NovelToon NovelToon

Tidak Sengaja Berselingkuh

Bab 1 Keinginan Calista

Brak!

Suara pintu yang ditutup dengan kerasnya oleh Bayu mewakili kemarahannya saat ini. Dengan langkah lebarnya yang cepat, dia masuk ke dalam rumahnya dengan membawa kopernya.

“Siapa yang menyuruhmu keluar dari asrama itu?” tanya Bayu dengan tegas pada Calista dan Nayla yang saling berpelukan karena takut akan kemarahan Bayu.

Terlihat jelas kemarahan Bayu dari matanya yang seolah ingin menerkam mereka. Sedangkan Calista memejamkan matanya sambil memeluk erat mamanya mengharapkan perlindungan darinya. Dan Nayla, tentu saja dia melindungi anaknya dari kemarahan suaminya dengan membawa anaknya dalam pelukannya.

“Katakan! Kenapa kamu ceroboh sekali dengan seenaknya memutuskan keluar dari sekolah dan asrama yang sudah aku bayar mahal?!” seru Bayu kembali pada Calista.

Anaknya itu.terlihat sangat gemetar dan ketakutan melihat amarah papanya. Dia selalu takut.dan tertekan ketika papanya sedang marah padanya. Bukannya dia sering membuat ulah, hanya saja memang semua yang dilakukan papanya padanya itu tidak sesuai keinginannya dan hanya membuatnya terpaksa melakukannya dan tertekan.

“Pa, tenang dulu. Jangan marah-marah. Kamu tidak lihat Caca sedang ketakutan?” ucap Nayla dengan tatapan kesal pada suaminya dan tangannya masih memeluk erat anaknya.

Dengan kesalnya Bayu duduk di sofa dekat dengan anak dan istrinya sambil melepas kancing kerahnya. Kemudian dia berkata,

“Sekarang katakan, apa yang membuatmu meninggalkan sekolah dan asrama itu.”

Nayla menghela nafasnya melihat suaminya yang masih belum mengerti juga keadaan anaknya saat ini. Ingin dia berteriak memaki suaminya, tapi itu semua sia-sia, karena dia tahu jika suaminya itu tidak akan mengalah begitu saja jika berdebat dengannya.

“Caca tidak nyaman berada di sana. Dia ingin pindah di sekolah yang sesuai dengannya,” ucap Nayla mewakili anaknya.

“Ck, bukannya kamu yang bodoh dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sana?” tanya Bayu sambil menyipitkan matanya menatap ke arah Calista.

“Pa!” seru.Nayla sambil menatap tajam suaminya.

“Apa? Dia memang seperti kamu yang lambat dalam berpikir. Sekolah itu yang terbaik untukmu saat ini. Tidak ada sekolah bertaraf internasional yang mau menerima murid pindahan berkali-kali seperti kamu. Seharusnya kamu bersyukur, Papamu ini berhasil meyakinkan mereka agar mau menerimamu. Lagi pula itu sekolah mahal, kenapa kalian bisa seenaknya saja menentukan keluar dari sekolah dan asrama di sana?”

Bayu mengomel tanpa henti pada anak dan istrinya. Dia tetap merasa keputusannya sangat benar dan dia merasa jika semua keputusan dalam rumah itu ada di tangannya karena dia merupakan kepala keluarga di rumah itu.

“Pa, maafkan Caca. Mama gak salah. Caca yang memohon pada Mama dan memaksanya untuk membawa Caca pulang ke rumah. Caca ingin sekolah di sini saja. Boleh ya Pa… Caca janji gak bakalan buat onar lagi,” ucap Calista sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada memohon pada papanya.

Bayu tersenyum sinis pada putrinya, kemudian dia menatap intens manik matanya sambil berkata,

“Baru sadar kamu jika selalu membuat onar di semua sekolah tempat kamu belajar?”

Calista kembali mengkerut melihat papanya yang menyindirnya dan menyalahkannya. Tapi dia putri seorang Bayu yang pemberani, sehingga sikap berani itu menurun padanya.

“Pokoknya Caca gak mau balik lagi. Caca mau sekolah di sini saja,” ucap Calista yang mempertahankan keinginannya.

Setelah itu dia segera beranjak dari duduknya dan berlari kecil masuk ke dalam kamarnya. Nayla menatap penuh iba pada anaknya. Sedangkan Bayu menatap kesal pada anaknya yang begitu saja meninggalkannya ketika mereka sedang berbicara.

Nayla mengalihkan pandangannya ke arah suaminya dan menatap tajam padanya seolah ingin memberontak padanya. Kemudian dia berkata,

“Sekali-sekali ikuti keinginannya. Jangan egois dan jangan memaksakan semua keinginanmu jika kamu tidak mau sekali saja menuruti keinginannya.”

“Kamu selalu membelanya. Karena itulah dia selalu memberontak,” sahut Bayu sambil menatap tajam istrinya.

“Ah sudahlah. Percuma saja berdebat denganmu. Kamu selalu saja tidak mau mengalah,” ucap Nayla seraya mengambil tasnya dan berdiri dari duduknya.

“Lalu apa maumu? Kita berdua bekerja dan anak kita itu tidak ada yang mengawasinya,” ucap Bayu dengan meninggikan suaranya.

Nayla yang tadinya akan melangkah, kini dia duduk kembali di kursi yang tadi ditempatinya. Lalu dia berkata,

“Aku tidak setiap hari tidak pulang. Hanya jika ke luar kota atau luar negeri saja aku tidak bisa pulang ke rumah. Caca bisa tinggal di rumah sendiri ketika aku sedang bekerja, dia sudah besar, tidak ada yang perlu dikawatirkan.”

“Tetap saja aku sangat khawatir padanya. Di asrama saja dia selalu membuat masalah, apa lagi jika dia sendiri di rumah?” sahut Bayu sambil mencebik kesal.

Nayla menghela nafasnya dan dalam hatinya dia selalu mengatakan jika dirinya harus sabar menghadapi suaminya. Tatapan matanya menghunus pada suaminya sehingga membuat suaminya yang selalu merasa benar itu sedikit menciut ketakutan.

“Aku akan mencari jalan keluarnya. Kalian tunggu saja dan pastikan dia tidak akan membuat kesalahan dan keonaran di sekolahnya yang baru,” ucap Bayu sambil berdiri dari duduknya, setelah itu dia berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Nayla kembali menghela nafasnya mendengar ucapan suaminya yang sama saja seperti biasanya. Suaminya itu selalu memaksanya dan anaknya untuk melakukan apa yang sudah diputuskannya.

Ceklek!

Nayla membuka pintu kamar Calista dan tersenyum ketika melihat putrinya sedang memainkan game pada ponselnya.

Masuklah Nayla ke dalam kamar tersebut dan berjalan mendekati putrinya yang sama sekali tidak terganggu dengan kedatangannya. Nayla yang sedang duduk di ranjangnya masih saja memainkan game pada ponselnya.

“Sayang, untuk sementara Caca belajar di rumah dulu ya sampai Papa menemukan sekolah yang baru,” ucap Nayla sambil tersenyum dan mengusap lembut rambut hitam dan panjang milik putrinya.

Calista menghentikan permainannya. Dia meletakkan ponselnya di hadapannya dan menatap mamanya dengan wajah sedihnya,

“Tapi Ma, Caca gak mau ke luar kota atau luar negeri seperti waktu itu. Caca hanya mau di sini, dekat dengan kalian. Apa jangan-jangan Mama dan Papa tidak mau pekerjaannya terganggu karena kehadiran anak kalian satu-satunya ini di rumah?”

“Caca, belum tentu jika Papamu memindahkanmu ke luar kota atau luar negeri seperti waktu itu. Tadi Mama sudah berbicara pada Papamu dan dia mengatakan masih akan memikirkannya sambil mencari sekolah yang baru untukmu,” ucap Nayla sambil mengusap lembut air mata yang sedikit menetes dari mata anaknya.

“Aku ragu jika aku anak kandung Mama dan Papa. Kalian berdua sibuk bekerja sehingga aku kalian sekolahkan jauh dan hanya pulang ke sini saat liburan saja. Kadang kalian malah menitipkanku di rumah Nenek. Apa itu yang namanya anak kandung?” ucap Calista dengan suara yang bergetar disertai lelehan air matanya yang mengalir di pipi.

Seketika Nayla memeluk putrinya yang telah meragukan statusnya sebagi ibu kandungnya. Air mata Nayla pun luruh menemani tangisan Calista yang semakin menjadi.

Bab 2 Membangunkan singa di pagi hari

Suasana meja makan itu sangat sepi. Tiga orang yang duduk mengelilingi meja makan tersebut hanya diam seolah menikmati makanan mereka. Dentingan sendok dan garpu menjadi irama tersendiri di meja makan tersebut.

“Papa sudah putuskan. Dan kalian pasti tau jika Papa tidak suka dibantah. Caca harus bersekolah di sekolah internasional di Inggris. Papa sudah menemukan sekolah yang bagus untukmu di sana,” ucap Bayu sambil meletakkan sendok dan garpunya di atas piringnya.

Sontak saja Calista menghentikan makannya dan meletakkan sendok serta garpunya dengan kesalnya hingga berbunyi di atas piringnya. Kemudian dia menatap papanya dan berkata,

“Caca tidak mau sekolah di luar negeri. Apa pentingnya belajar Bahasa Inggris? Sekolahan di sini juga mengajarkan hal itu. Pokoknya Caca tidak mau sekolah di luar negeri ataupun luar kota. Titik.”

Bayu meletakkan cangkir kopinya dan dia menatap tajam ke arah anaknya sambil berkata,

“Sudah Papa bilang jika Papa tidak menerima penolakan ataupun bantahan.”

“Pa, beri kesempatan Caca untuk sekolah di sini saja. Bahkan banyak sekolah yang bagus dan ternama di sini,” sahut Nayla yang mencoba membujuk suaminya agar mau menuruti keinginan anaknya.

Bayu beralih menatap tajam ke arah istrinya. Nayla mengerti tatapan kemarahan dari istrinya. Dengan cepatnya tangan Nayla memegang tangan suaminya yang ada di atas meja dan mengusap lembut punggung tangan suaminya itu sambil tersenyum genit padanya.

Seketika ekspresi wajah Bayu berubah. Dia merasa salah tingkah kemudian berdehem agar tidak terlihat kegugupannya dan berkata,

“Baiklah, akan Papa carikan sekolah yang bagus di sini. Dan ingat Caca, kamu tidak boleh menolaknya lagi. Semua ini demi kamu. Mengerti?”

Seketika senyum Calista mengembang. Dia menganggukkan kepalanya dengan riang sambil tersenyum lebar pada papanya.

Nayla pun tersenyum senang melihat putrinya tidak murung lagi. Dia merasa lega karena rasa bersalahnya pada putrinya sudah sedikit berkurang.

Seorang anak yang memprotes tentang kehadiran kedua orang tuanya dan waktu yang ingin dihabiskannya bersama dengan kedua orang tuanya.

Tangannya yang ada di atas tangan suaminya kini berbalik kedudukannya, Bayu menggenggam tangannya sehingga membuat nayla menoleh padanya. Bayu pun mengedipkan sebelah matanya dengan genit sehingga membuat Nayla menelan ludahnya.

Mampus dah. Pasti dia minta jatah, Nayla berkata dalam hatinya sambil tersenyum paksa padanya.

Tanpa melepaskan tangan istrinya, Bayu melihat jam yang melingkar ditangan kirinya.kemudian dia berkata,

“Sudah waktunya kita berangkat Ma. Ayo kita berangkat sekarang. Caca kita antar ke rumah Nenek sekalian.”

Nayla membelalakkan matanya melihat jam yang ada di tangan kanannya. Dalam hati dia berkata,

Masih jam segini. Kenapa harus berangkat pagi-pagi sekali? Mau ke mana dia?

Calista berdiri dari duduknya dan dia mengambil piring dan gelas kotor bekas mereka bertiga makan sambil berkata,

“Caca baik-baik saja tinggal sendiri di rumah. Caca sudah besar dan tidak perlu ditemani oleh Nenek. Lagi pula Caca bisa bersih-bersih rumah menggantikan Mama mengurus rumah ini. Dan juga Mama kan pulang nanti.”

Setelah mengatakan itu semua, Calista segera membawa peralatan makan yang kotor tersebut ke dapur dan mencucinya. Dia benar-benar ingin membuktikan jika dirinya bisa mandiri tanpa bergantung pada siapa pun.

“Sudahlah Pa, biarkan saja. Biar dia menikmati hari-harinya sebelum kembali masuk ke sekolah,” ucap Nayla sambil menatap suaminya.

Bayu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berdiri dan menarik tangan istrinya sambil berkata,

“Ayo kita berangkat.”

Nayla menghela nafasnya dan hanya bisa pasrah menuruti kemauan suaminya. Di dalam mobil suaminya itu Nayla melihat jalanan yang mereka lalui menuju bandara, kemudian dia melihat jam yang melilit di tangannya sambil mengernyitkan dahinya dan berkata,

“Mas Bayu ada penerbangan lebih awal? Bukannya ini masih terlalu pagi jika jadwal keberangkatannya seperti biasanya?”

“Jadwal keberanngkatanku seperti biasanya. Dan bukannya kamu juga akan ke bandara?” ucap Bayu sambil tersenyum tipis.

Nayla kembali mengerutkan dahinya mendengar ucapan dari suaminya. Kemudian dia menoleh ke arah samping, di mana suaminya sedang mengemudikan mobilnya dan berkata,

“Lalu, kenapa kita berangkat ke Bandara sekarang? Lebih baik kita menghabiskan banyak waktu bersama dengan Caca di rumah. Kasihan dia selama ini tidak pernah berkumpul dengan kita.”

Setelah itu Bayu membelokkan mobilnya ke dalam suatu tempat dan memarkirkannya. Dia melepas sabuk pengamannya sambil berkata,

“Aku ingin lebih lama bersamamu. Kita mampir di sini sebentar. Kamu telah membangunkan singa di pagi hari.”

Glek!

Nayla menelan ludahnya ketika mengerti maksud dari ucapan suaminya. Memang dia yang memulainya karena ingin membantu Calista agar keinginannya disetujui oleh Bayu. Dan kini dia yang merasakan akibat dari umpannya sendiri.

“Tapi Mas, sebentar lagi kita kan harus berangkat,” ucap Nayla sambil tersenyum paksa pada suaminya.

“Sebentar saja, buat bekal nanti, kan Mas tidak pulang nanti malam,” ucap Bayu sambil tersenyum.

Kemudian dia berjalan memutar untuk membukakan pintu mobil istrinya. Tangan Bayu terulur untuk membantu istrinya turun dari mobil tersebut.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Nayla untuk mengubah keputusan suaminya. Dia hanya bisa menurut meskipun jika ada apa-apa nantinya, dia juga yang pasti disalahkan oleh suaminya.

Mereka masuk ke dalam salah satu kamar hotel yang berada dekat dengan bandara. Dengan nakalnya Bayu memangsa istrinya dalam kamar hotel tersebut tanpa merasa terbebani dengan waktu yang mereka miliki.

Sudah empat puluh menit berlalu dan Bayu masih saja bermain dengan tubuh istrinya. Dia benar-benar menikmati dengan apa yang dilakukannya sekarang ini.

“Mas, sepertinya kita harus segera menghentikannya. Sudah waktunya kita berangkat sekarang,” ucap Nayla dengan nafas yang terengah-engah.

Bayu melihat ke arah jam yang menggantung di dinding, setelah itu dia mempercepat permainannya dan menyudahinya setelah cairan kental miliknya menyembur di dalam milik istrinya.

“Kita mandi bersama agar menghemat waktu,” ucap Bayu sambil menggendong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar mandi.

“Mas, langsung mandi saja. Tidak usah main-main lagi. Kita sudah tidak ada waktu lagi,” tukas Nayla yang baru saja diturunkan Bayu dari gendongannya ketika sudah ada di dalam kamar mandi.

Bayu menyeringai licik melihat tubuh istrinya yang sudah basah oleh air shower. Dia kembali memainkan sebentar tubuh istrinya itu di bawah air shower tanpa memberi kesempatan istrinya untuk bisa menolaknya.

Setelah beberapa saat, permainan itu selesai dan mereka benar-benar membersihkan badan mereka dengan cepat. Waktu mereka tinggal sedikit dan mereka harus sampai di bandara hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Tak henti-hentinya Nayla mengomel dalam hatinya. Tapi itu hanya dalam hatinya saja. Karena dia tidak mungkin berani ataupun marah kepada suaminya.

Bab 3 Tentang keinginan

“Maaf, saya terlambat,” ucap Nayla sambil tersenyum paksa dan menundukkan kepalanya di hadapan seorang laki-laki yang bertugas memimpin perjalanan mereka saat ini.

Laki-laki tersebut memandang Nayla yang masih dalam keadaan ngos-ngosan seperti habis berlari. Kemudian dia melihat jam tangannya dan berkata,

“Kenapa kamu bisa terlambat Nayla? Biasanya kamu tidak pernah terlambat. Meskipun hanya sekitar lima menit, tetap saja kamu terlambat.”

“Sekali lagi saya minta maaf Pak,” ucap Nayla sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maafnya.

Dimas melihat kesungguhan pada diri Nayla. Selama ini dia tidak pernah melihat Nayla melakukan kesalahan dalam bekerja, sehingga dia tidak mau memperpanjang masalah yang hanya secuil saja.

“Baiklah, cepat persiapkan semuanya. Kita akan masuk sebentar lagi,” ucap Dimas sambil menepuk pelan pundak Nayla.

Nayla pun menghela nafasnya lega. Dengan segera dia melakukan tugasnya tanpa menunda-nunda lagi. Dalam hatinya dia mengomel pada suaminya yang tidak mungkin kena omelan orang lain.

Di lain sisi, anggota maskapai penerbangan yang akan terbang sebentar lagi ke luar negeri sedang berkumpul seperti biasa sebelum mereka memasuki pesawat.

“Selamat pagi, maaf saya terlambat,” ucap Bayu yang baru saja bergabung bersama dengan mereka.

Kemudian dia mengatakan apa yang akan disampaikannya sebelum mereka memasuki pesawat. Badannya lelah setelah bermain bersama dengan istrinya, tapi hatinya puas dengan apa yang sudah dilakukannya.

Bayu sebagai Captain Pilot dalam penerbangan tersebut. Dan penerbangan kali ini hanya memakan waktu dua hari untuk kembali pulang.

Sedangkan Nayla yang menjadi pemandu wisata, kali ini hanya akan ada tur di luar kota saja dan itupun tidak akan menginap, sehingga Nayla bisa segera pulang untuk menemani Calista yang berada di rumah sendirian.

Di rumah, Calista merasa merdeka dengan tidak adanya orang sama sekali yang mengganggunya ketika dia bermain game. Dia sangat mengharapkan hari-harinya yang terbebas dari jadwal belajarnya yang sangat padat di sekolah dan asrama.

Dia juga bisa terbebas dari teman-temannya yang suka membully nya karena satu-satunya anak Asia di kelas mereka. Itu ketika dia sekolah di luar negeri.

Berbeda dengan sekolah yang berada di luar kota yang juga bertaraf internasional. Dia dibully karena hobi bermain sepak bola. Tidak seperti teman-teman perempuannya yang lain lebih menyukai dance daripada olahraga.

Semua itu yang membuat Calista kesal dan melawan mereka ketika mereka semakin gencar membully nya. Dia ingin berteman dengan mereka semua, hanya saja mereka tidak ramah padanya, sehingga dia melawan apabila mereka bermain kasar ketika membully nya.

Saat itu pula selalu Calista yang disalahkan. Dia selalu menjadi kambing hitam dari perbuatan teman-temannya. Dan karena itu pula dia harus keluar masuk sekolah-sekolahan yang dipilihkan papanya untuknya.

“Halo, Om kita main sepak bola yuk,” ucap Calista pada orang yang berbicara melalui telepon dengannya saat ini.

Caca di mana sekarang? Bukannya kamu ada di asrama? tanya orang yang ada di seberang sana.

“Caca ada di rumah sekarang Om. Mama sama Papa sudah berangkat kerja sedari tadi,” jawab Calista sambil memainkan bolanya yang ada di kakinya sambil duduk di sofa ruang televisi.

Pasti kamu dikeluarkan lagi ya Ca? tanya orang yang dipanggil Calista dengan sebutan om tadi sambil terkekeh.

“Dih, kata siapa? Aku yang memilih keluar dari sana. Ngapain sekolah di sana jauh-jauh jika di sini ada sekolahan yang juga tidak kalah bagus dari semua sekolahan yang pernah aku masuki,” sahut Calista sambil berwajah kesal pada omnya.

Benarkah? Baiklah Om akan ke rumahmu sekarang juga,ucap orang tersebut sebelum mematikan sambungan teleponnya.

Alvian merupakan keluarga satu-satunya yang dimiliki oleh Nayla. Kedua orang tuanya sudah meninggal, sehingga hanya Alvian lah yang menjadi satu-satunya keluarga Nayla saat ini. Adik Nayla itu masih bersekolah di sekolah khusus untuk olahraga. Dari Alvian lah Calista mengenal sepak bola dan lihai dalam bermain sepak bola karena bimbingannya.

Sore itu Calista dan Alvian bermain sepak bola di lapangan sepak bola yang ada di sekitar rumah Calista. Semua yang bermain sepak bola di sana hanya laki-laki, sehingga hanya Calista lah yang menjadi primadona di sana.

Alvian mengajarkan beberapa teknik dalam bermain bola. Jujur saja, Alvian kagum pada kecepatan Calista dalam mempelajari suatu hal. Dengan cepatnya dia bisa mempelajari semua yang diajarkan oleh Alvian padanya.

“Hebat kamu Ca,” seru Alvian sambil melakukan tos bersama dengan Calista.

Calista sangat senang karena mendapatkan pujian dan pengakuan dari Omnya yang juga bertindak sebagai pelatihnya. Inilah yang dia harapkan. Dia menginginkan kehidupan yang normal seperti anak-anak seusianya.

Dia selalu mendambakan kehidupan seperti anak-anak pada umumnya. Dan dia juga sangat ingin berkumpul dengan kedua orang tuanya setiap hari seperti keluarga pada umumnya.

Nyatanya semua itu hanya harapannya saja. Bayu selalu mengirimnya ke sekolahan yang jauh dan memiliki fasilitas asrama dengan biaya mahal karena bertaraf internasional. Dia mulai lelah saat ini. Dia ingin menjadi prioritas utama bagi kedua orang tuanya di samping pekerjaan mereka berdua.

Malam harinya, Nayla pulang ke rumah sangat larut sehingga Calista sudah tertidur ketika menunggunya. Dilihatnya anaknya itu dan didekatinya. Tampak sangat nyaman dan damai wajah Calista saat ini.

Sebenarnya Nayla tidak tega dan sangat merasa bersalah melihat anaknya tertidur di sofa ketika menunggunya. Ingin dia menggendongnya untuk memindahkannya ke dalam kamarnya. Sayangnya tubuh Calista kini sudah bertambah besar, dia bukan bayi lagi yang bisa dipindahkan oleh Nayla ke mana saja dan kapan saja.

“Ca, bangun Sayang. Kita pindah yuk ke kamar,” ucap Nayla sambil mengusap lembut pipi anaknya.

“Emmm… Mama…,” ucap Calista sambil mengusap-usap kedua matanya menggunakan tangannya.

“Maafkan Mama Sayang. Mama baru pulang. Kamu pasti kesepian sendiri di rumah,” ucap Nayla sambil memeluk tubuh putri semata wayangnya.

“Calista sudah besar. Mama tidak perlu mengkhawatirkan Caca lagi. Tadi Caca bermain bola bersama dengan Om Alvian. Dan Om Alvian baru saja keluar untuk membeli makanan. Sebentar lagi pasti dia akan kembali ke sini. Jadi Mama tidak perlu khawatir tentang Caca. Mama dan Papa fokus saja bekerja,” tutur Calista layaknya seorang ibu yang sedang menuturi anaknya.

Air mata Nayla tiba-tiba menetes begitu saja. Dia tidak pernah mengira jika putrinya yang masih seusia itu bisa mengerti kedua orang tuanya.

Jujur saja Nayla ingin berhenti bekerja. Dia ingin sekali menjadi ibu rumah tangga yang bisa mengamati pertumbuhan anaknya. Dan juga dia bisa menjadi guru pribadi anaknya ketika berada di rumah.

Sayangnya keinginannya itu sama sekali tidak didukung oleh suaminya, sehingga dia tidak bisa melepaskan pekerjaannya. Dan solusi terbaiknya adalah dengan mengirim anak mereka bersekolah di sekolahan terbaik yang tentunya memiliki asrama di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!