RASYA PUTRA WIJAYA.
Adalah anak pasangan suami istri yaitu Radit dan Tasya, nama yang disematkan padanya adalah gabungan dari nama Radit dan Tasya, ia terlahir dari keluarga yang bahagia dan berada. Untuk memilikinya orang tuanya yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan seorang anak yang di perjuangkan oleh Tasya saat melahirkan kedunia ini dengan keadaan koma pasca melahirkan buah hatinya.
Tak sampai disitu, perjuangan Tasya dan Radit pun selalu ia membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang, dan sempat ada mengganggu keluarga yang begitu tenang membuat Radit bertindak secepatnya.
Keluarga dari mantan suami istrinya selalu menghantui keluarganya, terutama dengan Bella ia meminta haknya sebagai anak kandung dari Papah Tasya. Tapi masalah itu sudah terselesaikan oleh Tasya dan Radit.
Usia sekarang menginjak 25 tahun, berwajah tampan, berkulit putih dengan badan yang tinggi membuat siapa saja terpesona dengan ketampanan anak dari pasangan Tasya dan Radit.
.
.
.
Pagi harinya, Rasya bangun dengan wajah segarnya sehabis mandi. Ia menghampiri kedua orangtuanya yang sedang duduk untuk sarapan pagi.
"Selamat pagi, Yah, Bun." ucap Rasya sambil menarik kursi untuk ia duduk.
"Pagi Sayang," sahut Tasya pada sang anak. Radit menyahut berdehem sambil tersenyum.
"Yah, mau sarapan apa?" tanya Tasya pada suaminya.
"Nasi goreng saja, Bun." jawab Radit.
Tasya mengangguk dan melayani suaminya, Rasya yang melihatnya begitu bahagia, melihat keromantisan orang tuanya, ia ingin seperti Ayahnya memiliki seorang istri yang pengertian dan perhatian, begitu sabar mendidiknya dan mengurus ia dan Ayahnya.
"Kamu, Ras. Ingin sarapan apa?" tanya Tasya pada sang anak yang bengong.
"Rasya...," panggil Tasya.
"Eh, iya Bun. Tadi bicara apa?" jawab Rasya yang kaget.
"Pagi-pagi udah bengong, mikirin apa sih, anak Bunda!" tanya Tasya.
"Gak ada apa-apa, Bun. Rasya ambil sendiri saja, Bunda terusin aja sarapannya." ucap Rasya dengan salah tingkahnya.
keduanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah sang anak yang aneh di pagi ini. Ketiganya sarapan dengan tenang ditemani dengan obrolan hangat, Omanya tidak ikut sarapan karena lagi tidak enak badan. Hanya istirahat didalam kamarnya.
Selesai sarapan, Radit bersiap-siap untuk pergi ke kantor, ia masih menjalankan perusahaannya walaupun umurnya yang sudah tidak muda lagi, ia ingin mengalihkan perusahaan pada sang anak yang sudah lulus dari kuliahnya beberapa bulan lalu, tapi Rasya yang belum ingin terjun langsung ke perusahaan sementara waktu ini, ia meminta waktu pada orang tuanya untuk menikmati harinya sebelum terjun ke perusahaan itu.
Rasya pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobilnya, ia akan pergi bersama temannya untuk mencari suasana baru sebelum akhirnya ia sibuk dengan dokumen yang akan menumpuk sepanjang hari.
"Mau kemana, Ras?" tanya Tasya pada anaknya yang hendak pergi dan sudah berpakaian rapih.
"Mau keluar dulu, Bun. Sama teman-teman Rasya." pamit Rasya pada Bundanya.
"Hati-hati, jangan keluyuran gak jelas," pesan Bundanya.
"Siap, Bundaku yang cantik." jawab Rasya yang mencium pipi wanita yang mengurusnya dengan lembut dan kasih sayang.
Tasya mengangguk, ia percaya dengan sang anak, tidak mungkin Rasya berbuat yang tidak-tidak dan melangkah yang tidak diinginkan olehnya, Rasya adalah anak yang penurut dan pengertian.
Kepergian sang anak serta suaminya yang pergi berkerja, harinya begitu sepi ia hanya ditemani dengan Mama mertuanya yang sedang tidak enak badan dengan kondisinya yang sering sakit-sakitan.
Tasya menghampiri Mama mertuanya sambil membawa sarapan untuknya. Tasya membuka pintu kamar Mama mertuanya ia masuk dengan tampan di tangannya.
"Sarapan dulu, Mah. Setelah itu minum obatnya ya," ucap Tasya yang menyimpan tampan itu di pinggir meja.
Mama mertuanya mengangguk dan tersenyum, ia beruntung bisa mendapatkan memantu yang baik dan pengertian, mengurusnya tanpa belas kasih, mengenal Tasya sejak kecil bersama sahabatnya yang dulu menjadi mantunya juga. Ia bersyukur anaknya dikelilingi wanita baik dan Sholeha.
"Terimakasih, Sya. Mama hanya merepotkan kamu saja." lirih Mama mertuanya.
"Mama bicara apa sih, ini udah kewajiban Tasya sebagai mantu Mama, Tasya senang bisa mengurus Mama. Mama adalah pengganti Mama Tasya yang sudah tiada." ucap Tasya meyakinkan Mama mertuanya.
Mama mertuanya mengangguk pelan sambil merentangkan kedua tangannya, ia ingin mantunya masuk kedalam dekapannya. Tasya pun menghamburkan tubuhnya kedalam tubuh tua yang mengurus suaminya hingga sekarang.
Selesai menguapi mertuanya, Tasya menyimpan tampan bekas sarapan mertuanya, ia mengingat Mbok Sumi yang sudah tiada sejak lama, sejak Rasya sekolah dasar Mbok Sumi meninggalkan untuk selama-lamanya, hati Tasya begitu sedih ditinggalkan oleh orang-orang yang begitu baik, mungkin itu sudah takdirnya di tinggalkan entah kapan, setelahnya hanya menunggu ia juga kapan asal itu akan menghampirinya.
.
.
.
Di kafe, Rasya bertemu dengan temannya waktu di kampusnya, ia mengobrol begitu asyiknya tanpa menghiraukan ucapan orang lain.
"Tas, kapan kamu akan terjun ke perusahaan bokap lu," tanya teman Rasya yang bernama Haris.
"Gak tahu, pengen sih entar saja, lihat dokumen itu aja kepalaku sudah pusing," adu Rasya pada Haris.
"Jangan kayak gitu, Ras. Kasihan sama bokap lu," ucap temannya.
"Iya aku tahu, mungkin Minggu depan atau Minggu lagi." ucap Rasya dengan asal.
"Aku mau ke toilet dulu, kebelet." ucapnya dengan buru-buru. Tiba-tiba..
Bruk...
Ia menabrak seorang wanita muda yang cantik hendak berjalan ingin keluar dari kafe tersebut, membuat ia dan wanita itu meringis menahan kesal.
.
.
.
.
.
.
Punya mata gak? Lihat-lihat dong kalau mau jalan...
"Punya mata gak? Lihat-lihat dong kalau mau jalan," oceh wanita yang dihadapannya. membuat Rasya mengernyitkan dahinya, ia bingung dengan wanita ini, dia yang menabraknya, dia juga yang marah-marah gak jelas.
"Jalan itu pake kaki, Nona. Bukan pake mata," ucap Rasya yang meninggalkan tempat kejadian tersebut.
"Hey, aku belum selesai berbicara sama kamu, mau kemana?" teriak wanita itu.
"Ih, sebel banget, awas aja kalau ketemu lagi," gumam wanita itu, ia meninggalkan kafe tersebut dengan wajah yang kesal.
Selesai dari dalam toilet, Rasya menghampiri sahabatnya yang sedang menikmati makanannya.
"Lama banget, Ras. Lagi mules ya," tanya sahabatnya Haris.
"Biasa ada kendala tadi," jawab Rasya yang duduk dihadapan sahabatnya.
"Kenapa?" tanya Haris.
"Ada cewe rese, dia yang salah, dia juga yang marah-marah," balas Rasya yang meminum pesanannya.
"Cantik gak?" tanya Haris lagi.
"Gak tau," sahut Rasya.
"Gak asyik lu mah, Ras. Walau ada cewe cantik sikat,"
"Apa yang perlu disikat? Kamar mandi,"
"Lu mah, selalu mengabaikan para keturunan kaum hawa, udah jelas-jelas juga ngejar-ngejar lu, mau cari gimana lagi sih," ucap Haris yang frustasi melihat sahabatnya yang selalu menolak walau ada wanita yang deketin dia.
"Sebenarnya lu normal kan Ras?" tanya Haris.
"Normal lah, enak saja lo bilang gitu," protes Rasya.
"Terus kenapa lu selalu menghindar dari cewek-cewek cantik?"
"Belum nemuin yang bikin gue deg degan dan bikin gue penasaran." jelas Rasya yang beranjak dari duduknya, ia ingin segera pulang ke rumahnya.
"Mau kemana lu?" tanya Haris yang berteriak.
"Pulang," sahut Rasya.
"Terus ini yang bayarin siapa?" teriak Haris lagi.
"Lo,"
"Dasar lu, sahabat durjana, kirain mau ditraktir, eh. Malah gue yang bobol ini dompet." gurutu Haris yang membayar pesanan mereka.
.
.
.
.
Sesampainya di kediamannya, Rasya turun dari kendaraannya. Ia masuk ke dalam rumah, tidak ada satu orang pun ia temui di ruang tamu ini. Segera Rasya menuju kamar Omanya, Bundanya pasti ada di sana bersama sang Oma tercinta.
Tok .. Tok... Tok...
Rasya mengetuk pintu berkali-kali tidak ada sahutan didalam kamar tersebut, ia segera membuka pintu dengan perlahan. Benar dugaannya kalau Bundanya ada didalam kamar sang Oma.
"Maaf, Bun. Rasya masuk duluan, takut terjadi sesuatu pada Oma." jelas Rasya yang tidak enak hati masuk tanpa seizin yang punya kamar.
"Tidak apa-apa, Nak. Bunda lagi repot bantuin Oma untuk ke kamar mandi," jawab Tasya yang membopong Mama mertuanya untuk beristirahat lagi.
"Oma sudah minum obat?" tanya Rasya yang duduk dipinggir ranjang.
"Sudah, Ras. Oma baik-baik saja, cuma sedikit pusing saja," jawab Omanya untuk meyakinkan sang cucu kesayangannya.
"Udah makan, Ras?" tanya Tasya pada sang anak.
"Udah, Bun. diluar bersama teman," balas Rasya yang masih menggenggam tangan wanita tua yang sudah keriput tapi masih cantik.
"Kapan kamu akan menggantikan Ayah mu, Ras. Kasian Ayah sudah tua," ucap Tasya pada sang anak.
"Minggu depan, Bun. Rasya Minggu ini ada yang ingin Rasya kerjakan," balas Rasya.
Tasya mengangguk, ia juga tidak boleh memaksa putra untuk terjun langsung ke dalam perusahaannya, takut Rasya tertekan dalam mengerjakan pekerjaannya.
Setelah dari kamar sang Oma, Rasya langsung menuju ke kamarnya, ia ingin merebahkan tubuhnya yang mulai mengantuk.
Di atas ranjang ia berbaring sambil menatap langit-langit, ia terbayang dengan kejadian tadi siang membuat ia tersenyum saat wajah wanita itu terlintas dari bayangannya. Hatinya merasakan berdebar dan perasaan yang beda.
Wanita yang terus mengomel tanpa berhenti membuat ia terkekeh saat membayangkannya.
.
.
.
.
.
.
Siapa dia ya?..
Satu Minggu sudah rasanya begitu singkat menurut Rasya, ia akan terjun ke perusahaan yang dipimpin oleh Ayahnya sekarang. Rasa-rasanya baru kemarin ia menikmati hari-hari yang begitu bebas, tapi sekarang ia harus menuruti apa maunya kedua orang tuanya, menginginkan ia yang meneruskan perusahaan ini. Siapa lagi kalau bukan dirinya yang meneruskan perusahaan turun menurun dari nenek buyutnya yang sudah lama tiada.
Pagi-pagi ia sudah dibangun oleh Bunda yang begitu berisik saat membangunkannya, membuat Rasya ingin pergi dari rumah ini dan mandiri, tapi ia juga kasihan pada orang tuanya yang memiliki satu anak yaitu dirinya. Menjadi anak tunggal membuat Rasya sangat kesepian tiada teman untuk mengeluh kesahkan saat ia senang maupun sedih.
Bunda Tasya juga selalu ada disaat ia membutuhkannya, menemaninya, dan memberi semangat disaat ia lagi terpuruk ataupun disaat ia membutuhkan pelukan hangat seorang ibu kepada anaknya.
Dengan berpakaian kantor yang sudah disediakan oleh Bundanya, Rasya segera turun dari lantai dua menuju lantai satu untuk menemui kedua orang tuanya yang akan sarapan pagi bersama. Langkahnya yang begitu gagah membuat siapa saja akan terpesona dengan ketampanan yang dimiliki oleh Rasya putra Wijaya.
"Selamat pagi, Bun, Yah." ucap Rasya yang menarik kursinya.
"Pagi, Sayang. Ganteng banget anak Bunda," Bunda Tasya memuji sang anak.
"Siapa dulu Ayahnya," sahut Ayah Radit.
Rasya yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya, tingkat narsis Ayahnya yang membuat Rasya terkekeh, pasalnya Ayahnya sudah tua masih saja membanggakan dirinya walau dia yang paling ganteng di rumah ini.
Rasya melanjutkan sarapannya tidak menghiraukan obrolan kedua orang tuanya yang tidak paham dengan yang di obrolannya.
Selesai sarapan, Rasya ingin menemui sang nenek yang masih belum bisa sarapan bersama.
Tok... Tok... Tok ...
Rasya mengetuk pintu dengan perlahan tidak ada sahutan dari dalam membuat Rasya membukanya dengan pelan, ia masuk ingin melihat keadaan sang nenek tercintanya. Melihat Omanya yang terbaring di atas ranjang yang sedang tertidur pulas.
Rasya memandang dan menghampirinya, ia mendekatkan wajahnya pada kening wanita tua yang selalu Rasya sayangi. ia mengecupnya tanda ia meminta doa pada Omanya agar ia bisa menjalankan perusahaan ini dengan baik dan lebih maju lagi.
"Rasya pergi dulu ya, Oma. Doakan Rasya semoga perusahaan ini menjadi lebih maju dan berkembang," gumam Rasya yang menggenggam tangan wanita tua ini.
Seketika Omanya menggeliat dan membuka kedua matanya, saat pertama yang ia lihat adalah cucu kesayangannya yang ada dihadapannya.
Rasya tersenyum. "Maafkan Rasya, Oma. Udah ganggu istirahat Oma," ucap Rasya yang tidak enak karena sudah mengganggu tidur sang Oma.
"Tidak apa-apa, Ras. Oma senang diperhatikan olehmu, kamu mau ke mana? Sudah rapih kayak gini," tanya Omanya yang begitu heran melihat penampilan sang cucu yang berbeda dari biasanya.
"Sekarang kan Rasya yang akan meneruskan perusahaan itu, Oma. Ayah hanya sesekali mengeceknya saja," jawab Rasya.
Omanya tersenyum, ia bangga dengan cucunya sudah bisa mengambil keputusan untuk meneruskan perusahaan yang sedang dikelola oleh sang anak, siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan itu kalau bukan sang cucu tercinta, ia yang terlahir menjadi anak satu-satunya dan penerus perusahaan ini.
"Oma bangga terhadap mu, Ras. Sekarang cucu Oma sudah besar dan ganteng," Oma memuji sang cucu kesayangannya.
"Terimakasih, Oma. Doakan Rasya ya Oma." pinta Rasya pada Omanya.
"Tentu sayang, tanpa diminta pun Oma akan mendoakan cucu kesayangan Oma ini," balas Omanya yang merentangkan kedua tangannya agar sang cucu memeluknya.
Segera Rasya memeluknya dengan erat, ia sangat menyayanginya wanita tua ini, hanya dia satu-satunya nenek yang ia miliki di dunia ini, dari keluarga sang Bunda sudah tiada sejak ia masih bayi.
Setelah menguraikan pelukannya, Rasya pamit untuk pergi berkerja di perusahaan yang akan dipimpin oleh dirinya.
Sesudah menemui sang Oma, Rasya pamit pada Bundanya yang ada diruang tamu bersama Ayahnya.
"Gak bareng sama Ayah saja, Ras." tanya Tasya pada sang anak.
"Rasya ingin membawa mobil sendiri, Bun." sahut Rasya yang menyalami tangan wanita baya yang masih cantik ini.
Tasya pun mengangguk dan percaya pada sang anak, Rasya orangnya yang menurut dan pengertian, tidak manja dan bergantungan pada dirinya.
Setelah berlalu sang anak, di ruang tamu hanya ada Tasya dan Radit yang sedang duduk santai.
"Yah," panggil Tasya pada suaminya.
"Apa?"
"Kenapa belum berangkat?" tanya Tasya.
"Bentar lagi, Bun. Sekarang kan sudah ada Rasya yang menggantikan Ayah, jadi Ayah santai saja ke perusahaannya. Memang Bunda tidak kangen sama Ayah?" tanya Radit pada istrinya.
"Maksudnya?" tanya Tasya yang tidak mengerti.
"Memang Bunda tidak kangen sama Ayah disaat seperti ini, waktu Ayah sekarang banyak buat Bunda," ucap Radit yang mengedipkan sebelah matanya.
Tasya yang belum paham tentang apa yang dibicarakan oleh suaminya, membuat Radit terkekeh melihatnya, segera Radit merangkul bahu istrinya dan membisikkan sesuatu pada istrinya.
.
.
.
.
.
Waktu kita sekarang bebas, Bun. Mau kemana pun Bunda inginkan Ayah akan penuhi semua keinginan Bunda mulai saat ini.. Yuk kita ke kamar!!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!