NovelToon NovelToon

Cewek Tengil Itu Istriku

CINCIN

Ditempat parkir sebuah cafe, seorang pria duduk didalam mobil sambil senyum senyum sendiri menatap cincin bertahtakan berlian ditangannya. Pikirannya melayang membayangkan seperti apa ekspresi kekasihnya saat dia melamar nanti.

Dia adalah Saga Dirgantara, diusianya yang baru menginjak 25 tahun, dia mantap untuk melamar kekasihnya, Rania. Sosok wanita cantik dan sholeha yang telah Saga pacari selama 6 tahun sejak duduk dibangku kuliah.

Kemarin begitu toko perhiasan menghubungi jika pesanannya sudah jadi, gegas dia berangkat untuk mengambil cincin berlian yang dia design sendiri khusus untuk sang pujaan hati.

Brakk

Saga terkesiap saat seorang cewek tiba tiba membuka pintu mobilnya lalu menutup kembali dengan kasar. Tak pelak cincin yang dia pegang jatuh hingga membuatnya mengumpat kesal.

"Sial." Umpatnya sambil membungkuk untuk mengambil cincin yang berada didekat kaki si cewek tak dikenal yang nyelonong masuk kedalam mobilnya. Tapi sebelum tangannya berhasil meraih cincin tersebut, cewek itu lebih dulu mengambilnya dan tanpa ijin langsung menyematkan dijari manisnya.

"Siapa kamu, cepat lepas cincin itu." Seru Saga sambil melotot, tak terima cincin calon istrinya tersemat dijari manis wanita lain yang bahkan tidak dia kenal.

Bukannya melepas, cewek itu malah mengangkat jemarinya sambil menatap cincin berlian yang tersemat dijari manisnya. Ukurannya sangat pas dijarinya, membuat cincin itu terlihat begitu cocok dia kenakan.

"Bagus juga selera kamu." Puji cewek itu sambil tersenyum tak tahu malu.

"Cepat lepas dan keluar dari mobilku." Saga hendak menarik lengan gadis itu, mengambil cincinnya tapi terlambat. gadis itu lebih dulu menarik tangannya menjauh dari jangkauan Saga.

"Biar aku lepas sendiri." Dengan menggunakan tangan kanannya, gadis itu mencoba melepas cincin yang ada dijari manis sebelah kiri.

"Kenapa?" Tanya Saga saat melihat ekspresi aneh gadis tersebut.

"Gak bisa dilepas."

Mata Saga seketika membola dengan mulut sedikit menganga. Cincin itu dia sendiri yang mendesign, belum lagi harganya yang selangit membuatnya murka saat tahu cincin itu tak bisa lepas.

"Aduh, gimana? Gak bisa lepas." Gadis itu kebingungan sambil berusaha menarik narik cincin dijari manisnya.

Saga hendak menarik pergelangan tangan gadis itu untuk melepasnya sendiri, sayangnya gadis itu lebih dulu berhasil menghindar. Dia tertawa ngakak sambil melepas cincin dijarinya, membuat Saga mengernyit bingung.

"Tapi boong, hahaha." Sambil tertawa lebar, gadis itu menunjukkan cincin yang sudah terlepas dan sekarang dia pegang.

Saga menghembuskan nafas leganya. Sumpah demi apapun, dia tak rela jika sampai cincin itu tak bisa lepas.

"Sini." Saga hendak meraih cincin tersebut, tapi lagi lagi gadis itu dengan sengaja mempermainkan Saga, dengan cara menjauhkan cincin itu.

"Hei, itu cincinku, kembalikan." Saga berusaha merebut.

"Ambil kalau bisa." Sambil cekikikan, gadis itu terus menjauhkan cincin tersebut dari jangkauan Saga.

"Dasar maling, kembalikan." Batas kesabaran yang sudah terkikis habis, membuat Saga menarik kasar lengan gadis itu lalu merebut cincin miliknya.

"Enak saja ngatain aku maling. Gak ada tampang maling diwajahku yang cantik ini." Protes gadis tengil itu sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Tidak perlu tampang maling untuk menjadi maling. Hanya perlu mengambil milik orang lain tanpa ijin untuk disebut maling. Seperti yang kau lakukan tadi. Kau tahu, cincin ini sangat mahal." Saga menyimpan kembali cincin itu kedalam kotaknya. Takut hilang atau malah dicuri gadis itu.

Gadis itu menyebikkan bibir lalu tersenyum meremehkan.

"Tidak perlu mencuri, aku bahkan bisa membeli 10 cincin seperti itu."

Saga seketika tergelak mendengar kesombongannya. Cewek tengil bau kencur yang dia tebak masih berusia belasan, mana mungkin punya uang sebanyak itu. Mungkin dia spesies cewek halu.

"Kau pikir berapa harga cincin ini?" Saga mengangkat kotak yang berisi cincin tersebut. "Hampir seratus juta."

"Seratus juga dibilang mahal, kasihan sekali calon istrimu." Ledeknya sambil tertawa dan melipat kedua tangan didada.

"Hanya dengan rebahan saja, aku bisa dapat seratus juta," lanjut cewek itu.

Hanya rebahan dapat seratus juta? Kerja apaan itu? Tak pelak pikiran Saga menjurus kehal lain. Diperhatikannya penampilan gadis tengil disampingnya itu. Kaos lengan pendek ketat dipadu dengan hotpant yang hanya menutupi sedikit paha, rambut warna coklat dan tas slempang yang sepertinya sangat mahal.

"Kamu kupu kupu ma_"

"Bukan," potong gadis itu cepat sambil melotot marah. Mentang mentang seriesnya lagi viral, langsung aja ngarah kesana.

"Tidak ada yang hanya rebahan saja bisa banyak uang selain kerja gituan."

"Dasar otak mesum, ngertinya cuma gituan aja. Jangan jangan kamu salah satu pengguna jasa tetap kupu kupu?" cibir gadis itu.

Saga hanya menghela nafas mendengarnya. Baginya tak penting untuk membela diri didepan cewek tengil dari antah berantah yang tidak dia kenal dan tak ingin kenal.

"Orang tuaku kaya. Tak perlu capek capek kerja, hanya rebahan saja bisa dapat semua yang aku mau. Bahkan kalau kamu jadi suamikupun, kamu tak perlu kerja kita bisa hidup enak tujuh turunan."

"Tak mungkin," sangkal Saga.

"Jadi kamu gak percaya?" Kesalnya sambil memelototi Saga dan berkacak pinggang. "Kamu gak percaya kalau papaku sekaya itu?"

"Bukan itu."

"Astaga....Apa perlu aku sebutkan nama papaku agar kau percaya?"

Saga menghela nafas.

"Maksudku, gak mungkin kita menikah, kamu bukan tipeku."

"WHAT!" Pekik gadis itu dengan mata membulat. Harga dirinya meronta ronta saat Saga bilang bukan tipenya. Selama ini, cowok cowok selalu mengantri demi cintanya, tapi sekarang, seorang pria mengakui dengan lantang jika dia bukan tipenya. Benar benar the real penghinaan telak.

"Kamu pikir aku juga mau nikah sama kamu? Seandainya, garis bawahi, seandainya kamu jadi suami aku."

"Bahkan hanya berandai andai saja aku tak mau."

Gadis itu makin ternganga mendengarnya.

"Kenapa, tak terima? Keluar sana dari mobilku," usir Saga. Gadis tengil itu sudah merusak moodnya hari ini. Sayang perempuan, kalau laki laki, sudah dia tendang dari tadi.

Dengan wajah merah menahan kesal, gadis itu membalikkan badan. Tangannya bergerak hendak membuka pintu, tapi apa yang dia lihat diluar, membuatnya kembali membalikkan badan dan langsung memeluk Saga.

"Apa apa kamu?" Saga reflek mendorong gadis itu. Bukannya jera, gadis itu malah kembali memeluknya.

"Aku mohon diam sebentar." Lirih gadis itu sambil menyorokkan wajahnya didada bidang Saga.

"Aku menyuruhmu keluar, bukan memelukku." Saga masih berusaha mendorong tubuh gadis itu.

"Please sebentar saja. Orang orang berjas hitam diluar itu ingin menangkapku. Jadi biarkan aku menyembunyikan wajahku."

Saga melihat kearah luar, benar ucapan gadis itu. Tampak beberapa orang berjas hitam ada disekitar mobilnya. Mereka berjumlah empat orang. Terlihat celingukan seperti mencari seseorang atau sesuatu.

"Siapa mereka?" tanya Saga.

"Diamlah dulu, nanti aku ceritakan. Dasar bawel, banyak nanya."

WANITA TERPILIH

Meski posisi ini tidak dia sukai, Saga memilih diam. Dia biarkan gadis tengil itu memeluknya sambil menyembunyikan wajah didada bidangnya. Sepertinya orang orang berjas hitam diluar memang sedang mencarinya.

"Katanya anak orang kaya, tapi dikejar kejar dept colektor."

"Heh, enak aja. Dia orang suruhan papa untuk menangkapku. Aku kabur dari rumah karena mau dinikahkan dengan pria tua." bohong gadis itu demi menarik simpati Saga.

Gadis itu adalah Anna, dia kabur dari rumah karena tak mau dikirim ke pesantren. Saat ini sedang dikejar oleh orang suruhan papanya. Tadi saat hendak memasuki cafe, Anna melihat mobil bodiguard papanya, tak ingin tertangkap, tanpa berfikir panjang dia masuk ke mobil Saga untuk bersembunyi.

"Apakah mereka sudah pergi?" Tanya Anna beberapa saat kemudian.

"Belum." Saga masih bisa melihat dua orang berada tak jauh dari mobilnya.

"Kenapa jantungmu berdebar debar?"

Seketika Saga gelagapan mendengar pertanyaan itu.

"A, a, aku..." Saga bingung untuk menjawab. Tak bisa dipungkiri, berada dijarak sedekat ini dengan seorang gadis memang membuatnya berdebar. Jangan salah paham, itu bukan cinta, mungkin hanya reaksi natural saat seorang laki laki dan perempuan berpelukan erat. Bahkan saking eratnya pelukan Anna, Saga bisa merasakan dua gundukan kenyal menekan dadanya. Bisa dibilang, Saga tak pernah melakukan hal seperti ini dengan lawan jenis. Meski dia memiliki pacar, tapi kontak fisik yang mereka lakukan tak pernah lebih dari berpegangan tangan.

"Aku bisa paham sih. Cowok mana yang tidak akan berdebar jika dipeluk oleh cewek secantik aku," ujar Anna dengan pedenya.

"Diam atau aku panggil mereka." Desis Saga yang mulai jengah.

Saga membuang nafas kasar lalu memejamkan mata. Dia berharap orang orang perjas hitam itu segera pergi dan dia bisa lepas dari pelukan si cewek tengil.

Saat membuka mata, Saga dikejutkan dengan kemunculan Rania. Entah sejak kapan kekasihnya itu telah berdiri didepan mobilnya, menatap tak percaya kearahnya. Buru buru Saga mendorong kasar tubuh Anna.

Dug

"Awww..." Pekik Anna sambil meringis kesakitan saat punggungnya terhantuk dashbord mobil. Cewek itu mengomel dan mengumpati Saga sambil mengusap punggungnya yang nyeri. Sementara Saga, dia tak menggubris sama sekali, cepat cepat keluar dari mobil untuk memberikan penjelasan pada Rania.

Rania, wanita cantik dengan hijab syar'i warna nude itu menatap Saga datar saat pria itu tergopoh gopoh menghampirinya. Meski rasa sakit karena cemburu itu ada, tapi dia adalah wanita yang tahu seperti apa harus bersikap. Bukan jenis wanita yang akan mengamuk, memaki, lalu menyerang wanita lain yang dianggap merebut kekasihnya.

"Ran, dengerin penjelasanku. Apa yang kamu lihat, tak seperti itu kejadiannya." Terang Saga sambil meraih tangan Rania dan menggenggamnya. Wajahnya kalut, takut Rania tak mau percaya dengan penjelasannya. Sedangkan Rania, wanita itu hanya diam.

"Ran, kamu percaya sama aku kan? Please, jangan diem aja." Tatapan Rania yang datar dan bibir yang setia tertutup, membuat Saga makin kalut.

Didalam mobil, Anna memperhatikan sepasang kekasih itu. Dalam hati, dia mengejek Saga yang terlalu bucin, terlihat sangat mencintai dan takut kehilangan.

Jadi seperti itu tipenya? Gak ada menariknya sama sekali, masih jauh cantikan aku.

Anna tersenyum mengejek sambil terus menatap mereka dari dalam mobil.

Saat melihat kearah arah mobilnya. Darah Saga dibuat mendidih melihat si sumber masalah malah enak enakan duduk manis dengan kedua tangan dilipat didada. Menyebalkan sekali, tak ada niatan untuk keluar memberi klarifikasi atau apapun. Benar benar definisi cewek tak tahu diri.

Saga melepaskan tangan Rania, berjalan cepat menuju pintu mobil sebelah kiri lalu membukanya. "Cepat keluar, jelaskan pada kekasihku jika tidak ada apa apa diantara kita." Saga menatap Anna nyalang sambil menariknya keluar dari mobil.

Meskipun malas, tapi Anna juga merasa jika sudah seharusnya dia memberi klarifikasi disini. Dia menuruti kemauan Saga, keluar dari mobil dan menghampiri Rania.

Rania, wanita itu bergeming menatap gadis dihadapannya. Pakaiannya sangat minim, sebagai sesama wanita, dia merasa malu untuk menatapnya. Hotpant yang sangat pendek memperlihatkan paha seputih susunya yang sangat mulus. Kaosnya yang sangat ketat membuat dadanya terlihat sangat menonjol.

Meski dia tak yakin mereka melakukan apa apa didalam mobil, tapi melihat penampilan gadis itu, dia jadi berfikiran yang tidak tidak. Bagaimanapun, Saga tetaplah seorang laki laki, dan laki laki mana yang tidak tergoda jika disuguhi paha mulus dan dada yang montok. Belum lagi kecantikan yang diatas rata rata, sudah pasti tak ada pria yang bisa menolak.

"Cepat katakan, kau tiba tiba masuk kedalam mobilku dan memelukku." Pinta Saga sambil memelototi Anna.

Anna memperhatikan Rania dari atas hingga bawah. Cantik, tapi tidak menarik. Seperti itulah kesimpulan yang dia tarik.

"Cepat." Seru Saga yang kesal karena Anna hanya diam saja.

Anna menghela nafas, mencibir dalam hati pria bucin yang tak sabaran itu.

"Itu dia Non Anna."

Teriakan itu membuat Anna seketika menoleh kesumber suara. Ternyata orang suruhan papanya masih ada disekitar sana dan sekarang berlari kearahnya. Tak mau sampai tertangkap, Anna segera lari tunggang langgang.

"Hei, mau kemana kamu?" Teriak Saga yang kaget karena Anna tiba tiba kabur begitu saja. Dia hendak mengejar tapi batal saat melihat orang orang berjas hitam mengejar Anna. Sepertinya mereka punya masalah serius, lebih baik dia tak usah ikut campur.

"Siapa mereka, kenapa mengejar gadis itu?" tanya Rania yang juga merasa heran. Pemandangan didepannya sudah seperti live film action dimana seorang gadis dikejar oleh beberapa pria berjas hitam serta kaca mata hitam.

"Biarkan saja, itu bukan urusan kita. Sekarang kamu percayakan, jika aku tak ada hubungan apa apa dengannya? Dia tiba tiba masuk kemobilku karena pria pria tadi mengejarnya."

"Apakah harus dengan berpelukan?"

Saga dibuat mati kutu dengan pertanyaan menohok itu.

"Di, dia yang tiba tiba memelukku dengan alasan agar wajahnya tidak terlihat."

"Dan kamu diam saja, menikmati? Kenapa tidak menyuruhnya menunduk atau bersembunyi dibawah?"

Saga menelan salivanya susah payah. Dia merutuki kebodohannya karena tak berfikir kritis seperti Rania. Harusnya tadi dia jorokkan saja kepala gadis tengil itu kebawah, kenapa juga malah pasrah saat dipeluk. Merasa bersalah, dia tak lagi membela diri.

"Maaf, harusnya aku tak membiarkannya memelukku." Saga meraih kedua tangan Rania lalu mengngenggamnya.

"Sudahlah, ayo masuk." Rania tersenyum, membuat Saga sedikit lega meski masih merasa bersalah.

Keduanya lalu masuk kedalam cafe. Saga sama sekali tak mau melepaskan tangan Rania meski wanita itu minta dilepas. Dia tak nyaman saat orang orang menatapnya. Berbeda dengan Saga, dia justru merasa nyaman saat tangan halus pujaan hatinya itu berada dalam genggamannya.

Sesampainya didalam, mereka langsung memesan makanan. Saga baru ingat, jika cincin yang akan dia berikan pada Rania tertinggal dimobil. Mungkin setelah makan, dia baru akan pergi untuk mengambilnya.

"Kapan makananmu habis jika terus terusan menatapku?" ledek Rania.

"Karena kamu lebih menarik daripada makanan didepanku."

"Kamu terlalu berterus terang, gimana kalau makanannya cemburu padaku?"

Saga terkekeh mendengarnya. Dia memang bucin akut dengan wanita dihadapannya itu. Wanita cantik dan sholeha yang akan dia jadikan ibu dari anak anaknya. Mereka berteman sejak kecil, bersekolah di TK dan SD yang sama. Tapi mereka berpisah saat SMP karena Rania masuk pesantren hingga lulus SMA.

Mereka bertemu kembali saat kuliah. Tak ingin keduluan orang lain, Saga gercep menyatakan cintanya. Awalnya dia ditolak karena Rania tak ingin pacaran, tapi bukan Saga jika menyerah begitu saja. Dia terus saja menyatakan cinta dan berjanji tidak akan melakukan lebih dari pegangan tangan. Melihat kesungguhan Saga, Rania pun menerima cintanya. Karena sesungguhnya, dia juga mencintai Saga.

"Bukan hanya makanan, seluruh gadis pasti cemburu padamu, kamu terlalu sempurna, cantik luar dalam."

Rania menyebikkan bibirnya, menurutnya Saga terlalu lebai saat memujinya.

"Tapi gadis tadi, bukankah dia lebih cantik dariku?"

Saga terdiam, sedetik kemudian cekikikan. "Dilihat darimana? Bahkan dari sedotanpun, kamu lebih segalanya dari dia. Jangan pernah bandingkan dirimu dengan wanita lain, karena dimataku, kamu yang paling sempurna. Kamu satu satunya wanita yang ada dihatiku, wanita yang aku pilih untuk menjadi ibu dari anak anakku dan menua bersamaku."

Dada Rania seketika sesak mendendengarnya. Dia meletakkan sendok yang dia pegang lalu membuang pandangan kearah lain. Sekuat hati dia menahan air mata agar tidak luruh.

PUTUS

Bukankah seharusnya wanita bahagia jika disanjung seperti itu? Tapi raut berbeda yang ditunjukkan oleh Rania. Saga bukan orang bodoh untuk tidak menyadarinya. Meski Rania melihat kearah lain, tapi dia bisa melihat tangan wanita itu bergetar seperti menahan tangis.

"Sayang, Rania, kamu gak papakan?"

Rania menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Tidak, dia tidak boleh menangis meski dadanya sangat sesak.

Saga meletakkan sendok dan garpu yang dia pegang. Diraihnya tangan Rania yang berada diatas meja lalu digenggamnya.

"Ran, ada apa?" Perasaan Saga mulai tak enak.

Rania berusaha mengembalikan mimik wajahnya sebelum kembali menatap Saga. Ditariknya tangannya dari genggaman kekasihnya itu lalu menunduk.

"Maafkan aku Ga, sepertinya hubungan kita tidak bisa dilanjutkan."

Deg

Jantung Saga seperti berhenti berdetak. Tidak ada angin atau hujan, tapi kenapa ada petir yang menyambar. Kalimat keramat itu membuat Saga setika bergeming.

Rania menyeka air matanya yang menetes. Ini keputusannya, dan dia tak boleh lemah ataupun menyesal. Meski dia tahu, Sagalah korban disini. Sagalah orang yang paling terluka.

"Maaf." Rania mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya, merapikan piring makannya dan hendak pergi. Dia tak bisa berlama lama dengan Saga, takut hatinya tak mampu berpaling dari cinta pertamanya itu.

"Tunggu." Saga menahan pergelangan tangan Rania saat wanita itu hendak pergi.

"Apa alasannya? Apa salahku? Apa karena gadis tadi? Aku bersumpah Ran, tak ada apa apa antara aku dan dia. Aku tahu kamu kecewa padaku, tapi please, jangan akhiri hubungan kita hanya gara gara hal tadi."

Rania menggeleng, air matanya turun kian deras hingga membuat hijab disekitar pipinya basah. Ini sangat menyakitkan baginya, terlebih lagi bagi Saga.

"Bukan karena itu Ga."

"Lalu karena apa? Katakan Ran?" desak Saga.

"Aku, aku." Lidah Rania terasa kelu. "Aku telah menerima khitbah orang lain."

Tubuh Saga langsung lemas. Dengan sendirinya, tangan yang memegang pergelangan tangan Rania itu terlepas. Dadanya sesak, sakit sekali, tapi dia tidak menangis.

Hari ini, ditempat ini, harusnya dia memberikan kejutan dengan melamar Rania. Tapi yang terjadi sungguh berbeda, dia yang dikejutkan dengan pernyataan Rania barusan.

"Khitbah orang lain?" Saga tersenyum getir. "Khitbah orang lain." Saga mengulang beberapa kali kalimat itu. Rasanya dia masih belum bisa percaya. "Lalu kamu anggap apa aku selama ini? Aku kekasihmu, tapi kenapa kau menerima pinangan orang lain?"

Saga terlihat marah dan kecewa, tapi dia memang pantas untuk itu. Pria mana yang tak kecewa saat kekasihnya menerima khitbah pria lain disaat hubungan mereka sedang baik baik saja.

"Maaf Ga, tapi aku punya alasan."

"Alasan, apa?"

"Aku gak bisa jelasin."

Saga memejamkan mata sambil membuang nafas berat. Kakinya yang terasa lemas memaksanya kembali duduk dikursi. Begitupun Rania, wanita itu kembali duduk dikursinya karena merasa masih ada yang harus diselesaikan diantara mereka. Keduanya saling diam untuk beberapa saat.

"Kamu tahu Ran, hari ini, aku berencana melamarmu."

Rania meremas gamisnya. Matanya memanas dan butiran bening kembali jatuh dari sudut matanya. Kenapa baru sekarang? Kenapa tak bulan lalu atau sebelum pria bernama Hanafi mengkhitbahnya.

"Kenapa baru sekarang Ga?" pertanyaan itu reflek keluar dari bibir Rania.

Saga tertawa, menertawakan dirinya sendiri yang bodoh karena menyia nyiakan waktu 6 tahun ini. Bukannya tak mau memberi kepastian, dia hanya sedang memantaskan diri. Belajar lebih dalam tentang ilmu agama, menyelesaikan S2, serta menabung. Tapi ternyata dia lengah, dia gagal mendapatkan wanita yang dia pikir sudah ada digenggamannya.

"Kapan dia mengkhitbahmu?" Meski bahasan ini akan menyakitkan, tapi Saga tetap ingin tahu.

"Bulan lalu. Dan semalam, aku baru memberikan jawabannya."

"Semalam?" Lagi lagi Saga tersenyum getir. Dia kemudian menatap jam yang bertengger dipergelangan tangannya. "Jadi aku hanya terlambat beberapa jam?"

Rania mengangguk pelan sambil memejamkan mata.

"Seandainya kemarin atau kemarin lusa aku melamarmu, apa kau akan menerima?"

"Mungkin."

Saga menepuk nepuk dadanya yang sakit. Dia pikir dengan status berpacaran, Rania sudah menjadi miliknya, tapi ternyata dia salah. Seorang pria telah berhasil merebutnya dengan jantan. Dengan cara datang lebih dulu bersama orang tuanya untuk melamar.

"Siapa laki laki itu? Sehebat apakah dia hingga bisa menikungku?"

Menikung? Entah apa yang dimaksud Saga. Tapi terdengar seperti tuduhan bagi Rania.

"Demi Allah, aku tidak pernah berselingkuh dibelakangmu Saga. Aku selalu menjaga hatiku untukmu. Hingga seorang pria dan keluarganya datang untuk mengkhitbahku, memberikan kepastian yang tak ada dapat darimu selama 6 tahun kita berpacaran. Bukan mudah aku menerimanya Ga. Aku berperang dengan perasaanku. Satu bulan aku mencoba mencari jawaban, hingga akhirnya, kuputuskan menerima khitbahnya."

Selama sebulan, Rania meminta petunjuk melalui sholat istikharah. Meski dia berharap jika Saga jodohnya, tapi wajah pria lain yang selalu dia lihat dalam mimpi.

"Itu artinya, dimatamu dia lebih baik daripada aku?"

Rania menggeleng cepat. "Bagiku, Saga Dirgantara adalah lelaki paling baik. Tapi...." Rania menjeda ucapannya, menyeka air mata yang tak kunjung mau berhenti mengalir. "Tapi mungkin kita memang tidak berjodoh. Jodoh, rejeki, maut, sudah ditentukan. Allah tahu apa yang terbaik untuk hambanya. Mungkin terasa berat, tapi aku yakin, ini yang terbaik. Untukku, dan kamu Ga."

Saga menggeleng cepat. "Bagaimana bisa kau bilang ini yang terbaik. Sedangkan apa yang aku rasakan saat ini, hanya aku sendiri yang tahu. Sakit Ran, sakit sekali." Saga menepuk nepuk dadanya. "Aku selalu memimpikan hidup bersamamu, bersama anak cucu kita, hingga maut memisahkan. Tapi, tapi, tapi kenapa seperti ini akhir kisah kita?"

Rania kian menunduk, rasa bersalahnya kian dalam melihat Saga yang terluka karena keputusannya.

"Apa alasanmu lebih memilih dia daripada aku Ran, terkecuali karena dia lebih dulu melamar?" Saga benar benar ingin tahu, sehebat apa rivalnya? Apa nilai lebihnya hingga berhasil menggeser posisi yang harusnya dia tempati, yaitu menjadi calon suami Rania.

"Mungkin terdengar tak masuk akal. Tapi percayalah, selama ini, selalu namamu yang aku sebut dalam doa. Tapi saat aku meminta petunjuk siapakah yang paling tepat diantara kalian berdua, dirinyalah yang hadir dalam mimpiku."

"Dan kamu langsung menyimpulkan jika dia jodohmu?" Saga berdecak pelan, tak percaya jika Rania bisa berfikiran seperti itu.

Rania menyusut hidungnya, menyeka air mata lalu berdiri. "Sekali lagi aku minta maaf Ga. Kedepannya, semoga kita masih bisa menjaga tali silaturahmi." Rania pergi, meninggalkan Saga yang masih bergeming.

Saga menatap kepergian Rania hingga punggung wanita itu lenyap dari pandangannya. Setelah membayar tagihan, dengan langkah berat Saga kembali kedalam mobil. Diambilnya kotak berisi cincin berlian yang ada dilaci. Dibukanya perlahan dan ditatapnya cincin cantik itu dengan mata berkaca kaca.

Padahal baru sejam yang lalu hatinya berbunga bunga membayangkan wajah bahagia Rania saat dia lamar. Tapi seperti inilah hidup, kita hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Dia lebih dulu diputus sebelum melamar wanita itu.

Tak terasa air mata Saga menetes. Ini terlalu menyakitkan. 6 tahun pacaran dengannya, tapi akan menikah dengan pria lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!