NovelToon NovelToon

Istri Sah Rasa Orang Ketiga

Nyatanya, Semua Hanya Semu

Airi terluka saat mengetahui sifat asli suaminya itu. Padahal awalnya Candra terlihat amat mencintainya, pria itu begitu lembut dan perhatian.

Candra tidak membiarkan dirinya terluka, meski seekor semut kecil menggigit istrinya. Namun, ucapan yang baru saja pria itu katakan begitu menyakiti hati Airi.

Tangis perempuan itu tidak dapat dibendung. Mereka baru saja menikah selama satu bulan, menjalani pernikahan penuh sukacita, meski setelah itu Candra meninggalkan sejenak karena pekerjaan dan tiba-tiba saja cinta mereka diuji atau lebih tepatnya cinta milik Airi seorang yang diuji.

"Ingatlah, kamu akan bekerja di rumah Samantha. Dia akan menjadi majikan kamu!"

"Mas!"

Candra tidak menghiraukan Airi yang mencoba menghentikannya. "Kamu gak perlu menginap di rumahnya. Kamu akan tinggal di rumah kontrakan tidak jauh dari rumah kami!"

"Cukup, Mas!" teriak Airi yang sudah tidak sanggup lagi mendengarkan ucapan Candra.

Pria itu benar-benar jahat. Bahkan di perjalanan ke tempat tujuan, tidak hentinya Candra berhenti berbicara.

"Aku sudah paham!" ucap Airi pasrah.

"Bagus!" Candra tersenyum masam. Dia hendak mengusap wajah Airi yang dibasahi oleh air mata, tetapi perempuan itu lekas memalingkan wajahnya.

Candra tidak peduli dengan penolakan Airi.

Candra terpaksa menerima usulan dari RT untuk menikahi Airi yang hanya seorang yatim piatu daripada menikahi sepupu Airi yang sengaja menjebaknya. Perempuan mesum berbadan gempal itu membuat Candra selalu ingin muntah tiap mereka bertemu.

"Apa dia istri sah kamu juga, Mas? Sama seperti aku?" Candra menatap Airi yang tetap memalingkan wajahnya.

"Tidak. Kami hanya menikah siri. Tapi, kami saling mencintai!"

Airi menoleh dan menatap Candra yang tidak merasa bersalah. "Kamu lebih pilih istri siri daripada istri sah kamu, Mas? Apa karena aku yatim-piatu, berpendidikan rendah, miskin, atau karena aku berasal dari kampung?"

Candra menghela napas kasar. Dia tidak langsung menjawab karena lampu sudah berganti warna. Dia kembali menjalankan mobil. "Kenapa diam, Mas?"

"Semuanya, tapi yang pasti karena aku gak pernah mencintai kamu!" jawab Candra enteng.

"Bukan gak pernah, tapi karena belum. Atau kamu menutup rapat hati kamu untuk aku!" Airi kembali menangis. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan.

"Harusnya kamu tolak saja permintaan Pak RT waktu itu, harusnya kamu pergi jauh tanpa harus nikahi aku, harusnya kamu ...."

"Cukup Airi!" bentak candra yang muak dengan tangisan dan ocehan Airi. Candra menghela napas pelan untuk mengendalikan emosinya. "Kita sampai, ayo keluar."

"Kita sampai di mana?" tanya Airi ketika telah merasa tenang. Di hadapannya terdapat sebuah rumah mewah berlantai dua. "Gak mungkin ini rumah kamu sama istri siri kamu itu, kan, Mas?"

"Memang nyatanya begitu. Ayo, kamu harus kenal sama Sam!" Candra keluar dari mobil. Dia mengambil tas Airi di bagasi dan menarik kasar tangan Airi agar mau mengikutinya masuk ke rumah.

Baru saja mereka sampai di teras, pintu rumah mewah itu terbuka. Seorang perempuan muda keluar dan langsung menghambur ke pelukan Candra.

Di depan matanya sendiri, suaminya bermesraan dengan wanita lain. Hati Airi bagai teriris belati.

Airi memalingkan wajah saat mereka sedang mencumbu mesra. Airi mengumpat dalam hati apa yang dilakukan Candra dengan istri sirinya.

Perbandingan merek memang begitu kentara. Sam terlihat begitu modis dan berkelas, sedangkan dirinya hanya berpenampilan sangat sederhana dan apa adanya. Airi sadar dirinya tidaklah bisa merawat diri karena terlalu sibuk bekerja, berbeda dengan perempuan yang terus saja bergelayut manja pada Candra.

"Sayang, dia siapa? Oh, dia pembantu yang kamu bilang kemarin itu?" Candra mengangguk membenarkan ucapan Sam.

"Dia Airi, pembantu di rumah kita. Tapi Sayang, dia ada syarat."

"Apa?"

"Dia gak bisa menginap di rumah ini, jadi dia akan datang pagi dan pulang sore hari!" Dada Airi berdesir ngilu. Ucapan Candra benar-benar melukainya, tetapi Airi mencoba tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Panggil saya Nyonya Sam," ucap perempuan bernama Sam itu dengan ketus. Dia bahkan menolak ajakan Airi untuk bersalaman.

Airi mengikuti kedua orang yang telah menyakitinya itu masuk ke dalam rumah. Di sana dia diberi penjelasan tentang pekerjaannya apa saja. Sam memberitahu tentang setiap sudut rumahnya, terutama kamar utama mereka.

Mengetahui di mana kamar mereka membuat Airi hendak marah. Dia tidak sanggup jika membayangkan apa yang mereka lakukan di ruangan itu. Sama seperti apa yang dia dan Candra lakukan saat di kampung dulu.

"Baik, Nyonya, saya paham."

Airi melirik Candra yang memilih duduk santai dengan memainkan ponselnya. "Ya sudah, untuk hari ini kamu saya liburkan jadi silakan pulang. Tapi ingat, besok ke rumah pukul enam pagi!"

"Baik. Kalau begitu saya pamit."

Airi keluar dengan dada yang rasanya hampir meledak. Dia mengambil tasnya yang ditinggalkan begitu saja oleh Candra di dekat mobil.

Airi saat ini bingung di mana dia akan tinggal, bahkan Candra tidak memberitahu alamat kontrakannya.

Keluar dari gerbang mewah rumah suaminya sendiri, Airi menangis. Dia sudah tidak sanggup lagi. Dia memukul dadanya sendiri kuat-kuat, mengabaikan siapa saja yang lewat dan melihatnya menangis.

"Ayo kuantar!" Tiba-tiba saja Candra datang menemuinya. Dia terlihat begitu tenang tanpa rasa bersalah.

Airi menepis tangan Candra dan menatapnya tajam. "Kamu jahat, Mas!" maki Airi.

"Ayo kuantar kamu ke kontrakan!" Tidak berselang lama sebuah taksi berhenti di depan mereka. Candra mengajak Airi masuk ke dalam taksi tersebut.

Di dalam mobil itu, tanpa peduli dengan sopir taksinya, Airi kembali menangis.

***

"Ini uang untukmu!" Candra memberikan sejumlah uang yang tidak sedikit, tetapi dengan tegas Airi menolaknya. "Jangan buatku marah, Airi!" geram Candra tidak terima.

"Aku gak butuh uang kamu itu!"

Candra membuang ludah sembarang membuat Airi terkejut. "Bahkan nantinya kamu akan terus menikmati uang dariku juga. Kamu kira siapa yang akan membayar gajimu sebagai pembantu?"

"Terserah kamu. Aku gak peduli." Candra mengangguk. Diam-diam dia memasukkan uang itu ke kantong tas pakaian Airi.

"Ingat, jangan sampai Sam tahu atau siapa pun itu. Jangan sampai karena pernikahan kita Sam terluka!"

Airi menatap Candra dengan sorot tajam. "Mas, apa kamu gak bisa memikirkan perasaanku juga? Kamu begitu peduli sama dia, tapi sama aku? Kamu seperti penjahat, Mas, yang gak punya hati!" Airi mendorong tubuh Candra menjauh darinya.

Kunci kontrakan yang digenggamnya erat pun sampai terjatuh. Airi mengambilnya dan kembali menangis. Namun, Candra tidak peduli.

Airi lekas pergi meninggalkan Candra yang hanya diam membisu.

"Hati ini terlalu sakit, Mas. Janji-janji yang kamu katakan saat malam itu semuanya hanya omong kosong. Seharusnya aku gak pernah percaya, orang kota seperti kamu mau begitu saja menikah sama aku!"

Airi membanting pintu kontrakannya dan menguncinya. Dia tidak mau kalau Candra masuk.

"Aku benci kamu Candra!" teriak Airi, bahkan teriakan itu terdengar sampai di telinga Candra yang masih bergeming di tempatnya.

Pria itu hanya menghela napas berat lalu melangkah pergi.

Mertua Baik Hati

Dalam semalam kehidupan Airi berubah total. Kebahagiaan yang dia harapkan bisa selalu dirasakan setelah menikah dengan Candra, ternyata hanya omong kosong.

Di rumah mewah itu, mereka bagai orang asing. Tidak lebih seperti majikan dan pembantu. Airi pun enggan berada dalam satu ruangan dengannya.

"Airi, kamu ke dapur sana. Saya mau ngobrol di sini sama suami saya!" usir Sam di depan Candra. Namun, pria itu hanya diam saja menyaksikan istri sahnya selalu diperintah.

"Baik, Nyonya!"

Saat hendak melangkah pergi, Sam memanggilnya. Perempuan itu meminta dibuatkan minuman dan camilan untuk mereka sambil menonton tv.

"Mas, aku agak gimana gitu sama dia!" bisik Sam setelah kepergian Airi.

"Maksudnya? Kamu gak suka sama dia?" Sam mengangguk, dia memeluk Candra posesif. "Tapi kerjanya gesit, dia rajin dan teliti!" ujar Candra.

Sam merasa tidak senang dengan pujian dari suaminya untuk Airi. Dia melepaskan pelukannya dan menatap kesal Candra. "Sayang, jangan ngambek. Mau gimana, pun, aku tetap pilih kamu. Gak mungkin aku terpesona sama pembantu itu!"

Candra mencoba menenangkan Sam yang cemburu sampai dia tidak menyadari jika Airi mendengar ucapannya barusan.

"Kamu beneran, ya?" Candra mengangguk tanpa ada keraguan. Dia memeluk tubuh Sam dan enggan melepaskannya.

Tubuh Airi gemetar. Dia tidak menyangka Candra akan begitu tega mengatakan hal sekejam itu untuknya. Candra yang yang sekarang terlihat berbeda sekali dengan awal pernikahan mereka.

"Airi tahan. Kamu kuat!" Airi menguatkan dirinya sendiri. Dia menengadahkan kepalanya untuk menahan diri agar tidak menangis.

Merasa sudah tenang, dia menghampiri mereka dengan membawakan pesanan Sam. Sayangnya, Airi yang bertatapan dengan mata Candra sampai tidak menyadari apa yang ada di depannya.

Airi tersandung dan nampan yang dibawanya terjatuh bersamaan dengan dirinya. Lututnya bahkan berdarah dengan bagian lengan terkena pecahan gelas.

"Astaga, Airi!" Sam tentu saja marah atas apa yang terjadi. Dia menarik kasar tangan Airi dan menamparnya kuat di depan mata Candra. Pria itu hanya diam tanpa berniat membela.

"Maaf, Nyonya," ucap Airi memelas sambil menunduk. Dia menahan lukanya yang terasa perih dan makin bertambah parah karena mendengar makian dari Sam yang sangat menyakitkan.

"Kamu pergi sekarang juga dari sini! Sekarang!" Airi menatap Sam terkejut. Dia menggeleng, tidak mungkin dalam sehari dia sudah dipecat.

"Tapi ...."

"Kamu tuli atau apa, sih? Aku sama sekali gak pernah mentolerir kesalahan apa pun. Kamu dipecat!" Candra berdiri untuk melerai.

Pria itu menyentuh bahu Sam mencoba untuk menenangkan, tetapi Sam yang sudah terbakar emosi menolaknya. "Kamu jangan ikut campur, Mas!"

"Ada apa ini?" Seorang perempuan baya memasuki rumah mereka dengan tatapan menghunus kepada siapa saja.

Candra menghampiri perempuan itu. "Mama kenapa ke sini?"

Airi terkejut. Satu fakta lagi baru dia ketahui tentang Candra. Pria yang mengaku sebagai pria yatim-piatu itu ternyata memiliki seorang ibu yang berdiri di hadapannya.

"Mama?" beo Airi.

Airi memperhatikan Sam yang kelihatan ketakutan dengan kedatangan mertuanya itu. "Mama apa kabar?" Dia mendekat, hendak menyalami tangan mertuanya dan menerima penolakan.

"Ada apa Candra?" tanya perempuan baya itu. Dia sama sekali tidak peduli kepada Sam yang geram karena diabaikan.

"Hanya kesalahpahaman saja, Ma. Ayo!" ajak Candra menjauh dari mereka. Namun, perempuan itu malah menghampiri Airi yang hanya diam ketakutan.

Wajah tanpa senyum yang sejak tadi diperlihatkan, hilang begitu saja berganti dengan wajah ramah. Perempuan itu mengusap pipi Airi lembut. "Siapa yang melakukan ini di wajah putihmu, Nak?" tanyanya dengan suara lembut.

"Dia melakukan kesalahan, Ma. Lihatlah apa yang dia perbuat!" Sam memberitahu mertuanya pecahan gelas dan camilan yang berserakan di lantai.

"Diam kamu! Saya bahkan gak tanya sama kamu!"

Sam terkesiap. Dia menatap Candra dan meminta pembelaan dari suaminya. Candra mengetahui apa yang diinginkan istrinya itu segera menghampiri mamanya dan mengajak untuk bicara berdua.

"Kamu bereskan kekacauan ini. Ingat jangan pergi ke mana pun sebelum kuperintahkan!" Candra mengultimatum Airi agar tidak pergi. Dia gegas membawa mamanya ke ruang kerjanya yang tidak jauh dari ruang tengah.

"Kamu bereskan! Awas saja kalau masih ada pecahan yang berserakan!" Sam lekas pergi ke kamarnya dengan emosi yang memuncak.

Hanya ada Airi seorang di ruangan tersebut. Dia berjongkok dan memunguti pecahan kaca di lantai dengan menangis. Dirinya tidak pernah menyangka akan menerima perlakuan seperti ini. Namun, mengingat sikap mertuanya itu membuat dia sedikit merasa terhibur.

Di ruang kerja, Candra sedang mencoba menenangkan amarah mamanya. Pria itu sadar mamanya tidak menyukai Sam apalagi setelah mengetahui dirinya menikahi Sam, meski secara siri.

"Kamu kenapa pertahanan perempuan macam dia, sih, Can? Dia itu kasar dan Mama sama sekali gak akan pernah setuju!"

"Tapi kami saling cinta."

"Kamu itu pria, Can! Kenapa mudah sekali termakan dengan kata-kata cinta. Kamu harus realistis!" Candra diam saja. "Jujur saja sejak pertama bertemu, Mama langsung tertarik dan akan sangat setuju kamu sama perempuan tadi. Siapa dia?"

"Airi!"

"Airi? Nama yang cantik, secantik orangnya!"

Candra diam saja. Dia tidak menyangkal dengan ucapan mamanya barusan. Airi memang cantik, hanya saja dia tidak pandai merawat diri dan tidak pernah melakukan perawatan.

Perempuan itu menghabiskan kehidupannya selama ini dengan bekerja untuk membantu perekonomian keluarga pamannya.

"Kalian memecatnya, kan? Kalau begitu biar dia kerja di rumah Mama saja!" putus perempuan itu begitu saja.

"Jangan, Ma," tolak Candra tegas. Dia tidak mau Airi bekerja di rumah mamanya, bisa saja Airi akan memberitahu tentang hubungan mereka.

"Kenapa? Lagian apa salahnya dia kerja di rumah Mama?"

"Di rumah sudah ada dua orang pekerja, buat apa Mama menambah pekerja lagi?"

"Terserah Mama, dong. Mama bisa juga keras kepala kayak kamu yang masa bodo dengan memaksakan diri menikahi perempuan ular itu!"

"Ma!" geram Candra kesal.

"Mama gak mau penolakan. Biar dia ikut Mama. Kamu gak bisa melarangnya, toh kalau mau ketemu dia, kamu ke rumah saja!" Setelah mengatakannya, perempuan itu pergi meninggalkan Candra di ruang kerja.

***

"Kamu jangan takut, di sini gak ada yang akan jahat sama kamu!" Airi mengangguk. Dia meringis saat tidak sengaja lukanya tersenggol.

"Kenapa?"

Airi menggeleng. Dia tidak mau membuat mertuanya khawatir hanya karena luka kecilnya itu. "Saya gakpapa, Nyonya!"

Perempuan itu terkekeh pelan. Dia merapikan rambut Airi yang sedikit berantakan. "Oh, ya, sampai lupa. Kamu belum tahu nama saya, kan?" Airi menunduk dan mengangguk.

"Sekalian saja. Kamu panggil saja saya Tante Moa. Atau mau panggil Mama?" Airi terkejut. Wajahnya memerah saking gugupnya, perempuan di sampingnya itu malah tersenyum.

"Pak, lihatlah wajah Airi. Lucu sekali!" adu perempuan itu kepada sopirnya. "Dia lebih cocok untuk Candra, kan?"

"Betul, Nyonya."

"Tapi, Nyonya. Eh, Tante, saya gak berani membayangkan. Lagipula Mas Candra sudah menikah!" ucap Airi pelan. Dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya kepada mertuanya sendiri, meski sangat ingin.

"Ya, saya berharap kalian berjodoh! Eem, sepertinya ke depan Candra akan sering ke rumah!" goda Moa kepada menantu yang tidak disadarinya itu.

Airi merasa perjalanan mereka menuju rumah yang akan menjadi tempat bernaungnya ke depan begitu lama. Dia merasa sesak sekaligus bahagia mengetahui perempuan yang ternyata mertuanya itu sangat baik.

"Oh, ya, untuk pakaian kamu nanti biar Pak Rahman yang ambil di kontrakan!"

"Gak perlu, Tante. Biar saya saja. Lagipula saya gak enak sama Pak Rahman kalau mengambilkannya. Saya malu!" tolak Airi.

"Kamu benar. Kasih tahu Tante di mana kontrakan kamu. Pak, kita ke kontrakan Airi dulu untuk ambil barang-barangnya!" perintah Moa kepada sopirnya.

Airi Menang Banyak

Benar yang dikatakan Moa, saat Airi sedang menata makanan di meja makan dia melihat sosok Candra yang mendekat, meski dengan tampang yang tidak sedap dipandang.

Pria itu terlihat begitu lusuh dan seolah tidak diperhatikan oleh istrinya.

"Mas," sapa Airi yang menghampiri Candra. Dia bahkan melupakan ucapan Candra untuk tidak bersikap layaknya seorang istri saat berada di rumah mamanya. "Kamu kenapa?"

"Jangan sentuh aku! Siapkan pakaianku di kamar!" Candra menepis tangan Airi yang hendak mengusap wajahnya. Pria itu meninggalkan Airi dan pergi ke kamarnya.

Airi menghela napas pelan. Tanpa menunggu waktu lama, dia memilih menyusul Candra ke kamarnya dan Moa melihat apa yang terjadi di antara mereka sejak putranya datang.

Airi mengambil setelan jas berwarna hitam dan kemeja berwarna putih. Tidak lupa dia mengambil dasi berwarna hitam senada dengan jas dan celananya, meski harus bersusah-payah mencarinya dahulu.

Airi tidak memahami fashion. Dia melakukannya hanya sebatas insting saja dan dia sering melihat para aktris melakukannya di televisi.

"Semoga Mas Candra suka!" Airi merasa puas telah selesai menyiapkannya. Dia hendak pergi, tetapi suara Candra menahannya.

Candra menghampiri Airi yang telah selesai mandi hanya dengan mengenakan handuk saja.

Jika saat di kampung, Airi akan senang berlama-lama memperhatikan tubuh indah Randu, saat ini kenikmatan itu rasanya menghilang. Airi merasa malu hanya untuk menatap tubuh yang seharusnya bisa dia miliki sepenuhnya itu.

"Kenapa diam?" tanya Candra sambil merapikan anak rambut Airi yang sedikit berantakan.

Airi menggeleng. "Semuanya sudah aku siapkan, Mas. Aku keluar dulu!" ucap Airi tanpa berani menatap Candra.

"Mau ke mana!"

"Keluar, Mas!"

"Kamu lupa dengan apa yang sering kamu lakukan di kampung?" Airi berbalik dan menatap Candra dengan tatapan bingung. "Bantu aku pakai pakaian ini. Jangan keluar sebelum semuanya selesai!"

Airi menelan ludahnya saat Candra tanpa canggung melepas begitu saja handuknya yang sudah luruh ke lantai. Tubuh telanjang pria itu membuat pikiran Airi kembali terngiang dengan kegiatan mereka, sayangnya Candra tidak membiarkan Airi berlama-lama memikirkan hal tersebut. Pria itu menyadarkan Airi untuk memakaikannya kemeja.

"Kamu ternyata masih saja manja, Mas!" Candra tidak menggubris Airi. Pria itu bahkan tidak menatap Airi.

"Jangan banyak bicara, kerjakan saja pekerjaanmu!" Airi mengangguk, meski hatinya sakit.

Dengan telaten dan tanpa bicara Airi membantu Candra mengenakan pakaiannya. Hanya tersisa dasi yang dirinya tidak tahu cara mengenakannya bagaimana, sehingga dia memberikan dasi itu kepada Candra.

"Kenapa harus aku?" tanya Candra yang mulai kesal.

Airi menatap Candra dengan tatapan polos dan berkata, "Tapi aku, kan, gak bisa, Mas!"

"Dasar bodoh! Keluarlah!" usir Candra. Pria itu berbalik menghadap ke cermin dan mulai mengenakan dasinya. Dia mengabaikan Airi yang keluar dari kamar dengan sakit hati akibat ucapannya.

"Apa aku gak ada artinya di mata kamu lagi, Mas?" Airi menghapus air matanya.

"Airi ada apa denganmu?" Moa menghampiri Airi dan berhasil membuatnya terkejut. Wajahnya menjadi memerah karena takut ketahuan keluar dari kamar Candra.

"Kamu menangis?" tebak Moa saat melihat mata Airi yang berkaca-kaca.

"Gak kok Tante. Saya tadi cuma kelilipan saja!" kilah Airi.

"Oke. Tante kira kamu menangis karena dimarahi Candra. Tadi Tante lihat loh kamu masuk ke kamar dia!" Moa mengusap pundak Airi. "Anak itu pasti bertengkar sama perempuan ular itu!" geram Moa.

***

"Mas, aku minta maaf sama kamu!" Sam menghampiri Candra yang sedang menikmati sarapannya bersama Moa.

Perempuan itu bahkan bersimpuh di samping Candra yang bergeming dengan tetap melanjutkan sarapannya.

"Kamu gak lihat Candra lagi sarapan?" hardik Moa kepada menantunya yang sedang menangis itu.

Sam tidak menghiraukan ucapan Moa. Dia tetap saja bertahan dengan terus bersimpuh. "Berdiri, Sam!" perintah Candra, tetapi Sam menolak dengan menggeleng. "Aku minta kamu berdiri!"

"Tapi kamu janji dulu akan maafkan aku dan dengarkan aku!" rengek Sam sambil memeluk kaki Candra. "Mas!"

"Baiklah." Candra luluh juga.

Moa berdecak sebal melihat putranya yang begitu lemah hanya karena sebuah rayuan dari perempuan yang dibencinya itu. Namun, dia hanya diam dan ingin mengetahui alasan putranya yang pulang pagi-pagi tadi.

"Mas, semalam kamu salah paham. Apa yang kamu lihat itu salah! Aku ... aku gak mungkin bermesraan sama Joe, dia yang tarik aku begitu saja!" kilah Sam.

"Astaga, Candra! Jadi perempuan ular ini selingkuh dari kamu!" Moa mendadak histeris dan kesal. Dia menyiram begitu saja wajah Sam dengan air minumnya.

Airi menutup mulutnya saking terkejut dengan apa yang dilakukan Moa kepada menantunya itu. Posisi mereka yang saling berhadapan memudahkan Moa melakukannya.

Airi tidak sanggup dengan diam-diam mengintip apa yang sedang mereka lakukan, dia memilih kembali ke dapur saja dengan hati yang waswas.

Sam terkejut dengan apa yang dilakukan Moa kepadanya. Giginya bergemulutuk sambil mengusap wajahnya yang basah, tetapi dia menahan diri untuk tidak marah kepada Moa di hadapan suaminya yang hanya diam saja.

"Mas, aku cintanya cuma sama kamu. Joe melakukan itu karena dia masih belum bisa move on dari aku!"

Candra menatap Sam kesal. Dia menatap Sam lekat. "Kalau memang kamu cinta sama aku, kenapa kamu terima saja ajakan dia! Untung saja aku datang semalam, kalau gak ... bisa saja kamu akan makin nyaman dengan perbuatannya. Kita gak ada yang tahu!"

"Mas, Joe bilang dia mau minta maaf makanya aku sedia temui dia. Aku gak tahu kalau sebenarnya dia malah begitu!" Sam menyentuh tangan Candra. "Mas, aku benar-benar menyesal dan janji gak akan ulangi lagi. Aku akan melakukan apa yang kamu perintahkan!"

"Benarkah? Kamu gak akan bohong lagi!" Sam mengangguk dengan bibir tersungging senyuman. "Baiklah. Candra mengusap punggung tangan Sam. "Kamu harus tahu kalau aku mencintai kamu!"

"Aku tahu, Mas!" Moa merasa jijik. Perempuan baya itu memilih menyudahi sarapannya dan meninggalkan mereka begitu saja.

***

Moa mengajak Airi duduk santai di taman belakang rumahnya itu. Di sana dia memperlihatkan foto-foto Candra yang tersimpan rapi di album foto keluarga.

"Kamu lihatkan, betapa putra Tante itu tampan sejak kecil. Dia banyak disukai sama teman-temannya, salah satunya perempuan ular itu!" Moa sama sekali tidak mau menyebut nama Sam dengan benar.

menyadari kebencian Moa terhadap Sam membuat Airi penasaran. Dia tidak dapat membendung rasa penasarannya, mulai bertanya. "Kalau boleh tahu kenapa Tante gak suka sama istri Mas Candra!" Airi pun enggan menyebut nama perempuan itu.

Moa menutup album fotonya dan menatap Airi lekat. "Dia itu jahat. Sayangnya Candra cinta mati sama perempuan ular itu, Candra selalu luluh dengannya."

"Tapi mereka memang cocok Tante!" Moa menatap kesal kenapa Airi. "Maaf, Tante. Bukan bermaksud untuk mengatakan hal seperti itu."

"Kamu harus tahu satu hal, Sam itu ah, tidak! Perempuan ular itu sebenarnya hanya memperalat Candra. Dia hanya menumpang hidup dengan putra Tante. Kalau saja kamu datang lebih cepat, sudah Tante pastikan kamulah istri Candra! Bukan dia!" geram Moa. Airi hanya tersenyum masam mendengar ucapan mertuanya itu.

"Bahkan kita memang sudah menikah, Tante!"

"Kamu tahu, sejak awal Tante lihat kamu, Tante merasa kita memiliki banyak sekali kesamaan. Tante merasa kamu butuh perlindungan. Tante juga merasa kita seperti terhubung akan sesuatu, entah apa!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!