NovelToon NovelToon

Dewa Perang : Marvin Robert

Bab 1

Seorang pria tampan tengah berjalan di depan banyak orang yang berpakaian khusus, dimana perwatakan dirinya yang begitu tegas dan dingin menatap semua orang serius. Seorang pria tampan berdiri dengan begitu gagahnya, kharisma yang di miliki dapat terasa di sekitar. Jangan pandang sebelah mata saat umur bukan lagi di jadikan patokan, seorang pemimpin termuda di Istana Jiwa Naga selaku organisasi tentara bayaran terhebat dan paling berkelas di dunia. 

Organisasi yang cukup di takuti oleh semua kalangan organisasi lainnya, tidak ada yang ingin bersinggungan dengan kelompok itu. 

Marvin Robert, pria tampan yang tidak bisa dianggap remeh, sang pemimpi yang tidak ada yang berani menantangnya. Di angkat menjadi pemimpin organisasi anti ******* berkat kecerdasan dan juga kepandaiannya dalam bidang itu, kepiawaian yang mumpuni semakin menambah gelarnya. 

"Aku tidak ingin ada kesalahan dalam misi ini, semua yang sudah aku katakan itu yang harus di lakukan." 

"Siap Pemimpin." Jawab mereka dengan kompak. 

Marvin mulai memerintah bawahannya untuk mengepung tempat yang sudah terlacak olehnya, dimana bangunan tua itu milik kelompok terorisme.

Senjata yang ada di tangan mulai membidik sasaran, tak lupa memakai peredam suara agar tersamarkan bila menembak musuh. Satu persatu dia melumpuhkan musuh, ikut turun tangan melawan sekelompok *******. 

Beberapa orang dari grup inti mendekatinya, mengubah sedikit rencana agar misi kali ini berjalan dengan sempurna. 

"Nampaknya musuh mengetahui serangan ini, gunakan rencana ke dua!" 

"Laksanakan Pemimpin." 

"Kembali ke tempat masing-masing." Titahnya.

Marvin kembali fokus pada sasaran dan membidiknya, namun sesuatu hal buruk malah mengganggunya. Tiba-tiba hatinya merasakan suatu telepati yang sangat kuat, dan terasa nyeri di bagian itu. Perlahan dia menurunkan senjata, dan mulai berpikir jika ada hal yang masalahnya lebih serius. 

"Apa ini? Kenapa dada dan hatiku terasa nyeri? Apa yang sebenarnya terjadi?" Gumamnya tampak memikirkan sesuatu yang salah. 

Marvin memejamkan kedua mata tanpa menghiraukan suara peluru yang saling bersahutan, hingga bayangan semakin jelas. Bayangan seorang gadis kecil yang di sekap oleh sekelompok orang yang tidak ia ketahui. 

"Siapa gadis kecil itu? Mengapa gadis kecil ini bisa membuatku merasakan telepati yang begitu kuat? Apa hubungannya denganku?" Monolog Marvin di dalam hati, tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya hingga timbullah sebuah dilema. 

Sebuah gambaran mengenai anak kecil yang disiksa oleh segerombolan orang jahat, mengepung gadis kecil malang itu yang terus menangis. 

"Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat?" Marvin bingung, di tengah menjalani misi berbahaya yang menjadi tanggung jawabnya dan gadis kecil yang menangis membuat hatinya luluh dan merasa iba. 

Sementara di sisi lain, seorang gadis kecil menatap orang-orang di sekelilingnya dengan menangis. Dia sangat takut, tapi juga tak mau terlihat lemah, walau umurnya masih sangat muda dan tak akan mampu melawan mereka semua.  

"Berhentilah menggangguku!" ketus Lusi dengan berani. "Ayahku adalah superhero, dan dia akan kembali datang untuk menyelamatkanku." Tekannya dengan penuh percaya diri. 

Beberapa orang yang membuli nya tertawa terbahak-bahak mengingat perkataan Lusi yang baru keluar dari mulut gadis kecil itu sungguh berani. 

Salah satu dari mereka mendorong tubuh gadis kecil malang dan bertos ria, mereka sangat puas dengan itu. 

"Hei gadis bodoh! Siapa yang tidak tahu kalau kau itu adalah anak haram yang tidak punya ayah." 

"Aku bukanlah anak haram." Jawab Lusi dengan tatapan sengitnya. 

"Benarkah? Lalu kemana ayahmu? Kenapa dia tidak pernah muncul sekalipun? AYAHMU SUDAH MENINGGAL." Ucap seseorang tersenyum miring, melihat kepercayaan diri Lusi mulai goyah. 

Deg

Lusi sangat patah hati mendengar perkataan mereka setelah kelemahannya di ungkap, mulai melakukan perlawanan memberontak tak peduli jika dirinya hanya sendiri. 

"Ayahku masih hidup." Lusi meludahi wajah salah satu mereka yang dekat dengannya, tatapan tajam menggambarkan kobaran api yang membara. 

Bugh!

Tubuh kecil Lusi mendapat sambutan dari perlawanannya, sebuah pukulan yang di wajah hingga meninggalkan bekas memerah juga sedikit darah segar. 

"Anak sialan! Itu akibatnya jika kau bermain-main denganku." 

Semua orang mulai menyiksa gadis kecil malang itu tanpa ampun, siksaan yang semakin kejam terus di sambut oleh tubuh kecil Lusi semakin tak berdaya. 

"Kalau ayahmu masih hidup, dimana dia? Kenapa dia tidak datang dan membelamu, heh?" seseorang tiba-tiba menarik rambut Lusi dan mencengkramnya kuat. 

"Ayahku akan datang…dia akan datang dan membunuh kalian semua." Tatapan penuh kepercayaan diri, tanpa peduli perih di sekujur tubuh yang diterima olehnya. 

Beberapa orang mulai menertawakan Lusi dan menganggapnya bodoh. "Memangnya kau tahu siapa ayahmu?" 

"Aku putri dari Marvin Robert, tindakan kalian ini tidak bisa di ampuni dan bersiaplah menghitung mundur waktu kalian di bumi ini." Jawab Lusi tersenyum sekilas dapat membalas hanya mengandalkan kepintarannya dalam berbicara. 

Penglihatan Marvin menangkap gambaran yang sangat jelas itu, nafasnya semakin memburu di kala seorang gadis kecil mengatakan jika dirinya adalah ayahnya. Sebuah sinyal telepati yang tak mungkin salah mengirimkan padanya, pupil mata kian membesar.  

"Dia putriku? Tapi bagaimana bisa?" Marvin merasa tidak percaya dengan gambaran di dalam penglihatannya, pikirannya menjadi buntu dan menyelesaikan misi secepat mungkin dan kembali ke Indonesia. 

*

*

Marvin kembali menjejakkan kaki ke Indonesia setelah sekian lama, perjalanan menuju kota A. Tak sengaja perhatiannya tertuju pada keluarga Adi Kusumo yang terkenal akan pendiri bela diri terhebat di sana. Begitu banyak yang dia lewati hingga baru tahu mengenai fakta dari keluarga itu yang terus melakukan transplantasi sumsum tulang belakang untuk tuan muda pertama di keluarga, yang mengambil keuntungan dari putrinya yang bernama Lusi, untuk memperbaiki genetika bela diri. 

Ya, Marvin terlahir dengan bakat yang luar biasa, memiliki darah campuran antara alien dan manusia. Lusi mewarisi genetika campurannya dan sudah menunjukkan bakat sejak lahir yang tidak biasa, itu sebabnya banyak yang mengincar gadis kecil nan malang. 

Informasi yang didapatnya dengan sangat mudah, membuat Marvin mengepalkan kedua tangan seraya mengeraskan rahang tak terima perlakuan orang-orang yang kejam pada putri kecilnya. 

Brak!

Kemarahan yang terlukis dengan sangat jelas, guratan kesedihan karena dirinya baru tahu hal ini. "Berani sekali mereka memanfaatkan gadis kecil itu, aku harus turun tangan menghancurkan keluarga Adi Kusumo." Ucapnya terselip dendam, melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai menjadi gambaran hatinya yang saat ini hancur. 

Marvin langsung bertindak tegas dan tidak akan membiarkan nyawa Lusi melayang, mendatangi langsung ke kediaman Adi Kusumo setelah mendapatkan semua informasi yang di perlukan olehnya. 

"Menyingkir dari jalanku." Kecam Marvin dengan tatapan tajam, tak takut pistol mengarah kepadanya. 

"Penyusup tidak dibiarkan masuk ke dalam." 

Tanpa membutuhkan waktu lama, Marvin menghajar para penjaga di tempat itu dan terus berjalan mencari keberadaan putrinya yang di sekap. 

Banyak para penjaga menyerangnya beramai-ramai, tapi tak menurunkan tekadnya untuk menyelamatkan Lusi. 

"Dimana anak yang kau sandera?" ucapnya dingin berdiri di sebelah sang pemilik kediaman itu. 

"Siapa kau?" 

"Marvin Robert." 

Sontak sang pemilik rumah terkejut jika perkataan Lusi benar mengenai seseorang yang akan menuntut balas atas apa yang di terimanya, sedangkan Marvin sudah jengah dan meluluhlantakkan tempat itu dan memusnahkan penghuni disana menggunakan kekuatan luar biasa yang dimilikinya. 

 "Ck, hanya kecoa saja." 

Bab 2

Marvin segera berlalu pergi dari ruangan itu setelah menuntaskan hasratnya dalam membunuh keluarga Adi Kusumo yang sangat terkenal dalam satu malam, tidak peduli apa yang terjadi selanjutnya selain dapat bertemu dan menyelamatkan nyawa Lusi yang di sekap dalam ruangan khusus. 

Perlahan dia mendekat, melihat tubuh mungil yang babak belur membuat hatinya begitu teriris. "Siapa gadis kecil ini? Apa dia memang anakku?" gumamnya di dalam hati seraya menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah imut itu. 

Wajah yang cukup tidak asing, dan terlintas kejadian lima tahun lalu dirinya pernah berhubungan badan dengan kekasihnya yang bernama Lira. Ya, Marvin masih mengingat mantan kekasihnya itu. Tapi tak menyangka jika sang mantan menyembunyikan hal ini darinya dan diam-diam melahirkan seorang putri. "Dia sangat mirip dengan mantan kekasihku." Batinnya. 

"Kenapa Lira menyembunyikan ini dariku? Apa alasan sebenarnya?" monolognya yang terus menerka dan berpikir keras. 

Marvin langsung mendekap tubuh gadis kecil dan menciumnya, sebagai seorang ayah tentunya dia merasa gagal. Rasa sakit di hati melihat kondisi putrinya hampir sekarat di siksa oleh orang yang hanya memanfaatkan Lusi sebagai bahan percobaan sumsum tulang belakang untuk tuan muda di keluarga Adi Kusumo.

Marvin menghirup oksigen sebanyak mungkin, menengadahkan kepala keatas sambil kedua mata yang dipejamkan. Sebuah fakta yang baru diketahuinya, memiliki anak dari mantan kekasih membuat perasaannya bercampur aduk antara senang, sedih, dan bimbang. 

"Tenanglah sayang, ayah datang untuk menyelamatkanmu. Bertahanlah!" Marvin mencium kening Lusi lembut dan hendak meninggalkan tempat yang sudah dihancurkan para penghuninya. 

Saat kakinya berjalan keluar dari tempat itu, bermaksud meninggalkan kediaman Adi Kusumo yang telah menyiksa putri kandungnya sendiri hingga terluka sangat parah. Baru beberapa langkah saja, terlihat beberapa orang yang mencegat kepergiannya, terdiam saat melihat kondisi Lusi yang ada di dalam gendongan. 

Kedatangan empat master bela diri yang di kenal sangat hebat tengah menatap Marvin tajam juga penuh amarah, melihat kediaman Adi Kusumo sedikit rusak membuat mereka tak tinggal diam. Mereka mengepung tempat itu, karena menganggap jika perbuatan Marvin tidak benar. 

Empat master bela diri ikut andil dalam permasalahan yang terjadi, mereka bernama Milano, Bimantara, Andromeda, dan Alaric, bisa dikatakan sebagai sekutu keluarga Adi Kusumo. 

Keempat sekutu yang dimiliki Adi Kusumo datang untuk memberikan bantuan, mereka telah menjalin hubungan yang sangat lama. Tapi tidak mengenal dan mengetahui bagaimana sikap orang yang dibela sangatlah kejam dan juga tak berperasaan, berhati batu dan sangat ambisius. 

Keempat master bela diri mengira jika keluarga Adi Kusumo orang yang saat baik, berjiwa besar pada sesama, namun semua itu hanyalah topeng untuk menutupi sikap iblis yang mendarah daging. 

"Kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini." Halang Milano yang memerintahkan bawahannya untuk memeriksa tempat itu. 

"Jangan menghalangiku, aku tidak punya banyak waktu." Ucap Marvin yang menggendong putri kecilnya. 

"Tidak, sebelum pemeriksaan selesai." Ucap salah satu dari keempatnya. 

Beberapa orang mulai memeriksa tempat itu dan hanya menemukan mayat yang bersimbah darah segar, keluarga Adi Kusumo sudah dibabat habis oleh Marvin sebagai tersangka utama karena berada di lokasi dalam keadaan utuh. 

"Bagaimana hasilnya?" tanya Andromeda kepada bawahan yang memeriksa tempat itu, aura yang dikeluarkannya dapat dirasakan oleh orang di sekelilingnya. 

"Hanya ada mayat yang bergelimang darah, Tuan. Semua anggota keluarga Adi Kusumo meninggal, dan tidak tahu penyebabnya." Lapor sang bawahan. 

"Baiklah. Lakukan penyelidikan!" titah Andromeda tegas seraya mengarahkan pandangan menyelidik Marvin sebagai tersangka. 

"Laksanakan Tuan." Jawab sang bawahan yang berlalu pergi. 

Andromeda memasukkan sebelah tangan ke saku celana, berjalan mendekati Marvin. "Hanya kau yang tersisa di sini, mau melakukan pembelaan?" selidiknya dengan tatapan tajam.

"Semua bukti telah mengarah padamu, dan kau tidak bisa mengelak lagi." Sambung Bimantara yang juga mendekat.

"Aku tidak ingin berdebat dan jangan menghalangiku, aku harus menyelamatkan putriku." Akhirnya Marvin mengakui Lusi sebagai anaknya di hadapan mereka, tidak mempunyai pikiran apapun selain kesehatan anaknya adalah hal nomor satu.

"Setelah apa yang kau perbuat dan sekarang ingin kabur?" cibir Bimantara tersenyum miring. 

Marvin tak ingin berdebat ataupun membunuh orang-orang yang masih menganggapnya bersalah, dia hanya mencemaskan kondisi anaknya kian memburuk. "Itu balasan dari orang ambisius seperti keluarga mereka, menjadikan anakku sebagai kelinci percobaan. Aku hanya ingin menyelamatkan anakku yang di sandera oleh mereka, jadi ini hanya pembelaan diri." 

"Ck, apa kau pikir kami percaya padamu? Tidak." 

"Serang dan tangkap dia!" perintah Alaric dengan tatapan sengitnya, tak terima jika keluarga Adi Kusumo sudah mati di tangan pria itu. Sangat kesal setelah perkataan yang keluar dari mulut pria di hadapannya, meminta mereka untuk tidak menghalangi jalan. 

Terpaksa Marvin bertarung, menggendong Lusi dalam pelukan tak menghalanginya. Ilmu bela diri yang mumpuni walau hanya menggunakan kedua kaki saja sudah menjatuhkan para bawahan dari keempat master bela diri. 

"Aku tidak ingin melukai kalian, mundurlah jika ingin selamat." Ucap Marvin tegas memberikan peringatan. 

"Sombong. Kau tidak akan bisa keluar dari sini!" cercah Milano yang turun tangan. 

Marvin menghela nafas berat, keempat master beladiri ingin bertarung dengannya. Dia tersenyum sangat tipis, bersikap seperti air tenang namun menyimpan bahaya di dalamnya. 

"Serang dia!" Bimantara mengkumando ketiga master lainnya untuk kembali menyerang Marvin yang di cap sebagai musuh. 

"Tunggu!" ucap seseorang menghentikan pertarungan sengit dan sangat seru itu. 

Keempat master bela diri terdiam begitupun dengan Marvin, mereka melihat kedatangan empat pengawal besar yang cukup ditakuti. Peter, Vano, Gavin, dan Dario menengahi penyerangan tidak seimbang.

Bantuan yang datang di waktu tepat, dia tersenyum tipis karena jalannya akan di permudahkan.

Terdengar suara bising yang baru datang, beberapa mobil sport berwarna hitam, motor, dan juga mobil muatan khusus ikut andil dalam menggertak keempat master bela diri. 

Keempatnya master itu tersentak kaget melihat begitu banyak bantuan dari pihak musuh yang datang, bergidik ngeri saat kelima pasukan inti anggota lama dari organisasi Istana Jiwa Naga. 

"Astaga…ternyata pria itu bukanlah seorang yang mudah di gertak. Siapa dia? Dan apa hubungannya dengan organisasi yang paling di takuti itu?" ucap pelan Alaric yang berkeringat dingin. 

"Dasar bodoh! Apa kau tidak mengenalnya? Dia sangat berbahaya." Sambung Bimantara.

Salah seorang pria yang mengenakan jas abu-abu keluar dari mobilnya, aura yang sangat kental terasa di sekelilingnya. Dia menatap keempat master bela diri yang mencoba menghalangi Marvin, hubungan yang sudah terjalin lama tentu saja akan dia ingat. Dia menganggukkan kepala dengan hormat pada Marvin tapi tidak diperhatikan langsung oleh keempat master yang masih menganggap dan memandang rendah pria yang menjadi tersangka membunuh keluarga Adi Kusumo.

Kedatangannya memberikan pelajaran kepada si penghalang, keempat pria yang menyerang satu orang sama saja dengan pengecut. "Siapa yang berani menyentuhnya." Ucapnya dengan tegas serta tatapan mematikan terarah pada empat kecoa di hadapannya. 

"Dia membunuh keluarga Adi Kusumo dan harus mendapatkan pelajaran." Milano membuka suara, namun di dalam hatinya sangat tercengang. Bukan saja dirinya, tapi ketiga master lainnya juga merasakan hal yang sama.

"Apa hubungannya dengan musuh itu?" ucap Bimantara yang begitu penasaran dan kembali mengingat siapa pria yang pernah dia temui.  

Bab 3

Semua perhatian tertuju kepada pria yang datang paling akhir, sekilas terlihat seperti pahlawan kesiangan. Kedatangan si penengah berasal dari organisasi terkenal dan paling ditakuti hingga tak ada yang ingin berurusan dengannya, namun hanya segelintir orang saja yang tahu mengenai identitasnya. 

Ya, pria itu anggota dari pasukan elit bernama Zico. Seorang pria tampan dan juga gagah, mempunyai badan yang tegap dengan kemampuan mumpuni tak perlu diragukan lagi. Dia ahli dalam ilmu perang, melibas siapa saja yang menghalangi jalannya. Karakter yang kuat serta tak terkalahkan, pantas saja dia pernah diangkat menjadi seorang anggota pasukan elit yang tak terkalahkan.

Entah apa alasan di balik pengunduran dirinya yang sudah lama tidak terlihat berkecimpungan dalam organisasi paling mematikan itu, banyak yang tidak mengenalnya namun Bimantara masih mengingat jelas karena pernah bertemu sekali. Zico mengundurkan diri dan melakukan pengasingan dari kalangan itu. 

Beberapa kelompok yang datang di akhir membuat tempat itu semula sepi menjadi ramai, mereka ikut berpartisipasi dalam dua kubu yang berbeda. Marvin tak ingin membuang waktunya untuk meladeni segelintir orang yang masih menjadikannya seorang tersangka, entah apa yang di pikirkan orang lain terhadapnya yang penting dia ingin pergi dari tempat itu. 

Terlambat saat dia malah terjebak dalam kerumunan yang menurutnya tidak berarti, menghela nafas berat saat salah seorang pria masih menghalanginya. 

Zico menganggukkan kepala dan menyerang Bimantara dengan penuh agresif, dengan mudahnya dia menumbangkan pria itu dan ketiga master bela diri lainnya yang masih bersikukuh. "Sudah aku katakan untuk tidak menghalangi jalannya." Ucapnya datar dan terkesan misterius. 

"Ck, aku tidak peduli." Bantah salah satu dari keempat master yang tetap menyerang, mereka tidak suka jika ada yang mengalahkan mereka di depan musuh. 

Pertarungan yang hebat terjadi di depan mata Marvin, dia hanya diam dan menjadi penonton untuk sesaat. Melawan Zico sama saja menggali kuburannya sendiri, pria yang di kenal kejam tentu saja dengan mudah menumpas empat orang sekaligus dengan para bawahan mereka. 

Bimantara antara yakin dan juga tidak, dia kembali mengingat dengan pertemuannya sekali. Apalagi gerakan yang di lakukan Zico pernah di lihat sebelumnya olehnya. Kedua pupil mata melebar saat serpihan ingatan semakin jelas. "Ya, tidak salah lagi kalau dia anggota pasukan elit yang sudah lama melakukan pengasingan di organisasi itu." Gumamnya di dalam hati. 

"Kenapa kau diam saja? Cepat bantu kami!" cetus Alaric yang kesal melihat Bimantara hanya terdiam tanpa berniat menolongnya. 

"Aku bisa mengatasi ini." Ucapnya dengan penuh percaya diri. 

"Kau ingin mati ya?" 

"Dia ada di pihak kita, sebaiknya mundur dan biarkan aku yang bekerja." 

Akhirnya pertarungan terhenti, Bimantara mengira jika Zico ada di pihak mereka karena pernah bertemu sekali dan mengingat semua gerakan dari pria itu semakin menambah keyakinannya.

"Apapun yang terjadi kau tidak akan bisa pergi dari sini sebelum kau bertanggung jawab." Bimantara mengacuhkan siapa yang baru saja datang, tetap akan pendirian yang sudah menjadi prinsipnya. Apalagi dia mengenal Zico, dengan penuh percaya diri jika berada di dalam pihaknya sebagai pembela. 

"Siapa kau yang berani menghalangi langkahku?" Marvin tetap tenang tak bergeming, sangat lucu bila melihat salah satunya masih saja bersikap sombong.

"Aku ketua dari organisasi bela diri." Ucap Bimantara yang begitu sombong dan dengan sengaja mendorong tubuh Marvin, sementara Zico mengerutkan keningnya karena drama yang ada di hadapan. 

"Hanya ketua saja," jelas Marvin tersenyum miring. 

Bimantara berjalan menuju Zico yang dingin. "Tuan, maafkan kami yang sebenarnya tidak bermaksud menyerang anda." Ucapnya dengan cengengesan. "Sudah lama anda tidak terlihat, apa Tuan masih mengingat ku?" ucapnya dengan sombong dan juga angkuh, memasukkan tangan kanannya di saku celana. 

Zico mengerutkan dahi, banyak orang yang dia temui dan tidak mengingat semuanya. "Tidak." 

"Tapi aku pernah melihat anda, terima kasih sudah datang." Bimantara memperlakukan Zico dengan sangat baik, mengira berada di pihaknya. 

Zico tidak mengerti mengapa pria di hadapannya terlihat bodoh tapi sangat angkuh. "Aku tidak mengenalmu." 

"Jangan berkata seperti itu Tuan." Bimantara tersenyum seraya membenarkan jas Zico. 

Zico tetap tak peduli, hatinya tergelitik melihat kepercayaan diri Bimantara yang cuma mengenalnya sekali dan menganggap sebagai sekutu. "Organisasi Istana Jiwa Naga adalah identitasku, dan pria yang kalian halangi jalannya bukanlah orang sembarangan yang mudah di singgung." Ucapnya lantang kembali membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai penghormatan ke arah Marvin, sementara keempat kecoa itu sangat terkejut melihat sikap penuh hormat dari salah satu pasukan elit yang sudah lama dalam pengasingan diri. 

"Apa?" ucap keempatnya terkejut.

Milano, Alaric, dan Andromeda merutuki kebodohan Bimantara yang sok mengenal Zico, kini mereka berempat dalam masalah besar karena perkataan pria itu menunjukkan keseriusan. 

"Dasar bodoh! Aku sudah menduga jika pria itu ada kaitannya dengan organisasi itu." 

"Hem, kau benar. Bimantara malah menjebak kita ke dalam singa kelaparan."

"Sebaiknya kita mundur saja." 

Bimantara mendapatkan pelototan tajam dari ketiga temannya, sedangkan dirinya menelan saliva saat kesombongannya langsung di jatuhkan ke tempat terendah. 

Zico masih mengawasi orang-orang yang menghalangi pemimpinnya, Marvin tersenyum tipis seraya masuk ke dalam mobil dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu. 

Lain halnya dengan keempat master bela diri yang tidak bisa berkutik dan bersuara saat Zico sudah berkata, mereka membiarkan Marvin pergi namun di hati sangat tidak senang. Tidak berani melakukan aksi tindakan konyol setelah tahu siapa pria yang datang sebagai pembela. 

Marvin masih menggendong putrinya dalam pangkuannya, membawa anaknya itu kembali pulang. 

Dia menarik nafas sedalam mungkin dan mengeluarkannya, menunggu pintu di buka setelah lima tahun dirinya menghilang. 

Sementara di tempat lain, seorang wanita menangis karena sangat khawatir mengenai putrinya yang menghilang dan tidak tahu harus  bagaimana. "Lusi, dimana kau sayang. Ibu sangat mencemaskanmu." Lirihnya seraya menyeka air mata dengan tisu yang sudah berapa banyak dia habiskan. 

Terdengar suara bel pintu, dia segera berlari untuk membukanya dan berharap itu adalah Lusi, putrinya. 

"Lusi." Ucap Lira yang tersenyum dengan mata berbinar, perlahan redup saat matanya berkontak langsung dengan seseorang dari masa lalunya. 

Lira terdiam untuk beberapa saat, dia sangat senang melihat anaknya sudah pulang dan tertidur dalam dekapan seorang pria di masa lalunya. "Marvin?" lirihnya yang sangat tidak percaya melihat ayah dari anaknya menjadi penyelamat. 

"Apa aku boleh masuk?" 

Lira mengangguk dan mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuh Lusi yang sedikit lemah dan telah di obati oleh Marvin. 

"Apa putriku baik-baik saja?" tanya Lira yang sangat cemas sebagai seorang ibu. 

Marvin menganggukkan kepala. "Dia tidak apa-apa." 

"Kenapa Lusi tidak membuka matanya?" 

"Dia sedang tertidur." Marvin seakan paham dengan isyarat sinyal mata Lira dan keluar dari kamar gadis kecil itu. 

Marvin dan Lira saling menatap canggung, setelah sekian lama tidak bertemu. 

Lira merasakan dadanya yang sesak, melihat mantan kekasihnya menampakkan diri setelah kejadian itu. "Tatap mataku!" ketusnya. 

Marvin menatap mata Lira, namun tak kuasa menahan gejolak sesuatu yang tersimpan di hatinya. 

"Mengapa sekali pergi kau malah menghilang lima tahun?" tanya Lira dengan kesal. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!