NovelToon NovelToon

NAIMA

AWAL

Naima, delapan tahun digandeng oleh seorang pria bertubuh tegap, namun wajahnya kuyu. Gadis kecil itu masuk sebuah bangunan besar dan begitu mewah.

"Halo sayang ... selamat datang!' sambut seorang wanita dengan wajah kikuk.

Naima bergeming, gadis kecil itu masih memakai pakaian yang ia pakai tadi ketika berpergian dengan mendiang ayah dan ibunya satu jam lalu. Pria yang menggandengnya ini penyebab kematian kedua orang tuanya.

"Mulai sekarang, kau panggil Mama ya," ujarnya tersenyum palsu dan melirik sebal pada suaminya.

"Tapi Tante bukan Mamaku!' sahut Naima begitu berani.

"Ck ... jangan berlaga di sini anak kecil!' sentak seorang wanita paru baya dengan kesal.

"Masih untung kau ada yang menampung!' lanjutnya kasar.

"Aku tidak memintanya!" sahut Naima begitu berani.

"Kembalikan ayah dan ibuku. Hidupkan mereka kembali! Maka aku tidak akan menyusahkan kalian!" lanjutnya membuat semua bungkam.

"Apa kau bisa ... Tuan Pratma?" tanya gadis kecil itu lalu melepas genggamannya.

Tak lama seorang pria paruh baya datang dengan wajah memerah menahan amarah. Pria itu menatap gusar pada putranya yang ceroboh itu. Pria itu bernama Agung Lakso, lima puluh sembilan tahun. Naima menatap pria tua itu dengan pandangan marah.

"Nak, jangan pedulikan mereka. Di sini aku yang berkuasa. Akan kupastikan kau aman dan tidak diganggu oleh siapapun," ujar Agung menyamakan tingginya pada gadis kecil yang begitu pemberani itu.

"Anna, bawa suamimu ke kamarnya. Bersihkan dia!' titah Agung tak bisa dibantah.

Wanita yang menyambut Naima, berdecak. Ia membawa sang suami yang masih tercium alkohol. Wanita itu mengomel panjang pendek. Dua anak laki-laki dan satu anak perempuan di sana. Mereka berusia tujuh, sembilan dan sepuluh tahun.

"Ini Rendra, kakakmu yang paling tua. Ini Reinhart kakak keduamu dan ini Renita, adikmu," ujar Agung memperkenalkan cucu-cucunya.

"Dan anak-anak, ini saudara baru kalian, Naima Az-zahra, bagi kau Rendra dan Reinhart ini adikmu. Sedang bagi kau Renita ini kakakmu!" lanjutnya tegas.

"Halo!" sapa Naima datar.

"Pa ...," dengkus seorang wanita memberi peringatan pada suaminya.

"Diam kau Sofia!" tekan Agung menatap tajam pada istrinya.

Sofia diam dengan muka di tekuk. Agung memang sangat tegas dan tidak ada yang bisa menggoyahkan keteguhannya jika ia sudah memutuskan sesuatu.

"Masuk ke kamarmu!" titahnya.

"Rendra, Reinhart, Renita ... kalian juga masuk!" titah Sofia pada tiga cucunya.

"Tapi Oma!" Renita masih ingin berkenalan dengan Naima, kakak barunya itu.

"Masuk!" tekan Sofia sedikit mengeraskan suaranya.

Rendra mengajak dua adiknya menurut. Bocah itu menatap datar Naima yang hadir dan mengacaukan makan malam mereka dengan pakaian yang sangat tidak layak.

Agung menghela napas panjang. Sepertinya, ia terlalu memanjakan semua orang di rumah ini hingga membuat lupa diri.

"Mbok Darni!" panggilnya.

Seorang wanita bertubuh tambun datang dengan tergopoh-gopoh. Ia berjalan menunduk-nunduk mendekati majikannya.

"Bersihkan dia, mulai sekarang. Naima menjadi tanggung jawabmu!" titah pria itu.

'Nak, sini!" ajak Darni langsung pada Naima.

Wanita itu sedikit menyeret gadis kecil itu ke kamarnya. Agung menghela napas kasar. Ia sangat kesal, pertemuan besar antar negara tadi gagal total akibat pemberitaan sang putra menabrak sadis pengendara motor hingga membuat keduanya tewas. Beruntung sang anak selamat karena tubuh ibu dan ayahnya seperti melindungi gadis itu dari benturan keras.

Agung masuk kamarnya. Di sana Sofia sudah berkacak pinggang hendak protes. Tapi melihat tatapan nyalang suaminya membuat ia jadi takut sendiri.

"Kau terlalu memanjakan putramu Sofia!" teriak Agung mulai emosi.

"Kau tau, siapa yang dibunuh putramu itu!' teriak pria itu lagi.

Sofia terdiam. Ia benar-benar tak tau menahu. Agung mendekati istrinya dan membisikkan sesuatu. Wanita itu membola.

"Jangan bohong Pa!"

"Aku tidak bohong Sofia!" sahut Agung dengan wajah kelam.

"Berdoalah Sofia. Berdoalah, hingga sampai waktu datang kita sudah membayar semuanya dan kita aman!" lanjutnya dengan nada lemah.

Sementara di kamar lain. Naima memilih tidur bersama Darni, wanita tambun yang akan mengurusnya mulai sekarang.

"Pa ... Ma," panggilnya lirih.

Satu titik bening luruh di pipinya yang halus. Baru saja ia tertawa bersama ayah dan ibunya. Mereka berencana ke pasar malam untuk menghabiskan weekend mereka. Hal biasa yang mereka lakukan setiap akhir pekan.

"Nak," Darni mendekati gadis kecil yang mendadak yatim-piatu itu.

"Tidur yuk!" ajak wanita itu lalu menguap lebar.

Mau tak mau Naima menurut. Gadis kecil itu merebahkan diri di sisi Darni. Wanita itu mengelus punggung kecil yang bergetar.

"Nak, ikhlaskan sayang ... ayah dan ibumu sudah ke surga-Nya Allah," ujar wanita itu menenangkan Naima.

Keesok harinya. Naima berdiri di dua gundukan yang masih merah. Dua jasad telah terbujur di bawahnya dengan tenang dan damai.

"Mama ... hiks .... Papa ... hiks ... hiks!"

Beberapa petugas kepolisian menenangkan gadis kecil itu. Agung ada di sana berdiri dengan kacamata hitam. Ia berjalan mendekat, pria itu telah berjanji akan mengurus Naima.

"Ayo Nak!" ajak pria itu dengan nada arogan.

"Aku ingin pulang ke rumahku!" sahut Naima begitu tegas walau dengan mata basah.

"Kau tak perlu mengurusku Tuan!" lanjutnya.

'Ck ... sombong sekali anak ini ... mentang-mentang ...," gumam Agung kesal dalam hati.

Pria itu ternyata harus menahan egonya. Ia menyamakan tingginya pada Naima.

"Nak, rumah itu rumah sewa. Kau tidak akan bisa membayar uangnya jika tinggal di sana," ujarnya memberi pengertian.

"Tapi ... semua barang-barang Papa dan Mama ada di sana," ujar Naima.

"Kakek sudah mengurusnya Nak!" sahut Agung meyakinkan lagi Naima.

"Nanti, kau akan tinggal di sebuah paviliun dekat rumah kakek. Kau akan seperti tinggal di rumah sendiri," lanjut pria itu.

Naima masih diam. Agung berdiri, ia menjulurkan tangannya. Gadis kecil itu memang tak punya pilihan kecuali percaya pada Agung.

Pria itu begitu lega ketika Naima menyambut uluran tangannya. Mereka pun naik ke mobil mewah dan beranjak dari tempat pemakaman umum itu.

Sampai sana. Naima benar-benar berada seperti di rumahnya sendiri. Agung menepati janjinya. Darni ada di sana untuk mengurus gadis kecil itu. Sofia, Ana dan Pratma ada di sana menyambut kedatangan gadis kecil itu.

"Sayang, jangan takut ya. Mereka tidak akan bisa menyakitimu sedikitpun!' tekan Agung lagi sambil menatap tiga orang dewasa penuh intimidasi.

"Iya sayang, maaf tadi malam Nenek berlaku kasar padamu. Maaf ya," ujar Sofia lembut.

Naima hanya diam tidak menanggapi. Gadis kecil itu hanya bisa percaya pada keluarga yang menampungnya sekarang.

Naima sudah tidur siang selesai makan bersama. Gadis itu tetap tidur bersama Darni di kamarnya. Paviliun itu hanya boleh sesekali dikunjungi Naima.

"Ini untuk membiasakanmu sayang," terang Agung. "Agar kau sadar jika ayah dan ibumu memang sudah tidak ada lagi."

"Pa," panggilan Sofia membuyarkan lamunan Agung.

Pratma menunduk, ia memang salah di sini. Pulang dari klub malam dalam keadaan mabuk. Ia menabrak keras pengendara motor yang ada di depannya hanya untuk menghindari sebuah lubang kecil.

"Berubahlah Prat. Besok Papa menunggu kehadiranmu di kantor!" tekan Agung.

"Baik Pa!"

Pratma dan Anna pergi ke kamar mereka. Sofia mendekati suaminya.

"Pa ... jika keluarganya tau?"

"Diamlah Sofia!" bentak Agung.

"Aku sudah mengurus semua itu!" tekannya lagi.

Bersambung.

Wah ... ada rahasia apa yang diketahui Agung tentang Naima ya?

Halo ini novel baru Othor Maya Melinda Damayanty. Selamat membaca!

Next?

NAIMA

Naima tetap bersekolah. Gadis kecil itu langsung dikerumuni semua teman-teman dan para guru yang mengucapkan bela sungkawa.

Sofia diminta Agung untuk mengantarkan anak perempuan itu. Walau dengan wajah kesal dan hati yang begitu dongkol. Sofia menurut, jika tidak. Agung akan memblokir semua kartu kreditnya.

"Oh jadi Nyonya Lakso yang akan mengurus Ananda Naima?" tanya kepala sekolah begitu terharu.

"Anda mulai sekali Nyonya!" puji beberapa guru.

Sofia tersenyum, ia adalah seorang sosialita. Hal tersebut mampu meninggikan dirinya. Ia akan naik pamor jika memamerkan kebaikan sang suami di depan teman-temannya nanti.

"Ah, hanya sekedar kemanusiaan Bu," ujar wanita itu basa-basi.

"Oh ya. Saya juga mau memindahkan Naima dari sekolah ini. Karena tempat tinggal saya terlalu jauh," lanjutnya memberitahu..

Para guru sedikit tersenyum hambar. Semua adalah pendidik, tentu sangat bisa menilai seseorang seperti apa. Begitu sangat terlihat keengganan dari Sofia mengatakan apa yang baru saja ia ucapkan.

"Wah, sayangnya. Ananda Naima tidak bisa pindah Bu," ujar kepala sekolah.

"Loh kok nggak bisa!?" tanya Sofia kesal dan bingung jadi satu.

"Karena Naima salah satu murid cerdas dan telah mendapatkan beasiswa. Akan kasihan jika Naima dipindahkan," jawab kepala sekolah.

Retno Damaryanti S Psi., dua puluh delapan tahun. Wanita itu adalah seorang psikolog yang mengabdikan dirinya sebagai guru dan kini menjabat sebagai kepala sekolah negeri di mana Naima menimba ilmu. Wanita itu bisa menilai jika ada niatan tidak baik pada salah satu muridnya itu.

"Lagian itu bagus kan buat Nyonya. Jika Naima sekolah di sini. Nyonya tak perlu lagi keluar uang," lanjutnya mempengaruhi.

Sonya sedikit berpikir. Wanita itu mengangguk membenarkan perkataan kepala sekolah.

"Baiklah, itu bisa diatur," ujar Sonya lalu memiliki ide cemerlang.

Naima tetap bersekolah di sekolah sebelumnya. Gadis kecil itu lega. Setidaknya ia tak perlu menyesuaikan diri pada lingkungan yang pasti akan menekannya nanti.

Pulang sekolah, gadis itu langsung membersihkan diri. Ia sebisa mungkin membantu pekerjaan di dapur. Entah itu mengupas bawang atau mencuci sayuran.

"Nak, tidak usah. Kamu liatin kita aja ya," ujar salah satu maid.

"Biarkan dia kerja!" ketus Anna tiba-tiba datang ke dapur.

"Di sini tidak ada yang gratis!" lanjutnya lalu melirik Naima.

"Jika ayah ibuku tidak mati dibunuh oleh suami Nyonya aku masih bahagia sekarang!' sahut Naima begitu lantang.

Naima adalah anak yang cerdas. Ayah dan ibunya mengajari agar tidak takut pada siapapun selama itu benar.

"Halah ... bapak sama ibumu aja yang sembarangan pake jalan! Nyalahin orang aja!" sungut Anna mencibir.

"Kami berhenti di lampu merah Nyonya!" teriak Naima.

"Kami memang harus berhenti karena lampu memang merah!" lanjutnya lalu air matanya turun.

"Tapi suami anda yang mabuk itu!" tekannya.

"Menabrak kami karena halusinasi lubang di tengah jalan!"

"Andai kami tidak menghalangi ... mestinya suami anda yang mati ditabrak truk!"

Anna terdiam, ia tak pernah kalah debat dengan siapapun. Tapi kini seorang anak perempuan usianya begitu muda, tetapi memiliki kekuatan tersendiri.

"Anna!" panggil Agung dengan nada marah.

Anna terkejut bukan main. Wanita itu sangat takut melihat mertuanya. Ia pun keluar dapur dengan kaki sedikit bergetar.

"Sini kau!"

Agung menyeret menantunya itu dengan kasar. Anna terjajar dan meringis ketika mertuanya menghempaskan tubuhnya begitu saja.

"Sudah kukatakan berkali-kali Anna!"

Muka Agung sampai memerah menahan emosi. Pria itu menatap tampilan dari menantunya. Nyaris seluruh tubuhnya ditempeli perhiasan mahal. Dari kalung, anting gelang tangan, cincin bahkan gelang kaki.

"Sekali lagi kau mengganggu Naima ... aku tak segan-segan mengeluarkanmu dari rumahku!" ancam pria itu.

Anna menunduk, ia tentu takut akan ancaman mertuanya itu. Agung akan selalu menepati semua omongannya.

Agung mendengkus kesal. Pria itu pergi meninggalkan Anna. Agung mendatangi Naima di dapur.

"Mana dia?" tanyanya begitu arogan.

"Siapa Tuan?" tanya salah satu maid bodoh.

Agung berdecak kesal. Maid langsung menunduk takut. Salah satu maid menjawab jika Naima ada di taman belakang.

Pria itu langsung pergi mendatangi Naima. Gadis kecil itu duduk melamun memandang tanaman dengan tatapan kosong.

"Ma ... Pa ... hiks!"

Agung mengepal tangannya erat. Andai saja uang tidak berkuasa. Tentu putranya ada di jeruji besi dalam waktu lama.

"Nak!" panggilnya datar.

Tak ada sahutan. Naima tetap dalam lamunannya. Agung adalah seorang pebisnis, ia bukan sosok yang bisa diajak berbagi atau bisa memberi nasihat apalagi motivasi.

Ia adalah pebisnis handal. Semua proyek bisa didapatkan dengan mudah karena kepiawaiannya melobi.

Namun di hadapan Naima. Seorang gadis kecil, yang baru saja direnggut paksa kebahagiaannya. Agung seperti orang bodoh.

"Ayah ibumu tetap tidak bisa kembali Naima," ujarnya datar.

"Itu sudah suratan takdir," lanjutnya.

"Mestinya Pak Pratma yang ditabrak truk itu! Aku ingin lihat, bagaimana anda berkata pada diri anda Tuan!' sahut Naima sangat menusuk.

"Tapi jika kalian tidak pergi, maka kejadian itu tak akan terjadi!" sahut Agung tidak mau kalah.

"Jika putra anda tidak mabuk ...."

"Cukup Naima!"

"Cukup Tuan Lakso!" sentak Naima.

'Aku memang masih delapan tahun. Aku pastikan akan mengumpulkan bukti dan membuat Tuan membayar semua ini!" tekan Naima begitu berani.

Gadis kecil itu turun dari kursi taman dan pergi ke kamarnya. Agung terpaku di tempat. Pria itu melupakan sesuatu tentang Naima.

"Sialan!" umpatnya kesal.

Dering ponselnya berbunyi. Pria itu mengambilnya dari saku dan menempelkannya di telinga.

"Halo!"

"........!"

"Apa.kau yakin?" tanyanya.

"......!"

"Baiklah ... urus semuanya! Katakan jika kita adalah wali sahnya!" lanjutnya memberi perintah.

Sambungan telepon berhenti. Pria itu menarik sebelah sudut bibirnya. Agung baru saja mendapat harta karun yang begitu besar.

"Jika saja kau hanya anak orang biasa ...."

Agung tidak melanjutkan perkataannya. Pria itu melangkah menuju kamarnya.

"Sonya!" panggilnya pada wanita yang telah bersamanya selama dua puluh tujuh tahun itu.

"Ya," jawab Sonya.

Sonya Andara, lima puluh satu tahun. Wanita itu masih menjaga kemolekan tubuh dan juga kecantikan wajahnya. Sonya mengenakan lingerie warna hitam yang begitu menggoda.

"Bagaimana, apa kau sudah memindahkan Naima ke sekolah tiga cucu kita?" tanyanya.

Sonya melangkah mendekati suaminya. Lalu perlahan ia membuka dasi dan kancing kemeja Agung satu persatu.

"Sudah," jawab wanita itu.

Tangan lentik Sonya meraba dada bidang sang suami. Wanita itu sangat paham bagaimana pria di hadapannya itu akan langsung terbakar hasratnya jika di sentuh dadanya.

"Sonya," Agung mencekal tangan istrinya.

Sonya mendekat dan mulai mencumbu. Usianya memang sudah tua, tetapi jika urusan ranjang. Sonya akan memenuhinya agar sang suami tak lari ke pelukan wanita lain.

Sedangkan di ruang kerja PT Lakso Grup. Pratma, tengah asik berciuman dengan sekretarisnya.

"Tuan!" rengek sang sekretaris manja.

"Ayolah sayang ... kau pasti akan mendapatkan apapun yang kau mau jika melayaniku!" rayu Pratma lalu meremas gemas gundukan sang wanita yang kini menggeliat di bawah kukungannya.

Bersambung.

Ah ... siapa sih Naima itu?

Next?

NAIMA 2

Di sebua hunian mewah. Sosok wanita lanjut usia menatap tubuh pria yang terbujur lemah di ranjang. Berbagai alat medis tertempel di dadanya..

"Tuan Hartono tidak apa-apa, hanya saja beliau terlalu banyak berpikir jadi kondisinya drop lagi," jelas dokter setelah melakukan rangkaian pemeriksaan.

Dokter itu menyerahkan resep pada seorang pria yang berdiri tak jauh dari tempat duduk wanita yang terlihat anggun itu.

"Baik Dok. Terima kasih, mari saya antar!" ajak pria itu.

Dokter mengangguk. Lalu keduanya pun pergi. Wanita itu berdiri dan kini duduk di pinggir ranjangnya.

"Sayang," panggilnya.

"Jangan tinggi hati, lepas egomu," pinta wanita itu lirih.

Denita Az-zahra, empat puluh delapan tahun. Sangat cantik dan anggun, menatap datar sang suami yang begitu tinggi hati.

"Putra kita sudah pergi selama sepuluh tahun lamanya, dia pasti sudah menikah dengan wanita pilihannya dan bahagia," lanjutnya.

Mata pria yang terbaring membuka. Damar Hartono, lima puluh lima tahun, seorang pengusaha terkenal dan sangat kaya.

"Ma," panggilnya lirih.

"Sayang,"

"Putra kita sudah tiada," ujar pria itu lirih.

Denita terdiam, bukan ia tidak tau jika putranya dikabarkan meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas. Ia hanya menutup berita buruk itu agar tidak mempengaruhi kondisi kesehatan suaminya.

"Papa tau?" tanya Denita lirih.

"Cucu kita raib, polisi mengatakan jika hanya ada dua mayat ada di sana," jawab Damar.

"Aku yakin polisi berbohong!" seru Denita tak percaya.

"Ma, maukah kau melakukan sesuatu untuk menyelamatkan cucu kita?" pinta Damar lagi.

"Apa sayang?"

"Minta pengacara untuk mewarisi sebagian saham perusahaan yang menjadi wali cucu kita," lanjutnya.

"Sayang!" Denita tak suka dengan ide suaminya..

"Sayang, itu penting demi keamanan hidup cucu kita. Dengan begitu orang yang merawatnya sekarang akan berpikir dua kali untuk menyakitinya," ujar Damar lagi.

"Kita bisa mengambilnya sayang! Itu cucu kita!" seru Denita lagi..

Damar menggeleng lemah. Kesalahan terbesarnya mengumumkan jika ia mencoret putranya dari daftar keluarga.

"Aku yakin jika cucu kita akan kembali pada waktunya," lanjut pria itu.

"Mas!" protes Denita tak setuju.

"Sayang ... percaya padaku. Cucu kita pasti bisa melewati ujian ini!"

Denita menghela napas panjang. Ia akhirnya mengangguk setuju. Wanita itu memainkan perannya untuk menyelamatkan keberadaan cucunya yang raib. Wanita itu menjalankan perintah suaminya.

Berita itu sampai pada telinga Agung. Pria itu sudah menetapkan jika Naima adalah tanggung jawabnya. Pencoretan ahli waris secara umum memang membuat kalangan pengusaha tidak akan mempercayai ahli waris lain sebelum membuktikan diri.

"Berapa nilai saham yang diberikan?" tanyanya pada seorang pria.

"Tiga puluh persen, akan meningkat sebanyak sepuluh persen hingga seratus persen jika Naima mengukuhkan diri," lapor pria bertopi.

Agung mengangguk. Kekuasaan dari Damar Hartono belum sampai pada daerah kekuasaan bisnis Agung Lakso.

"Baik, ini bayaranmu!' Agung menyerahkan cek unlimit pada pria bertopi.

"Kau bisa berpesta dan bercinta seumur hidupmu dengan cek itu!" ledek Agung pada pria itu.

"Terima kasih Tuan. Anda selalu bisa menyenangkan saya," ujar pria itu membungkuk hormat dan tersenyum puas dengan bayarannya.

Agung berdiri menatap kaca anti peluru. Pria itu menatap kendaraan yang bergerak perlahan di bawahnya. Pikirannya sudah tersusun rapi dan pastinya akan sangat menguntungkan dirinya nanti.

"Akan kutenggelamkan kau Danar Hartono melalui cucumu itu," monolognya.

"Tuan, Tuan muda Lakso membawa Nona Santi ke kamar pribadi di ruangan anda!" lapor salah satu ajudannya.

"Grebek dan permalukan Santi. Seret Pratma ke sini!" titahnya langsung.

Pria itu membungkuk hormat. Hanya dalam hitungan detik. Sinta jadi bulan-bulanan wartawan karena berani menggoda atasannya.

Pratma tentu ingin bersih namanya, ia mengikuti alur drama yang diciptakan oleh ayahnya.

"Tidak ... aku tidak menggoda Tuan muda Lakso!" teriak Sinta dengan berurai air mata.

"Kami saling mencintai. Benar begitu kan sayang?" lanjutnya meminta pertolongan.

Pratma sangat ahli dalam berdrama. Ia mengurutkan kening, semua sudah dipersiapkan. Ada gelas di sana yang sudah dicampur obat perangsang.

"Aku tidak tau, ketika minum. Tiba-tiba aku lepas kendali," ujar pria itu berdrama.

Akting yang luar biasa, membuat semua percaya. Sinta berteriak histeris, impian memiliki tas mahal lenyap. Bahkan kehidupan mewah yang dijanjikan kini hanya janji belaka yang pastinya tidak akan ditepati.

Gadis itu melangkah dengan wajah tertunduk. Fotonya yang setengah bugil sudah tersebar di seluruh platform berita online.

"Dasar pelakor!" teriak para wanita beristri.

Sementara itu Agung begitu puas mendengar laporan itu. Kini dihadapannya Pratma seperti tidak bersalah duduk begitu arogan di sofa.

"Pukuli dia!" perintah Agung.

"Cepat!" lanjutnya sambil membentak ketika dilihatnya dua ajudannya seperti bergeming.

Akhirnya terdengar pukulan dan teriakan Pratma di ruang kedap suara itu. Dua pria terengah setelah menghajar tuan muda mereka. Pratma terkapar tak berdaya di sana.

"Bodoh ... otakmu di mana bodoh!" teriak Agung murka.

"Pa ...," rengek Pratma.

"Bangsat!' Agung benar-benar tak habis pikir.

"Kau itu putraku atau bukan sih?' tanyanya meragukan putranya itu.

"Ya putra Papa dong!" teriak Pratma dengan ringisan kesakitan.

Pratma Lakso, pria yang lahir dengan fasilitas super mewah. Putra yang sangat dinantikan oleh seluruh keluarga karena akan menjadi penerus perusahaan.

Sofia mendidik putranya dengan limpahan kekayaan, kasih sayang yang salah. Wanita itu akan menghardik dan menyakiti siapapun yang berani mengusik putranya.

Maka tak heran jika Pratma kini menjadi sosok yang benar-benar tak bisa diandalkan.

"Aku harap tiga cucuku tidak seperti kau yang bodoh ini!" harap pria itu.

Agung meninggalkan Pratma. Sebagai hukuman pria itu harus menurut dan melaksanakan tugas sebagai pekerja biasa.

"Pa!" Sofia protes ketika mendengar keputusan suaminya.

"Cukup Sofia!" teriak Agung marah.

Sofia menunduk, ia memang salah. Tapi ia berpikir jika semua bisa diselesaikan dengan uang dan kekuasaan, semua bisa dikendalikan.

"Kau pikir uang itu tidak akan bertambah jika tidak terus diputar dan dicari?" desis Agung.

"Anakku jadi pria bodoh dan hampir menghancurkan reputasiku dengan nyaris tidur bersama sekretaris sialan itu!" lanjutnya dengan napas terengah.

"Aku yakin, putraku dirayu hingga seperti itu!" teriak Sofia membela putranya.

"Ingin sekali kutampar kau Sofia!" tekan Agung begitu kesal.

"Memilih Anna sebagai menantu juga kesalahanmu. Beruntung tiga cucuku benar-benar asli keturunanku!" lanjutnya berang.

"Aku tidak tau dari mana darah berengsek itu mengalir di tubuh putraku?" sindir Sofia pada suaminya.

"Oh ... kau menuduhku sekarang Sofia. Siapa ya yang dulu berciuman dengan mantan ajudanku ... Bondan?" sahut Agung tak kalah menyindir.

Sofia diam, ia hanya bersyukur sang suami menguburkan pria selingkuhannya itu ke dasar laut.

"Aku melakukan itu karena kau jarang menyentuhku!" teriak wanita itu membela diri.

Pertengkaran di kamar tidak akan terdengar karena ruangan itu kedap suara.

Naima pulang, ia turun dari mobil bersamaan dengan tiga anak lainnya.

"Besok-besok jangan terlalu lama pulang!" ketus Rendra kesal.

"Kau membuat adikku nyaris mati kelaparan!" lanjutnya sambil menatap Naima.

"Tapi bukan aku yang terlambat ...."

"Diam!" bentak Rendra.

"Ingat ... kau hanya numpang ... numpang!" tekan Rendra.

"Dan ayahmu pembunuh!" tekan Naima tak mau kalah.

"Pemabuk!" lanjutnya begitu berani lalu meninggalkan Rendra yang mematung.

bersambung.

Ah ...

Next?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!