"Mama, aku mohon... jangan pergi, jangan tinggalkan kami," rengek seorang bocah yang sudah satu jam ini menangis, merayu ibunya untuk membatalkan niatnya untuk pergi dari rumah itu.
Suasana rumah tampak kacau, barang bertebaran di mana-mana, pecahan vas, gelas wine dan benda pecah belah lainnya tampak berserakan di atas lantai ruangan, mulai dari ruang makan hingga ke ruang keluarga.
Malam itu tidak akan terlupakan bagi Rain. Pedih, terluka bahkan membuatnya seolah mati. Ibunya menyalak, membalas amukan ayahnya yang sempat melayangkan tangan di pipi sang ibu.
Dari tempatnya bersembunyi, Rain, bersama sang adik mendengar sumpah serapah, cacian dan juga ancaman. Suara yang berasa dari dua orang yang sudah memberikan kehidupan baginya dan juga adiknya Timo, yang saat itu masih berumur dua empat tahun.
"Apa yang terjadi pada mama? Kenapa Papa memukul Mama?" bisik Timo penuh ketakutan. Selama ini dalam pandangan mereka, Richard Clay merupakan pria baik, bijaksana dan sangat penyayang.
Ayahnya kerap mengajak mereka bermain dan berlibur ke tempat yang menyenangkan. Tidak pernah sekalipun, Rain atau Timo melihat ayahnya marah, hingga malam ini.
"Apa kau tidak punya malu, teganya kau bercumbu dengan pria brengsek itu! Tidak bisakah kau melupakan masa lalumu? Kau sudah menikah denganku, dan kita sudah punya dua orang anak. Apa kau tega membuang kami hanya demi pria brengsek itu?" kembali terdengar umpatan Richard yang sampai ke telinga Rain dan Timo.
"Timo, mau'kah kau menonton serial Blaze?" tanya Rain mengalihkan perhatian Timo agar tidak terus menatap ke arah kamar tidur, tempat dua orang yang katanya sudah dewasa sedang menekankan ego masing-masing.
Timo mengangguk dengan senyum gembira, setiap Rain mengizinkan untuk meminjamkan ponselnya untuk menonton serial anak-anak itu, Timo pasti akan sangat gembira. Segera Rain memasangkan headset ke telinga Timo, menyetel suaranya sedikit lebih keras.
Suara deret roda koper mulai berdecit di lantai, menyita kembali perhatian Rain. Tampak Megi sudah menyeret koper keluar dari kamar, terus berjalan ke arah ruang tamu.
"Timo, kau tunggu di sini," ucap Rain, lalu keluar dari bawah kolong meja.
Anak itu berlari mendekati ibunya. Tampak Richard juga sudah berjalan menyusul Megi dengan sisa air mata di pipi pria itu.
"Aku mohon, Meg, jangan pergi. Kasihan anak-anak ini. Mereka masih kecil, masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang darimu, terlebih Timo. Aku mohon, aku minta maaf kalau tadi sempat hilang kendali menampar mu, aku minta maaf, Meg," ucap Richard terus memohon. Rain yang sudah berdiri di dekat sang ayah ikut menangis.
"Aku gak bisa, Chard. Biarkan aku pergi, kau tahu aku gak bahagia hidup bersamamu. Sejak awal aku sudah bilang kalau aku mencintai pria lain, tapi kau tetap ingin menikah denganku. Jadi kalau sekarang aku ingin pergi, jangan kau halangi lagi," jawab Megi, menepis tangan Richard. Sedikitpun dia tidak tergugah atas permohonan suaminya, bahkan pria itu sampai bersujud memohon dengan berurai air mata.
Untuk sesaat, Megi terdiam, menatap Richard yang saat ini sudah berlutut di depannya. Sebenarnya terbuat dari apa hati pria itu, masih mengharapkan dirinya, padahal baru lima jam lalu dia memergoki Megi sedang bercumbu dengan kekasihnya di sebuah hotel.
Megi yang juga menangis, menghapus jejak air mata di pipinya. "Aku gak bisa, Chard, aku mencintainya. Maafkan aku, dan aku mohon lupakan aku," ucap Megi bergegas menyeret kopernya.
"Mama, jangan pergi, aku mohon... jangan pergi," isak Rain berlari menyusul ibunya hingga ke teras rumah.
Megi berhenti, berjongkok di depan putranya yang kini sudah berusia sembilan tahun itu. Menangis lalu memeluk Rain erat. Pelukan perpisahan yang akan menjerat Rain sepanjang hidupnya.
"Maafkan Mama, Rain. Mama harus pergi. Kamu jaga asik kamu ya. Mama titip Timo dan juga Papa," ucap Megi setelah melerai pelukan mereka. Lalu tanpa berkata apapun lagi, Megi pergi... pergi untuk selamanya.
Tersadar ibunya sudah akan memasuki mobil yang sejak tadi di sana, menunggu sang ibu, Rain berlari, berteriak memanggil ibunya agar berhenti, tapi tetap saja Megi tidak peduli.
"Mama... Mama... jangan pergi.. Mamaaaaaa...."
Hufffh... Hosh... Hosh...
Rain mengusap wajahnya yang berkeringat dengan kedua tangannya. Mimpi buruk itu datang lagi. Dulu setelah kepergian ibunya, hampir setiap malam Rain bermimpi hal yang sama, berulang tentang kejadian malam itu.
Lalu setelah menginjak remaja, mimpi itu memudar, hanya sesekali, lalu tidak pernah datang lagi ke mimpinya selama puluhan tahun usianya.
Namun, beberapa bulan terakhir ini, mimpi itu muncul lagi.
Rain menyampirkan selimutnya, lalu menapaki lantai kamar menuju pintu balkon kamarnya. Membiarkan udara malam menyapu lembut wajah tampannya.
20 tahun sudah berlalu sejak kejadian itu, Rain yang sudah mencoba melupakannya dan berhasil, tapi entah mengapa malam ini dia kembali bermimpi. Sampai kapanpun Rain tidak akan pernah memaafkan ibunya yang tega meninggalkan adik dan juga dirinya hanya demi laki-laki lain.
Setelah kini dia menjadi pengusaha yang sukses Rain berjanji akan mencari wanita itu dan menghancurkan ibunya bersama dengan keluarga barunya.
Kepergian ibunya membuat dendam mendalam bagi Rain, pria itu terbentuk menjadi karakter yang arogan dan berhati dingin. Sejak melihat ibunya yang sudah meninggalkan mereka demi pria lain, membuat Rain bersumpah tidak akan memaafkan wanita itu.
Waktu berjalan, tapi sang ayah masih tidak bisa menerima kepergian sang istri, setiap hari hanya menenggelamkan dirinya dalam lautan minuman yang membuatnya selalu mabuk. Rain sudah berusaha untuk menyadarkan sang ayah, tapi pria itu memilih untuk tetap larut dalam masa lalunya yang menyedihkan, hingga suatu saat ketika dia pulang dari bar, seseorang menabraknya hingga meninggal dunia.
Kepedihan Rain akan meninggalnya sang ayah tidak sampai disitu, adiknya yang dikhianati oleh seorang gadis pun memutuskan untuk bunuh diri di apartemennya. Hati Rain hancur, tidak terima dengan kematian adik kesayangannya.
Duka itu semakin mendalam, di setiap harinya. Rain kesepian, dan dendam selalu menggerogoti jiwanya, meminta untuk dipuaskan oleh orang-orang yang bertanggungjawab atas penderitaannya.
Kadang Rain menyesal pernah dilahirkan di dunia ini. Tidak ada artinya harta dan kekuasaan yang dia miliki, sementara dia ditinggalkan oleh orang-orang yang sangat dia sayangi.
Ayahnya bahkan tidak pernah menghiraukan Rain dan Timo ketika masih hidup. Hanya berteman dengan alkohol dan juga kepedihannya, menghabiskan sisa hidupnya hanya merenung dan menunggu kepulangan ibunya yang tidak pernah kunjung datang.
Sementara Timo tidak jauh berbeda dari ayahnya, pria menyedihkan yang lemah. Hanya karena seorang wanita dia memilih untuk mengakhiri hidupnya, meninggalkan Rain sendiri menjalani kehidupannya yang sepi.
Tapi Rain yang sudah terbentuk dengan masa lalu yang pedih tidak akan tinggal diam, akan membalaskan setiap dendam dan sakit hati yang dia rasakan.
Rain memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki sebab kematian adiknya hingga membawa Rain pada satu nama wanita yang dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian adiknya.
"Aku akan membuat perhitungan denganmu!"
Rain membaca dengan cermat berkas yang disodorkan oleh Tiger. Lama mengamati data itu sehingga Tiger merasa gelisah di tempatnya. Dia takut kalau bosnya tidak puas dengan data yang dia kumpulkan.
Sebisa mungkin Tiger sudah mengumpulkan semua yang berhubungan dengan wanita yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Timo.
"Apa ini sudah semuanya? Kau sudah memastikan bahwa apa yang tertulis di kertas ini valid 100%?" tanya Rain melempar berkas itu ke atas meja lalu menyandarkan punggungnya kesadaran kursi dan menatap Tiger dengan tajam.
"Sudah saya pastikan bos dan keadaan mereka sekarang sangat sulit," ucap Tiger masih dengan posisi bersiap.
"Kalau begitu tidak perlu berlama-lama, segera atur pertemuan dengan pria itu dan pastikan kalau kita memegang kelemahannya," jawab Rain masih berada di intonasi yang sama.
"Siap laksanakan, Bos," jawab Tiger mantap, lalu pamit undur diri keluar dari ruangan Rain.
Rain memandangi foto yang tadi dia lemparkan ke atas meja kerjanya memungut kembali, lalu tersenyum sinis sembari meremas foto itu, lalu melemparkannya ke tong sampah.
"Hanya sampah yang memang harus dibuang pada tempatnya," ucapnya sinis memandangi foto yang sudah dia remas itu.
Dia sudah menyusun rencana, dengan data yang dia pegang. Dia tahu saat ini perusahaan milik ayah gadis itu sedang dalam masalah. Dia akan membeli perusahaan itu dan menjadikan satu keluarga itu menjadi budaknya. Membuatnya menangis dan menyesali perbuatannya terhadap Timo, ketika melihat ayahnya yang putus asa dan tertekan, lalu memilih untuk bunuh diri seperti yang sudah dilakukan Timo.
***
Waktu dan tempat sudah ditentukan, dengan senang hati Dito Matteo menyambut gembira kedatangan Tiger yang membawa pesan dari Rain kemarin.
Siapa yang tidak kenal Rain Laluka, pengusaha sukses abad ini. Ditawarkan kerjasama oleh CEO muda sukses itu, tentu saja membuat Dito begitu gembira.
Satu jam sebelum janji bertemu, Dito bahkan sudah tiba di restoran itu dengan penuh harap dan tidak sabar nanti kedatangan Rain. Kabar yang didengarnya mengenai Rain, adalah sosok yang sangat keras, arogan dan bertangan dingin. Tidak mudah mengajak pria itu bekerja sama tapi entah mengapa rezeki berpihak kepada Dito Matteo. Bukan dia yang datang mencari Rain, justru utusan pria itu yang menemuinya untuk mengajak kerjasama.
Dito seakan tidak percaya ketika Tiger menyampaikan niat Rain untuk membantu perusahaannya, menanamkan sejumlah uang demi menyelamatkan perusahaan itu yang hampir pailit.
Lamunan Dito buyar, ketika melihat sosok pria dengan tinggi 180 berjalan tegap dengan kacamata hitam yang menempel di matanya. Sedikitpun tidak ada senyum di wajahnya yang sangar dan juga sangat menakutkan.
Dia saja yang seorang pria bisa ciut nyalinya melihat raut wajah Rain Laluka, apalagi seorang wanita, mana mungkin akan ada yang berani mendekati pria itu. Dito menebak yang menjadi istri pria itu pasti akan ketakutan setengah mati selama hidupnya, terpenjara dengan kekuasaan dan juga sikap arogan pria itu.
"Selamat siang, terima kasih Anda sudah mau bertemu dengan saya," Sapa Dito mengulurkan tangannya. Pria itu sudah berdiri menyambut Rain demi rasa hormatnya kepada pria itu tapi apa balasannya? Rain tidak sudi menyambut uluran tangan Dito. Dia memilih untuk duduk dan dengan tangannya memerintahkan Dito kembali duduk di tempatnya.
"Kita langsung saja, aku akan menanamkan sejumlah uang untuk menyelamatkan perusahaan itu. Kau boleh mengelolanya tapi semua saham itu atas namaku. Kau hanya akan menjadi manajer di sana, 10% dari keuntungan yang didapat perusahaan itu akan menjadi milikmu," tawar Rain mulai bernegosiasi dengan Dito.
Dia tahu bahwa pria itu tidak punya pilihan lain selain menerima tawarannya. Bagaimanapun kalau sampai akhir bulan ini tidak mendapatkan suntikan dana, perusahaan itu akan ditutup karena menyebabkan kerugian pada negara, banyak pajak yang belum dibayarkan dan juga hak karyawan yang akan diberhentikan menjadi tanggung jawab Dito selaku pemilik perusahaan kalau tidak dia akan membusuk dipenjara karena sudah menahan hak karyawan beberapa bulan.
"Tapi bukankah Anda menawarkan ingin membeli saham perusahaan saya 50% dan yang 50% lagi adalah berupa pinjaman untuk saya?" tanya Dito yang ternyata salah paham dengan penjelasan Tiger kemarin.
"Saya ini pebisnis, menurut Anda apa mungkin saya memberikan sejumlah uang yang sangat besar untuk Anda pinjam? Coba pikir, kalau uang itu saya investasikan ke tempat lain berapa keuntungan yang saya dapatkan?" jawab Rain yang mematahkan harapan Dito.
Dito Matteo terdiam. dia sungguh sangat kecewa dengan apa yang disampaikan oleh harapannya yang tadi sempat membumbung tinggi kini terhempas kembali ke dasar bumi. tentu saja dia ingin sekali menolak tawaran itu tapi dia sadar saat ini Dia tidak punya pilihan lain.
sudah banyak pengusaha yang dia temui untuk mengajak kerjasama dan berbagai hasil tapi tidak satupun yang menanggapi perusahaan kecilnya.
"Bagaimana?" Desak Rain, yang tidak sabar. Dia tidak ingin berlama-lama berbicara dengan pria itu.
Dito baru akan membuka mulutnya untuk menjawab, bunyi ponsel di sakunya membatalkan niatnya. dia melihat ke arah Rain seolah ingin meminta izin mengangkat telepon tersebut.
dengan tangannya dan mempersilahkan Dito untuk menjawab panggilan itu.
["Ada apa, Dara? Papa tidak bisa sekarang, masih ada urusan. Katakan saja pada keluarga Kenzo untuk datang melamarmu, lusa. Papa tutup dulu, lagi meeting"]
Rain terus menatap ke arah Dito saat berbicara melalui telepon dengan seseorang yang dipanggilnya dengan nama Dara. Dia yakin itu adalah putrinya yang juga menjadi tersangka utama penyebab kematian Timo, seperti yang sudah dijelaskan Tiger padanya.
"Maaf, untuk gangguan tadi. Saya ingin mengatakan kalau, saya ingin minta waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu," ucapnya menatap wajah Rain, beruntung pria itu memakai kaca mata, jadi sorot mata elang yang selama ini dia dengar tidak terlihat olehnya.
"Begini saja saya beri kesempatan untuk Anda. Saya akan menanamkan sejumlah uang di sana, membeli saham sebesar 60% sisanya 40% boleh Anda miliki dan saya akan mengucurkan dana untuk Anda pinjam, tapi ada syaratnya," ucap Rain.
"Apa syaratnya?" sambar Dito dengan penuh semangat.
"Sudah lama saya berencana ingin mencari seorang istri, seperti Anda ketahui umur saya sudah cukup untuk menikah dan dengan harta saya yang begitu banyak, saya membutuhkan seorang wanita yang bersedia menjadi istri dan memberikan ahli waris kepada saya."
Rain memberi jedah pada kalimatnya. Dia diam untuk memantau lawannya, dia ingin melihat ekspresi wajah Dito saat mendengarkan permintaannya karena di sinilah letak kesenangan Rain. Dia akan menyaksikan bagaimana reaksi Dito ketika Rain menyampaikan niatnya.
"Saya... saya tidak paham maksud Anda," jawab Dito bingung. Sesaat tadi mereka membahas mengenai kerja sama dan penanaman modal, lantas mengapa kini merambat ke arah lain?
"Saya ingin menikah dengan putri Anda!" ucapnya yang membuat mata Dito seketika terbelalak.
Dito masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Pria yang tadi dia cemooh dalam hati, mengatakan bahwa siapapun yang menjadi istrinya nanti adalah wanita yang sangat menyedihkan karena hidup dengan pria arogan yang sombong dan akan terpenjara bak di neraka, justru setelah mendengar permintaan pria itu, seolah menampar wajah Dito karena saat ini wanita yang akan hidup seperti di neraka itu justru adalah putrinya sendiri.
"Apa Anda tidak salah? Anda akan melamar putri saya?" ulang Dito ingin memperjelas, sekaligus meyakinkan dirinya bahwa dia sedang tidak mabuk saat ini. Belakangan ini memikirkan masalah hutangnya yang begitu besar membuat Dito menenggelamkan dirinya dalam lautan minuman beralkohol. Mabuk adalah pilihan aman untuk melupakan sejenak masalah yang datang menerpanya.
"Saya serius. Saya ingin menikahi putri Anda," ulang Rain yang tetap mempertahankan ucapannya. Bahkan Tiger sendiri sempat melirik ke arah bosnya, pria yang saat itu berdiri tegak di belakang Rain mengerutkan dahi mendengar kalimat bosnya itu.
Pasalnya rencana yang mereka susun adalah ingin menghancurkan keluarga gadis itu melalui ayahnya. Membeli perusahaan itu lalu memperbudak ayahnya, membuat pria itu frustasi dan akhirnya bunuh diri hingga gadis itu bisa merasakan kesedihan yang Rain alami ketika kehilangan Timo yang juga mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena ditinggalkan oleh gadis bernama Dara.
Lantas mengapa tiba-tiba bosnya mengubah rencana mereka? Apa yang dipikirkan Rain hingga memutuskan untuk menikahi gadis yang menyebabkan adiknya meninggal? Padahal Tiger sendiri tahu bahwa Rain begitu membenci gadis itu hingga ke ubun-ubun, bersumpah ingin menghancurkan dan balas dendam kepada Dara.
"Tapi putri saya yang mana?"
Kali ini Rain berhasil bingung mendengar pertanyaan dari Dito. Dia melirik ke arah Tiger yang akhirnya maju selangkah agar sejajar dengan Rain. Melihat instruksi dari Rain, pria itu mengerti bahwa bosnya bingung, pasalnya mereka pikir bahwa Dito hanya memiliki seorang putri.
"Saya ingin menikah dengan putri Anda yang bernama Adindara," jawabnya dengan tegas setelah mengingat kembali nama yang ada di file yang kemarin diberikan Tiger padanya.
"Dara? Saya minta maaf, tuan, putri sulung saya sudah akan bertunangan dengan kekasihnya, bahkan pernikahan mereka akan dilangsungkan dua bulan lagi, tapi kalau tuan mau, saya memiliki seorang putri lain bernama Alma, dia adiknya Adindara," jawab Dito Matteo.
Walaupun mungkin hidup dengan Rain sangat menyeramkan tapi melihat sifat dan juga karakter putrinya, Alma pasti akan setuju dan sangat senang bisa menikah dengan Rain.
Lagi pula dia akan merasa bangga memiliki menantu konglomerat seperti Rain, lalu nanti perusahaannya juga akan naik dan yang paling penting satu waktu dia bisa meminta suntikan dana yang lebih besar untuk mengembangkan perusahaannya kepada calon menantunya itu.
Rain memilih diam untuk sesaat. Tentu saja dia tidak ingin masuk dalam perangkap Dito. Pemikiran untuk menikahi Adindara datang begitu saja ketika pria itu menjawab telepon dari gadis itu tadi. Untuk memaksimalkan balas dendamnya, tentu saja dia harus total Seperti kata pepatah mengatakan kalau sudah basah mandi saja sekalian.
Rain memutuskan untuk membalas dendam atas kematian adiknya dengan menikahi gadis yang menjadi penyebab adiknya meninggal. Dia bersumpah akan membuat kehidupan gadis itu seperti di neraka setelah mereka menikah.
Dan kabar bahwa saat ini Dara memiliki kekasih membuatnya semakin geram dan marah kepada garis itu. Kematian Timo belum lama, tapi kini dia bahkan sudah berencana untuk menikah. Balas dendam ini tampak sempurna ketika dia menjadi suami gadis itu, tentu saja Rain memiliki hak mutlak kepada Dara.
Dia akan leluasa untuk menghukum gadis itu, membuatnya hidup seperti di neraka dan mati dengan perlahan. Itulah tujuannya merelakan namanya belakangnya untuk dimiliki oleh Adindara.
"Maaf, tapi saya sudah memilih adindara. Sejujurnya saya sudah pernah bertemu dengan putri Anda beberapa kali, mungkin dia tidak mengingat saya jadi bisa dikatakan kalau saya sudah menyukainya lebih dulu dan saya tidak berminat pada gadis lain. Kalau Anda menerima lamaran saya, banyak keuntungan yang Anda dapatkan. Perusahaan itu bisa Anda kendalikan dan saya tidak akan ikut campur. Anggap saja itu sebagai mahar atas pernikahan saya dengan Adindara," tawar Rain yang semakin membuat di Dito kebingungan.
Dito harus memilih antara perusahaannya atau menyelamatkan putrinya. Dia yakin Dara tidak akan menyetujui pernikahan ini karena dia sangat mencintai kekasihnya, Kenzo yang sudah menjalin hubungan dengan pria itu sejak mereka duduk di bangku SMA.
Sebenarnya Dita sudah mengatakan kepada Dara untuk bertunangan setelah gadis itu selesai kuliah, tapi gadis itu tidak mau merengek ingin segera menikah dengan Kenzo karena desakan keluarga Kenzo, kalau tidak pria itu akan dinikahkan dengan wanita lain.
Menimbang putrinya itu sangat mencintai kekasihnya dan juga asal usul keluarga Kenzo juga adalah keluarga terpandang, Dito langsung setuju.
Tapi siapa sangka akan datang tawaran dari orang yang lebih berkuasa dan lebih kaya daripada Kenzo dan hal ini akan membantunya menyelamatkan perusahaannya.
"Baiklah, kalau begitu saya akan mengatakan kepada putri saya mengenai lamaran Anda," ucap Dito singkat.
"Saya ingin pernikahan itu secepatnya diadakan, Minggu depan waktu yang tepat dan tidak perlu acara meriah hanya perlu menggelar akad saja, soal resepsi, nanti saja kita adakan setelah perusahaan Anda membaik," jelas Rain.
***
"Apa? Menikah? Aku nggak mau, Pa. Aku gak mau!" pekik Dara ketika ayahnya menyampaikan niatnya mengumpulkan mereka di ruang keluarga.
"Mas, kamu apa-apaan sih, kamu'kan tahu kalau Dara sudah akan bertunangan?" pekik sang ibu yang tidak mengerti jalan pikiran suaminya. Alma yang mendengar hanya diam, tidak peduli. Segala urusan di keluarga itu sama sekali tidak pernah dia tanggapi, Alma tidak akan tertarik pada urusan yang tidak ada memberi keuntungan untuknya.
"Aku sudah terlanjur berjanji, lagi pula ini untuk menyelamatkan perusahaan kita. Pikirkan bagaimana kalau pria itu tidak membantuku? Kita bisa tinggal di jalanan, dan yang terburuk aku bisa masuk penjara karena tidak mampu membayar utang piutang!" seru Dito tidak ingin dibantah.
Sekuat apapun Dara menolak, menangis bahkan menjerit, keputusan sudah diambil ayahnya. Mau tidak mau dia harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal.
Dito sudah mengabarkan bahwa Dara bersedia untuk menikah dan persiapan pernikahan itu akan digelar di rumah mereka, hanya beberapa orang yang diundang sebagai saksi karena sesuai dengan keinginan Rain, hanya akan melangsungkan akad saja.
Namun, satu kenyataan menampar Rain saat mereka akan melaksanakan akad nikah, wanita yang akan dia nikahinya adalah putri dari ibu kandungnya yang dengan kata lain adalah adiknya sendiri.
Seketika tubuh Rain beku, setelah bertahun lamanya, ini adalah pertemuan Rain dengan ibunya yang tampaknya sama sekali tidak mengenalnya.
Rain tidak bisa mundur, dia tetap pada rencana, menikahi Dara demi membalas dendamnya yang justru sekaligus bisa membalas sakit hatinya pada sang ibu.
Sang ibu yang tidak lagi mengenali putranya itu justru merasa gembira mendapat menantu seperti Rain yang sudah membantu menyelamatkan perusahaan suaminya yang nyaris bangkrut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!