NovelToon NovelToon

Samudra&Samantha

Samudra Baskoro Pratama

^^^Samudra Baskoro Pratama^^^

^^^Tipe cowok mainstream, cakep, dingin dan berego tinggi.^^^

Suara benda pecah membuat Am (begitu orang-orang terdekat memanggilnya) tergeragap bangun. Samudra meringis begitu kepalanya berdenyut. Sisa-sisa ketakutan membuat napasnya tersengal-sengal.

Samar-samar, Samudra mendengar rintik hujan menampar-nampar jendela, seirama dengan degup jantungnya yang tak terkendali.

Beberapa saat, Samudra hanya diam dalam kegelapan kamar hingga akhirnya dia menyadari sesuatu yang membuatnya mengembuskan napas keras hingga menderu.

Tidak terdengar suara sensor bahaya yang terpasang di dinding, tidak terdengar pula langkah kaki yang tergesa-gesa. Suara sesuatu yang pecah itu tidak nyata. Hanya mimpi.

Samudra mendesah pelan. Ia mengubah posisi tidurnya dari terlentang menjadi menyamping. Sakit kepala itu semakin menjadi.

Samudra memejam, tidurnya telah diganggu mimpi buruk sialan.

Dalam hati, Samudra berharap mimpi buruk itu tidak akan pernah datang lagi.

...

Samudra memicingkan sedikit matanya begitu merasakan sorot terang sinar mentari yang mulai menyusup masuk melalui celah-celah tirai jendela besar yang tidak tertutup dengan sempurna.

Ia berusaha bangun sebelum akhirnya Samudra meringis menahan sakit di kepalanya. Ah rasa sakit itu datang lagi, setelah beberapa tahun ia tidak lagi tersiksa dengan sakit di kepalanya...

Namun entah mengapa pagi ini, Samudra kembali merasakan sakit yang luar biasa berdenyut di sekitar pelipis hingga ujung tengkuk lehernya.

Langkah kaki beratnya pun terdengar hingga ujung ruangan apartemen.

Ia meraih satu botol kecil yang berisi butiran obat berwarna merah. Rasanya tentu saja tidak semenarik dengan warna yang dimiliki.

Samudra menelan satu pil lalu dengan lahap meneguk air mineral yang berada di tangan kanannya.

Kenapa rasa sakit ini kembali membuat gue tersiksa? batin Samudra sembari sedikit mengerang menahan sakit yang kini lama-lama mulai mereda.

Samudra kini berjalan ke arah sofa panjang yang terletak tepat di depan jendela besar apartemen.

Jendela yang menghadap langsung ke arah biasa sinar mentari mulai tenggelam.

Netranya mengarah ke arah bingkai foto yang terletak pada nakas kecil di samping sofa.

Bibirnya kini sedikit ia tarik hingga membentuk senyuman kecil.

Melihat sosok wajah dalam bingkai foto tersebut selalu membuat perasaan Samudra membaik.

Foto gambar keluarga yang ia miliki dan begitu ia sayangi. Maya dan Samuel yang memeluk dua remaja berusia sekitar tujuh belas tahun.

Benua dan Samantha....

Sudut bibir Samudra kembali sedikit terangkat, senyum kecil itu pun kembali tercipta dengan begitu menawan ketika melihat foto gadis cantik berusia sekitar tujuh belas tahun.

Gadis bersurai ikal kecoklatan dengan netra yang juga berwarna coklat jernih. Bibir yang sedikit tebal dan selalu berwarna merah muda terlihat mengulum senyum bahagia.

Bibir yang selalu menggoda untuk dapat Samudra cium.

Ah sial.... kenapa otak mesum gue selalu saja tak terkendali setiap melihat Sammy.... batin Samudra sembari meringis kecut.

Ia lalu melirik ke arah satu bingkai foto yang lain.

Veronika Alicia Hendrawan. Gadis bermata bulat dengan rambut lurus sepinggang yang tengah ia rangkul mesra. Sama-sama tercatat sebagai mahasiswa S2 kedokteran di Harvard.

Hanya saja Veronika berada dua tingkat dibawah Samudra saat ini. Mereka yang sama-sama berasal dari Jakarta membuat keduanya saling mengenal dengan sangat mudah.

Napas panjang Samudra dengan begitu saja berhembus kasar keluar dari hidung dan bibirnya.

Namun entah mengapa dalam benak Samudra selalu ada bayang-bayang saudara perempuannya, Samantha Olivia Perdana.

to be continue....

Samantha Olivia Perdana

^^^Samantha Olivia Perdana^^^

^^^Cewek paling mainstream, cantik, jutek, tomboy namun berhati lembut^^^

Nama gue Samantha Olivia Perdana, anak ketiga dari keluarga Perdana.

Seperti yang kalian ketahui dalam kisah yang lalu, keluarga Perdana memiliki tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan.

Gue anak kembar kedua setelah Benua Alvaro Perdana. Kami adalah kembar namun bukan berarti kami memiliki wajah yang bak pinang dibelah dua.

Anehnya gue dan Benua memiliki wajah yang 100% berbeda. Dan itu membuat kami seperti bukan anak kembar.

But, that's not problem. Mau wajah kami sama atau beda pun, tidak memungkiri jika gue dan Benua kembar. Hahahaha.

Daddy-ku seorang yang tegas, gagah, sangat berwibawa dan tentu saja memiliki wajah yang begitu tampan.

Tentu saja daddy adalah seorang ayah yang begitu keras dan disiplin. Tapi sifat kerasnya itu tidak mempan untuk istri tercintanya, Nyonya Maya Aulia Perdana.

Entah Mommy memakai jurus apa hingga membuat Daddy bertekuk lutut seperti itu. Heran juga.

Daddy bahkan selalu menuruti apapun permintaan Mommy tanpa harus ada embel-embel negosiasi.

Mommy mempunyai dua buah cafe yang selalu rame meski bukan di hari weekend sehingga setiap gue tidak sibuk dengan urusan sekolah, gue selalu mampir ke cafe. Bukan untuk bermalas-malas sambil menikmati makanan ataupun minuman gratis.

Tapi gue kesana untuk bekerja paruh waktu sebagai waiter. Tentu saja Mommy menggaji gue dengan bayaran yang sama dengan pegawai-pegawai lainnya.

Tujuh belas tahun berlalu semenjak gue lahir, semua penghuni rumah besar bercat putih dengan arsitektur mirip mansion ala-ala Eropa masih saja sama seperti ketika gue masih berumur enam atau tujuh tahun.

Bibik, mbak Pur dan dua orang satpam serta supir yang terkadang mengantar Mommy ke cafe ataupun mbak Pur belanja ke pasar tradisional tak jauh dari rumah kami.

Hanya saja, bibik kini terlihat sudah sedikit renta namun beliau masih bisa mengerjakan segala urusan kecil di rumah kami. Daddy pernah bilang jika bibik sudah seperti ibu keduanya. Bibik yang mengurus Daddy sejak dia masih kecil.

"Kamu harus selalu hormat pada Bibik dan orang-orang yang bekerja pada kita, Sammy...." Kata-kata Daddy itulah yang sejak dulu membuat gue dan Benua menganggap bibik dan maid lainnya seperti keluarga kami sendiri.

...****************...

Samuel memijit pangkal hidungnya karena merasa pusing akan suatu hal, penyebabnya tak lain adalah remaja yang kini duduk santai di hadapannya sembari cengar-cengir dengan mata yang tak lepas dari ponselnya.

"Sammy." Samantha mendongak dengan alis naik sebelah. "What's wrong, dad?"

"Bisa simpan ponsel kamu sebentar?" Samuel melonggarkan dasi yang seolah mencekik lehernya kuat.

"Kalo daddy ngomong, dengerin be-*go, malah main hp. O*tak lo disimpen di bagasi mobil ya?" celetuk Benua mengejek.

Samuel menoleh dengan cepat. "Benua...!"

"Hehe, sorry dad." Benua tersenyum mengejek ke arah Samantha lalu berlalu ke dapur untuk mengambil minuman.

Samuel dan Samantha sendiri di ruang tengah, hendak membicarakan yang menurut Samuel penting. Tapi bagi Samantha justru sebaliknya.

"Kamu tau apa yang kamu lakuin ke Mbak Pur itu tidak baik?"

Samantha malah tersenyum lebar. "Tau."

"Terus kenapa kamu ngelakuin hal itu?"

"Iseng."

"Samantha, kenapa kamu ngelakuin hal-hal nakal kayak gini, hm?"

"Aku gak nakal Dad, Mbak Pur aja yang lebay." Samantha berusaha membela diri.

"Meniup balon lalu menusuknya dengan jarum di dekat telinga mbak Pur itu bukan perbuatan baik, Sammy." Samuel mendesah, di saat-saat seperti inilah ia merasa lebih lelah daripada menghadapi setumpuk dokumen pekerjaan. Kini ia mengerti bagaimana lelahnya Maya dalam mengurusi anak kembar tak identik mereka yang saling bertolak belakang.

"Habisnya dia suka genit saat bekerja sih, bukannya bantuin bibik kerja malah suka asik teleponan sama mang Asep si tukang sayur keliling."

"Tapi gak seperti ini juga sikap kamu, Sammy."

"Kayak daddy kelakuannya baik aja waktu muda dulu."

Samuel mengernyitkan dahinya. "Maksud kamu?"

"Mom bilang kelakuan dad juga suka jail waktu muda dulu. Jadi kalo aku jail dan nakal.... dad juga yang salah."

Samuel memejamkan matanya, sabar, sabar.

"Nggak sopan lo." Benua yang sudah kembali dari dapur dengan sebotol air dingin menjitak kepala Samantha keras.

"Benua kampret!" Samantha bangkit dan membalas apa yang dilakukan kembarannya.

"Nggak kena jerk Perdana!"

"Diem lo ban-ci!"

"Benua! Samantha!"

Benua dan Samantha kompak menoleh ke arah ayah mereka, sempat tersenyum maaf sebelum Benua berlari ke lantai atas dan diikuti Samantha yang mengejarnya.

Samuel hanya bisa mengusap wajahnya pelan. "Di mana Maya di saat seperti ini?"

to be continue....

A/n : hohohoho ini adalah sequel pertama dari MySam alias kisah Maya-Samuel. Yaitu. salah satu anak kembar tidak identik mereka, Samantha Olivia Perdana dengan anak angkat mereka Samudra Baskoro Pratama.

Yukk dukung terus penulisnya biar semangat bikin kelanjutan part ceritanya, heheehehe

Absurd girl

Samantha mendengus ketika angkot yang ditumpanginya berhenti lagi untuk kesekian kalinya. Tentu saja untuk menaikkan penumpang baru, padahal di dalam sudah penuh sesak didominasi anak sekolah yang mengejar waktu agar tidak terlambat sampai di depan gerbang sekolah.

Mungkin sang sopir menganggap para siswa hanya membayar separuh harga sehingga membuat sang sopir bersikap seenaknya sendiri. Padahal kan mereka juga penumpang.

"Ayo neng masih kosong kok," ucap sang sopir yang langsung di jawab protes tidak setuju dari beberapa penumpang.

"Aduh ini sudah penuh Pak, kok dibilang kosong sih!" protes seorang gadis berseragam putih abu-abu.

"Pak kalo nyari duit gak gini juga, kenyamanan penumpang juga harus diprioritaskan." Ucap salah seorang penumpang lainnya. Seorang bapak-bapak berkumis tebal bak selotip hitam. Pakaiannya yang tadinya rapi kini berubah acak-acakan karena berdesak-desakan dengan penumpang lainnya.

Sang sopir menoleh ke belakang lalu berseru. "Ini masih bisa satu lagi kok neng. Ayo naik neng, sebentar lagi anak sekolahan kosong kok."

"Aduh Pak, segini aja gue udah seperti kejepit gajah malah mau ditambahi penumpang lagi! mending gue naik bajaj aja tadi!" sahut Samantha kesal hingga ia mulai mengerucutkan bibirnya sebal.

Memang benar penumpang yang duduk di kanan-kiri nya berukuran di atas rata-rata.

Seolah tidak mendengar, sang sopir bertanya lagi ke arah calon penumpang barunya.

"Gimana neng? mau gak?"

Perempuan bercelana jeans dengan kemeja kotak-kotak di luar itu menggeleng. Seolah menyadari akan protesan dari para penumpang yang ada di dalam angkot tersebut.

"Tuh kan Pak, ayo berangkat," dengus Samantha.

"Iya-iya" sang sopir menjawab, kemudian dia pun segera tancap gas buru-buru ke daerah M.H. Thamrin.

Samantha menarik dalam-dalam napasnya dan menghembuskannya pelan, menyesal karena telah memilih naik angkot pagi itu. Biasanya dia naik busway atau menggunakan alat transportasi umum yang lebih modern, KRL misalnya.

Saat tiba di SMA Unggulan M.H. Thamrin, Samantha tersenyum lega karena penderitaannya tidak berlangsung lebih lama lagi.

Namun dasar emang nasib sedang sial, ketika ia turun dari angkutan umum kepala Samantha terbentur ke langit-langit angkot yang rendah. Membuatnya meringis meskipun rasa malu lebih mendominasi.

Hingga tak lama kemudian terdengar sang sopir tertawa kecil. "Makanya jangan kebanyakan protes neng, kena kan akibatnya."

Samantha berdecih, ia memberikan uang lima puluh ribuan dengan muka ditekuk.

"Kembaliannya neng...."

"Buat bapak aja, lain kali kalo cari rizki itu pikirin perasaan penumpang yang udah nunggu di dalam angkot bapak," celetuk Samantha dengan dengusan galak lalu berbalik, berjalan memasuki area SMA Unggulan dengan langkah gedebak-gedebuk.

Waktu masih menunjukkan setengah tujuh lebih lima menit namun parkiran sekolah sudah penuh oleh mobil-mobil mewah ataupun motor-motor sport dan bisa ditebak harganya yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.

....

Baru saja ia masuk kelas, Samantha sudah dikejutkan oleh Tian, ketua kelasnya yang edan-eling sedang tidur di kursi paling depan dekat meja guru.

Tidak mengherankan sebenarnya, sebab sejak dua tahun ia bersekolah di SMA paling favorit itu, keadaan Tian tertidur bukan hal baru. Bahkan sudah tiga kali cowok berkulit hitam manis itu tertidur saat jam pelajaran sehingga ia kerap kali mendapat hadiah lemparan spidol dari guru killer.

Samantha memilih mengabaikannya dan duduk dikursinya sembari bertopang dagu melihat pesan singkat dari kakaknya. Bukan Benua tapi Samudra.

Samantha selalu merasa canggung ketika Samudra mengetikkan kata sayang ataupun dear di setiap percakapan yang pria itu ketik.

Ish.... bukankah kata-kata itu normal untuk keluarga yang disayangi? pikir Samantha.

Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, berusaha menyingkirkan over thinking yang saat ini menyerangnya.

"Pagi-pagi udah ngelamun." Samantha menoleh dan menatap Jully yang berkacak pinggang.

"Ngelamunin siapa lo?"

"Ada deh...."

"Siapa sih? kasih tau gue dong.... kepo nih." Jully merengek seperti seorang anak kecil yang minta dibeliin permen.

"Kepo aja lo, weekk....."

Samantha menjulurkan lidahnya ke arah Jully yang cemberut karena sahabatnya telah membuatnya penasaran.

"Lo tadi naik busway lagi?"

Samantha menggeleng pelan.

"KRL?"

"No."

Lagi-lagi Samantha menggeleng.

"Terus? Taksi?"

Kembali Samantha menggeleng dan semakin membuat Jully penasaran.

"Terus? jangan bilang lo naik bajaj...." pekik Jully heboh, hingga membuat beberapa anak-anak yang lain memandangi keduanya dengan tatapan mata heran.

"Lo itu kepo aja, kerjaan lo."

Samantha tersenyum heran dengan ke-kepo-an sahabatnya.

"Gue naik angkot," jawab Samantha akhirnya.

"What...? Oh-em-ji Sammy.... gue heran deh sama lo."

"Why?"

"Denger ya say, lo itu cantik, tajir. Bokap lo aja pemegang saham terbesar di yayasan sekolah ini."

"So....?" Samantha mengedikkan bahunya cuek.

"So.... ngapain sih lo gak naik mobil aja, hah? gue tau garasi rumah lo itu bejibun mobil dan motor mahal."

Jully merasa gemas dengan kelakuan Samantha yang selalu mainstream dan absurd untuk sekelas anak sultan.

"Gue lebih seneng naik angkutan umum. Lo tau sendirikan bumi kita udah penuh dengan asap knalpot kendaraan pribadi yang jumlahnya mencapai sembilan puluh sembilan persen dan..."

"Dan lo tidak mau jadi yang ke seratus persen penyumbang polusi asap itu kan? hhmm gue udah tau lo pasti mo jawab begono." Jully menyela cepat ucapan Samantha.

"Nah itu lo tau...."

"Ish, dasar cewe absurd....!"

Jully mendengus geli melihat kelakuan yang super duper aneh dari sahabatnya sejak kelas X itu.

"Sam..."

"Hm?"

"Gimana salam gue udah lo sampaikan belum?"

Samantha kembali mengedikkan bahunya bingung.

"Salam gue buat abang lo...." dengus Jully yang menyadari sifat pelupa Samantha.

"Ups.... sorry Ly, gue lupa hehehe."

"Ish, lo itu apa sih yang gak lupa!" Jully cemberut.

Samantha kini merasa tidak enak hati.

"Lagian ngapain sih lo suka ama Benua? dia tuh cowo playboy tau...? cewek nya dimana-mana ada."

"Sammy....." erang Jully yang semakin cemberut.

"Hahaha maksud gue, lo itu sahabat gue dan gue akan ngerasa bersalah jika Benua nyosot lo."

"Ish-bilang aja lo gak ikhlas kakak lo jadi jodoh gue."

Samantha tertawa geli melihat wajah cemberut Jully saat ini.

"Ya udah kalo gue gak boleh ama Benua, kenalin dong ama kakak lo yang satu lagi."

"Samudra?"

Jully mengangguk cepat. "Hm, siapa lagi kalo bukan dokter Samudra Baskoro Pratama..." Jully kini senyum-senyum sendiri seperti orang bego menurut Samantha.

"Ish, dasar cewe gatel..." celetuk Samantha sembari menjitak pelan jidat Jully.

"Sammy.....!! sialan lo!" pekik Jully cemberut.

to be continue.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!