"Mas, sarapannya sudah siap," ujar seorang wanita cantik, dengan bola matanya yang coklat, senyum di bibir ranumnya, wajah yang selalu terlihat berseri, sesuai namanya Khumaira.
Pria yang di panggilnya yang merupakan suaminya, Arhand Blanco putra tunggal Tuan Antonio Blanco, tak menghiraukannya sama sekali. Arhand terus berjalan mendekati pintu, namun pada saat Arhand akan masuk kedalam mobilnya, dari belakang tangannya di cekal seseorang.
"Tunggu, Mas," ujar Khumaira, memegang tangan suaminya, menghentikannya masuk ke dalam mobil.
Arhand menatap tangan Khumaira yang memegang tangannya dengan tatapan datar, lalu berganti menatap dirinya, Khumaira yang mengerti tatapan mata suaminya, dengan segera melepas cekalan tangannya, dan menundukkan kepalanya. "Maaf."
Yah hanya saat kata itu yang keluar dari mulut manis Khumaira, melihat hal itu Arhand kembali ingin masuk kedalam mobilnya, namun kembali di hentikan oleh Maira.
Dengan kesal Arhand berbalik. "Katakan!" ujar Arhand tegas dan datar.
Khumaira yang mendengar ucapan suaminya yang selalu dingin dan datar padanya membuatnya takut dan tak berani menatap matanya. "Ak-aku, ak-aku ..." ujarnya terbata- bata, yang selalu membuat Arhand emosi dan kesal.
"Aku apa!, cepat katakan ada apa?!, kamu membuatku terlambat," ujar Arhand kesal menatap istrinya itu.
"Maaf."
Lagi dan lagi hanya kata maaf yang keluar dari mulut Maira, dan kata itu juga yang selalu membuat Arhand kesal dan emosi. Arhand yang sudah sangat terlambat datang ke kantor berbalik dan ingin naik kedalam mobil.
"Mas," panggil Maira menahan pintu yang akan di tutup.
Arhand menatap tajam istrinya yang sedari tadi menahan dirinya dan tidak membiarkannya pergi, Maira yang mendapat tatapan tajam seperti itu menundukkan kepalanya, takut menatap mata sang suami.
"Tutup pintunya," ujarnya pada anak buahnya.
"Papa dan Mama akan mampir ke sini," ujar Maira dengan cepat.
Seketika Arhand mengangkat tangannya, membuat anak buahnya tak menjadi menutup pintunya. Arhand menatap istrinya dengan tajam. "Mama sama Papa?, Ngapain?" tanyanya.
Maira menggelengkan kepalanya. "Ak-aku tid-tidak tau, Mas," ujarnya terbata-bata.
"Apa lagi yang kamu tunggu, masuk dan jalankan mobilnya," sargasnya pada anak buahnya, tak menjawab lagi ucapan istrinya.
"Baik, Tuan."
Anak buahnya itu langsung menutup pintu, dan sedikit membungkukkan badan pada istri tuannya, sebelum masuk kedalam mobil.
"Permisi, Nyonya."
Maira tersenyum lembut pada supir suaminya, dan mengangukkan kepalanya.
Khumaira kembali masuk kedalam rumah, setelah mobil suaminya menghilang di balik pintu gerbang.
"Maaf, Nyonya, apa kita jadi belanja," ujar seorang Maid, paruh bayah. Dia adalah kepala Maid di rumah itu.
Seketika wajah Maira berubah, ia menepuk dahinya sendiri. "Oh, Astaga."
"Kenapa, Nya?" tanya Maid itu khawatir.
"Aku lupa izin pada, Tuan," ujar Maira lesu, dengan bibirnya mengecerut.
Maid terlihat bernapas lega, dan sedikit terkekeh melihat Nyonya itu, yang sangat manis menurutnya. "Oh, saya kira Anda kenapa, Nya," ujarnya.
"Kalau gitu biar, saya saja yang pergi belanja, Anda cukup menyebutkan daftar belanjaan barangnya. Nanti saya akan belikan," ujar Maid itu lagi.
Maira mengelengkan kepalanya cepat. "Tidak, Maid. Aku ingin pergi belanja karena Mama akan datang, dan aku ingin belanja dan masak untuknya sendiri," ujarnya.
"Lalu bagaimana, Nya?, Tuan sudah berangkat," ujar Maid itu lagi.
"Itu, dia," sahut Maira kembali lesu.
"Bagaimana kalau Anda menelpon, Tuan, saja, Nya," usul Maid itu, memberikan ide.
"Tapi aku tidak punya nomornya ... ( jawabnya tambah lesu.) Atau apa Maid, punya nomor Tuan?" tanya Maira girang, penuh harap.
Maid itu mengusap tengkuk lehernya, dan cengengesan. "Heheheh ... maaf, Nya, Maid juga tidak punya nomor, Tuan," ujarnya, yang membuat Maira kembali lesu.
"Yahhhh ... " ujar Maira duduk di kursi makan.
"Tapi ada satu orang yang punya nomor, Tuan, Nya," ujar Maid cepat, yang mana membuat Maira kembali duduk menegak.
"Siapa?" tanya Maira penuh semangat.
"Asisten, Tuan, Nya. Tuan Aditya. Bukankah Nyonya punya nomor, Tuan Aditya," ujar Maid.
"Iya, yah ... kenapa aku tidak ke pikiran," celetuk Maira yang membuat Maid gemes melihatnya.
"Baiklah aku akan telpon, Aditya, dan meminta nomornya. Terima kasih Maid," ujar Maira dan berlalu dari sana, masuk kedalam kamarnya mengambil ponselnya.
................
"Tuan, Nyonya Khumaira menelpon," ujar Aditya pada Arhand yang berada di dekatnya.
"Angkat saja," sahut Arhand datar, sembari terus memeriksa file meeting hari ini.
"Hallo, Nyonya," jawab Aditya.
"Hallo, Aditya," ujar Maira di seberang telpon.
"Ya, Nya. Apa ada sesuatu?" tanya Aditya dengan sopan.
"Aku mau minta nomornya, apa boleh?" ujar Maira lagi.
Aditya mengerutkan keningnya. "Maaf, Nya, tapi nomor siapa?" tanya Aditya karena tak tau nomor siapa yang di minta oleh Nyonyanya.
"Nomor, Tuanmu," ujar Maira.
"Nomor, Tuan Arhand," ujar Aditya menatap Arhand yang sama sekali tidak mengalihkan pandanganya dari filenya.
"Iya," sahut Maira di seberang sana, menunggu jawaban.
"Tuan bagaimana?, Apa aku kasih nomor Anda pada, Nyonya?" tanya Aditya hati-hati.
Arhand menutup filenya dan menyambar ponsel milik Aditya. "Ada apa?, Kenapa kamu mengingingkan nomor ku," ujarnya dingin, seperti biasa.
Maira di seberang sana tersentak kaget, mendengar suara dingin suaminya. "It-itu," ujarnya gugup.
"Itu apa, bicara yang jelas seperti saat kamu bicara pada Aditya," ujar Arhand dingin.
Aditya yang di sebut namanya, menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap tatapan horor sang Tuan.
"Maaf," ujar Maira kembali meminta maaf.
"Apa kamu tidak bisa berkata yang lain selain maaf?, membuat aku kesal saja," ujar Arhand kesal, mendengar istrinya selalu saja meminta maaf sepanjang waktu.
Maira, terdiam beberapa waktu, hingga ia kembali berucap. "Ak-aku ingin izin keluar," ujarnya susah payah.
Arhand mengerutkan keningnya mendengar ucapan istrihya, tak biasanya ia suka keluar rumah. "Keluar kemana?" tanya Arhand datar.
"Be-belanja," ujar Maira terbata.
"Suruh Maid saja, kamu tidak usah keluar. Atau Aditya akan meminta desainer datang ke rumah, dan kamu pilih yang kamu inginkan," ujar Arhand dingin.
"Tapi- " ujar Maira melayang begitu saja saat mendengar nada marah suaminya.
"Aku tidak suka mengulang ucapanku," ujar Arhand tak suka bantahan.
"Maaf," ujar Maira.
Sedangkan Arhand yang kesal mendengar permintaan maaf istrinya terus langsung memutus telponnya, dan kembali memberikan ponsel Aditya.
"Untung kamu tidak di lempar," ujar batin Aditya menatap ponselnya.
Tak lama ponsel Aditya kembali berdering, dengan nama Nyonya muda Antonio.
Drrrttt ...
"Maaf, Tuan Nyonya menelpon lagi," ujar Aditya memperlihat layar ponselnya pada Arhand.
Arhand mengambil ponsel Aditya dan menjawab panggilan istrinya. "Ada apa?" ujarnya seperti biasa, dingin dan datar.
Maira kembali gugup, dan berucap dengan terbata-bata. "Itu, itu aku ... aku ..." ujarnya terpotong saat Arhand langsung menyerga ucapannya.
"Sudah ku katakan tidak, jadi Tida-" ujar Arhand terpotong juga oleh sang istri.
"Aku mau belanja bahan dapur, buat masak untuk Mama dan Papa nanti," ujar Maira dengan sekali tarikan napas.
Hal itu membuat Aditya yang mendengar menahan senyumnya, sedangkan Arhand sedikit terkejut namun dengan cepat ia mengembalikan ekspresinya itu, lalu menatap tajam sang Asisten yang menahan tawanya.
"Maaf. Ta-tapi ak-aku mohon izinkan aku," ujar Maira gugup, memohon pada Arhand untuk mengizinkannya pergi.
"Bawah beberapa bodyguard," ujar Arhand dingin.
"Tapi- " ujar Maira ingin protes namun tak jadi mendengar ucapan suaminya lagi.
"Jika kamu tak ingin, tidak perlu keluar," ujar Arhand setelah itu ia menutup telponnya.
Tut.
Maira, memandangi ponselnya, yang mana membuat Maid merasa khawatir dan gugup.
"Bagaimana, Nya?" tanya kepala pelayang hati-hati.
Senyum di bibir Maira terbit. "Dia mengizinkan ( ujarnya kesenangan.), tapi kita harus membawa bodyguard," ujar kembali lesu.
"Tidak apa, Nya, itukan demi keselamatan, Nyonya," ujar kepala Maid menghibur Nyonyanya.
Maira menganggukan kepalanya dengan pasrah, sedangkan Maid tersenyum melihat tingkah Nyonyanya. "Ayo, Nya," ajak Maid pada Maira.
"Tunggu sebentar aku ambil tas dulu," ujar Maira dan berlalu dari sana naik ke lantai atas.
Maid hanya tersenyum, melihat Nyonya mudanya berlari ke senangan menaiki tangga.
......................
"Hallo, Mam," ujar Arhand mengangkat telpon Mamanya.
"Hallo, Son. Apa kamu lagi sibuk?" tanya seorang wanita yang di panggil Mama, oleh Arhand, di seberang telpon.
"Iya. Ini sebentar lagi Arhand akan meeting," ujar Arhand datar.
"Oiya, ya sudah. Mama hanya ingin memberitahukan kalau Mama dan Papa akan tinggal di mension kamu dalam waktu yang tak di tentukan," ujar Mamanya.
"Apa jika Arhand menolak, Mama sama Papa tidak akan melakukannya?" tanya Arhand.
"Iya, itu sudah pasti Tidaklah. Iya gak, Pa?" ujarnya dan terdengar bertanya pada seseorang yang ada di sebelahnya.
"Iya, Ma," ujar seorang pria.
"Terserah kalian sajalah. Sudah dulu yah, Ma, Arhand mau meeting," ujar Arhand malas meladeni orang tuanya.
"Baiklah, Son," ujar sang Mama, dan panggilan telpon pun terputus.
...#continue ...👉👉👉💜...
...Selamat membaca, semoga suka 😊😊....
...Jangan lupa dukungannya, Like, dan Vote nya, Readers....
"Maid, kita ke bagian sayur aja dulu, ya," ujar Maira mengambil trolinya.
"Biar saya aja, Nya, dorong trolinya," ujarnya mengambil alih troli yang di dorong oleh Maira tadi.
"Baiklah. Terima kasih, Maid," ujar Maira tersenyum manis.
Maira berjalan ke bagian sayur mayur yang segar dan buah-buahan, sedangkan di belakangnya Maid mendorong troli dan begitupun dengan bodyguard mendorong troli namun sedikit lebih besar, untuk mengangkat barang yang cukup besar, seperti beras dan yang lainnya.
Maira mengambil beberapa sayur, dan meletakkannya di troli yang di dorong Maid. "Tolong, ambil Brokol dengan tomatnya, Maid. Setelah itu semuanya sudah selesai, dan kita pindah ke bagian lauk," ujar Maira meminta tolong pada Maid, karena tempat Brokoli dan tomatnya cukup jauh dari jangkauannya, sedangkan Miad berada tepat di depannya.
"Siap, Nya," ujar Maid memberikan hormatnya.
"Hahaha ... Maid, apa sih," ujar Maira tersenyum. terlihat sangat cantik.
Mereka berbelanja dan memilih bahan-bahan dapur sembari terus berbincang layaknya ibu, dan anak.
"Oiya, Nya. Apa Anda tidak ingin pergi ke rak cemilan?, atau semuanya sudah cukup?" tanya Maid saat mengikuti Nyonyanya yang berjalan ke arah kasir.
"Semuanya sudah cukup. Aku tidak ingin membeli cemilan," ujar Maira mengantri di kasir.
"Benaran, Nya?, Di sana banyak loh, kripik-kripik rasa pedas," bisik Maid pada Maira, pasalnya Maid tau betul Nyonyanya itu sangat menyukai cemilan kripik, apa lagi rasa yang pedas.
Maira yang mendengar kripik dengam rasa pedas, berbalik dengan sangat semangat. "Sunggukah? ( tanyaknya semangat. ), Tapi tidak deh. Kita pulang saja," ujar Maira lagi.
Maid yang mengerti dengan keadaan Nyonyanya, kembali berbisik. "Maid janji tidak akan memberitahu, Tuan Arhand. Bahkan, Nyonya, bisa menyimpang cemilannya di kamar, Maid," ujar Maid berusaha menyakinkan Nyonyanya.
"Maid, tolong jangan mengodaku, dan mempengaruhi aku. Maid tau kan jika Dia mengetahui hal itu, Dia akan sangat marah," ujar Maira. Pasalnya sejak kejadian di mana Maira mengalami sakit perut yang sangat parah karena terlalu sering makan-makan ringan membuatnya lupa makan yang mengandung karbohidrat, dan itu membuatnya jatuh sakit. Karena itu Arhand di marah-marahi oleh orang tuanya, karena mereka berfikir Arhand sebagai suaminya tak bisa menjaga istrinya.
"Itu jika, Tuan, tahu. Lagi pula kita tidak sering hanya sekali," ujar Maid.
Maid kekeh membujuk Nyonya itu, karena saat mereka sedang membeli beberapa barang mata Maira tak bisa lepas dari cemilan kripik pedas, Maid juga bisa melihat bagiamana Nyonyanya itu menelan ludahnya sendiri dengan susah payah.
"Tapi mereka," ujar Maira menunjuk bodyguard dengan matanya.
"Tenang, Maid yang akan mengurus mereka," ujar Maid tersenyum dan mengusap lengan Maira.
"Baiklah, kita beli, tapi hanya satu saja," ujar Maira.
Maid tersenyum menganguk. "Iya, terserah, Nyonya saja," ujarnya.
"Pak Tono, sini sebentar," panggil Maid pada salah satu bodyguard yang berbadan besar, dia adalah kepala bodyguard di mansion.
"Iya, Kepala Maid, ada apa?" tanya Pak Tono.
"Begini, kalian tolong bawah ini semua keluar, dan siapakan mobil di depan pintu, kaki Nyonya sedikit kram," ujar Maid.
"Kalau seperti itu biar kami bantu Nyonya ke mobil," ujar Pak Tono.
"Kalian boleh membantu memapah, Nyonya, tapi kalian harus siap kehilangan tangan kalian, di tangan Tuan Arhand," ujar Maid santai.
Seketika bulu kuduk Pak Tono mereinding, ia mengelengkan kepalanya, lalu berkata, "Kalau seperti itu, kami akan membawa barang ini dulu ke mobil dan menyiapkan mobil di depan agar nyonya bisa langung masuk," ujar Pak Tono menundukkan kepalanya.
"Iya. Itu jauh lebih baik. Pergilah," ujar Maid.
"Permisi, Nya," ujar Pak Tono pada Maira.
Maira hanya tersenyum dan mengangukkan kepalanya. "Huem."
"Gimana, Nya?" tanya Maid.
Maira tersenyum dan mengangkat dua jempolnya pada Maid. "Memang, Maid, ter- the best," ujarnya.
"Terima kasih, Nya, tapi sebaiknya kita pilih cemilangnya cepat, sebelum mereka kembali masuk," ujar Miadnya dan Miara hanya terkekeh dan menganggukkan kepalanya.
.....................
"Baik, Tuan," ujar Aditya mengangukkan kepalanya mengerti.
"Cari tau dengan detail, aku tak ingin ada yang terlewat," ujar Arhand lagi, dengan tegas.
"Baik, Tuan," ujar Aditya tegas.
Arhand terdiam sebentar, sebelum kembali berbicara. "Telpon para bodyguard, tanyakan di mana Nyonya berada sekarang, dan katakan pada mereka juga agar tidak membiarkan mereka membeli cemilan, dan jika sampai itu terjadi maka mereka akan menerima akibatnya semua," ujar Arhand dingin, tegas dan datar.
Aditya mengangukkan kepalnya. "Baik, Tuan. Akan saya telpon mereka," ujarnya.
"Apa masih ada yang lainnya, Tuan?" tanya Aditya pada sang atasan.
"Tidak ada. Kamu boleh keluar," ujar Arhand dingin.
"Baik, Tuan. Permisi," ujar Aditya menundukkan kepalanya sebelum melangkah kebelakang dan berbalik meninggalkan ruangan Tuannya.
"Huem." ujar Arhand hanya berdehem.
Aditya keluar dari ruangan Arhand, sedangkan Arhand menyandarkan kepalanya kebelakang kursinya. "Mom sama Papa kenapa harus datang, hufh," gumamnya membuang napas kasar.
...#continue .......
...Selamat membaca, Readers💜💜💜....
...Jangan lupa dukungannya, like, and vote-nya....
"Auh," rintih Maira sembari mengusap dahinya yang terbentur dengan benda keras.
Mendengar tuntutan Nyonyanya, Maid terkejut dan berbalik dengan cepat. "Astaga, Nyonya. Nyonya tidak apa-apa?" tanyanya melihat dahi Nyonyanya.
Maira tersenyum, menganggukkan kepalanya. "Iya, aku baik-baik saja," ujarnya lembut.
Maira mengangkat kepalanya menatap orang uang baru saja ia tabrak. "Maaf, Tuan, aku tidak sengaja," ujarnya tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya.
Pria yang Baru saja ia tabrak, sama sekali tak bergeming, hanya menampilkan wajah datar, menatap Maira. Membuat Maira merasa gugup dan canggung, karena berfikir orang yang di depannya marah. Di tengah rasa gugup Maira, tiba-tiba seseorang menarik ujung bajunya.
"Aunty cantik, Aunty cantik," panggil seorang anak usia 5 tahun
Maira mengalihkan pandangannya. "He. Oh ... hei, boy," ujar Maira terlihat sangat terkejut dan senang saat melihat anak kecil itu.
"Aunty cantik, ada di sini juga?" tanya anak kecil itu.
Maira tersenyum dan mengangkat tangannya menyentuh kepala anak itu. "Iya, Aunty lagi belanja. Kamu kesini ngapain, boy?" ujarnya lembut.
Anak kecil itu tersenyum. "Aku lagi beli susu buat aku bawa ke sekolah, Aunty," ujarnya girang memperlihatkan susu yang di pegangannya.
"Oiya?"
"Iya," ujar anak kecil itu mengangukkan kepalanya seneng.
"Huem, Lalu kamu sama siapa ke sini?, Tidak sendiri lagi kan?" tanya Maira, pasalnya saat pertama kali ketemu, anak itu tersesat karena berjalan sendirian.
Anak itu terlihat cengesan memperlihatkan gigi susu putih miliknya. "Hehehe, tidak kok Aunty, Lian, sama Uncle."
"Oiya ?, Lalu di mana Uncle-nya?" tanya Maira lagi.
"Ini," ujar anak kecil yang bernama Rian, menunjuk pria yang tadi di tabrak Maira.
"Oh, ini," ujar Maira sedikit terkejut tapi segera ia mengembalikan ekspresinya dan tersenyum canggung pada Uncle Rian.
"Iya. Gantengkan Uncel aku, Aunty. Uncle aku ini banyak cewek cantik yang mau jadi pacal Uncle," ujar Rian semangat memperkenalkan Unclenya pada Maira.
Maira tersenyum dan mengusap kepala Rian. "Really?"
Rian mengangukkan kepalanya dengan cepat. "Iya, tapi Uncle-nya tidak mau. Aku juga tidak mau," ujar Rian dengan ekspresi tak sukanya, namun sangat lucu dan gemesin.
"Loh, kenapa?"
"Kalena meleka, cuka pakek baju tidak cukup bahannya," ujar Rian dengan nada tak suka.
Maira tersenyum, dan mencubit gemes pipi Rian. "Tidak boleh ngomong seperti itu," ujar Maira lembut.
"Kenapa?" tanya Rian.
"Karena, itu namanya menghina orang lain, dan itu tidak baik," ujar Maira memberitahukan dengan sangat lembut.
Rian, memanyungkan bibirnya. "Baiklah, Aunty, Lian, janji tidak bilang sepelti itu lagi," ujarnya lalu kembali tersenyum.
Maira kembali mencubit pipi Rian dengan gemes. "Good, Boy."
Rian terkeke abis mendapat pujian dari Maira. "Hehehe."
"Maaf, Nya, Tuan sudah menelpon, katanya Anda harus pulang," ujar Pak Tono kembali masuk karena Nyonyanya tidak kunjung keluar, dan Arhand juga sudah menelponnya dan memerintahlannya untuk membawa Maira pulang segera.
"Huem, Biaklah," jawab Maira.
Maira kembali membungkuk mensejajarkan tubuhnya pada Rian. "Rian, Aunty, pulang dulu yah ... Rian belajar yang rajin di sekolah yah, jangan nakal, ok," ujar Miara lembut, dengan mengusap rambut Rian.
Rian mengangukkan kepalanya dengan semangat. "Siap, Aunty."
Maira terkekeh melihat tingkah gemesin Rian. Maira bangkit berdiri memperbaiki posisinya, lalu dia menatap Uncle Rian, lalu tersenyum. "Permisi, Tuan," ujarnya sembari membungkukkan badannya sedikit.
"Mari, Nya," ujar Pak Tono, mempersilahkan Nyonyanya berjalan lebih dulu.
"Huem," ujar Maira berlalu pergi.
"Bay, Aunty," teriak Rian.
Maira berbalik dan tersenyum, membalas lambaian tangan Rian. "Bay, Rian."
Rian menarik ujung jas Unclenya yang terus menatap punggung Maira. "Uncle, Aunty Cantik, cantik kan?" tanyanya tersenyum.
"Rian, sudah selesai belanjanya?, kalau sudah selesai ayo kita pergi, Rian sudah terlambat, Uncle juga sudah terlambat datang ke kantor," ujarnya mengalihkan pembahasan keponakannya.
Rian mengangukkan kepalanya. "Sudah Uncle."
"Yah sudah, ayo kita bayar dulu," ujarnya mengambil belanjaan Rian untuk di bawa ke kasir.
"Iya," ujar Rian, mengikuti Uncle-nya.
......................
"Maid," panggil Maira.
" Iya, Nyonya," sahut Maid, menoleh ke arah Nyonyanya.
"Maid simpan di mana yang itu," bisik Maira.
"Nyonya, tenang saja, Maid sudah menyembunyikannya di tumpukan belanjaan," ujar Maid, juga dengan berbisik.
"Huem. Terima kasih, Maid. Maid selalu mengerti aku," ujar Maira tersenyum manis.
"Iya, Nya, sama-sama."
......................
"Ngapain Papa datang kemari sih, bukankah di US jauh lebih baik, Papa juga bukannya sangat menyukai suasana di sana," ujar Arhand pada sang Papa.
"Tanyakan pada Mamamu," ujar Tuan Antonio Blancodingin, ciri khas darinya.
"Salah sendiri kenapa tidak membuat Mama mengendong cucu," sargas Nyonya Arsy Blanco.
"Ayolah, Mam. Mama tau sendirikan itu tidak mungkin," ujar Arhand menatap Mama-nya melalui Rear vision mirror.
"Kenapa tidak mungkin, ha," sargas Nya Arsy lagi.
Tuan Blanco yang merasa akan terjadi perdebatan antara putra dan ibu, langsung ngangkat bicara. "Sudah cukup!. Kalian jika ingin bertengkar, nanti setelah sampai di rumah. Jangan bertengkar di dalam mobil," ujarnya dengan dingin dan datar, tak terbantahkan.
"Anak, Papa tuh," ujar Nya Arsy pelang, karena tak ingin di salahkan.
"Ma," ujar Tuan Blanco melirik istrinya.
"Iya, iya," ujar Nya, Arsy ikut terdiam.
...#continue .......
...Jangan lupa Vote, sebagai dukungan buat Author. Biar Author semakin semangat up-nya....
...See you, the next episode...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!