Hari ini aku sengaja pulang ke rumah lebih cepat dari biasanya.
betapa terkejutnya aku saat aku memasuki rumah, samar-samar aku mendengar ******* dari kamar paling belakang, masak sih adikku mengigau sampai segitunya,
aku penasaran dan buru-buru menuju sumber suara, aku buka pintu kamar adikku yang tak terkunci.
"Astaghfirullah, apa yang kamu lakukan mas? bajingan, apa kamu tidak punya otak, hah? Bisa-bisa nya kamu indehoi di rumahku, bersama dia mas?" aku menunjuk adikku sendiri.
"segitu gatalnya dirimu adikku, cepat pakai baju kalian, aku tunggu di ruang keluarga, cepattt kataku." sambil berteriak aku memerintahkan mereka untuk memakai baju.
"Ya Alloh ya Robbi," ujian apakah ini, batinku.
"Kuatkan aku ya Alloh, masih banyak yang membutuhkan bahu ku untuk bersandar." Tak berapa lama mereka datang berdua ke hadapanku.
"Duduk" kataku pada mereka.
"boleh aku bertanya kepada kalian?" tanyaku lagi
"Iya dek," jawab suami ku.
"Iya mbak," jawab adikku.
"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan? jawab Mas," kataku tegas.
"Apa perlu aku jawab dek? jika aku jawab, aku takut semakin melukaimu."
"Baik, apa alasan kalian menghianatiku?" tanyaku lagi.
"Aku tak bisa menjawabnya dek."
"Baiklah, kamu pilih diam kan Mas? ku harap kamu pun diam saat aku bertanya ke adikku, jangan keluar sepatah kata pun saat aku menanyainya, bisa mas?" hanya helaan nafas yang ku dengar dari suami ku itu.
"Dek," kataku,
"boleh Mbak Yani tau, sejak kapan kalian menghianati mbak? dan apa alasan adek menghianati mbak? segitu tidak berharganya kah hubungan kita dek hingga kamu tega sama mbak? jawab dek, Mbak Yani mau dengar dari mulut adek sendiri." kataku bertanya kepada adikku tersebut.
"Baik akan aku jawab, persiapkan hati Mbak Yani untuk mendengar ucapan adek, jangan sampai Mbak Yani jantungan terus mati, aku nggak sudi merawat Nabila anak Mbak Yani yang manja itu," jawab umi atas pertanyaanku.
"Ummi, teriak suamiku ke adikku.
"Diam mas, biarkan adikku mengeluarkan isi hatinya, sudah ku katakan kan Mas? saat aku bertanya ke adikku aku mau kamu diam Mas ,, faham?" tekanku ke Mas Cahyo suamiku.
"Udah lah Mas, nggak usah kita tutupi lagi, toh Mbak Yani sudah mengetahuinya jadi kita tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi,
aku capek mas selalu jadi yang ke dua. Bntah adikku atas perkataan suamiku.
Dengar ya kakakku tersayang, kami menjalin hubungan jauh sebelum Mbak Yani menikah dengan Mas Cahyo, Mbak yang sudah merebut Mas Cahyo dariku. kenapa harus Mas Cahyo sih Mbak yang Mbak pilih untuk jadi suami? kenapa Mbak?
sudah habiskan stok laki-laki di dunia ini, hingga Mbak Yani memilih kekasihku.
Bagaikan di sambar petir, pernyataan adikku begitu menusukku.
sebegitu jauhnya mereka menyakitiku, ternyata Mas Cahyo adalah kekasih adikku. kenapa aku tidak mengetahuinya?
"Tuhan, sungguh sangat berat rasanya." keluhku dalam hati
"Terus mau kamu apa dek? kamu mau Mas Cahyo menjadi suami kamu? baiklah akan aku lepaskan untuk mu" aku berkata penuh kepasrahan kepada adikku itu.
Umi tertawa terbahak-bahakdl dengan mengejekku.
"Naif sekali kamu mbak, kamu kira aku akan mengambil Mas Cahyo sekarang? dan membuat aku memiliki cap pelakor? Tidak kakakku yang cantik, aku tak sebodoh itu!/
Aku akan terus menyiksamu dengan hubunganku bersama Mas Cahyo, aku akan selalu menghantuimu dengan status tak jelasmu. Istri bukan janda juga bukan. kamu akan terus tersiksa dan akhirnya depresi. saat itu lah aku akan hadir seolah menjadi pahlawan dalam rumah tanggamu, faham sayang?"
Sejak hari itu, hubunganku semakin
hambar dengan suamiku
aku pun memutuskan untuk memulangkan adikku ke Bunda dan ayah di kampung, maafkan Yani Bunda, Yani tidak bisa memberikan tempat untuk Umi lagi, Mas Cahyo sedang tidak bekerja
dan hasil dari Yani berjualan belum terlalu banyak untuk mencukupi kebutuhan kami, maaf ya Bunda, kataku lewat telefon.
Aku putuskan untuk tetap bertahan di pernikahan yang menyakitkan ku ini, semua ku lakukan demi Putri ku Nabila, biarlah aku hancur asal putriku masih merasakan kasih sayang ayahnya, aku tersiksa dengan hubungan Mas Cahyo dengan Umi, aku tak bisa melupakan kejadian dimana aku memergoki mereka yang sedang bercumbu di rumahku, tapi aku harus tetap waras, ada Nabila yang masih sangat membutuhkanku. Aku tidak boleh egois, aku harus kuat.
Dua bulan telah berlalu, aku tak pernah mendengar kabar tentang adikku, aku berfikir, mungkin lebih baik begini. aku mencoba ikhlas dengan penghianatan mereka
aku mencoba memaafkan suamiku, walau masih belum bisa aku melupakannya.
Entah mengapa tiba-tiba perasaanku tidak enak hari ini, "ada apa ya?" kataku.
"Assalamu'alaikum, Yani
kamu di rumah nak?" seru suara dari luar.
Apa aku mimpi ya? kok aku seperti mendengar suara Bunda .
"Wa'alaikumsalam, iya sebentar"
buru-buru aku memakai pasmina instan, lalu keluar membukakan pintu.
"Loh bunda? kok tiba-tiba? ada apa bunda?" Langsung aku mencium tangannya kemudian memeluknya,
"Adek ikut juga Bun?" tanyaku.
"Iya Yan, Umi ikut, ada hal mendesak yang mau Bunda bicarakan tentang Umi, Bunda boleh masuk nak?" tanya Bunda kembali.
"kok firasatku aneh ya? semoga tidak ada apa-apa," batinku.
"Boleh bunda, masuk-masuk, maaf Yani malah lupa nggak ngajakin Bunda masuk. Ayo dek turun, masuk dulu sini." Meskipun aku sakit dengan penghianatan adikku itu, tapi aku tetap berusaha ramah dengannya, agar Bunda tidak mengetahuinya, ada perasaan Bunda yang harus aku jaga disini.
"kok ayah nggak ikut bunda? kenapa?" tanyaku heran kepada Bunda.
"Duduk dulu nduk, biar kita enak ngobrolnya," kata Bunda.
"Yani buatkan minum dulu ya Bun, Bunda mau jus? biar Yani buatkan." Belum juga Bunda menjawab pertanyaanku, Umi terlebih dulu menyambar.
"Aku juga mau Mbak, jus alpukat ya? biar kandunganku kuat," kata umi sambil cengengesan.
"Maksudnya? kandungan? kamu hamil?" tanyaku tak percaya."
"Iya aku hamil, kenapa? kaget? ini anaknya Mas Cahyo, asal mbak tahu itu." Aku lemas mendengarnya.
"Ada apa ini Bunda? tolong jelaskan." tanyaku lirih.
"Yani, maafkan adikmu, Bunda telah salah mendidiknya," jawab Bunda lesu.
"Apakah Ayah mengetahuinya Bunda?
apa yang ayah katakan setelah tau semuanya?" tanyaku mencari jawaban.
"Ayah belum tahu nduk, Bunda takut mengatakan nya. Bagaimana ini nduk, ini semua ulah suamimu yang telah merayu adikmu," Cerita Bunda menyalahkan Mas Cahyo.
"Benarkah bunda? Begitukah pengakuan adek ke Bunda? apakah bunda percaya
tanyaku ke bunda
"Apa kamu tidak percaya adekmu nduk? meskipun kalian tidak dari rahim yang sama, tapi kalian menempati posisi yang sama di hati Bunda.Tidakkah kalian punya ikatan yang kuat untuk itu nduk? kasian adekmu nduk, bagaimana kalau dia hamil tanpa suami? kali ini Bunda mohon keikhlasan mu untuk berbagi suami dengan adikmu, tolong ya nduk biarkan Cahyo menikahi adikmu, demi bayi tak berdosa di rahimnya Umi. Toh kalian bukan saudara kandung, jadi dalam agama kita tidak mengharamkan jika kalian hidup berdampingan sebagai madu."
kata Ibu meminta kepadaku.
"Duh Gusti, cobaan apalagi ini? jika aku memilih berpisah dengan Mas Cahyo, kasihan Nabila, jika aku memilih untuk di madu? aku takut tak bisa menjaga kewarasanku.aku membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan aku alami.
"Biar Mas Cahyo yang mengambil keputusan Bunda, Yani tidak bisa mengambil keputusan."
"Hallah sok banget, Mas Cahyo pasti mau lah bertanggung jawab atas kehamilanku ini, lawong kami saling mencintai." Jawab Umi enteng.
"Duh Gusti, cobaan apalagi ini,
jika aku memilih berpisah dengan Mas Cahyo, kasihan Nabila, jika aku memilih untuk di madu? aku takut tak bisa menjaga kewarasanku. aku membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan aku alami.
"Biar Mas Cahyo yang mengambil keputusan Bunda, Yani tidak bisa mengambil keputusan." jawabku ke Bunda.
"Halah sok banget" Mas Cahyo pasti mau lah bertanggung jawab atas kehamilanku ini," lawong kami saling mencintai kok.
"Iya dek, sabar, Mas Cahyo sedang keluar tadi, mungkin sebentar lagi pulang." jawabku ke Umi mencoba tak terpancing emosi.
Aku tak tau terbuat dari apa hati adikku ini, di sini dia yang salah, tapi dia pula yang mencak-mencak .
di sini dialah pelakornya, tapi dia lebih ganas dari istri sah.
losss lah, batinku. Asal dia tak berulah saja sama putriku. tak berapa lama Mas Cahyo pun pulang, dia kaget karena ada Bunda dan Umi.
"Loh Bunda sudah lama kah ke sini nya? ada hal penting kah bunda?" tanya Mas Cahyo kepada Bunda.
Tanpa malu Umi langsung memeluk Mas Cahyo.
"diihh lebay" batinku.
"Mas, Umi hamil. Mas mau kan bertanggung jawab? Mas mau kan menikahi umi?" umi berkata dengan manja ke mas Cahyo .
Mas Cahyo melirikku, mungkin dia mau lihat reaksiku seperti apa. aku hanya mengedikkan bahu ku tanda cuek. dan saat Mas Cahyo menatap Bunda, dia hanya menunduk. Malu mungkin, batinku. aku mau beranjak ke belakang, tapi langkah ku terhenti dengan panggilannya Mas Cahyo.
"Dek, mau kemana dek?" panggilnya lembut.
"cuiihhhh batinku" lantas aku menjawab pertanyaan suamiku tersebut.
"Mau ke belakang Mas, kerjaan ku masih banyak, aku belum membuat pentol bakso, tahu bakso, sama jamur bakso, buat nanti malam dan besok, kenapa? mau bantuin?"
tanyaku cuek.
"Ti tidak dek, aku cuma nanya aja."
Memang sejak kejadian itu, entah kenapa aku jijik membayangkan dia sedang bersama adikku, di rumahku pula, ya ini rumahku, rumah peninggalan Eyang uti ku. Orang yang merawatku sejak kecil selepas kematian mama. Eyang uti ku meninggal tiga tahun yang lalu, dulu sebelum eyang uti meninggal ,
eyang uti sudah sering mengingatkanku perihal kedekatan Umi dan Mas Cahyo, tapi selalu aku bantah. pikirku, tak mungkin lah, adik yang sangat aku sayangi bisa mencurangiku, ternyata perselingkuhan memang tak bisa di suratkan. Semua akan terjadi begitu saja bila ada kesempatan. kucing mana sih yang hanya akan mengeong bila di suguhi ikan asin yang lezat? ya pastinya akan langsung nubruk.
"Bahasaku semoga kalian faham ya?"
"Emang dasarnya clutak dua-dua nya.
keselllll aku di buatnya, mau Nggak kuakui dia sebagai suami, kok yo sudah ada Nabila, mau ku akui sebagai suami kok yo clutaknya itu Loh melebihi kucing garong jalanan. Mosok adik sendiri di embat.
"wes-wes dunia emang sudah mau kiamat ini," gumamku dalam hati.
"Maaf za Bunda, Yani permisi ke belakang dulu, kerjaan Yani nggak akan selesai, kalau ndak Yani mulai dari sekarang. maklum lah Bunda, Yani bisa memenuhi kebutuhan dapur kan dari sini, kalau hanya mengandalkan kerjaannya Mas cahyo, bisa-bisa Yani dan Nabila nggak terpenuhi kebutuhan gizinya Bun. Bunda kan tau sendiri kerjaannya Mas Cahyo nggak menentu, ya kan Bun?" ku katakan begitu sambil melirik Mas Cahyo yang salah tingkah.
apaan sih mbak kamu ,sama suami sendiri kok ngomongnya begitu ,
za wajarlah istri itu bantu memenuhi kebutuhan rumah tangga,kalau suami sedang sulit .kata adikku.
"Kalau cuma sekedar membantu ya wajarrr dek, tapi kalau untuk nafkah utama, nah itu namanya kurang ajar."
Mendapat jawabanku seperti itu adikku langsung mengerucutkan bibirnya, dulu aku kalau melihatnya seperti itu, gemes banget rasanya.
Tapi sekarang? Ih amit-amit deh.
"Dek, kamu punya karet nggak?
dua saja," tanyaku sama adikku itu .
"Buat apa emangnya?" tanyanya polos. Buat ikat mulutmu yang maju lima centi itu." aku menjawab sambil menahan tawa yang akhirnya meledak. Aku pun langsung berlalu ke belakang. peduli setan lah yang akan mereka lakukan di rumah ini, yang jelas kalau berani macem-macem di rumah ini lagi, awas aja. Aku sunat sampai habis kamu mas, biar nggak bisa celup sana celup sini burung beo mu itu,
batinku dalam hati .
Bunda mengikutiku ke belakang,
beliau ikut membantu pekerjaanku.
"Nggak usah Bunda, Bunda istirahat saja, Yani bisa kok ngerjainnya sendiri," kataku ke Bunda.
"Nggak apa-apa nduk, biar cepet selesai." jawab Bunda.
"Bunda minta maaf ya nduk? Bunda meminta sesuatu yang sangat berat padamu. Bunda minta maaf karena telah gagal mendidik Umi, yang lapang ya nduk hatimu, kata Bunda."
"Insyaaalloh Yani ikhlas Bunda," tapi maaf ya Bunda, Yani tidak mau seatap sama Umi, jika nanti Umi sudah menikah dengan Mas Cahyo.
bukannya apa Bunda, Yani nggak mau terbakar kecemburuan setiap hari."
"Baiklah, untuk itu akan Bunda fikirkan ke depannya, tolong bantu Bunda bicara sama Ayah ya nduk?.
Bunda takut Ayah murka, Bunda takut jantungnya bisa kumat. Bunda belum siap kehilangan Ayah nduk." ungkap bunda meminta tolong kepada Yani.
"Kapan Bunda mau bicara sama Ayah? nanti kita sama-sama ngomongnya, semoga ayah tidak apa-apa Bun." jawabku mencoba menenangkan hati Bunda.
"Makasih ya nduk, Bunda tahu hatimu sangat baik, dari kecil kamu memang tidak pernah mengecewakan Bunda .
meskipun kamu bukan lahir dari rahim Bunda ,tapi kamu selalu di hati Bunda nduk" saat ku lirik ternyata Bunda meneteskan air matanya.
"Lo lo loh Bunda," kataku setengah berteriak.
Bunda menoleh dan kaget oleh ucapanku.
"Kenapa nduk? apa Bunda salah ya buatnya?" tanya Bunda kebingungan.
"Itu loh Bunda, nanti tahu baksonya bisa keasinan kalau air mata Bunda masuk adonan." kataku cengengesan.
"husss, kamu itu ngerjain Bunda saja, lawong Bunda sedang ber melow ria, malah di ledekin, lagian, bukannya bagus ya? kamu kan bisa irit garam." timpal Bunda membalas candaanku.
Tak ku dengar lagi suara Mas Cahyo dan Umi di luar, entah sedang apa mereka, aku pun tak peduli, kau ambil suamiku, ku ambil bundamu.
adil kan? batinku.
Suasana dapur ramai saat ada Bunda, Bunda selalu cerita sesuatu yang seru, yaa , meskipun Bunda adalah ibu tiriku, tapi dia tidak pernah membedakan ku dengan Umi sejak kecil. aku menemukan sosok Bunda baru saat Ayah menikahi Bunda.
Ayah tidak salah memilihkan Bunda untukku, meskipun Bunda membawakanku adik tiri yang menyebalkan, Umi memang sedari kecil selalu mengincar apa yang aku punya, dia selalu iri dengan semua pencapaian-pencapaian ku, dia selalu berusaha merebut apa yang ku punya, dulu aku selalu mengalah, aku menganggap itu hanya kemanjaannya sebagai adik, akupun tak pernah mengeluh, tapi Bunda yang selalu memarahinya .
selalu menasehatinya, mungkin sudah watak kali ya, jadi meskipun orang tua yang menasehati ,
tak pernah di gubrisnya.
Dia selalu berusaha merebut apa yang ku punya, dulu aku selalu mengalah, aku menganggap itu hanya kemanjaannya sebagai adik .
akupun tak pernah mengeluh, tapi Bunda yang selalu memarahinya, selalu menasehatinya, mungkin sudah watak kali ya,? jadi meskipun orang tua yang menasehati,
tak pernah di gubrisnya.
dulu aku selalu memaafkan dan mengalah saja. tidak untuk sekarang ya adikku, kalau aku tidak memandang Bunda sebagai Ibumu, tak sudi aku berbagi suami denganmu, bisa saja aku egois dan tak perduli padamu, tapi aku tak sekejam itu, biarlah semua mengalir seperti apa ada nya, aku tak akan mencoba mengelak ataupun melawan takdir, jika memang takdirku harus di poligami, aku bisa apa? sudah ada Nabila antara aku dan Mas cahyo, jadi aku harus memikirkan psikis Nabila juga. Nabila adalah putriku yang periang, dia putri cantikku, dia adalah anugerah yang selalu aku syukuri meskipun dari benih mahluk seperti Mas Cahyo.
"Bunda, Bunda, emang bener ya kalau Nabila akan punya adek bayi dari Tante Umi?" kata Nabila dengan gaya bicaranya yang masih cadel, tapi terdengar lucu di pendengaranku.
"Iya sayang, kok Nabila tau? siapa yang bilang sayang? tanyaku pada gadis kecilku itu.
"Oma yang ngasih tau Bunda" kata nya menjawab masih dengan gaya cadelnya.
"Nabila suka mau punya adik bayi?" tanyaku mencoba mengetahui isi hatinya.
"Suka Bunda" jawabnya dengan mata berbinar.
Semoga kebahagiaan mu tidak akan sirna nak, meski apapun keadaanya, batinku dalam hati.
"Bunda, Nabila mau main dulu ya?pamitnya sambil berlari.
"Teruslah bahagia nak, teruslah ukir senyum di bibirmu, Bunda akan selalu melakukan apapun untukmu, meski bunda harus berkorban perasaan sekalipun, akan bunda gadaikan apapun yang bunda miliki, demi untuk kebahagiaanmu." batinku bermonolog sendiri.
***
Sore ini Bunda mengajakku bicara sama Ayah tentang Umi,
"Nduk ke rumah ya, kita bicara tentang Umi ke Bapak sekarang,
Bunda nggak mau menundanya lagi," kata Bunda di sebrang telefon.
"Iya Bunda, Yani siap-siap dulu ya? Yani mau mandiin Nabila dulu." jawabku singkat lalu menutup telefon dari Bunda.
"Nabila sayang, mandi dulu yuk.
kita mau ke rumahnya Oma, mau ikut tidak? tanyaku ke gadis kecilku itu, tanpa banyak tanya putriku itu langsung ke kamar mandi.
"Bunda, nanti di rumah Oma, Nabila beli es krim ya?" tanya putriku memohon sambil mengatupkan tangan.
"Siap princes," jawabku.
"Tapi tidak boleh banyak-banyak ya?, cukup 1 saja?"
"Iya Bunda nanti Nabila beli eskrim satu aja rasa coklat." Aku selalu tertawa jika mendengar celoteh cadel putriku itu.
Kami pun bersiap ke rumah Ayah dan Bunda, tak lupa ku ajak Mas Cahyo sekalian.
"Mas, ayo ke rumah Ayah dan Bunda,
kita akan membicarakan pernikahanmu dengan Umi," kataku santai.
"Aaaaa apa dek? secepat ini?" tanya Mas Cahyo kaget.
"Nggak usah berlagak kaget deh Mas, ini kan yang kamu mau? Udah sana siap-siap, lima menit lagi kita berangkat" kataku judes.
"Dek tak bisakah kami menikah diam-diam saja, tidak usah melibatkan Ayah?" katanya penuh harap.
"Emang kenapa kalau Ayahku tau?
Dia kan juga Ayahnya umi, meskipun cuma Ayah tiri" kataku mengejek padanya.
"Tapi kan dek?" kamu sengaja mau buat Ayahku jantungan, kalau tau semuanya dari orang lain? tanyaku dengan tatapan tajam kepadanya.
"Bukan begitu dek," jawabnya sambil mengacak rambut tanda frustasi.
Bodo amat, batinku, kamu aja tidak peduli saat selingkuh dengan adikku.
mengotori rumahku dengan berzina di rumahku, eeh sekarang malah hamil. coba pembaca yang jadi Yani sakit hati nggak? ya sakit hati lah, masak nggak?.
Tapi lagi-lagi Yani berfikir demi Nabila, ya demi Nabila.
Tak berapa lama kami sampai ke rumah Bunda dan Ayah,
"Assalamu'alaikum" kata kami berbarengan .
"Wa'alaikumsalam," jawab Ayah dan Bunda berbarengan juga.
masuk nduk ujar Ayah.
"Umi" panggil Ayah kepada adikku itu,
"Iya Yah," kata umi menyahut.
"Sini nduk ini Loch ada Mbak juga Mas mu, coba kamu buatkan minum dulu untuk mereka, titah Ayah ke Umi.
Kenapa harus umi sih Yah? kenapa nggak Mbak Yani saja sih, protes Umi atas perintah Ayah.
"Yo gak bisa to nduk, mosok tamu suruh bikin minum sendiri, aneh Lo kamu itu, lagian jadi anak gadis itu jangan males-males, nanti dapet suami males juga, nyesel kamu nanti" kata Ayah menasehati.
"Emangnya Mas Cahyo orangnya males po Yah? kan tidak" jawab Umi sewot.
"Apa hubungannya sama Mas mu?Mas mu kan suaminya Mbak mu?" kata Ayah penuh kebingungan.
"Sudah-sudah, ayo kita kebelakang untuk buat minum, mari Bunda temani. kata Bunda sambil menggandeng tangan Umi.
Dia menjulurkan lidahnya padaku ,
masa bodo' kataku.
"Oh ya nduk, kata Bunda ada yang mau di omongin sama kalian? ada apa sih? kok kayaknya penting?
jangan buat Ayah deg-degan Lo nduk" kata ayah kebingungan.
Sementara di dapur umi di tegur sama Bunda, "kok kamu gitu Lo nduk, bisa-bisanya kamu mau ngomong langsung sama Ayahmu, Ayahmu itu belum tau apa-apa, jangan asal ngomong, nanti bisa-bisa Ayahmu jantungan, kamu itu Lo, kekanak -kanakan banget. udah mau jadi mama juga" tegur Bunda ke Umi.
"Apa bedanya sih Bun ngomong sekarang sama nanti? kan sama-sama ngomong, bantah Umi atas nasehat Bundanya.
"Perasaan Bunda dulu kamu bunda kasih makan sama kayak Mbak mu Yani, lah kok kelakuan bisa beda begini, apa sih ya yang salah, pusing Bunda Um.
Tak lama Bunda dan Umi keluar membawa nampan berisi minum untuk kami semua.
"Wah, terimakasih lo Um, kamu memang calon istri dan ibu yang baik" ucap Yani sedikit menyindir.
"Oh tentu dong Mbak, kan bentar lagi aku bakalan nikah," jawab umi semangat, taak memahami sindiran kakaknya.
"Loh loh Ayah ketinggalan berita toh ceritanya? jangan-jangan kita berkumpul mau membahas ini? bener kah Bun?
"Iii iya Yah, kita berkumpul untuk membahas pernikahan Umi, Umi kamu diam dulu ya nduk, Bunda mau bicara sama Ayah,"
Umi hanya mengangguk .
"gini Yah, mau nggak mau siap nggak siap, kita harus secepatnya menikahkan umi, takut perutnya semakin membesar, kasihan bayinya nanti," kata Bunda hati-hati.
"Gimana Bun? coba ulangi? apa yang sebenarnya terjadi? hamil sama siapa emangnya anak ini Bun? susah payah kita besarkan anak ini, dengan penuh kasih sayang kita merawatnya, kenapa malah bikin aib? Lelaki mana yang telah menghamilinya? apa dia mau bertanggung jawab?" Ayah mengomel panjang lebar dengan penuh emosi.
"Lihat Bun, lihat anak yang selalu kamu bela, anak yang sudah kamu pungut dari wanita malam itu. sudah ku katakan dari dulu, buah tak pernah jatuh jauh dari pohonnya, ibunya dulu tak tahu siapa yang menghamilinya, sekarang di ulangi kan Bun sama anaknya? apa ini Bun? kata Ayah berujar sambil memegang dadanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!