Selamat Membaca 🤗🤗
❄️❄️❄️❄️❄️❄️
"Via.. Mana sarapan ku! Kau taukan ini sudah jam berapa?"
Teriakku pada Via yang berstatus sebagai istriku yang sejak subuh tadi berada didalam kamar. Entah apa yang dia lakukan di sana. Karena jika aku tanya dia selalu beralasan sedang mengurus Satria yang sedang sakit.
"Itu Mas, di meja sudah aku siapkan."
Akhirnya dia menyahut juga, tapi itulah kebiasaannya. Dia hanya akan menjawab pertanyaanku dengan cara berteriak seperti Tarzan.
karena dia malas untuk keluar dari kamar.
Karena ini sudah pukul 07:00. Aku segera menuju meja makan untuk mengisi perutku.
Dengan semangat aku membuka tudung saji yang berwarna pink. Tudung saji kesayangannya Via. Yang ia beli di pasar malam Beberapa bulan yang lalu.
Aku sangat terkejut!
Tapi keterkejutan ku ini sudah sering aku stel di pagi hari seperti ini.
"Viaa... Apa tidak ada sarapan lain untukku, kenapa kau selalu menyajikan aku Tahu dan Tempat goreng seperti ini?"kesal ku karena sudah berhari-hari Via memberi ku asupan seperti ini di pagi hari.
"Sudah! Makan saja apa yang ada Mas!"
Sahutan Via yang masih berada di dalam kamar semakin membuatku kesal.
BRAK!
Aku menutup kembali makanan itu dengan tudung saji pink yang sangat menggangu pemandangan ku.
Aku berjalan dengan hentakan cukup keras menuju kamarku dan Via.
CKLEK!
BRAK!
Aku membuka pintu dengan sangat kuat, sampai membuat Satria menangis. Sungguh aku tidak sadar akan hal ini.
"Mas! Bisa tidak jika membuka pintu tidak di banting seperti itu? Kau membuat Satria ketakutan Mas!"
Via yang marah segera menggendong Satria yang menangis kencang.
Tapi bukankah ini salah dia! kenapa Via malah marah padaku
Aku tidak perduli dengan tangisan Satria malah kepalaku terasa mau pecah ketika mendengar Satria menangis seperti itu.
"Cup! Cup! Sayang! Sudah tidak apa-apa!"
Aku semakin kesal melihat Via memilih menenangkan Satria yang menangis, dari pada meladeni ku.
"Via aku ingin bertanya padamu?"
Kataku yang tak memperdulikan tangisan Satria.
"Kau ingin bertanya atau protes Mas? Jika kau ingin melayangkan protes kenapa aku memberi mu menu yang sama setiap pagi, jawabannya masih sama seperti kemarin Mas."
Aku terbelalak, hebat sekali dia, tau apa yang ingin aku protes kan padanya.
"Lalu kenapa kau masih memberiku sarapan seperti itu?"
"Mas, aku sudah bilang jika uang belanja bulan ini tidak akan cukup sampai akhir bulan nanti, jadi kita harus berhemat."
Lagi-lagi itu alasan yang Via lontarkan kepadaku.
Aku mengacak rambutku yang baru beberapa menit lalu aku rapihkan. Aku kesal! Tentu saja aku kesal di tambah lagi dengan kelakuan Via yang seolah tak perduli denganku ia masih saja sibuk menimang-nimang Satria.
Dirasa protes ku tak diterima oleh Via, aku memutuskan keluar dari kamar.
Aku kembali membuka tudung saji dan memandang masakan Via yang ia masak sebelum Adzan subuh tadi.
Tanganku sudah terangkat ingin menyantap makanan itu tapi gengsiku lebih besar, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk melayangkan protes pada Via agar dia tidak terus-terusan memberiku sarapan seperti ini.
Aku beralih meraih jaket dan kunci motor lalu keluar menuju teras rumah.
Aku duduk di kursi sambil memakai sepatu.
Hari ini aku sangat kesal pada Via, bukan cuma hari ini bahkan sudah berhari-hari dan berbulan-bulan aku sangat kesal dengan kelakuan Istriku itu.
Daripada aku terus-terusan kesal dengan kelakuan Istriku dan membuatku semakin naik pitam lalu mengacak-acak rumah, lebih baik aku memperkenalkan diriku dulu.
❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️
Perkenalan.
Perkenalkan namaku Rahman Wijaya.
Usiaku 30 tahun.
Aku bekerja di pabrik yang memproduksi makanan siap saji yang ada di kotak XXX tempat tinggal ku saat ini.
Aku anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ibu Jubaidah dan Almarhum bapak Husain.
Aku anak laki-laki satu-satunya di keluargaku.
Aku lelaki tampan, pekerjaan keras dan sangat menyayangi keluargaku terutama orang tua ku. Itu kata ibuku.
Status ku sudah menikah.
Wanita tadi, yang hanya bisa berteriak seperti Tarzan di pagi hari adalah istriku.
Namanya Savia Putri, biasa di panggil Via.
Usianya 5 tahun lebih muda dari ku yaitu 25 tahun.
Dia anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan ibu Aminah dan bapak Rohim.
Ia memiliki kakak laki-laki yang sangat tempramen menurut ku, dan aku sangat tidak menyukai kakaknya itu, karena ia dulu menentang keras hubunganku dan Via. Sangat berbeda sekali dengan kedua orangtuanya.
Aku dan Via menikah sejak dua tahun yang lalu, dan saat ini kami sudah di karuniai seorang putra yang kami beri Nama Satria Wijaya.
Saat ini usia putra kamu baru menginjak 6 Bulan, Satria tidak seberuntung anak-anak yang lain. Ia memiliki daya tahun tubuh yang sangat lemah, hingga membuatnya sering sakit-sakitan dan harus bolak-balik ke dokter.
Sedikit cerita tentang perjalanan cintaku dan Via sampai kami bisa menikah.
Aku bertemu Via di acara reunian teman SMA ku dulu. Saat itu Via datang di acara reunian menemani adik dari temanku bernama Dio.
Sebenarnya saat itu Via dan temannya yang bernama Monik tidak senaja hadir di sana karena pada hari itu Monik ingin menemui kakaknya Dio.
Tapi siapa sangka, ketidak senajaan itu menjadi perantara perjodohan antara aku dan Via.
Aku langsung terpesona ketika melihat kehadiran Via di sana. Ia seperti Kilauan mutiara yang memancar di tumpukan batu kerikil yang terhampar.
Penampilannya sangat sederhana, ia hanya mengenakan kaos lengan panjang berwarna pink.
Ya.. dia sangat suka dengan warna pink, dan di padu dengan celana Jens berwarna black, lalu terciptalah kombinasi Black Pink yang sangat sempurna.
Dengan rambut terikat seperti ekor kuda.
Tapi meskipun ia berpenampilan sederhana seperti itu, kecantikannya sangatlah terpancar. Mampu melulu lantahkan hati setiap mata yang memandangnya.
Jauh berbeda dengan para gadis yang berpenampilan seksi di acara itu, tak sedikitpun membuatku terpesona.
Aku sampai tak kuasa mengedipkan mata karena tak ingin melewatkan satu detik pun menatap gadis yang bagai seorang bidadari turun dari kahyangan itu.
Apa mungkin dia benar-benar bidadari yang melanggar peraturan khayangan lalu di hukum dengan membuangnya di bumi!
Aaah.... sudah seperti kisah Jaka Tarub saja.
Beberapa mata lelaki yang ada di sana pun tak berkedip memandang wajah cantik dan ayu gadis itu, membuatku ciut karna merasa tersaingi, dan tentu saja aku tidak pantas bersaing dengan para pemuda di sana, mengingat dari mana aku berasal, dan pekerjaanku hanya seorang buruh pabrik, berbeda sekali dengan pemuda yang ada di sana yang memiliki pekerjaan yang patut di banggakan, bahkan di antara mereka sudah ada yang menjadi pengusaha sukses dan kaya-raya.
❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah mampir dan membaca Cerita ini 🙏🙏🙏
Semoga suka🤗🤗
Tolong koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan di cerita ini 🙏🙏🙏
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Selamat Membaca 🤗
❄️❄️
Namun siapa sangka dan siapa duga.
Via menatapku lalu tersenyum ramah, membuat jantungku berpacu lebih cepat!
Aku seperti mendapat sinyal yang bagus, karena sepertinya Via hanya tersenyum semanis itu padaku.
Apa aku yang terlalu pede? Tidak! Aku sangat yakin jika Via benar-benar tersenyum padaku.
Aaaahhhh.....
Rasanya aku ingin terbang ke angkasa, karena rasa bahagia dapat senyum semanis dan ramah dari seorang gadis cantik nan menawan.
Belum sampai aku terbang ke angkasa,
suara Monik mengejutkanku.
"Bang, aku pinjam mobil mu donk, aku dan Via mau pergi ke acara ulang tahun temanku."
Perkataan dari Monik membuatku jadi mengetahui siapa nama gadis menawan ini.
❄️❄️❄️
Dan semenjak dari pertemuan singkat itulah aku dan Via menjadi saling mengenal, dan melalui Dio dan Monik aku semakin dekat dengan Via.
Saat itu Via pun sudah bekerja, ia bekerja di salah satu perusahaan yang cukup besar dan terkenal di Kota itu, aku sering menjemputnya untuk pulang bersama, meskipun arah rumah kita berbeda.
Beberapa hari menjalin pertemanan, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan dan cinta ku pada Via, dan bagai mendapatkan berkah dari langit.
Aku bahagia sampai bersorak girang ketika Via menerima cintaku.
❄️❄️
Singkat cerita, setelah 5 bulan.
Kami pun semakin serius dan aku memantapkan hati untuk meminang Via sebagai istriku dan tentu gadis itupun bahagia dengan niatku itu.
Dengan hati yang berbunga-bunga, aku menyampaikan niatku untuk meminang Via pada ibu.
Tapi sungguh reaksi ibu di luar dugaanku.
Ibu tidak merestui ku untuk menikahi Via, dengan alasan. Ibu sudah memilih gadis yang cocok untukku.
Tapi aku tidak menyerah begitu saja, aku tetep meyakinkan ibu agar mengijinkan aku menikahi Via.
Segala cara aku lakukan dan aku perjuangkan untuk mendapatkan restu dari ibu, dan Syukur Alhamdulillah akhirnya ibu luluh dan merestui kami dengan beberapa syarat yang ia ajukan padaku.
Sebenarnya aku sedikit keberatan dengan syarat ibu, karena mungkin Via tidak akan setuju, tapi apa boleh buat, yang terpenting saat ini bagiku, aku bisa meminang Via dengan restu dari ibu.
Tapi ternyata masalah bukan hanya di situ saja.
Mas Alvian,
kakak lelaki Via, dia bersikeras melarang adiknya menikah denganku dengan alasan yang tidak jelas.
Tapi beruntungnya itu tidak menjadi penghalang sulit untukku meminang Via, karena orang tua Via menyambut ku dengan senang hati ketika aku menyampaikan niatku untuk meminang putrinya.
Kamipun menikah dengan sederhana, karena saat itu aku memang tidak punya cukup biaya untuk menyiapkan pesta mewah di pernikahanku dan Via.
Tapi beruntung, Via yang sesungguhnya berasal dari keluarga yang berada tidak mempermasalahkan itu semua karena ia menerimaku apa adanya.
Via pun menolak dengan halus, ketika orang tuanya menawarkan pesta mewah untuk putri semata wayangnya mereka.
Di saat aku sukses dan lancar mengucapkan ijab kabul, aku merasa menjadi lelaki paling bahagia di muka bumi ini.
Bagaimana tidak!
Karena akulah satu-satunya lelaki yang Via pilih dari puluhan lelaki yang mengejarnya dengan sejuta janji dan kemewahan.
Pernikahan kami berjalan dengan baik sesuai ekspektasi ku selama ini.
Hari-hari di awal pernikahan kami sangatlah indah dan sempurna, bagai hidup di dalam surga.
Saat itu Via masih bekerja, tapi meskipun begitu ia tetep tidak melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri.
Ia melayaniku dengan sangat baik.
Setiap pagi ia selalu menyiapkan segala keperluanku dan memasak sarapan dengan berbagai macam jenis.
Ia selalu mengantarku sampai di depan pintu dan mencium punggung tanganku dengan senyum seindah mentari.
Dan ketika aku pulang bekerja pun Via sudah ada di rumah.
Ia menyambut ku dengan senyum seindah rembulan.
Tapi seiring berjalannya waktu.
Pernikahanku dan Via jadi tidak harmonis lagi, bahkan kami sering terlibat cekcok, terutama di pagi hari.
Tepatnya di saat Via berhenti bekerja, karena saat itu Via tengah hamil besar dan mengharuskan ia beristirahat karena sebentar lagi melahirkan.
Pasca melahirkan putra pertama kami, Via pun tidak bisa kembali bekerja karena aku memintanya untuk fokus merawat Satria yang memiliki daya tahan tubuh yang sangat lemah.
Aku jadi sering ribut dan bertengkar dengan Via hanya karena masalah sepele.
Via, yang dulu aku kenal bagai bidadari yang turun dari khayangan menjelma menjadi seperti seorang Tarzan yang berteriak di tengah hutan. Dengan tatapan tajam dan penampilan yang berantakan.
Dia sudah jarang menyambut ku di depan pintu ketika aku pulang bekerja.
Dan dia juga sudah sangat jarang menyiapkan semua keperluanku di pagi hari bahkan ia pun selalu memberiku sarapan itu-itu aja di pagi hari.
Aku merasa, Via yang aku kenal dulu sudah menghilang, Via yang aku kenal dulu sudah berubah.
Entah apa penyebabnya dia bisa seperti itu.
Ketika aku bertanya dia akan selalu memakai alasan, Satria putra semata wayang kami.
Tapi tentu saja aku tidak terima dengan alasan itu karena banyak wanita di luar sana yang sibuk dengan beberapa anak tapi dia bisa merawat suaminya dan mengurus penampilannya sendiri.
Semakin hari aku semakin dibuat jenuh dan bosan dengan kelakuan dan penampilan istriku itu.
Tapi ada satu hal yang paling membuatku jengkel dan tidak suka dengan Via
Dia Boros!
Sangat boros!
Dia Via istriku yang boros.
Berapapun uang yang aku berikan padanya selalu kurang dan kurang.
Padahal aku sudah memberikan semua sisa gajiku selama 1 bulan bekerja padanya tapi dia selalu mengeluh jika itu tidak cukup untuk 1 bulan.
Gajiku sebesar 5 juta di pabrik, dan aku membaginya dengan ibuku.
Aku memberikan Via kurang dari setengahnya karena aku pun harus mempunyai bekal untuk bensin motorku selama 1 bulan.
Tapi kenapa uang sebesar 1 juta tidak cukup untuk 1 bulan?
Padahal kami hanya hidup bertiga itupun Satria masih sangat kecil jadi tidak banyak menghabiskan biaya.
Padahal dulu ketika kami baru-baru menikah aku juga memberikan uang sebesar itu pada Via, tapi dia tidak pernah mengeluh apalagi protes jika itu tidak cukup apalagi kurang.
Dia tidak seperti ibuku yang pandai mengelola uang yang diberikan suaminya.
Dengan uang setengah dari gajiku, ibuku mampu membayar semua tagihan yang ada di rumah dan menghidupi adikku yang masih bersekolah.
Bahkan ibuku bisa membayar uang arisan dari uang yang aku berikan.
Tapi kenapa Via tidak bisa?
bukankah itu artinya dia sangat boros.
Harusnya Via bisa mencontoh ibuku bukan!
Bersambung!
❄️❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah mau mampir dan membaca cerita ini 🙏
Mohon dukungannya 🙏
Tolong koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan ini agar Ntor bisa segera memperbaikinya 🤗
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️❤️❤️
Selamat! Membaca 🤗🤗🤗
❄️❄️❄️❄️
"Mas, kau tidak sarapan?"
Suara Via yang tiba-tiba muncul dari belakang mengejutkanku, dan sepertinya aku harus menyudahi sesi perkenalan pada kalian.
"Tidak!"sahutku cuek.
"Yasudah kalau kau tidak mau sarapan, itu malah lebih bagus. Karena bisa lebih menghemat uang belanja kita."
Aku tersentak mendengar perkataan Via yang seperti itu, bisa-bisanya ia bicara seperti itu.
Bukannya membujuk suaminya ini agar bersedia menyantap sarapan itu, ia malah mensyukuri jika aku tidak memakannya.
"Via!"aku sudah menggeram menahan jengkel di dadaku.
"Apa Mas!"sahut Via yang menatapku dengan tatapan yang tidak biasa.
Namun aku masih bisa menahan emosiku, karna aku tidak mau pagi ini di tutup dengan adegan perang otot dengan Via, karena aku malu pada tetangga yang sering memperhatikan dan mendengar pertengkaran kami.
"Yasudah, aku berangkat dulu."Akhirnya hanya kata itulah yang keluar dari mulutku.
Via meraih punggung tanganku dan menciumnya, membuat hatiku berbunga-bunga, apa mungkin Via sudah kembali seperti semula.
Tapi, bunga-bunga yang tumbuh di hatiku seketika layu dalam hitungan detik saja, karena mendengar perkataan Via.
"Mas, kau tahu kan ini sudah tanggal 15. Sudah saatnya untuk bayar air dan listrik Mas."
Lagi-lagi soal uang.
"Bukankah aku sudah memberi uang padamu?"
"Yang mana?"
"Dua minggu yang lalu Via, jangan bilang kau tidak mengingat atau memang kau sengaja pura-pura lupa, agar kau bisa kembali meminta uang padaku?"
"Apa maksudmu uang bulanan yang kau berikan senilai 1 juta itu?"
Aku mengangguk, mengiyakan apa yang dimaksud oleh Via. Tentu saja ia tidak akan lupakan dengan uang 1 juta yang aku berikan awal bulan lalu kan.
Tapi aku malah melihat wajah Via yang tersenyum kecut padaku.
"Mas, apa kau pikir uang senilai 1 juta itu besar? Mampu menutupi kebutuhan kita selama 1 bulan dengan semua tagihan yang ada di rumah ini?"
"Via. Aku memberikanmu uang bulanan sebesar 1 juta hanya beberapa bulan ini saja kan? Karna aku memang harus membantu ibu untuk membayar cicilan motor Mbak Rohmah, jadi aku harap kau mengerti akan hal itu."
"Mengerti bagaimana Mas!"
"Mengerti agar kau jangan terlalu boros, dan menghambur-hamburkan uang yang aku berikan padamu, ini untuk sementara saja Via, jika Mas Surya sudah kembali mengirim uang untuk Mbak Rohmah aku akan memberimu uang bulanan lebih."
"Menghambur-hamburkan uang yang kau berikan Mas!" Via terlihat marah sambil mengulangi kata-kata ku tadi.
Aku melihat Via menarik nafas dalam-dalam.
"Terserah kau saja mas, aku sudah capek terus-terusan berdebat soal ini dengan mu, pokoknya aku tidak mau tahu, nanti sore kau harus memberikan aku uang untuk membayar tagihan listrik dan air."
Setelah mengatakan itu Via pun kembali masuk ke dalam rumah meninggalkanku begitu saja di teras.
Aku kesal kenapa Via tidak pernah mengerti posisiku, seharusnya dia bisa menghemat uang yang aku berikan padanya agar bisa membayar semua tagihan di rumah ini.
❄️❄️❄️
Aku memutuskan untuk segera pergi, tapi aku tidak langsung pergi ke pabrik, melainkan ke rumah ibuku terlebih dahulu untuk mengisi perutku yang terasa lapar karena belum sarapan.
Tentu tidak mungkin kan jika aku berangkat bekerja dengan perut yang kosong ditambah lagi aku mempunyai penyakit maag.
Jarak rumahku dan rumah ibuku tidak terlalu jauh sehingga aku tidak membutuhkan waktu lama menempuh ke rumah orang tuaku itu.
Kurang dari 5 menit aku sampai di rumah Ibu.
Karena rumah Ibu tidak dikunci aku langsung masuk saja.
Dan ketika aku sampai di dalam, aku segera menuju ruang makan karena di sana aku mendengar suara ibu, Rania dan Mbak Rohmah tengah berbincang.
Aku membuka gorden penutup pintu ruang makan dan aku mendapati mereka bertiga sedang sarapan di sana.
Aku cukup terkejut melihat penampakan di meja makan rumah ibuku itu,
di sana tersaji beberapa hidangan yang sangat menggoda membuat cacing-cacing yang ada di perutku memberontak.
Tanpa berkata apapun dan tanpa menunggu lama-lama lagi aku segera menarik kursi kosong yang ada di sana lalu mengambil piring dan mengisi nasi dengan beberapa lauk kesukaanku.
Ibu terkejut sekaligus bingung melihat kelakuanku seperti orang yang sedang kelaparan.
Dan itu memang benar.
Putranya ini sedang kelaparan karena bukan hanya tidak sarapan bahkan sudah sejak semalam perutku tidak terisi karena lagi-lagi Via hanya memasak tahu dan tempe membuatku bosan untuk memakannya.
"Rahman! Kenapa kau seperti ini, kau sudah seperti orang yang tidak makan selama satu minggu saja,"ketus ibu.
"Maaf bu, aku sedang lapar karena aku belum sarapan."
"Apa istrimu itu tidak memasak sarapan untukmu?"
"Masak bu, tapi lagi-lagi Via hanya menggoreng tahu dan tempe saja, aku bosan."Sahutku sambil mengunyah makanan yang penuh di mulutku.
"Dasar Via, apa dia sengaja tidak mau memasak makanan yang sehat dan bergizi untukmu? Ibu sudah pernah bilang padamu Rahman cari istri itu yang pandai mengurus suami."
"Sudah Bu! Via bukan tidak pandai mengurusku, tapi ia bilang uang belanja yang aku berikan padanya kurang jadi ia harus berhemat."
"Kurang! Lagi lagi istrimu itu selalu memberi alasan jika uang belanja yang kau berikan padanya kurang! selain dia tidak pandai memasak, tidak pandai mengurus suami dia juga tidak pandai mengelola uang yang diberikan oleh suaminya."
Ibu benar-benar marah saat itu, dan asal kalian tahu saja ini bukan pertama kalinya Ibu marah-marah pada Via, setiap hari ibu selalu memaki Via.
Tapi, kurang baik apa aku sebagai suami, karena aku selalu membela istriku itu ketika ibuku memarahinya bahkan ibuku nekat akan mendatangi Via jika tidak aku cegah.
"Tentu saja kurang bu, Ibu dan Mas Rahman tahu kan, Mbak Via itu hanya diberi uang sebesar 1 juta saja setiap bulannya, tentu saja itu tidak cukup ditambah lagi Mbak Via hampir setiap minggu bolak-balik ke dokter untuk memeriksakan kondisi Satria."
Tiba-tiba saja Rania menyela pembicaraan Ibu.
Dan hal itu tentu saja membuat Ibu marah bukan hanya ibu tapi Mbah Rohmah juga marah padanya.
"Kau jangan ikut campur anak kecil, kau tahu apa soal kebutuhan rumah tangga. Dan kau tidak perlu ikut campur urusan rumah tangga Via dan Rahman, kau belajar saja yang benar!"sahut mbak Rohmah yang kesal, karena seperti biasa adikku itu akan selalu membela Via jika ibu dan Mbak Rohmah menyudutkan Via.
Bersambung...
❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Mohon dukungannya 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini agar Ntor bisa segera memperbaikinya 🙏
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!