NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Pangeran Kampus

Bab 1 – Hanya Karena Menabraknya

"Hei kalau jalan liat-liat dong! Situ buta atau goblok?”

Aura sontak membeku. Suara itu sungguh menyakitkan telinga. Belum lagi rembesan air dingin di kulitnya yang berasal dari tumpahan jus dingin milik pria di hadapannya. Begitu juga baju milik pria yang berada di hadapannya.

"Ma-maaf," ucap Aura tertunduk merasa bersalah karena telah menabrak seseorang. Salahnya sendiri, berjalan sambil memerhatikan jadwal kuliah di ponselnya.

"Aduuh." Batin Aura panik, baru semenit yang lalu ia benar-benar membanggakan kehidupan kuliahnya yang tentram.

"Kau harus tanggung jawab dong, jangan minta maaf saja. " Ucap pria itu. Masih membentak.

Aura kemudian mengambilkan sebungkus tisu kecil yang ada di dalam tasnya dan menyerahkannya kepada pria itu. Ia benar-benar tidak ingin cari gara-gara. Sadar status sosialnya yang berbeda dengan teman-teman kampusnya.

"Apaan itu, aku mau kau yang membersihkan jaket almamater ini sendiri. " Ucap pria itu merasa tidak terima.

"Oke baik, kalo gitu berikan jaket almamatermu biar aku cuci, " kata Aura mengulurkan tangannya. Masih menunduk.

"Aku gak percaya sama kamu, bisa saja kamu merusak almamater mahal milikku. Jadinya aku mau kamu bersihkan sekarang." Aura diam saja ia masih bingung.

"Maksudnya kamu yang bersihkan jaket aku menggunakan tisu itu, dan minta maaflah secara resmi. " Ucap pria itu lagi sambil berkacak pinggang dengan tampang angkuh. Aura tertunduk. Ia tidak ingin membuat masalah dan merasa bersalah, akhirnya Aura melakukan apa yang diminta pria itu.

"Sepenurut itu ternyata. Seperti kucing kecil kecebur got. " Suara menyebalkan itu terdengar lagi dan kali ini mampu membuat darah di kepala Aura naik. Aura langsung meremas tisu-tisu di tangannya dan melemparkannya kepada wajah sang pria dengan kekesalannya.

Kemudian ia mendongakkan wajahnya dengan tatapan horor menakutkan, ia kesal dikatai seperti itu.

"Aku menurutimu karena aku merasa bersalah, bukan karena aku penurut pada ucapan semua laki-laki yang bukan siapa-siapaku." Ucap Aura, kemudian Aura pergi dari tempat itu tanpa berbalik sedikit pun ke belakang.

Kegalakkan Aura mengejutkan pria galak itu.

"Ternyata ada juga cewek yang berani menantangku di fakultas ini." Batin pria itu merasa tertantang.

"Aura!" panggil seorang wanita.

"Iya." Jawab Aura.

"Ra, kenapa kamu bisa terlibat sama cowok-cowok itu?" tanya wanita itu mukanya terlihat pucat khawatir.

"Aku gak sengaja aja nabrak salah satu dari mereka, Des." Jelas Aura kepada temannya yang bernama Desta.

"Kamu tau gak Ra, rombongan tadi itu, salah satu dari mereka merupakan pria yang terkenal di kampus ini karena dia tampan dan jenius, banyak penggemarnya yang akan mengganggumu karena kejadian barusan Aura." Jelas Desta sangat khawatir pada Aura.

"Beneran Des?!" kaget Aura.

"Aku gak tau," kata Aura lagi, ia benar-benar terkejut panik sekarang.

"Tampan, aku bahkan tidak memperhatikan wajahnya sama sekali dan bahkan aku tidak kenal siapa dia. Jenius, hampir saja aku berpikir dia hanya orang yang menggunakan harta orang tuanya untuk menambah popularitas. Ukh, pikiranku jeleknya." Batin Aura mengernyit aneh.

"Ya pokoknya berharap saja kamu tidak terlibat dengan pria yang bernama Denis." Ucap Desta akhirnya memberitahu nama pria tersebut.

"Denis kah? Jadi itu namanya aku bahkan baru dengar namanya. Ya, pastilah aku berharapnya seperti itu. Tapi aku gak terlalu mencemaskan hal itu sih. Yang aku takutin itu kalau mereka malah nantinya terus-terusan mengganggu kehidupan kuliah aku gimana?" tanya Aura pada temannya, ia memasang wajah pucat dan terlihat panik.

Masa kuliah tentram yang ia dambakan apakah akan berakhir. Aura tidak habis pikir.

"Coba saja tau, mending tadi aku ngalah aja, terserah dia mau ngomong apa. Lagi pula aku bukan orang yang seperti dia katakan. Aaah, tapi nasi sudah menjadi bubur mau kuapakan lagi." Batin Aura mendengus pasrah.

"Dan anak-anak itu dari kelas unggulan yang tepat berada di samping kelas kita, dan tiap hari kita lewat di depan kelas itu." Ucap Desta kemudian Aura tersenyum.

Kelas unggulan adalah kelas tempat orang-orang jenius yang berada di dalamnya tidak perduli di sana itu diisi orang kaya atau bukan yang jelas kecerdasan mereka berada di atas rata-rata. Sedangkan, anak-anak dari kelas lain hanya mahasiswa yang dianggap beruntung karena masuk Universitas ini.

"Des, boleh gak aku pindah fakultas aja?" tanya Aura dengan senyuman anehnya memegang bahu Desta.

"Kok tanyanya sama aku sih Ra," ujar Desta malah merasa tidak enak hati pada Aura.

"Sudahlah Des, daripada mikirin itu mending kita langsung ke kelas aja. Aku banyak pelajaran yang harus diurus." Ajak Aura menarik tangan Desta ia tidak ingin dirinya menjadi stres hanya karena kejadian tersebut, Aura tetap ingin berpikir positif.

Walaupun kelas itu terkenal, Aura sampai saat ini ia tidak mengetahui satu pun orang terkenal dari kelas itu. Ia tidak perduli meskipun hari-hari ia melewati kelas itu ia tidak pernah sama sekali tertarik untuk hanya sekedar melihat isi kelasnya, ditambah lagi mereka kelasnya tertutup dan diisi orang-orang elit berteman hanya dari kalangan mereka saja, berbeda jauh darinya yang hanya orang biasa, yang terlalu fokus menghadapi dan mempelajari mata kuliahnya agar lulus di semester delapan nanti.

Tidak memerhatikan sekitar Aura juga suka sibuk sendiri temannya hanya Desta dan ia tidak terlalu akrab dengan teman sekelasnya yang lain bahkan sebenarnya ia masih belum terlalu mengenal orang-orang di kelasnya karena Aura adalah seorang introvert yang sangat menghindari masalah.

Aura melihat orang-orang mulai berbisik-bisik menatapinya. Hanya karena menabrak pria populer di kampusnya, ia harus menjadi bahan gunjingan seperti itu.

"Apa yang akan terjadi padaku yah, semoga aja mereka melupakan kejadian itu," batin Aura.

Aura di dalam kelasnya gelisah karena hanya kejadian barusan.

"Apa yang harus aku lakukan setelah ini. Ah iya, aku harus mengamankan semua barang-barangku yang ada di dalam loker." Pikir Aura gelagapan sendiri, di dalam loker itu ada banyak buku-buku catatan penting kuliahnya dan harus ia amankan.

"Ra, kamu gak apa-apakan?" Desta khawatir pada tingkah sahabatnya yang terlihat sangat gelisah itu.

"Gakpapa Des, aku cuma lagi mikirin catatan pentingku yang ada di loker." Ujar Aura jujur.

"Kenapa memangnya?" Desta masih bingung.

"Takut aku kalo rusak Des, udah beberapa minggu aku gak cek." Ujar Aura kali ini tidak sepenuhnya jujur karena yang sebenarnya, apa yang ditakutkan Aura sekarang ada orang yang akan merusaknya.

"Sebaiknya di waktu istirahat nanti kamu cek aja deh, biar tenang." Saran Desta tampaknya ia tidak begitu curiga dengan Aura yang merasa terganggu.

Bab 2 – Bertemu Lagi di Perpustakaan

Denis kepikiran tentang Aura saat itu ia belum tahu nama dari gadis yang menabraknya, seorang gadis yang benar-benar bersikap berbanding terbalik dengan kebanyakan wanita di kampus itu yang selalu ingin dekat-dekat dengannya.

Terlebih ia melihat Aura yang sedang berdebat dengan salah satu wanita yang merundungnya dan Aura mengatakan bahwa ia baru tahu dengan Denis. Sampai Denis tidak percaya jika Aura tidak mengenalnya, karena dia sangatlah terkenal di universitas itu bahkan di fakultas lainnya.

.

.

.

.

"Namaku Aura Elvany, aku hanyalah seorang gadis kuliahan biasa. Tidak ada yang istimewa dariku, aku hanya bercita-cita bisa melakukan kuliahku dengan tenang dan tentram tanpa adanya masalah.

Namun, semua itu berubah ketika aku terlibat masalah dengan seorang yang bernama Denis, yang bahkan aku tidak tahu nama panjangnya siapa. Apa pengaruhnya dia. Seberapa populernya dia.

Aku belajar di Fakultas Teknik jurusan Informatika, berniat menjadi seorang ahli IT yang handal dan bisa bekerja dengan baik suatu saat nanti, tapi semua itu berubah hanya karena aku menabrak dia. Dan tiba-tiba aku dituduh mencari perhatian dengannya. Dan sekarang aku malah dirundung karena hal itu.

Tapi ... tidak ada alasan bagiku hanya karena hal itu untuk berputus asa berkuliah. Aku akan berjuang mempertahankan hak-Ku yang memang dari awal sudah berjuang untuk masuk di universitas dan fakultas ini."

.

.

.

Segala hal Aura lakukan demi meminimalisir perundungan. Fakultas yang memang sudah disediakan memiliki masing-masing loker khusus untuk mahasiswanya, Aura kosongkan, ia membawa pulang segala barang berharganya yang ada di dalam loker itu untuk mengantisipasi siapa tahu ada yang mengerjainya.

Benar saja, keesokan harinya ia sudah mendapati lokernya kacau balau dijahili oleh orang-orang yang membencinya, bahkan lengkap dengan surat benci dari sang perundungnya.

Aura tidak perduli dengan hal itu ia tidak membaca bahkan menyentuh surat itu, lagi pula semua barang berharganya telah ia amankan. Ia hanya menutup keras lokernya karena kesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa, ia sudah tidak peduli lagi dengan isi loker yang sekarang dipenuhi oleh beberapa surat benci terhadap dirinya.

Orang-orang pun hanya melihat saja kejadian itu. Ada yang berbisik menceritakan, ada yang mengasihani, bahkan juga ada yang senang dengan hal itu.

"Aura kamu kenapa? Kenapa bawaanmu jadi banyak?" tanya Desta yang melihat Aura sekarang malah membawa tas besar, biasanya Aura adalah orang yang santai, meskipun tasnya kecil ia tidak pernah ketinggalan hal apapun.

"Nggak apa-apa, cuma lagi pengen aja pake tas ransel gede gini. Enak aja gitu banyak barang yang bisa dibawa," ucap Aura tidak ingin menjelaskan hal sesungguhnya pada Desta.

"Tapikan Ra, ada loker khusus yang bisa dipakai sama kita." Kata Desta lagi.

"Lokernya gak bisa dipake lagi Des, soalnya pintunya rusak." Senyum Aura pada Desta beralasan padahal lokernya tidak bisa dipakai karena dijahili lebih dari satu orang.

"Ra," panggil Desta.

"Ya kenapa?" tanya Aura.

"Kenapa kamu gak jujur aja kalo lagi dirundung," kata Desta.

"Eh?!" kaget Aura.

"Kamu gak percaya sama aku ya Ra, buat berbagi ceritamu,"

"Maaf Des." Aura tertunduk merasa bersalah.

"Apa salahnya Ra kalo kamu cerita." Desta sedikit kecewa dengan sikap Aura.

"Maaf banget Des, aku gak mau kamu terlibat. Aku gak mau kamu disakiti orang-orang juga, seperti aku." Ucap Aura akhirnya menjelaskan.

"Aku tidak perduli Des seperti apapun aku, asal kamu jangan terbawa juga gara-gara terseret masalahku. Aku gak mau Des." Kata Aura lagi tampak meyakinkan.

"Tapi aku sahabatmu Ra, aku gak masalah dengan hal itu." kata Desta.

"Kumohon Des, kamu jangan terseret masalahku. Sampai kapan pun kamu itu teman baikku. Tenang aja, aku sudah punya rencana kok untuk menghadapi mereka." Aura tersenyum.

"Jika masalahku sudah selesai, kita bisa lagi berteman seperti biasanya, oke. Jadi kamu jangan sampai terseret juga." Ucap Aura.

"Tapi Ra–" Kata Desta terputus.

"Ini permintaanku Des sebagai sahabatmu, untuk saat ini. Demi kebaikanmu bertemanlah dulu dengan orang lain. Aku bakalan selesaikan masalah ini. Aku gak ingin kamu terlibat." Ucap Aura menepuk bahu Desta sambil memohon, kemudian setelah Desta mengerti Aura berbalik pergi meninggalkan Desta, gadis itu semakin menjauh.

Aura sangat mengenal Desta, Desta bukanlah orang yang memiliki kekuatan hati seperti Aura. Sekali ia sakit hati atau tersakiti, ia tidak akan sanggup menahan beban seperti yang di alami Aura. Oleh karena itu, Aura dengan segala yang ia bisa, ia tidak akan melibatkan Desta pada masalahnya. Ia akan berusaha sendiri menghadapi masalah-masalahnya.

.

.

.

Alasan Aura menggunakan tas besar sekarang adalah ia menggantikan loker yang tidak bisa ia tempati lagi untuk menyimpan barang-barangnya, yang terkadang bisa diperlukan kapan saja.

Terlebih jika ada orang yang dengan sengaja mendorongnya, Aura bisa dengan mudah melindungi barang elektronik yang ia bawa agar tidak terbentur langsung dengan benda keras, makanya ia memakai tas sebesar itu.

Ke mana-mana Aura selalu membawa tasnya. Tidak ada barang berharga miliknya yang jauh dari dirinya, dan karena hal itu tidak ada yang dapat mengerjai dirinya.

Ketika jam kosong Aura menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sampai mata kuliah selanjutnya dimulai, ia benar-benar menghindari keramaian. Karena di keramaian itulah para perundungnya berkeliaran.

Masalah makan, Aura adalah orang yang biasa telat makan memang. Jadi tidak masalah jika ia tidak makan selama kuliah, sarapan di pagi hari sudah cukup untuknya bertahan sampai pulang. Lumayan katanya untuk menghemat biaya pengeluaran.

Namun, jika memang Aura harus makan nantinya, ia akan mencari tempat sunyi tanpa gangguan sedikit pun, untuk dia makan.

Sambil mengerjakan tugasnya di perpustakaan kampus Aura menghela nafas, ia berpikir entah sampai kapan ia bisa menghindari para perundungnya.

Aura duduk di meja pojokan perpustakaan, biasanya ia selalu duduk di mana saja dan tidak pernah di tempat itu karena biasanya ada orang yang duduk di sana.

Melihat tempat itu adalah tempat ternyaman, Aura berniat terus menggunakannya. Buku catatan ia biarkan terbuka dengan pulpen yang berada di atasnya, serta laptop yang menyala ia biarkan begitu saja. Sedangkan dirinya sedang sibuk membaca buku tebal dengan kacamata anti radiasi yang terlihat selalu ia perbaiki ketika mengamati buku itu dengan seksama.

Ia sedang belajar memahami pelajaran yang sangat sulit ia mengerti dalam mata kuliahnya. Mata kuliah yang terkadang ia mengerti dan beberapa saat kemudian ia lupakan.

Aura mencatat rumus-rumus yang sering ia lupakan di buku catatannya ,kemudian mempraktekkannya di laptop. Lalu ia mengangguk-angguk sedikit paham, lalu ia memindah halamannya lagi begitu seterusnya tidak pernah bosan. Sampai ia tidak sadar ada seseorang yang sedang memperhatikannya sekarang dari jarak yang cukup dekat.

Bahkan orang itu telah duduk di seberang mejanya Aura masih tidak memperhatikannya. Ia sangat sibuk berpikir, saat ini kepalanya seperti terasa berputar-putar. Ia belum paham dengan apa yang ia baca.

"Ekhmmm!" suara deham yang langsung membuat Aura kaget dan sontak saja langsung menatap orang yang sudah duduk manis di depannya sambil menopang wajahnya dengan satu tangannya.

Aura sekarang tidak akan pernah melupakan wajah itu, wajah seorang yang sudah membuatnya seperti sekarang. Dialah Denis.

Melihat gadis itu di hadapannya Denis memikirkan cara untuk bisa dekat dengan gadis itu. Karena Denis sangat penasaran dengan Aura.

.

.

.

Bab 3 – Dia Hanya Memikirkan Belajar

Denis baru menyadari sesuatu, selama ini sebenarnya ia memang sering melihat Aura di perpustakaan. Gadis yang selalu memberantakkan mejanya ketika belajar di perpustakaan ini.

Namun, saat itu Denis tidak mengurusnya, bahkan hanya menganggap Aura hanya secuil dari banyak wanita yang bahkan tidak perlu ia ingat. Meskipun ia cukup sering melihat Aura di perpustakaan.

Bukan hanya Denis saja, Aura juga bahkan tidak pernah tahu jika Denis sering ke perpustakaan ini, dan bahkan Aura tidak tahu ini adalah tempat kesukaan Denis untuk membaca buku.

.

.

.

Aura tidak memperdulikan kehadiran Denis dan mulai melanjutkan acara belajarnya.

"Hei kau! Kamu gak tau ya, ini tuh tempat favorit aku. Gak ada yang boleh duduk di tempat ini selain aku." Kata Denis tiba-tiba.

Tanpa berkata-kata Aura merapikan seluruh barang-barangnya.

"Mau ngapain? Berani-beraninya mengacuhkan aku." Kata Denis lagi.

"Maaf, aku sungguh gak tau ini tempat favoritmu. Maaf," kata Aura sungguh-sungguh minta maaf atas kesalahannya, ia benar-benar tidak tahu.

Pantas saja ketika Aura pertama kali duduk di tempat itu. Ada dua orang yang berbisik menatap Aura, ternyata itu alasannya.

"Kamu cuma pura-pura gak taukan? Aku tuh sering lihat kamu berkunjung ke perpus ini, gak mungkin kamu gak lihat aku juga." Ucap Denis.

"Jadi orang yang selama ini kulihat duduk di tempat ini itu Denis, beda banget pas dia lagi fokus baca buku. Ah sialnya nasibku bisa-bisanya aku tidak ingat wajahnya." Batin Aura.

"Aku benar-benar gak tau jika itu kamu, jika aku tahu aku tidak akan duduk di sini." Ucap Aura tertunduk sudah cukup masalahnya dengan pria itu tidak perlu ditambah-tambah lagi.

"Gak usah pura-pura deh, kalo memang mau cari perhatian bilang aja, bilang aja kalo kamu suka aku, kayak perempuan lainnya. Gak perlu cari-cari alasan." Ucap Denis dengan narsisnya.

"Apa kamu bilang? Suka kamu? Mimpi!" ucap Aura dengan kata-kata dinginnya.

"Lagi pula meskipun kamu menyatakan cinta sama aku. Siapa coba yang mau sama cewek blusukan kayak kamu. Gak level tau gak." Hardik Denis.

"Ya aku memang blusukan, trus kenapa? Marah? Toh intinya aku nyaman aja sama penampilanku, gak perlu kali harus menarik di matamu, gak penting." Kata Aura melawan tapi suara mereka berdua tetap tidak membuat kegaduhan.

"Berani ya kamu, melawan aku. Gak taukah siapa aku?" Kata Denis emosi.

"Iya kenapa kalo aku berani, memangnya kamu bisa mengendalikan semuanya gitu. Perpus ini tempat umum siapa aja bisa pakai, kenapa harus diributin." Kata Aura mulai menurunkan notasi nada suaranya, menyadari salah jika harus berhadapan dengan pria itu, ia menyadari dirinya sekarang terlalu berani. Tapi, ia tidak bisa berhenti untuk melontarkan isi hatinya yang penuh kekesalan.

"Aku bisa buat kamu dikeluarkan dari kampus ini," kata Denis asal.

Jderr!

Bagai kilat menyambar, kata-kata Denis langsung membuat Aura terdiam.

Aura menyadari sebuah kekesalan yang tidak dipendam hanya akan menambah masalah jika itu diluapkan oleh orang yang juga tidak ingin disalahkan, atau keras kepala sama seperti dirinya.

Orang-orang kaya seperti Denis tidak akan memahami perjuangannya untuk bisa berkuliah sampai tempat ini dan jika karena hal ini Aura sampai dikeluarkan Aura tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aura hanya diam saja saat itu tanpa ekspresi apapun.

Tiba-tiba saja Denis merasa iba dengan Aura. Entah mengapa ada bagian hatinya yang merasa sakit ketika melihat gadis yang menatapnya seperti kucing kecil yang sedang terancam.

"Pergilah!" kata Denis dan Aura buru-buru merapikan barang-barangnya ingin berlalu pergi secepatnya.

"Tunggu dulu, kamu pake kacamata kayak gitu keliatan cupu banget. Kamu rabun ya?" tanya Denis menghentikan langkah Aura.

"Nggak, aku cuma pake ini biar mataku gak rusak." Kata Aura langsung pergi dan tidak berniat lagi untuk melawan pria itu, ia tidak ingin lama-lama lagi dekat-dekat dengan pria itu. Karena dekat dengan pria itu masalah akan tambah rumit kedepannya. Apalagi Aura sudah melihat barusan beberapa gadis menatapnya sinis ketika ia sedang berdebat dengan Denis barusan.

Aura saat ini tidak langsung keluar dari perpustakaan ia hanya berpindah meja yang cukup jauh dari meja Denis dan mulai melanjutkan lagi acara belajarnya. Dan bahkan ia langsung melupakan masalah apa yang terjadi dengannya di meja sebelumnya yang bahkan tidak berjarak begitu jauh darinya.

Denis tertarik memerhatikan Aura yang sedang fokus belajar.

"Apa sesusah itu kah pelajarannya, sesaat barusan ia bahkan tidak bisa mengatakan apa-apa." Batin Denis memperhatikan Aura.

Denis menutup buku yang ada di tangannya dan berjalan menghampiri Aura lagi. Aura menyadari kehadiran Denis kali ini yang berjalan ke arahnya.

"Apalagi ini." Batin Aura panik.

"Haruskah aku pergi sekarang dari perpus ini?" tanya Aura tiba-tiba berdiri kemudian membungkuk panik.

"Sebegitu menakutkannyakah aku?" tanya Denis, Aura hanya diam tertunduk.

"Bagaimana orang tidak takut jika ancamannya dikeluarkan dari kampus ini." Aura terlihat sedih memikirkan hal itu.

"Padahal aku hanya asal menggertakmu tapi kau malah sudah seperti ini. Aku tidak seberkuasa itu, kok," ucap Denis menghela nafas.

"Lagi pula bisa-bisanya kau percaya dengan kata-kataku semudah itu." Ujar Denis. Membuat Aura memelototinya kesal.

"Jadi apa tidak apa jika aku, melanjutkan belajarku?" tanya Aura akhirnya tidak ingin memikirkan lagi segala hal yang akan membuat kehidupan kuliahnya kacau. Meskipun tidak kaya Denis tetap mempengaruhi kehidupan yang Aura inginkan jika dekat dengannya.

"Iyakan, memang itu lah fungsinya perpustakaan." Ucap Denis.

Aura pun kembali duduk dan membaca bukunya lagi. Denis kemudian duduk di depan Aura dan memperhatikannya.

"Apa sesusah itu pelajarannya?" tanya Denis.

"Menurutmu?" tanya Aura.

"Bagiku itu adalah pelajaran yang cukup mudah." Ucap Denis.

"Aku gak sejenius dirimu yang sekali baca langsung paham." Ucap Aura cepat.

"Oh jadi kau mengakui kejeniusanku," kata Denis merasa tersanjung.

"Trus apalagi selain disebut jenius?" tanya Aura.

"Mungkin kamu aja kali yang kelewatan bodoh," kata Denis, Aura merasa sedikit tersinggung tapi tidak perduli.

"Ya, ya terserah kamu saja mau menyebutku apa. Kamu rajanya disini," kata Aura mengalah, ia hanya tidak ingin di ganggu acara belajarnya. Meladeni Denis bagi Aura sama saja dengan cari masalah.

"Padahal gak ada loh perempuan yang ngacangin aku kayak gini. Kamu bahkan masih berani lagi sambil belajar fokus ke buku berbicara denganku," kata Denis. Aura menghentikan acara belajarnya.

"Kamu marah?" tanya Aura menatap Denis biasa.

"Nggak sih, akukan ganteng dan jenius. Mana ada cewek yang nolak. Seharusnya kamu senang aku sudah mau bicara sama kamu seperti ini. Tapi bisa-bisanya buku lebih menarik bagimu." Ucap Denis membanggakan diri.

"Trus?" Aura tidak tahu harus menjawab apa.

"Itu saja jawabanmu," masih dengan tampang narsisnya.

"Aku harus jawab apa memangnya, dengan kamu ganteng, jenius itu gak akan berpengaruh apa-apa dengan dirikukan? Kenapa aku harus bangga coba?" tanya Aura membuat Denis kehabisan kata-kata.

"Aku tidak suka dengan orang kaya sebenarnya karena biasanya sombong dan menyebalkan suka menindas yang lemah seenaknya." Gumam Aura, teringat dengan ancaman Denis tadi.

"Aku sebenarnya tidak kaya kok, kelebihanku hanya ganteng dan jenius."

"Narsisnya..."

Aura merasa malu karena percaya kata-kata Denis beberapa waktu tadi, tapi wajah Denis saat mengatakan hal itu cukup serius sampai membuat Aura kehabisan kata-kata.

"Maukan berteman denganku, aku Denis." Denis mengulurkan tangannya.

"Baiklah, aku Aura." Aura membalas jabatan tangan Denis tanda setuju, Aura masih bisa menerima pertemanan dengan Denis karena ia merasa setara dengannya. Walaupun berteman dengan Denis akan membuat Aura punya banyak masalah.

"Semudah itu dia percaya." Denis membatin.

......................

"Namaku adalah Denis Adra, sebenarnya aku seorang CEO muda dari perusahaan ternama teknologi dunia Adra Company.

"Di sini aku sedang menikmati masa mudaku yang terbuang karena harus bekerja, dan menyamar menjadi orang biasa walaupun karismaku tidak bisa sepenuhnya ditutupi, karena aku masih menjadi terkenal juga, itu merepotkan tapi aku menyukainya.

"Aku yang sudah cukup bebas dan bisa bersenang-senang menikmati masa mudaku. Pada akhirnya bertemu dengan gadis ini, gadis bernama Aura Elvany yang membuatku tertarik sejak awal aku bertemu dengannya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!