Pengenalan Tokoh
Nikmati aja alurnya ya, ini bukan seperti kisah sinetron ikan terbang, kok.😁
Indhira Kusumaningrum ( 26 Tahun )
Wanita berparas cantik yang berprofesi sebagai pekerja cafe, harus kembali terusik ketenangannya hidupnya, setelah bertemu kembali dengan mantan kekasihnya, Bagaspati Mahesa. Hubungan mereka berdua kandas setelah kasus video in tim mereka saat mereka masih sama-sama masih duduk di bangku SMA tersebar ke publik. Ketika itu Indhira langsung menerima hukuman dikeluarkan dari sekolah sementara Bagas terbebas karena merupakan anak penyandang dana terbesar di yayasan yang menaungi sekolah mereka.
Bagaspati Mahesa ( 27 tahun )
Pria yang saat SMA merupakan mantan kekasih Indhira. Selain wajah tampan dan postur tubuh yang gagah dan atletis. Bagas juga mempunyai kemahiran dalam bidang tarik suara dan bermain alat musik. Sehingga tak heran banyak teman wanitanya begitu memuja dan menginginkan menjadi kekasih Bagas. Dan hal itu juga yang membuat Bagas senang berganti-ganti teman wanita. Namun, ketika bersama Indhira lah video yang dia buat saat mereka berdua sedang melakukan aktivitas in tim tersebar di masyarakat yang akhirnya membuat hubungan mereka berdua harus berakhir.
PROLOG
Akibat skandal video bersama sang kekasih tersebar, Indhira Kusumaningrum terpaksa harus dikeluarkan dari sekolahnya, padahal saat itu hanya tersisa enam bulan lagi bagi Indhira untuk mengakhiri sekolahnya setelah melaksanakan ujian akhir sebelum kelulusan.
Berharap Bagaspati akan menolongnya dan dapat meloloskan dirinya dari sanksi yang diterimanya, Indhira justru mendapatkan perlakuan menyesakkan dari pihak keluarga terpandang orang tua Bagaspati. Bahkan mereka menuduh Indhira lah yang menjebak Bagaspati sampai Bagaspati melakukan perbuatan tidak seno noh yang mencoreng nama baik keluarganya.
Sementara sang kekasih sendiri, Bagaspati Mahesa terbebas dari hukuman dari pihak sekolah karena orang tuanya adalah donatur terbesar di yayasan yang menaungi sekolah Indhira dan Bagaspati.
Hinaan dan cemoohan harus diterima oleh Indhira dari teman satu sekolahnya. Indhira pun harus menghadapi rencana licik sang Tante yang selama ini mengurusnya yang berencana menjual Indhira kepada pria hidung belang setelah kasus video itu tersebar.
Bagaimana Indhira harus menjalani cobaan hidupnya, dijauhi dari teman, keluarga juga kekasihnya? Apalagi jejak digital itu akan terekam di ingatan masyarakat.
Bagaimana juga sikap Indhira setelah delapan tahun kemudian dipertemukan kembali dengan Bagaspati? Orang yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus video viral tersebut. Apalagi saat itu Bagaspati akan bertunangan dengan seorang wanita cantik, anak pengusaha kaya raya.
❤️❤️❤️
15 Januari 2015
Aula SMA Satu Nusa Satu Bangsa
POV Indhira
Resah jiwaku menepi ...
Mengingat semua yang terlewati ...
Saat kau masih ada di sisi ...
Mendekapku dalam hangatnya cintamu ...
" Bagas ...! Bagas ...!"
" I love you, Bagas ...!"
Suara pekikkan beberapa murid wanita membuat keningku mengeryit. Rasanya itu sangat mengganggu konsentrasiku mendengar suara merdu Bagaspati, volakis sekaligus drummer grup band sekolah kami yang sangat digandrungi hampir semua murid sekolah ini.
Bagaspati Mahesa adalah pelajar terfavorit di sekolahku. Selain berwajah tampan, dia juga sangat pintar dan populer karena mempunyai grup band bersama teman-temannya yang sering mengadakan pentas di berbagai even. Tidak hanya di sekolah kami, tapi juga di even-even lainnya di luar sekolah.
Dan tentu saja yang membuat aku ingin mendengarkan suara Bagas, tak lain karena dia adalah kekasihku. Oh, my God. Betapa senang rasanya bisa menjadi kekasih orang paling terkenal di SMA ini. Tidak menyangka juga kalau Bagas mau menjadi kekasihku. Seperti mimpi rasanya saat Bagas meminta aku menjadi kekasihnya. Meskipun banyak teman-teman yang mengatakan jika Bagas adalah seorang playboy dan hanya menjadikan aku sebagai permainannya saja. Namun, aku yakin Bagas tidaklah seperti itu. Mungkin karena aku terlalu naif. Mungkin juga karena aku belum pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya, sehingga terasa berbunga-bunga saat Bagas menembakku dan ingin menjadikanku kekasihnya, tanpa memikirkan akibatnya, mengingat aku bukan wanita pertama yang dekat dengan Bagas di sekolah kami.
Sekian lama aku mencoba ...
Menepikan diriku di redupnya hatiku ...
Letih menahan perih yang kurasakan ...
Walau ku tahu, ku masih mendambamu ...
" Bagas ...!" Kembali suara pelajar wanita di sebelahku menggangguku, hingga membuatku menjauh darinuya dan kini berada di belakang beberapa siswi lainnya yang sibuk mengabadikan gambar Bagas dengan kamera ponselnya mereka.
" Gila, makin ganteng saja si Bagas. Kapan ya, aku dijadikan pacar sama si Bagas itu?"
Berpindah tempat tak membuat aku merasa nyaman, justru membuat hatiku memanas dengan ucapan siswi depanku saat ini. Siapa pun juga pasti tidak akan senang mendengar ada wanita lain menginginkan jadi pacar kekasihnya.
" Kita berdoa saja agar Bagas sadar dan meninggalkan ceweknya yang sekarang." wanita di sebelah siswi yang berkata tadi menyahuti temannya.
Seketika mataku menyipit membuat alisku hampir bertautan mendengar siswi lainnya mendoakan hubunganku dengan Bagas kandas.
" Sudah pasti, dong! Lagian si Bagas itu kenapa, sih?! Pilih cewek kok asal banget! Tidak cantik, cuma menang putih doang! Bukan anak orang kaya, tidak sebanding dengan Bagas! Otaknya juga biasa-biasa saja, tidak pintar-pintar amat! Heran, deh! Jangan-jangan si Bagas dipelet lagi sama cewek itu!" tuduh cewek pertama yang berkomentar.
Sontak mataku terbelalak mendengar tuduhan yang dilontarkan wanita di depanku itu. Jika saja dia punya keberanian, rasanya ingin aku menarik rambut panjang wanita yang mengatakan hal buruk tentang diriku. Tapi, apalah daya, Aku bukan wanita pemberani, apalagi harus ribut dengan siswi lain hanya urusan masalah laki-laki.
Untuk meredakan dadaku yang bergejolak karena obrolan murid-murid di hadapanku tadi, aku memilih untuk meninggalkan aula menuju kelasku. Rasanya ingin menangis jika ada orang yang meremehkan apalagi berpikiran buruk tentang diriku.
Lihatlah aku di sini ...
Melawan getirnya takdirku sendiri ...
Tanpamu, aku lemah ...
Dan tiada berarti ...
Sayup-sayup masih terdengar suara merdu Bagas yang belum menyelesaikan lagu milik Grup Band Naff itu di telingaku.
***
POV Bagas
Aku tersenyum senang mendengar eluan namaku yang sejak tadi aku dengar saat aku menyanyikan lagu milik Grup band Naff, Terendap Laraku. Ditambah suara tepuk tangan penonton yang hadir di acara pentas seni yang diadakan pihak sekolah dalam merayakan HUT SMA Satu Nusa Satu Bangsa
Aku mengedar pandangan ke arah penonton yang merupakan murid-murid juga guru di sekolahku. Netraku mencari sosok yang tadi sempat aku lihat keberadaannya di antara penonton yang ada di aula ini. Namun, saat ini mataku tidak menemukan sosok yang aku cari.
Aku dan rekan-rekan Bandku bergegas turun dari arah panggung, karena saat ini giliran siswa lain yang akan tampil selanjutnya.
" Aku duluan, ya!" Aku langsung berpamitan kepada Odie, Hans dan Benny, rekan-rekanku di band, karena aku harus menemukan Indhira, orang yang aku cari itu.
" Buru-buru sekali, Gas! Ada apa?" Benny heran melihat aku berlari meninggalkan mereka.
Tak menjawab dan hanya mengangkat tangan saja aku berlari menuju kelas kami. Aku berharap Indhira ada di sana. Karena tak biasanya Indhira meninggalkanku saat aku pentas, membuatku merasa aneh saat tiba-tiba dia menghilang dari pandanganku.
Dan benar saja, ketika aku sampai di pintu kelas, aku melihat Indhira sedang duduk dengan menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan di atas meja. Tak ada murid lain di kelas itu karena sebagian besar murid berkumpul di aula, sebagian lainnya tersebar di kantin dan taman sekolah.
*
*
*
Bersambung ...
Readers tercinta, jangan lupa tekan like dan tinggalkan komentarnya ya, Ayo dukung author dengan like, komen, gift, vote juga rate ⭐⭐⭐⭐⭐ Karena perpaduan semua itu akan mempengaruhi nasib karya ini. Makasih🙏
Happy Reading ❤️
POV Bagas
Saat sampai di ruang kelas, aku mendapati Indhira sedang menyembunyikan wajahnya di atas meja, Aku berjalan mendekat ke arahnya. Terasa aneh saja menurutku. Karena tadi sempat melihatnya di antara kerumunan para siswa yang menonton penampilanku, kini dia malah menyendiri di dalam kelas.tanpa ada murid lain yang menemani.
Aku duduk di tepi meja lalu mengusap kepalanya dengan lembut dan bertanya, " Kok, kamu malah di sini? Bukannya melihat pacar kamu tampil tadi di panggung!?"
Indhira tersentak hingga mendongakkan kepalanya menatap ke arahku.
" Bagas? Kamu sudah selesai menyanyinya?" tanya wanita itu.
" Aku tidak semangat bernyanyi, karena kau tidak melihat kamu di sana," ucapku beralasan mendramatisir.
Rona merah terlihat membias di wajahnya saat aku memberi alasan seperti itu.
" Gombal ...!" sahutnya menahan senyuman.
" Kenapa kamu di sini? tanyaku kemudian, menuntut jawaban darinya.
" Di sana penuh sekali. Banyak yang berteriak manggil-manggil nama kamu. Aku tidak nyaman saja terlalu lama di sana." Dengan mengedikkan bahunya, Indhira memberikan alasannya meninggalkanku, membuatku terkekeh.
" Kamu cemburu karena banyak yang memanggilku? Itulah resikonya punya pacar beken seperti aku." Aku justru menanggapi ketidaknyamanan Indhira dengan berseloroh.
Namun, jawaban penuh candaku justru dibalas dengan sorot mata tajam wanita yang sudah enam bulan ini aku jadikan sebagai pacarku.
" Kamu senang, ya? Dipuji-puji banyak cewek? Jadi idola cewek-cewek sekolah ini?" tanyanya bernada serius.
" Disukai banyak cewek, siapa yang tidak suka, Ra?" Entah mengapa, melihat pertanyaan dan sorot mata yang memperlihatkan kecemburuan Indhira, membuat aku justru senang meledeknya dengan memberikan jawaban yang tidak memuaskan bagi Indhira.
Indhira terdiam, dan aku yakin dia merasa kecewa dengan jawabanku itu.
" Ikut aku, yuk!"
Indhira menolehkan pandangannya padaku kembali lalu bertanya, " Ke mana?"
" Nanti kamu akan tahu ..." Aku turun dari meja, mengambil ransel berwarna pink milik Indhira lalu menaruhnya di punggungku.
Indhira tersenyum seraya menutup mulutnya melihat tindakanku itu.
" Kenapa?" tanyaku seolah tidak mengerti arti tawanya. Padahal aku yakin dia tertawa melihat aku menjadi ranselnya yang berwarna pink.
" Tidak apa-apa. Kita mau ke mana, Bagas?" tanyanya kemudian.
" Ke rumahku." Tanganku menggenggam tangannya lalu mengajaknya melangkah bersama ke luar kelas. Namun, aku merasakan dia tak bergerak mengikuti langkahku. " Kenapa?" tanyaku heran.
" Kamu mau bawa aku ke rumahmu?" Kecemasan seketika terlihat di wajahnya.
" Iya, kenapa?" tanyaku lagi.
" Mama kamu galak tidak?" Dia bertanya sangat hati-hati.
Aku sontak tergelak mendengar pertanyaan Indhira. Ternyata penyebabnya cemas karena dia takut dengan Mamaku. Karena aku memang belum pernah membawa Indhira berkunjung ke rumahku, apalagi memperkenalkan dia kepada orang tuaku.
" Hmmm, tergantung ..." jawabanku mengambang.
" Tergantung apa?" Indhira menggigit bibirnya menandakan dia masih belum bisa lepas dari cemas.
" Aku hanya bercanda, kok. Kamu tenang saja ..." Aku terkekeh dengan tanganku mengibas ke udara seakan menegaskan tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya.
" Kita jalan sekarang!" Aku kembali mengajaknya hingga akhirnya dia pun mengikuti langkahku meninggalkan kelas menuju halaman parkir untuk mengambil motorku yang terparkir di sana.
" Sudah siap?" tanyaku ketika Indhira sudah duduk di belakang motor sport milikku.
" Jangan ngebut!" pesannya.
" Kalau takut, peluk aku ..." Aku sengaja meledeknya membuat dia mencubit pinggangku.
Aku langsung mengendarai motorku dengan suara derungan yang langsung menjadi pusat perhatian para murid yang menatap kepergian kami dengan tatapan dan anggapan berbeda-beda yang ada di isi kepala mereka.
***
Bagas membawa Indhira ke rumahnya. Meskipun Indhira merasakan kecemasan akan sambutan dari keluarga Bagas nantinya, akan tetapi pria itu berusaha meyakinkan jika semua akan baik-baik saja.
" Siang, Den. Kok baru pulang, Den?"
Saat masuk ke dalam rumah orang tua Bagas, Mbok Nah menyambut dengan menatap penuh tanya ke arah Indhira yang berjalan di samping Bagas dengan tangan saling bertautan.
" Iya, ada acara pensi di sekolah, Mbok Nah. Aku perform jadi agak telat pulangnya," sahu Bagas. " Mama mana, Mbok?" tanya Bagas kemudian.
" Mama Den Bagas siang tadi keluar kota, Den."
" Menginap?"
" Kata Mama Den Bagas kalau urusannya cepat selesai paling malam ini pulang, Den."
" Oh ..." Bagas hanya mengangguk menanggapi penjelasan Mbok Nah. ART yang sudah bekerja di rumah kedua orang tuanya sebelum Bagas diproduksi oleh kedua orang tuanya.
" Ini siapa, Den?" Mbok Nah sepertinya penasaran dengan Indhira dan akhirnya menanyakan tentang wanita yang saat ini bersama Bagas.
" Namanya Indhira Indigo ..." Dengan terkekeh Bagas memplesetkan nama Indhira membuat wanita itu mencubit pinggangnya. Bagas pun tertawa kencang dengan tindakan refleks Indhira yang selalu mencubit jika dia ledek.
" Dia pacar aku, Mbok. Namanya Indhira Kusumaningrum ..." akhirnya Bagas mengenalkan Indhira pada Mbok Nah lengkap dengan statusnya saat ini.
" Oh, pacar baru Den Bagas ...." Mbok Nah tetap menatap Indhira dari ujung kepala terus turun sampai ke bawah. " Kayak boneka lho, Den. Ini beneran hidup, Den?" Sepertinya Mbok Nah terpesona dengan wajah cantik nan imut Indhira hingga mengira jika Indhira serupa dengan boneka Barbie yang banyak disimpan di kamar Kartika, adik Bagas.
" Iya, dong, Mbok Nah! Masa aku bawa patung menekin terus aku bawa ke rumah dan aku akui sebagai pacar!? Kalau Mbok Nah tidak percaya, lihat ini!" Bagas langsung memberi kecupan di pipi putih mulus Indhira, membuat gadis itu juga Mbok Nah terperanjat.
" Bagas ...!" Indhira seketika melotot dan memegang pipinya yang berhasil Bagas cium.
Sementara Mbok Nah masih tak mengedipkan matanya melihat pertunjukkan yang baru saja melintas di hadapan matanya.
" Ayo, Ra!" Bagas menarik tangan Indhira agar dia mengikuti langkahnya menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai atas.
Bagas bahkan tak memperdulikan tatapan mata Mbok Nah yang mulai tersadar dan melihat anak majikannya itu membawa Indhira masuk ke dalam kamar Bagas
" Kita mau ke mana, Bagas?" Indhira bertanya saat Bahas ajak dia menaiki anak tangga.
" Kamarku."
Indhira menghentikan langkahnya saat mendengar jawaban Bahas.
" Kenapa?"
" Mau apa di kamar?"
" Terserah, kamu maunya apa? Mau makan? Nonton film? Atau mau bikin film?" tanya Bagas menyeringai saat menyebut kalimat terakhirku tadi.
Kening Indhira berkerut tak memahami maksud kalimat yang membuat Bagas tersenyum nakal
" Kamu mau bikin video klip?" tanyanya polos.
Bagas tergelak mendengar pertanyaanya. Dan tak berminat menjawab pertanyaan lugunya itu, Dia justru mempercepat langkah dengan tangan masih menggenggam tangan berkulit lembut Indhira, hingga kini berhenti di depan kamarnya.
Indhira terlihat ragu saat Bagas menyuruh dia masuk ke dalam kamarnya.
" Kita di luar saja, deh! Tidak enak kalau di kamar, Bagas!" tolaknya lagi.
Namun, Bagas tidak memperdulikan penolakannya. Justru Bagas menarik tangan dia hingga kini tubuhnya terbawa masuk ke dalam kamar Bagas.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
Bagas meninggalkan Indhira di kamar, karena dia ingin menyuruh ART nya membawakan makanan dan minuman untuk mereka.
" Mbok, Mbok Nah ...!! Bi Santi ...!! Bi Iyem ...!!" Bagas memanggil semua ART yang bekerja di rumah orang tuanya.
" Saya, Den. Ada apa, Den?" Bi Iyem yang lebih dulu muncul menyahuti panggilan Bagas.
" Bi, tolong bawakan makanan sama buatkan orange juice ke kamarku, ya! Bawakan untuk dua orang!" Perintah Bagas dari atas tangga.
" Baik, Den. Ada temannya Den Bagas, ya?" Bi Iyem memang tidak tahu jika Bagas datang bersama Indhira tadi.
" Iya, tolong cepat buatkan!" Perinta Bagas kembali.
" Baik, Den." Bi Iyem pun bergegas menuju arah dapur.
" Den ...."
Ketika Bagas memutar badanku untuk kembali ke kamar, suara Mbok Nah terdengar memanggilnya
" Ada apa, Mbok Nah?" tanya Bagas menoleh ke bawah tangga.
" Aden bawa teman wanita di kamar berduaan. Kalau Papa sama Mama Den Bagas tahu, nanti pasti Papa dan Mama Den Bagas pasti akan marah." Mbok Nah yang baru saja keluar dari ruangan keluarga berusaha untuk mengingatkan Bagas " Sebaiknya Den Bagas sama Non Indhira mengobrolnya di luar saja. Di ruang tamu atau di ruang keluarga, biar tidak terjadi sesuatu yang dikhawatirkan," lanjut Mbok Nah memberikan saran.
" Kalau begitu, jangan ada yang kasih tahu Papa sama Mama dong, Bi!" jawab Bagas santai seraya terkekeh. Bagas pun melanjutkan langkah kembali ke kamarku. " Kami hanya mengobrol saja kok, Mbok! Mbok Nah tidak perlu khawatir ...!" Bagas sempat berseru agar Mbok Nah tidak mengkhawatirkan mereka berdua.
***
Dengan langkah berat Indhira masuk ke dalam kamar yang luasnya mungkin empat kali lipat dari kamar tidurnya. Belum lagi udara sejuk dari pendingin ruangan yang langsung menerpa kulitnya.
Indhira melihat Bagas yang membuka pakaiannya tanpa merasa jengah dengan keberadaannya di dalam kamar Bagas. Sehingga Indhira memilih memalingkan wajah, tidak ingin melihat penampakan tubuh atletis Bagas yang kini sudah berganti kaos tanpa lengan tanpa mengganti celana yang dia gunakan tadi.
" Kamu mau minum apa?" tanya Bagas kemudian berjalan ke arah pintu kamar yang tadi dia tutup.
Indhira menggelengkan kepala menolak tawaran Bagas. Sebenarnya yang dia inginkan adalah keluar dari kamar pria itu. Berada di kamar seorang pria bukanlah hal yang baik. Orang pasti akan berpikiran negatif tentangnya karena menurut saja apa yang diminta oleh Bagas.
" Memang kamu tidak haus? Aku suruh Mbok Nah buatkan orange jus, ya?" Bagas masih menawarkan Indira minuman.
" Sebentar kamu tunggu di sini!" Tak menunggu persetujuan dari Indhira. Bagas langsung keluar meninggalkanku di kamar yang luas.
Indhira mengedar pandangan ke seluruh sudut ruang tidur Bagas. Spring bed berukuran besar berada di bagian tengah, di sisi sebelah kirinya terisi oleh sofa malas juga meja belajar Sementara di sisi sebelahnya diisi dengan nakas juga lemari pakaian. Dan seperti pada kamar kebanyakan orang kaya, selalu ada kamar mandi di dalam kamar tidur Bagas. Indhira sampai berpikir, seandainya dia yang punya kamar seperti ini, mungkin dia akan betah berlama-lama di dalam kamar.
Indhira mengerjapkan mata seraya menepuk pipi, agar dia terbangun dari hayalannya Walaupun dalam hayalan rasanya dia tidak berani untuk berangan-angan.
Indhira tetap bergeming. Hanya berdiri dan tak berpindah dari tempatnya saat ini, karena dia tidak berani untuk duduk karena saat ini Bagas tidak bersamanya.
" Kok, masih berdiri saja, Ra? Duduklah ..." Suara Bagas yang kembali terdengar membuat Indhira terperanjat.
Bagas berjalan ke arah balkon lalu membuka pintu balkon dan meminta Indhira mendekat ke arahnya.
" Sini, deh! Kita mengobrol di sini saja." Bagas mengajak Indhira berbincang di balkon.
Indhira menuruti permintaan Bagas. Walaupun balkon itu masih termasuk bagian kamar Bagas. Namun, setidaknya di balkon Indhira merasa lebih nyaman daripada harus berada di dalam kamar.
Mereka pun akhirnya mengobrol santai di atas kursi ayunan. Bagas menceritakan rencana band nya yang akan mengikuti even perlombaan grup band se Jakarta. Indhira hanya mendengarkan pria itu bercerita dengan semangat menceritakan rencananya itu.
Sementara langit kota Jakarta mulai gelap karena awan mendung yang menggelayuti. Hingga akhirnya hujan turun cukup deras dan suara petir terdengar membuat Indhira ketakutan.
" Kita ke dalam saja ..." Melihat cuaca di luar membuat mereka tidak nyaman, Bagas akhirnya mengajak Indhira masuk kembali ke kamar.
" Aku mau pulang, Bagas. Sudah jam empat. Tante aku pasti marah kalau aku pulang sampai telat begini." Tante Marta adalah adik papa Indhira. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Indira tinggal bersama Tante Marta. Sebenarnya bukan Indhira yang ikut tinggal, lebih tepatnya Tante Marta yang mengurusnya Karena rumah yang mereka tempati adalah rumah kedua orang tua Indhira Tapi, rasanya seperti dialah yang menumpang di rumah itu. Tante Marta beserta suami dan anaknya yang justru seperti pemilik sesungguhnya rumah itu.
" Hujan begini kamu mau pulang? Pasti di luar juga banjir, mending nanti saja daripada terjebak banjir." Bagas lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa malas. " Sini, deh! Kamu duduk di sini." Sambil menepuk bagian kosong sisi kursinya.
Indhira melangkah mendekati Bagas dan duduk di sebelahnya.
" Dingin banget, ya?" Bagas langsung merangkul dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Indhira, membuat Indhira merasa jengah. Apalagi saat Bagas mulai menciumi pipi dan ceruk leher Indhira.
" Jangan begini, Bagas. Aku tidak mau Mbok Nah masuk dan melihat kita lagi seperti ini!" Indhira berusaha menjauhkan tubuh dari penguasaan Bagas.
" Kalau Mbok Nah tahu, dia pasti akan lapor Papa dan Mamaku, terus kita disuruh nikah, deh!" Bagas justru berseloroh, sama sekali tidak memperdulikan ketidaknyamanan Indhira hingga membuat Indhira mende sah.
" Cuacanya mendukung banget buat pelukan gini." Bagas semakin mengeratkan pelukannya ke tubuh Indhira.
Indhira terus berusaha menghindar dan melepaskan diri dari serbuan Bagas hingga akhirnya tubuhnya miring dan jatuh ke sofa karena Bagas terus saja menyerangnya.
Bukannya menghentikan aksinya, Bagas justru kini mengungkung tubuh Indhira membuat wanita itu terperanjat.
" Kamu sudah pernah merasakan make love?"
Pertanyaan Bagas membuat bola mata Indhira membulat dan wajahnya menegang. Tentu saja hal inilah yang Indhira takutkan saat Bagas membawanya ke kamar Bagas.
" Aku tidak mau, Bagas!" tolak Indhira mentah-mentah.
" Aku cuma tanya doang, Ra." Pria itu justru terkekeh. Namun, tak menjauhkan tubuhnya dari tubuh Indhira.
" Aku juga belum pernah, paling kissing sama pegang-pegang, doang! Tapi kalau nonton filmnya sering." Tanpa malu Bagas mengatakan hal itu di depan Indhira..
" Kamu pernah nonton film begitu?" tanyanya lagi.
Indhira cepat menggelengkan kepala dengan cepat. Tak nyaman terus membahas soal hal itu apalagi dengan laki-laki.
" Kita nonton film itu, yuk! Aku punya kasetnya." Bagas bangkit dan melangkah ke arah televisi di depan neraka untuk memutar film yang tidak selayaknya ditonton.
" Bagas, jangan!! Aku tidak mau!" Indhira bangkit menarik tangan Bagas agar tidak melaksanakan niatnya.
" Kenapa? Sekalian belajar, siapa tahu bisa kita praktekkan." Dengan memainkan alisnya ke atas, Bagas seakan menggoda Indhira.
" Kalau kamu paksa, aku akan pulang sekarang!" Walau tidak tahu harus pulang menggunakan apa, Indhira berusaha menggagalkan rencana Bagas.
" Memangnya kamu mau pulang naik apa hujan begini?" Tak memperdulikan ancaman Indhira Bagas tetap meneruskan niatnya menayangkan film dewasa.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!