Sinta sambil meneteskan air mata .

"Iya nanti kakak bicara sama nenek , tapi sekarang kamu ceritakan dulu apa yang membuat adik ku tersayang ini menangis ." Devi terus memeluk hangat adik satu-satunya itu . "Tadi Ranti sama Sindy itu nyembunyiin buku PR matematika aku, jadi aku gak bisa ngumpulin PR-nya ."

Devi melepas pelukannya dan berganti memegang kedua tangan Sinta "Terus gimana PR kamu ?" Sinta mengambil sepucuk surat di meja dan memberikannya pada Devi . "Ini titipan dari guru matematika aku , kak ."

"Ini surat apa ?" tanya Devi dengan membuka tekukan kertas itu . "Surat panggilan orang tua."

Devi berulang kali membaca surat panggilan itu , tapi tetap saja tak berubah isinya . "Mungkin kakak nggak bisa Dateng ke sekolah kamu besok." Sinta menggelengkan kepalanya "Nggak kak , besok harus kakak sendiri yang ke sekolah ."

"Tadi guru matematika aku juga titip pesan agar kakak langsung yang ke sekolah bukan paman Ardi lagi." Sinta mengucapkan Kalimatnya dengan berat . "Baiklah, besok kakak usahakan dateng ke sekolah kamu ."

"Ini udah malam ayo cepetan tidur besok kan harus sekolah." ujar Devi tapi Sinta malah menaruh kepalanya di pangkuan Devi "Aku mau tidur di pangkuan kakak aja , sekalian kakak nyanyi ya," pinta Sinta.

Devi juga tak tega menolak permintaan adik kesayangannya itu "Iya kakak nyanyiin tapi kamu harus tidur ya !" lanjut Devi bernyanyi menyenandungkan lagu kesukaan adiknya . Devi terus melanjutkan lagunya meski Sinta telah tertidur dipangkunya , Devi memang sangat menyayangi adiknya itu .

Sejak ayahnya meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan di tengah perjalanan saat akan menghadiri pernikahan adiknya. Devi harus menanggung resiko menjadi tulang punggung keluarga karena ibunya juga lumpuh setelah kecelakaan itu .

Setelah Sinta tertidur pulas ia pergi ke kamarnya untuk mengambil selimut dan kembali tidur bersama adiknya di kursi ruang tamu , semalaman penuh keduanya tidur disana .

Sebelum adiknya terbangun Devi telah beranjak ke dapur memasakan sarapan untuk adik dan ibunya yang kini lumpuh . Mereka hidup dari jerih payah Devi yang bekerja di industri kue rumahan . Ia masih cukup beruntung karena sekolah adiknya itu sudah ditanggung orang yang menabrak ayahnya .

Sinta terbangun dan segera menyiapkan kebutuhan sekolahnya nanti , sambil melihat jadwal pelajaran yang terpasang di dinding kamarnya ia memasukkan beberapa buku . Hari ini adalah hari yang paling Sinta takuti karena di hari ini ada pelajaran olahraga .

Memang untuk sebagian besar siswa pelajaran olahraga sangat menyenangkan tapi tidak bagi Sinta . Ia pasti dibully saat jam olahraga karena tanda lahir yang berada di pergelangan tangan kirinya itu . Tanda lahir itu biasanya ia sembunyikan dengan jam tangan dan saat jam olahraga ia harus melepasnya .

Setelah menyiapkan keperluannya Sinta lanjut mandi dan juga membersihkan ibunya . Biasanya Sinta sarapan sambil menyuapi ibunya tapi kali ini kakaknya yang menyuapi ibunya . "Langsung sarapan aja dek , ibu biar kakak yang suapin ." Ucap Devi melihat adiknya mendekati meja makan .

"Kakak bukannya kerja pagi ?" Tanya Sinta .

"Kamu lupa ya ?, kan hari ini kakak harus ke sekolah kamu dulu , jadi kakak ijin masuk agak siang ."

"Terima kasih kak , udah mau bantu aku,...aku sayang banget sama kakak ." Sinta merangkul kakaknya yang tingginya tak jauh berbeda .

Karena tidak menyuapi ibunya, hari ini Sinta bisa berangkat lebih pagi dari biasanya . Tak mau hal kemarin terulang lagi Sinta tak langsung masuk ke kelasnya tapi ia pergi ke lorong berisi barisan loker siswa .

Dia mengeluarkan sebagian isi tasnya dan lanjut masuk kelasnya seperti biasa . Baru sampai di dekat mejanya suara sumbangan telah keluar dari mulut mereka . "wihh, tumben nih masuk pagi." sindir sindy dari depan pintu .

Tak ketinggalan Ranti mendekat dan membisikkan sebuah kalimat yang membuat Sinta marah "Udah gak ada yang disuapin ya." Tanpa melihat ke arah Ranti , Sinta mengayunkan sikunya tepat di dada Ranti .

Seketika itu Ranti jatuh tersungkur sambil memegangi dadanya yang dihantam siku Sinta . "Apa-apaan sih Lo Sin , kalo kenapa-napa gimana ?, lo mau tanggung jawab ?" bentak sindy dari jauh sambil menghampiri sahabatnya itu .

Sinta tak memperdulikan keduanya ia tetap berjalan menuju mejanya . Ranti yang masih merintih kesakitan dibawa beberapa orang temannya ke UKS .

Masalah tak berhenti disitu , Clara yang ikut mengantarkan Ranti ke UKS kembali dan mendekat ke arah Sinta . "Dipanggil Bu Prih suruh ke UKS sekarang !" ucap Clara pelan agar yang lain tak mendengar. "Aku ?, sekarang ?" Sinta tampak gugup . "Iya buruan ."

Sinta terus memaksa otaknya berfikir keras untuk menemukan alasan agar tidak dihukum . Beberapa langkah sebelum sampai di UKS suara sumbang Sindy telah bergema di ruangan itu .

"Tadi itu aku lihat sendiri Bu , Sinta sengaja menyikut ranti yang berjalan di belakangnya ." sindy telah merubah faktanya . Entah mengapa sejak awal masuk sekolah itu Sindy dan Ranty sudah membencinya .

Tok...tok..tok...

Sinta mengetuk pintu itu pelan dan berirama . Tanpa mengucap sepatah kata pun Bu Prih berdiri dengan wajah merah padam tampak sekali masuk dalam kebohongan Sindy .

"Duduk !, benar kamu menyikut Ranti ?" tanya Bu Prih yang berdiri di belakang Sinta .

"Enggak Bu." jawab Sinta lirih . Belum puas dengan Jawaban Sinta Bu Prih memukul meja di depannya dengan keras .

"Kalo ditanya itu jawab jangan nunduk aja !"

"Enggak Bu." kembali Sinta mengulanginya agak keras . "Apa ?, Ibu masih belum dengar !" Bu Prih mendekatkan telinganya disamping wajah Sinta . "Udah Bu gak usah ditanya lagi , kan udah jelas dia pelakunya langsung hukum aj ." Sindy ikut membakar emosi Bu Prih .

"Kamu itu maunya apa ?, suruh buat PR gak mau ,akur sama teman aja gak bisa ."

"Ibu udah capek tiap hari kamu terus yang buat kesalahan , sampai malu Ibu tiap hari selalu ada laporan kamu buat kesalahan ." Bu Prih yang juga wali kelasnya itu mengeluarkan semua emosinya pada Sinta .

HUKUMAN

Setelah puas mengeluarkan semua emosinya Bu Prih akhirnya memberikan hukuman yang berat pada Sinta . Sinta di skors selama dua minggu, padahal tiga bulan lagi ia harus ikut ujian kelulusan . Bu Prih sudah berada di puncak kemarahannya hingga memberikan hukuman itu pada Sinta .

Tapi ia masih di izinkan untuk tetap melangkah sekolah hari ini . Sinta tak bisa berbuat apa-apa selain tertunduk dan menangis . "Cengeng banget, udah salah dihukum nangis lagi ." Sela Sindy ditengah pembicaraan mereka .

"Awas kalo kakak kamu nanti nggak Dateng !" Ancam Bu Prih . Dengan tersedu-sedu Sinta hanya bisa mengangguk . "Kamu selesain dulu nangisnya baru masuk kelas ." Ujar Bu Prih sambil meninggalkan ruangan sempit itu .

"Syukurin , siapa suruh berani sama kita orang miskin aja sekolah disini ." Ucap Sindy tepat di depan muka Sinta . Saat Sinta hendak keluar dari ruangan itu tangan Sindy telah mendorong kepala Sinta ke dinding .

"Aduh ," Sinta merintih sembari memegangi kepalanya . "Itu buat kamu , biar tau apa yang Ranty rasakan saat ini ," timpal Sindy setelah itu .

Meski sedikit pusing Sinta melanjutkan langkahnya menuju toilet , tapi alangkah kagetnya Sinta saat mendapati darah keluar dari kepalanya . "Keluar darah ," belum sampai Sinta menyelesaikan ucapannya ia telah jatuh tersungkur dilantai toilet .

Karena saat itu tepat saat jam masuk kelas , keadaan sangat sepi tidak ada satu siswi pun disana . Hingga lebih dari satu jam , akhirnya dua orang siswi yang menemukannya tergeletak di lantai toilet .

"Aku tunggu disini aja ya ," ucap salah satu siswi yang menunggu diluar . Lainnya masuk tanpa rasa curiga , tiba-tiba menemukan Sinta tergeletak di sana . Tanpa aba-aba dia berteriak keras mengundang temannya ikut masuk .

"Ada apa teriak-teriak ?" tanya dia sambil tergesa-gesa . Sambil menutup mulutnya ia menunjuk ke arah cermin yang terpampang di dinding . "Ada apa ?, maksud kamu apa nunjuk cermin ?" tanya satunya .

Dia tak berbicara sepatah katapun sambil menurunkan tangannya sampai tepat menunjuk ke arah ke tubuh Sinta . Meski juga kaget ia segera berlari keluar dan mencari bantuan .

Sementara itu , Devi telah sampai di sekolah. menghadiri surat panggilan orang tua itu . "Jadi bagaimana solusinya Bu ?" Devi berharap hukuman yang diberikan pada adiknya dapat di kurangi .

"Ini memang keputusan yang sulit , tapi harus kami lakukan karena ulah adik Anda bisa membahayakan orang lain ," Bu Prih menunjukkan alasannya memberikan hukuman itu .

"Apa tidak ada cara lain agar adik saya tetap bisa mengikuti pelajaran Bu , tiga bulan lagi ujian kelulusan ," Devi masih memperjuangkan nasib adiknya . "Begini saja , Saya akan menghubungi orang tua Ranti untuk ikut berunding bersama ." Bu Prih berdiri mengambil berkas berisi nomor telepon orang tua siswanya .

"Bagaimana Bu , orang tua Ranti bisa ikut berunding ? ," tanya Devi was-was karena ia tahu sebagai besar orang tua siswa disini adalah pengusaha yang pastinya sangat sibuk .

Ayahnya lah yang memasukkan Sinta ke sekolah elit ini , dulu ayahnya juga pengusaha tapi sejak kecelakaan itu harta mereka habis untuk menyelamatkan nyawa ibu dan ayahnya . Devi juga harus rela gagal meraih gelar sarjana meski sudah di depan mata karena harus menjadi tulang punggung keluarga.

Sejak Ayahnya meninggal suara sumbang teman-teman Sinta menggema di sekitar mereka . Jika bukan karena dibiayai orang yang menabrak kedua orang tuanya. Sinta pasti sudah pindah ke rumah neneknya , karena tak kuat membayar uang bulanan sekolah itu yang amat mahal .

Beruntung ibu Ranti sedang berada di Indonesia dan tidak sedang sibuk sehingga bisa datang kesana .

"Ada apa Bu , kok saya harus kesini ." tanya ibu Ranti yang belum mengetahui keadaan anaknya . "Mari ikut saya ," Bu Prih mengajak kedua tamunya itu ke ruang UKS .

"Kenapa kamu nak ?, kenapa nggak langsung telpon mama aja ," ibu Ranti terlihat cemas melihat anaknya terbaring di ranjang UKS . Tanpa banyak bicara Ranti menunjukan bekas luka memar di dadanya .

"Kamu jatuh ?, atau ada yang berani nyakitin kamu ?" ucap ibu Ranti sambil membelai rambut anaknya . Dengan suara yang lirih Ranti menyebut nama Sinta .

Sontak ibu Ranti marah dan mencari Sinta .

"Siapa Sinta ?, berani sekali menyakiti anak kesayangan ku ini ," suara ibu Ranti bergema keras di ruangan itu .

"Tenang dulu Bu , mari ke ruangan saya ." Ajak Bu Prih . Sampai di ruang Bu Prih, emosi ibu Ranti kembali meledak-ledak . "Siapa Sinta berani sekali menyakiti anak ku ."

"Adik saya Bu ," jawab Devi lirih namun bisa membuatnya diam . "Adik kamu bilangin ya jangan berani-berani berurusan dengan anak saya ," dia berbicara lantang di depan muka Devi , tapi Devi hanya diam mendengarkan semua omelan ibu Ranti .

"Sabar dulu Bu, silahkan duduk kembali ." Bu Prih mencoba menenangkan tamunya itu . Untungnya ia bisa menahan emosinya sebentar , "Udah gak bisa sabar kalo urusan anak Bu ," ibu Ranti mengeluarkan ponsel dari tasnya "Hallo ,sekarang ke sekolah Ranti ." Ternyata ibu Ranti menelepon sopirnya yang biasa mengantar jemput Ranti .

"Jadi saya mengundang ibu kesini untuk membahas tentang Sinta ," belum selesai Bu Prih berbicara telah disela ibu Ranti "Harus ganti rugi , berani-beraninya menyakiti anak saya satu-satunya ."

Emosi ibu Ranti kembali naik saat mendengar nama Sinta . "Gimanapun juga dia harus mengganti biaya pengobatan anak saya ." Tanpa menunggu di diberi waktu untuk bicara Devi telah menyambut ucapan ibu Ranti "Baik , saya bersedia membayar ganti rugi pengobatan anak ibu ."

"Oke , ini sopir saya sedang menuju sini untuk mengantarkan Ranti ke rumah sakit ." Ibu Ranti menyetujui ucapan Devi . "Karena sudah ada kesepakatan dengan orang tua Ranti maka saya berani mengurangi hukuman Sinta ."

Dengan wajah agak lega Devi menyahuti ucapan Bu Prih , "Terima kasih Bu , setidaknya Sinta tidak ketinggalan pelajaran apalagi tiga bulan lagi ujian ." Ibu Ranti berdiri dari kursinya , "Sopir saya udah Sampai , saya mau bawa anak saya ke rumah sakit."

Tepat saat ibu Ranti baru saja meninggalkan ruangan Bu Prih , seorang siswa masuk dengan wajah cemas .

"Maaf Bu , itu...jatuh di toilet ," siswa itu tampak gugup hingga bicaranya saja tak jelas . "Pelan-pelan, siapa yang jatuh di toilet ?" jawab Bu Prih . "Sinta, kepalanya berdarah ." Kalimat siswa itu membuat Devi yang sudah mulai lega kembali ketakutan apalagi mendengar jika kepala adiknya sampai berdarah .

Devi dan Bu Prih mengikuti langkah siswa itu sampai ke toilet wanita , disana sudah ada beberapa anak yang berkerumun . "Itu Bu Sinta ,Dita sama Ririn Bu yang nemuin tadi ." Jelas siswa itu pada Bu Prih .

"Mana mereka , ibu mau bicara dengan mereka." Bu Prih pergi mencari keduanya . Sedangkan Sinta telah dibawa ke UKS untuk melihat sementara apakah luka di kepala Sinta .

Beberapa saat diperiksa petugas UKS Sinta akhirnya dibawa ke rumah sakit karena luka di kepalanya mengeluarkan banyak darah .

UNTUK SINTA AMANDA

Devi yang amat cemas dengan keadaan adiknya lupa mengabari bosnya jika dia tidak bisa bekerja hari ini . Ditengah kacau pikirannya tiba-tiba ponselnya berdering

"Hallo Bu...maaf saya hari ini nggak bisa masuk adik saya masuk rumah sakit ."

"Kamu itu banyak ya alasannya , tadi pagi bilang di undangan ke sekolah adik mu sekarang bilang di rumah sakit ," Bos tempatnya bekerja nampak marah karena sikap Devi yang plin plan . "Maaf Bu tapi saya benar-benar di rumah sakit sekarang." Devi mencoba menjelaskan tapi sudah dipotong bosnya . "Oke saya percaya , tapi kamu besok ga usah bekerja disini lagi." Bosnya menutup telponnya sesat setelah itu tanpa menunggu sepatah kata pun dari Devi .

Lama sekali Sinta belum juga tersadar , Devi yang kepalang panik dan bingung hanya bisa menangis di samping adiknya . Ada delapan jahitan di kepala Sinta , memang dokter mengatakan lukanya tidak ada yang serius tapi insting seorang kakak mengatakan itu bukan hal normal .

Sedangkan Sinta sendiri saat ini berada di tempat berbeda dengan tubuhnya , disana ia bertemu ayahnya tetapi dalam keadaan saat ia meninggal . Remuk tak bisa didefinisikan lagi . Ayahnya tak mengucap sepatah katapun tapi Sinta berani mendekat , disamping ayahnya ia melihat kotak kado bertuliskan UNTUK SINTA AMANDA . Kotak itu berisi sepatu , Ia membawa kotak itu lalu pergi .

Di bawah tetesan air mata Devi tangan adiknya mulai bergerak mencari sesuatu . "Sin, kamu bangun ?" Devi memeluk tubuh adiknya yang masih lemah itu . "Buka matamu Sin , ini kakak ," Devi terus mengguncangkan tubuh adiknya . Tapi tangan adiknya kembali diam .

Devi memanggil perawat untuk melihat keadaan adiknya , tapi perawat hanya mengatakan jika adiknya baik-baik saja . Mungkin dua atau tiga jam lagi sadar karena masih dibawah efek bius . Saat ini Devi di ujung tanduk , adiknya sekarang harus dirawat , sedangkan ibunya lumpuh , dan pekerjaan pun sudah dipecat . Apalagi yang bisa ia lakukan ? .

Setelah lebih dari dua jam koma Sinta kini tersadar sepenuhnya . Ia melihat kakaknya meneteskan air mata , dalam batinnya ia berkata "Pasti kakak menangis karena 'ku menemani aku terbaring di sini ." Karena terlalu dalam menghayati kesedihannya Devi baru tersadar adiknya telah siuman .

"Aku yakin kakak pasti bisa ," Itu kata yang bisa diucapkan Sinta . "Alhamdulillah dek , kamu udah siuman ." Devi sibuk mencari tisu di tasnya untuk menyembunyikan tangisnya .

"Badan kamu udah mendingan ?" tanya Devi , Sinta hanya bisa menganggukan kepalanya . "Kakak nggak kerja ?" Devi menggelengkan kepala "Enggak , kan nungguin kamu disini." Ia juga masih bisa menyiratkan senyum meski tak senada dengan hatinya .

"Coba ceritakan Kenapa kepala kamu bisa terluka seperti itu ?" Sinta menarik nafas panjang "Dihantamkan Sindy ke tembok."

Sinta menceritakan semua hal yang ia ingat sebelum jatuh pingsan . Meski dalam hatinya marah Devi hanya bisa menyebar senyum agar hati adiknya bahagia . Ia tak mungkin menuntut apapun pada sindy .

Saat mentari sudah tegak di atas kepala , Devi harus pulang menyuapi ibunya . Karena biasanya adiknya yang melakukan itu semua sedang terbaring di rumah sakit .

Sementara Sinta sekarang ditemani Anni sahabat karib Sinta . Anni tak hanya hendak menjenguk Sinta tapi juga membawakan pelajaran yang ditinggal sahabatnya . Kebaikan Anni berhasil mengembalikan senyum manis Sinta .

Penuh keikhlasan dan ketulusan Anni membimbing Sinta agar tak tertinggal satu materi pun . Bahkan setiap pulang sekolah ia langsung menuju rumah sakit untuk menggantikan Devi sekaligus membantu Sinta mengejar pelajaran yang tertinggal .

Hari demi hari dilewati Sinta tapi ia masih ragu untuk menanyakan tentang kotak sepatu itu . Tapi Devi merasa ada sesuatu yang ingin di sampaikan adiknya hingga ialah yang menanyakan itu .

"Apa yang kamu pikirin , Dek ?" Ucap Devi memecah lamun adiknya . "Enggak kak , cuma ," Belum selesai ucapan Sinta sudah dipotong kakaknya "Jangan bohong , kakak tau ada yang mengganjal di hati mu ." Paksa Devi .

"Emm,...tanggal berapa ayah meninggal ?" Tanya Sinta pada kakaknya . "Kenapa kamu tiba-tiba tanya meninggalnya ayah ?" Sinta sekarang mengahadap tepat di depan kakaknya "Saat aku koma kemarin aku seperti mimpi bertemu ayah dan disampingnya aku menemukan kotak sepatu bertuliskan nama ku ." Sinta menjelaskan maksudnya .

"Ayah bilang apa sama kamu ?"

"Ayah cuma diam , aku yang mendekat ," jawab Sinta polos .

"Seingat kakak, ayah itu meninggalnya tanggal 29 Januari." Sinta menajamkan matanya "Apa ayah mau memberikan aku sepatu itu ya kak , kan ulang tahun ku tanggal 30 Januari ?"

"Mungkin,...tapi kakak juga nggak tau ." Devi mencoba mengalihkan pikiran adiknya "Kamu udah makan ?" Tapi usahanya gagal Sinta tetap melanjutkan ucapannya .

"Tapi dimana kotak itu kalo benar untuk ku ," Gumam Sinta lirih . "Mungkin terbakar bersama mobil ayah." Devi menjawabnya sambil berjalan pergi .

"Ih kakak,..diajak bicara malah pergi ."

"Nanti aku tanyakan ibu aja , Ibu pasti tau ." Ucap Sinta pelan . Tapi Devi kembali karena mendengar kalimat adiknya "Dek ,jangan !!, Ibu selalu menangis kalo ditanya soal kecelakaan itu ," Akhirnya Sinta membatalkan keinginannya .

"Kak aku mau tanya boleh ?" Sinta mendekat pada kakaknya . "Tanya apa ?"

"Kakak dipanggil Bu Prih kemarin itu bahas apa sih ?" Devi mengelus kepala adiknya "Dek, di Sekolah kalo ada yang bully jangan di tanggapi ya ."

"Kemarin kamu di skors karena mau balas Bullyan mereka kan ?" Ganti Devi bertanya . Devi tak memberitahu jika ia juga harus menanggung biaya pengobatan Ranti , ia masih takut adiknya merasa bersalah .

Sinta menghela nafas "Iya , kakak ku yang cantik ," balas Sinta centil . "Tuh kan mulai centilnya ." Akhirnya mereka saling berbalas candaan .

Satu minggu berlalu Sinta kini kembali ke sekolah , dengan hati yang masih cemas ia melangkahkan kakinya menatap lorong sekolah yang berisik itu . Tak terlihat dua anak yang sering membullynya itu di depan kelas , tempat biasa keduanya menanti Sinta .

"Aduh , sakit !" Tiba-tiba Ranti dan Sindy menjambak rambut Sinta dari belakang . "Udah sembuh lo ?" ucap Sindy tanpa melepaskan tangannya . "Udah, lepasin rambutku ." Balas Sinta dengan berusaha melepas tangan sindy dari rambutnya .

"Ini buat kakak kamu ," Ranti melempar secarik kertas tepat di muka Sinta . Meski terpancing emosi Sinta ingat pesan kakaknya "Dek, di sekolah kalo ada yang bully jangan di tanggapi ."

Sinta memungut kertas itu dari lantai , lanjut membacanya sambil meneruskan langkahnya . " Dari rumah sakit ?" Gumam Sinta saat membuka kop surat . "Ini kan ceklist pemeriksaan Ranti kenapa di kasih aku ?" Tanya Sinta pada dirinya sendiri setelah membaca isinya .

Tapi saat ini Sinta tak mau ambil pusing tentang itu , ia lebih memikirkan ketertinggalan pelajarannya . Sinta membuka lokernya dan meletakkan sebagian bukunya yang tak ia perlukan sebelum jam istirahat ini. Karena disitulah tempat paling aman agar bukunya tak disembunyikan Ranti dan sindy lagi . Ia akan menukar buku itu saat jam istirahat dan mengambil semuanya saat pulang sekolah . ,✓

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!