NovelToon NovelToon

Aku Yang Tersisih

Dijebak

*Cerita ini mengisahkan drama kehidupan sehari-hari. Tapi tidak menutup kemungkinan jika halunya othor muncul, bisa ikutan halu nih jalan ceritanya. Drama tentang rumah tangga, cinta mati, perselingkuhan, kehilangan, jatuh cinta lagi, pengorbanan, emosi. Campur aduk menjadi satu.

Jika kalian suka, lanjut. Jika tak suka skip saja.

Ini novel othor pertama di tahun dua kosong dua tiga.

Bismilllah

💝💝💝💝💝*

Rania mulai membuka mata. Rasa pusing yang teramat sangat dan pandangan kabur dia rasakan kini.

Dia meraba sekeliling, karena rasa mual mendera.

"Kenapa aku ini? Badanku berasa remuk redam. Tulangku kok berasa lepas dari sendinya" keluh Rania yang baru saja terjaga.

Dia raba tubuhnya, "Kok polos?" Rania menarik selimut yang tersibak.

Dia kerjapkan mata supaya pandangannya menjadi jelas.

Kedua mata Rania membelalak saat dia menyadari berada di sebuah tempat asing.

"Di mana ini?" gumamnya bermonolog.

Matanya langsung terbuka lebar saat ditemuinya sosok laki-laki terbaring dan tertidur lelap di sampingnya. Dan dia bukan Mahendra, suaminya.

"Apa yang terjadi ya Tuhan?" Rania masih saja bingung dengan keadaan.

"Siapa dia? Kenapa aku bisa sekamar dengan dia?" Rania raih bajunya yang berserakan di lantai.

Bersamaan dengan itu pintu kamar sepertinya dibuka paksa dari luar.

Rania bersembunyi di balik selimut. Tak mungkin dia lari saat ini, karena kepalanya berasa nyut-nyutan dan kembali berputar-putar.

Pintu terbuka dengan engsel yang terlepas karena didobrak.

"Rania, di mana kamu? Dasar wanita j4l4ng" umpat seseorang. Suara seseorang yang sangat dikenal oleh Rania.

"Bukankah dia suamiku? Mahendra" deg rasa batin Rania.

"Apa yang terjadi ya Allah?" batin Tania.

Selimut tersibak paksa, dan Rania mencoba menghentikan karena tubuh polosnya bisa tersingkap.

Sebuah tamparan keras dari sang suami begitu menyadarkannya. Air mata mengalir begitu saja di pipi Rania. Mahendra yang selalu lembut memperlakukannya, sekarang menjadi sosok yang tak begitu Rania kenal.

Dengan rasa amarah membuncah dia lampiaskan ke Rania.

Dengan tubuh masih polos, ditariknya tubuh Rania dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan dengan laki-laki itu? Hah?" Bentak Mahendra tanpa memperdulikan Rania yang hanya bertutup selimut.

"Sayang, kenapa aku bisa di sini?" Rania malah balik bertanya. Karena semua yang dialaminya ini masih bagai mimpi.

"Cihhhhh, dasar kau mun4fik" umpat Mahendra masih dengan nada tinggi.

"Sayang, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi" bela Rania.

"Sepertinya apa yang dibilang oleh Riska selama ini benar, kau selingkuh di belakangku" kata Mahendra bagai sebuah tuduhan yang menghujam di relung hati Rania.

Laki-laki yang tak dikenal Rania itu membuka mata setelah mendengar keributan.

"Apa yang terjadi sayang?" katanya sambil mengucek kedua matanya. Laki-laki yang hanya memakai celana boxer itu mulai membuka mata.

"Sayang? Kau panggil aku sayang? Kenal saja tidak" elak Rania.

"Ha...ha...kau jangan mengelak sayang. Kau lupa apa yang terjadi semalam?" katanya santai.

Membuat Mahendra semakin emosi dibuatnya.

Beberapa orang yang dibawa oleh Mahendra pun meringsek masuk. Untuk dijadikan saksi, bahwa telah terjadi perselingkuhan antara Rania dan laki-laki yang tak dikenalnya.

"Kau bahkan tak mengenal laki-laki yang kau ajak selingkuh. Dasar wanita murah4n!!!!" umpat Mahendra.

Yang bisa dilakukan Rania hanya menangis. Karena dia sendiri tak tahu apa yang terjadi pada dirinya dan laki-laki itu.

"Rania Putri Handono aku talak kamu. Mulai hari ini dan seterusnya" ucap Mahendra.

"Sayang, apa yang kau lakukan?" Rania bersimpuh di kaki sang suami.

Kata-kata suaminya bagai petir yang menyambar saat langit sedang cerah.

"Sayang, tarik kata-katamu! Bagaimana nasib putra kita?" Rania masih bersimpuh dengan isak tangis yang menganak sungai.

"Pakai baju kamu dan simpan air mata buaya kamu. Sampai jumpa di pengadilan agama. Dan aku pastikan hak asuh Chiko ada di tanganku" tegas Mahendra dan meninggalkan ruangan itu.

Rania tergolek lemas. Derai air mata masih tak terbendung.

"Untuk apa kau menangis? Bangunlah...dan bersihkan diri kamu" kata laki-laki itu menyuruh Rania.

Rania mendongak. Ingin dia memukul laki-laki di depannya. Tapi tubuhnya masih terasa lemas.

"Tak perlu kau sesali karena semua sudah terjadi" bilang laki-laki itu.

"Siapa kau tuan, berani-beraninya kau mengajak ku ke sini?" ucap Rania sinis.

"Ha...ha...bahkan kau sendiri yang merayuku semalam. Apa kau lupa?" sergahnya.

"Hah????" Rania mulai mencoba mengingat. Memori apa yang terjadi kemarin.

"Bahkan kau dengan beringasnya menyerangku di atas ranjang. Apa kau lupa?" hardiknya.

Rania terdiam, apa benar apa yang laki-laki itu ucapkan? Batin Rania bergejolak. Hiperbola dikit gak papa lah kata-katanya.

"Oh ya, namamu Rania kan? Makasih atas pelayananmu semalam, meski aku sedikit tak nyaman karena ulah suami kamu yang emosian tadi" ucapnya tanpa rasa bersalah.

"Heh tuan. Bagaimana kau bisa mengatakan itu dengan mudahnya. Rumah tanggaku terancam hancur karena kejadian ini?" kata laki-laki itu memancing emosi Rania.

"Bukannya suami kamu sudah menalakmu tadi. Kau janda sekarang. Ada yang salah dengan kata-kataku ini?" tanyanya memicingkan sebelah mata.

Rania beringsut mendekat ke laki-laki itu dan ingin segera menyumpal mulutnya dengan selimut hotel.

Dan dengan seenaknya dia masuk kamar mandi meninggalkan Rania dengan sejuta emosi.

Rania mencoba mengingat kejadian kemarin, sampai dia berakhir di sebuah kamar hotel mewah dan menginap dengan laki-laki tak tahu diri tadi.

Rania mengacak rambutnya, karena belum juga menemukan jawaban atas apa yang terjadi.

"Kau beneran tak mau membersihkan diri?" tanya laki-laki itu dengan rambut yang masih menetes.

Tanpa pikir panjang, Rania lari ke kamar mandi.

"Lagaknya aja sok polos" gumam laki-laki itu dan masih terdengar oleh Rania.

"Apa yang kau bilang?" Tatapan tajam Rania dari balik pintu kamar mandi.

"Apa kau nggak lapar?" tanyanya menghindari tatapan Rania.

Pintu kamar mandi ditutup Rania dengan keras.

Air shower Rania nyalakan ke arah yang paling deras. Dia gosok-gosok dengan kuat tubuhnya, menghilangkan jejak laki-laki itu yang menempel di badan.

Di tengah mandi, Rania teringat kata-kata suami yang sudah menalaknya.

"Maafkan...maafkan aku sayang. Aku telah mengkhianati cinta kita" isak tangis Rania di bawah guyuran shower.

Meski tak tahu apa yang terjadi sebenarnya, sebagai wanita bersuami tentu Rania paham. Jika seorang laki-laki dan wanita menginap di sebuah kamar hotel, dan sama-sama polos tentu Rania bisa menebak apa yang terjadi.

Gedoran pintu kamar mandi menyadarkan Rania. Rania menyambar sebuah kimono mandi yang ada di situ. Daripada tak memakai apapun.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

to be continued

Pengusiran

"Apa kau mau pulang setelah kejadian tadi?" tanya laki-laki itu tanpa memandang Rania tetapi malah asyik dengan makanan yang tersaji di depannya.

'Cih, sombong sekali' umpat Rania dalam hati.

"Ha...ha...kira-kira apa yang harus kulakukan?" sergah Rania. Jengah juga dengan laki-laki tak berperasaan ini.

Meski laki-laki itu telah memakai baju lengkap, dengan lengan baju terlipat. Menambah aura tampannya, Rania tidak menggubrisnya sama sekali.

"Realistis saja. Dengan kejadian tadi pasti suamimu akan mengusirmu" katanya sinis.

Rania diam tak menanggapi.

Dan diapun menyerahkan sebuah amplop tebal kepada Rania.

"Aku rasa dengan ini, bisa sedikit menghiburmu" lanjutnya.

"Hah? Apa kau kira aku wanita jal4ng?" teriak Rania.

"Terserah kau saja. Tapi tetap saja aku berikan ini sebagai rasa terima kasih, aku puas semalam" bisiknya dengan kata nyelekit di telinga Rania.

"Oh ya di paper bag itu ada baju ganti untukmu" imbuhnya seraya menunjuk ke ujung ranjang.

"Aku pergi dulu, sudah ditunggu asistenku di bawah" katanya sambil berdiri dan hendak keluar ruangan.

"Makasih tuan yang terhormat. Aku harap tak berjumpa lagi denganmu" ketus Rania.

Tak ada respon dari laki-laki dingin itu. Dia keluar begitu saja.

Tinggallah Rania merenungi nasib yang menimpanya pagi ini.

Tanpa makan, Rania segera memakai pakaian yang dia ambil dari paperbag tadi.

"Bagaimana dia tahu ukuranku. Baju ini pas sekali menempel di tubuhku" gumam Rania.

"Apapun yang terjadi aku harus segera pulang" kata Rania bermonolog.

Amarah Mahendra sang suami akan Rania hadapi.

Tanpa makan sarapan yang masih ada di meja, Rania meninggalkan kamar mewah itu. Sarapan yang sepertinya sengaja dipesan untuk Rania oleh laki-laki tadi.

.

Rania mengucapkan salam saat akan masuk rumah seperti biasanya.

Chiko putra semata wayangnya yang kini telah berusia tiga tahun menyambutnya dengan antusias.

"Unnndddaaaaa..." Chiko menghambur ke pelukan Rania.

"Pagi sayang. Uluh...uluh...gantengnya anak bunda, wangi sekali" Rania ciumi putranya.

"Untuk apa kau pulang? Hah?" hardik Mahendra yang barusan keluar kamar.

"Ini juga rumahku Mas" tukas Rania. Bagaimanapun rumah yang mereka tinggali adalah hasil kerja mereka berdua. Maka Rania merasa berhak atas rumah itu.

"Dasar wanita tak punya malu. Kau sudah menjatuhkan nama baik suamimu, nama baik keluarga besarmu" mertua Rania ternyata juga datang di rumah itu.

Rania mendekat dan hendak menyalami ibu mertua. Tapi tangan Rania ditepis begitu saja oleh mama mertuanya.

"Mama, kapan datang?" tanya Rania ramah. Seolah tak terjadi apa-apa.

"Mahendra, sebaiknya kau ceraikan saja wanita macam dia" suruh ibu mertua dengan kata-kata sarkas.

"Aku sudah menalaknya tadi Mah saat kupergoki dia dengan selingkuhannya" sahut Mahendra.

"Mas...." ucap Rania.

"Sebaiknya kau pergi. Sebelum aku seret paksa kamu keluar dari rumah ini" kata Mahendra dengan suara mulai meninggi.

"Mas, biar kujelaskan semua" timpal Rania.

"Tak ada yang perlu kau jelaskan lagi. Aku muak Rania. Muak dengan kelakuan kamu" Mahendra benar-benar emosi.

Chiko menangis melihat pertengkaran ayah dan bundanya.

Rania coba raih Chiko untuk menenangkan. Tapi ditepis oleh sang mama mertua.

"Kau tak layak untuk mengasuhnya" katanya ketus.

"Mah, aku yang melahirkannya, aku yang menyusuinya, aku pula yang merawatnya" kata Rania dengan air mata mulai berderai.

"Pergi Rania. Atau aku seret kau" kata Mahendra dengan mencengkeram lengan Rania.

"Mas sakit" keluh Rania.

"Asal kau tahu hatiku lebih sakit atas pengkhianatanmu" beritahu Mahendra.

"Maafkan aku mas" ucap lirih Rania.

"Aku dijebak" ulas Rania.

"Cih...pintar sekali kau beralasan. Apapun yang kau ucapkan aku tak percaya lagi" tukas Mahendra sambil menarik paksa Rania agar keluar dari rumah.

Mahendra membanting pintu dengan kasar setelah berhasil menyeret Rania keluar.

Tangisan Chiko begitu menyayat hati Rania.

Rania bangkit dan menggedor pintu. Memaksa untuk masuk. Tapi tetap saja pintu itu terkunci dengan kokoh.

Tubuh Rania meringsek terkulai lemas di depan pintu.

"Chiko, maafin bunda" kata Rania lirih di antara tangisnya.

Beberapa tetangga terlihat bergerombol.

"Tak kusangka, ternyata kelakuannya seperti itu. Wanita mun4fik" ucap beberapa orang di antaranya.

"Kasihan mas Mahendra, kerja banting tulang. Ternyata oh ternyata, istrinya bej4t sekali. Atau jangan-jangan kerjanya adalah menjadi wanita panggilan?" sambung yang lain.

Sindiran demi sindiran terus saja didengar oleh Rania.

"Kelihatannya aja mukanya baik, tapi kelakuannya bikin ngeri"

"Hati-hati bu ibu. Jaga suami masing-masing. Bisa-bisa digoda olehnya" tunjuk bu Broto yang terkenal sebagai biang gosip di RT setempat.

"Kita usir saja dia bu ibu. Takutnya kita ketularan sama penyakitnya" tuduh yang lain, bahkan lebih sadis dari sebelumnya.

'Ya Allah, apa salahku?' tangis Rania semakin menjadi.

'Aku sendiri tak menyadari apa yang terjadi semalam???' batin Rania.

"Hei Rania, pergi kau dari lingkungan ini!!!" usir wanita yang dipanggil bu Broto itu.

Nasib Rania berubah seratus delapan puluh derajat dalam tempo kurang dari dua puluh empat jam.

Masih teringat jelas sikap manis Mahendra kemarin saat akan berangkat kerja. Kemudian Rania menyusul berangkat setelah mengantar Chiko ke tempat penitipan anak.

Semua berubah tak sesuai rencana saat sahabatnya Riska sekaligus teman kerja mengajaknya ke pesta ulang tahun salah satu rekan kantor. Rania tak kuasa menolak karena paksaan Riska, apalagi dia juga yang memintakan ijin Rania ke Mahendra.

"Tuh, suamimu aja ngijinin" katanya sambil menunjukkan balasan pesan Mahendra.

"Chiko belum aku jemput Riska" Rania beralasan.

"Mahendra bilang, dia akan menjemput Chiko" terang Riska.

Pesta yang diadakan di sebuah club malam, sebenarnya membuat Rania tak tenang dan tak nyaman. Pikirannya teringat akan Chiko di rumah.

"Apa sih yang kau pikirkan Rania?" tanya Riska menyodorkan sebuah minuman untuk Rania.

"Hanya es jeruk. Aku tau kau tak suka minuman beralkohol" seloroh Riska dan Rania segera meneguknya.

'Apa sesungguhnya yang terjadi? Aku tak ingat apapun. Kenapa tiba-tiba aku berada di hotel mewah? Apa Riska setega itu padaku?' tanya Rania dalam benaknya. Rania terus saja terdiam dalam lamunan.

"Rania, cepat kau pergi dari sini!!!" terdengar lagi pengusiran para tetangga terhadapnya membuat Rania terjingkat.

Rania melangkah manjauh dari kerumunan tetangga yang semua menghujatnya. Suami yang biasanya selalu berada di sampingnya sekarang tak menggubris lagi akan keberadaan diri Rania.

Tak tahu akan ke mana, Rania hanya mengikuti kakinya melangkah.

Mau pulang ke rumah orang tuanya, apa yang akan dijadikan alasan. Rania tak tega dengan kedua orang tuanya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Apalagi Chiko, cucu kesayangan mereka tak lagi bersama dengannya.

Rania duduk di sebuah halte, merenungi nasibnya.

"Jakarta...Jakarta....terakhir...terakhir..." terdengar suara kernet bus mencari penumpang.

Kaki Rania melangkah, mengikuti apa kata hatinya sekarang.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

To be continued, happy reading

Pengusiran 2

Kaki Rania melangkah, mengikuti apa kata hatinya sekarang.

Bahkan bus itu telah melewati dirinya.

Kebetulan hujan turun dengan deras, Rania mengurungkan niat untuk meninggalkan halte yang mulai sepi.

"Aku harus ke mana?" lirihnya dalam hati.

Rania teringat amplop yang diberikan laki-laki tadi pagi.

Ada sih tabungan yang tersimpan di rekening pribadi, tapi melihat kondisi hujan deras sekarang tak mungkin Rania mengambil tunai dari anjungan tunai mandiri. Karena hanya tinggal beberapa lembar uang puluhan ribu di tas.

Meski menjadi istri dari Mahendra yang menjadi manager di sebuah pabrik elektronik, Rania masih bekerja di sebuah bank swasta yang lumayan besar. Sehingga penghasilannya selama ini bisa menutupi pendapatan Mahendra yang banyak dipergunakan untuk membiayai pengobatan ayahnya operasi jantung.

Rania selama ini hanya diam, meski haknya tak dipenuhi Mahendra secara penuh.

Bahkan dengan gajinya juga, Rania mengangsur pembelian rumah yang mereka tempati.

Rania menghela nafas panjang teringat pengusiran Mahendra tadi pagi. Bahkan dia diusir dari rumahnya sendiri.

Rania mulai membuka amplop dan terbelalak melihatnya. Uang ratusan ribu berbaris rapi dalam amplop itu dan juga sebuah cek.

"Apa ini maksudnya? Apa dia tak salah? Seratus juta?" gumam Rania bermonolog.

Buru-buru dia masukkan uang itu ke dalam tas nya. Deg-deg an pastinya.

Kebetulan sebuah taksi berhenti di depannya dan menurunkan seorang penumpang.

Rania naik dan menggantikan penumpang yang turun tadi.

"Tujuannya nyonya?" tanya sopir taksi tadi.

"Jalan dulu saja pak, nanti keberitahu setelah jalan" kata Rania karena belum kepikiran mau kemana.

Taksi menerjang hujan yang masih deras.

"Hotel A saja pak" kata Rania bilang ke mana tujuannya.

"Baik nyonya" tanpa banyak kata, sopir melajukan taksi ke arah tujuan yang diminta sang penumpang.

Hari masih menjelang sore saat Rania sampai di lobi hotel itu.

Tujuannya saat ini hanya ingin istirahat dan menghilangkan kepenatan karena masalah yang bertubi-tubi.

Rania teringat akan ponsel yang belum dibukanya sedari pagi.

Sebuah notif pesan masuk dari ibunya.

"Rania, pulanglah!. Ibu dan ayah sudah tahu semua. Tadi Mahendra sudah menelpon ayah kamu. Dan sekarang Ayah menunggumu pulang" tulis ibunya.

Air mata meleleh di pipi. Rania telah berdosa kepada kedua orang tua. Tentu mereka malu karena ulahku yang telah membuat aib keluarga. Pikir Rania.

Tanpa pikir panjang, Rania keluar kamar hotel dan memanggil taksi yang standby di depan hotel.

"Jalan Kenanga pak" pinta Rania.

"Baik nyonya" tukas sang sopir mengiyakan permintaan Rania.

Setelah membayar ongkos taksi sesuai yang tertera di argo Rania melangkah masuk halaman rumah.

Rania mengetuk pintu depan rumah masa kecilnya itu. Rumah yang penuh kenangan baginya.

Tak ada perubahan berarti dari tata letak. Ibunya sangat menjaga keasrian dan kebersihan rumah itu.

Apalagi sejak pensiun dari pekerjaan menjadi pegawai pemerintah, ayah Rania dengan telaten merawat kebun bunga yang menjadi hobi sang istri.

"Ibu, Ayah, Rania datang" Rania terus saja mengetuk pintu yang belum terbuka.

Pintu terbuka perlahan. Terlihat wajah ibu yang sembab seperti baru selesai menangis.

"Masuklah! Ayah kamu menunggu di dalam" suruh ibu lirih.

Dilihatnya muka ayah yang penuh rasa amarah. Rania mendekat hendak mencium tangan sang ayah, tapi sebuah tamp4ran keras mendarat indah di pipi Rania.

Belum hilang rasa perih di pipi akibat t4mparan Mahendra tadi pagi, kini mendapat tambahan dari sang ayah.

"Dasar anak tak tahu diri. Kau sudah membuat malu keluarga" umpat ayah dengan suara keras.

"Apakah ini balasan setelah kami mendidik kamu? Hah?" hardik ayah.

Rania terdiam tak berani menjawab.

"Apa kau puas?" lanjut ayah berikutnya.

"Maafkan aku ayah. Aku tak sengaja melakukannya. Bahkan aku tak tahu siapa laki-laki itu" Rania mencoba beralasan.

"Apa pantas seorang wanita bersuami dan punya anak kecil, pergi ke club malam dan mabuk-mabukan di sana?" lanjut ayah Handono masih penuh emosi.

Bagaimana ayah tahu. Pikir Rania.

"Mahendra sudah menceritakan semua. Dan siang tadi Mahendra mengembalikan kamu ke ayah" tandasnya.

"Ayah malu Rania"

"Aku dijebak ayah" bilang Rania membela diri.

"Jangan salahkan orang lain untuk menutupi kesalahan kamu"

"Dan perlu kau camkan, ayah sangat kecewa dengan kamu" ucapnya.

Rania berlari dan bersimpuh di kaki ayahnya, "Maafkan aku ayah. Maafkan aku" air mata Rania bahkan menetes di kaki sang ayah.

"Ibu, maafkan aku" Rania berlari dan bersimpuh di kaki ibunya. Nyonya Handono hanya bisa menangis.

"Lebih baik ayah kehilangan kamu Rania. Ayah terlalu malu akan perbuatan itu" kata ayah bagai petir menyambar di telinga Rania.

"Ayah...maafkan aku" kata Rania terdengar menyayat.

"Pergilah! Sebelum ayah bertindak kasar" kata ayah Handono.

"Ayah, Rania itu putri kita. Kenapa kau tega yah?" bela ibu.

"Biar dia belajar dewasa bu. Selama ini kita terlalu memanjakan dia, hingga dia jadi wanita yang tak tahu batas" ayah meninggalkan ruang tengah tanpa memperdulikan Rania yang masih bersimpuh.

Ibu dan Rania berpelukan, rasa sedih menghujam di relung hati masing-masing.

"Maafkan aku bu" kata Rania mulai bangkit dari duduknya.

Ibu masih saja menangis.

Pengusiran ayah kandungnya membuat Rania semakin kalut.

Bahkan ayahnya tak mau mendengarkan apa yang ingin dijelaskan olehnya. Seperti halnya Mahendra sang suami.

Rania kembali ke hotel tempat dia menginap. Rania pasrah atas apa yang terjadi.

Karena kelelahan Rania tertidur dengan televisi yang menyala.

Bahkan ponselnya terus berbunyi tanda notif pesan banyak yang masuk.

Rania terbangun saat jam menunjukkan jam sebelas malam, karena rasa lapar yang mendera.

Dia raih ponsel di atas nakas, inginnya memesan makanan online saja karena malas keluar kamar.

Setelah memesan menu yang diingininya, Rania beralih ke aplikasi pesan.

"Banyak sekali pesan yang masuk" gumamnya.

Dia klik aplikasi yang dominan warna hijau itu.

"Banyak sekali pesan di grub kantor?"

Rania buka. Alangkah kagetnya Rania saat semua temannya membicarakan dirinya yang digrebek sang suami karena menginap dengan laki lain.

"Bagaimana mereka semua tahu?" tanya Rania membatin.

Rania menscroll pesan satu demi satu. Ternyata awal berita itu berasal dari Riska sang sahabat. Riska yang juga menjadi teman sang suami.

Rania menggenggam erat tangannya. "Kau tega Riska".

Bahkan Rania juga membaca beberapa temannya menuntut dia dipecat karena dianggap mempermalukan kantor.

"Aku akan mengundurkan diri saja dan pergi jauh. Sudah tak ada yang mengharapkanku lagi di kota ini" ucap lirih Rania.

"Tapi bagaimana dengan Chiko?" rasa berat kembali mendera saat Rania teringat putra semata wayangnya.

"Apa dia bisa tidur lelap sekarang?" Chiko yang akan terlelap jika berada di pelukan mama nya.

"Semoga kau baik-baik saja Nak. Mama sangat menyayangimu" bisik hati Rania.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!