"Kai"
"Kai"
Suara lemah tua Faidah terdengar menyebar di perkebunan teh. Dia berjalan pelan menyusuri kebun mencari sang cucu.
"Kai!" Panggil Faidah lagi.
Seorang gadis yang tengah asik membaca novel di dalam pondok di tengah kebun, tampak terdiam memperjelas pendengaran nya.
"Kai!" Suara itu terdengar lagi, dan gadis itu tahu betul itu suara siapa.
Gadis yang bernama Arkaila Wilson itu keluar dari pondok. Menatap nenek nya dengan nafas tersengal berjalan mendekatinya.
"Nenek" kaget Kai. Dia langsung membantu nenek nya berjalan dan mendudukkan neneknya di tepi pondok.
"Nenek kenapa ke sini, kenapa gak telfon Kai saja. Biar Kai pulang" gerutu Kai.
Faidah tidak menjawab, dia sibuk mengatur nafas nya. Setelah nafasnya mulai teratur, barulah Faidah mulai berbicara.
"Memangnya kamu membawa ponsel? Tadi Haico bilang ponsel mu di kamar"
Kai terkejut, dia langsung memeriksa tas selempang yang selalu dia bawa kemana mana.
"Maaf nek, ternyata aku tidak membawa ponsel" lirih Kai.
Faidah hanya mengerucutkan bibirnya, membalas ucapan cucu nya.
Kai ikut duduk di samping nenek nya, tanpa banyak ekspresi Kai hanya menatap langit.
"Kai" panggil Faidah.
Dari nada suara nenek nya, Kai sudah bisa menebak apa yang akan nenek nya bicarakan.
"Sudah nek, Kai lagi tidak mau membahas ini" sela Kai menatap datar sang nenek.
"Tapi Kai, ini sudah 8 tahun. Apa kamu tidak mau berkumpul dengan ayah dan bunda mu?"
Kai memalingkan wajah nya, dia sudah muak membahas ini. Bukan nya tidak mau tinggal bersama ayah, bunda dan kakak nya. Namun, untuk kembali ke kota itu sangat berat bagi Kai.
"Nak, apa kamu tidak kasihan sama bunda mu, sama ayah mu. Mereka selalu menahan rindu untuk mu"
"Sudah cukup 8 tahun kamu melarikan diri. Sebaiknya kamu kembali dan tinggal bersama mereka" tutur Faidah memberikan pengertian.
Kai menatap nenek nya, tatapan matanya sulit di artikan.
"Apa nenek sudah bosan bersama ku? Apa sudah tidak mau tinggal bersama ku di sini?"
Faidah menggeleng cepat, bukan seperti itu yang dia maksud.
"Jika nenek ingin Kai pergi, Kai akan pergi" lirih Kai. Dia membereskan buku buku nya di lantai pondok, kemudian memasukkan ke dalam tas.
Faidah menggeleng kuat, dia menarik tangan Kai dan memeluk nya.
"Tidak nak, nenek tidak bermaksud seperti itu. Nenek hanya ingin yang terbaik untuk kamu" jelas Faidah.
"Tapi Kai sangat baik di sini nek, Kai tidak mau kemana mana lagi. Tinggal bersama nenek, bibi ,dan kak Haico" ucap nya berusaha meyakinkan neneknya.
"Tapi Kai, nenek kasihan sama bunda kamu. Dia selalu menangis ketika menelfon nenek, dia rindu kepada mu" bujuk Faidah lagi.
Kai mengurai pelukan nenek nya, menyingkirkan tangan neneknya pelan dari tubuhnya.
"Jika bunda dan ayah rindu. Mereka bisa mengunjungi Kai ke sini" ucap Kai dingin.
"Tapi-" ucapan Faidah terhenti.
Kai menatap nenek nya dengan tatapan memohon, dia juga mengangkat kedua tangan nya memohon.
"Kai tidak mau membahas ini lagi nek, Kai mohon biarkan Kai tetap di sini, jangan membicarakan soal ini lagi" mohon Kai. Setelah itu, dia berbalik pergi meninggalkan nenek nya yang menatap kepergian nya dengan sendu.
"Nenek hanya ingin kamu kembali ceria Kai, kembali seperti cucu nenek yang dulu"lirih nya.
Arkaila merupakan seorang siswi SMA kelas 2. Memiliki wajah cantik dan tubuh tinggi ideal para pria.
Sikap nya yang jutek, cuek dan dingin. membuat dia jauh dari kata pacaran. Sejak dulu, hingga sekarang. Kai masih betah sendiri, bahkan dia juga tidak memiliki teman.
Kesibukan keseharian nya hanya sekolah, membaca buku dan termenung. Tidak ada gairah dalam hidupnya sejak 8 tahun yang lalu.
Karena itulah, keluarga nya merasa sangat sedih. Mereka tidak tahu apa penyebabnya, tiba-tiba Kai meminta pergi dari rumah dan tidak ingin kembali lagi.
Sejak saat itu, keceriaan seakan hilang dalam hidup Kai.
...----------------...
"Bun, ayah, ini sudah 8 tahun. Tapi, Kai masih saja memilih tinggal bersama nenek" tutur Ferdian. Kakak laki-laki Kai.
"Iya Bun, ayah. Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi" sambung Viona.
Fahmi mengangguk pelan, apa yang di ucapkan oleh kedua anak nya memang benar.
Sudah 8 tahun mereka membiarkan putri bungsu mereka tinggal jauh dari mereka. Meskipun Kai tinggal bersama ibu Fahmi, dan bersama adik perempuan Fahmi. Tetap saja, mereka sangat mengkhawatirkan nya.
"Benar mas, kita harus membujuk Kai kembali"imbuh Tari.
"Tapi Bun, kita kan tahu sendiri. Kai sangat keras kepala." lirih Fahmi. Dia sudah kehabisan akal memikirkan bagaimana cara agar putri nya kembali pulang.
Sudah sering mereka membujuk Kai, mereka sudah melakukan berbagai cara. Namun, Kai tetap tidak mau pulang.
"Sebenarnya ada apa sih, mengapa Kai sebegitu benci nya dengan rumah ini" gumam Viona heran. Mereka sama sekali tidak tahu, apa penyebab mengapa Kai memilih pergi. Sampai saat ini, semua itu masih menjadi misteri.
"Bukan rumah ini kak, tapi dengan kota ini, dan aku rasa juga bukan kota ini. Ada sesuatu masalah yang membuat Kai tidak mau tinggi sini" sela Ferdian.
"Gue juga berpikir begitu" sambung Viona lagi.
"Terus gimana dong, mama kangen banget sama Kaila" lirih Tari hampir menangis.
Viona langsung memeluk bunda nya, dia ikut sedih bila melihat bunda nya menangis seperti ini.
"Sudah Bun, jangan menangis. Kita pasti bisa membawa Kai pulang dan menetap lagi di sini" bujuk Viona berjanji pada bunda nya.
"Kita memang harus membawa nya pulang, apapun yang akan terjadi. 8 tahun sudah cukup mengikuti ego nya." gumam Ferdian serius.
"Benar, ayah sudah memikirkan sebua rencana untuk membawa Kai pulang" sahut Fahmi.
"Janji, ayah harus berjanji membawa Kai pulang" tuntut Viona.
"Iya ayah, bunda juga rindu rumah kita ini kembali di penuhi oleh canda tawa anak anak kita" balas Tari.
Fahmi mengangguk, dia berjanji di dalam hatinya. akan membawa putrinya kembali pulang.
Siang itu, menjadi siang yang mengharukan bagi keluarga Wilson. Di mana mereka semua sedang merindukan sosok Kaila.
Sedangkan orang yang mereka rindukan. sedang berjalan cepat membelah jalan perkebunan menuju ke rumah nenek nya.
Langkah kaki nya terlihat sangat cepat dan pasti. Tanpa dia sadari, air matanya nya mengalir membasahi pipi tembam nya.
...----------------...
Salam hangat dari penulis. Buat kamu yang sedang membaca karya ku ini, jangan lupa like dan komen nya yah. Dukungan mu adalah motivasi bagi author.
Jika berkenan, mohon di berikan penilaian bintang 5 yah. Dan berikan ulasan yang membangun. Terimakasih
Kai masuk ke dalam rumah, dia berjalan lurus menuju ke kamar nya.
Haico melongo, tangan nya menggantung di udara bersiap menyapa sepupu nya. Namun, melihat Kai tidak melirik ke arah nya, membuat Haico mengurungkan niatnya.
"Ada apa dengan nya?" gumam pria itu heran.
Blam.
Seketika Haico memejamkan matanya saat suara hempasan pintu kamar Kai terdengar sangat Kuat. Hal ini semakin membuat rasa penasaran di hati Haico semakin besar.
Pria itu melanjutkan langkah nya, dia bertemu dengan nenek nya di depan rumah.
"Nenek"
Haico berlari kecil menghampiri sang nenek.
"Apa Kai sudah tiba di rumah?" tanya Faidah.
"Sudah, dia masuk ke dalam kamar" jawab Haico dengan ekspresi bingung.
"Memang nya ada apa?" tanya Haico seraya menatap wajah nenek nya, menunggu jawaban apa yang akan di berikan oleh sang nenek.
Hufff...
Mendengar helaan nafas nenek nya, Haico bisa menebak apa yang terjadi.
"Nenek bertengkar lagi dengan Kai?"tebak Haico.
Lagi lagi Faidah hanya menghela nafas. Menandakan tebakan Haico benar.
Pertengkaran ini bukan lah yang pertama kali, sudah sering Faidah dan Kai bertengkar. Sampai Haico sudah merasa bosan melihatnya.
"Nek, kenapa sih. Nenek selalu membahas soal Kai. Biarkan saja dia di sini, biarkan Kai memilih di mana dia akan tumbuh dewasa" ucap Haico.
Dia kasihan kepada sepupu nya itu. Kai sudah menceritakan segalanya kepada Haico. Hanya kepada dialah Kai mengatakan segalanya.
Keluarga Kai hanya tahu, putrinya bertengkar dengan teman masa kecilnya. Entah apa masalah nya mereka tidak tahu.
"Kamu tidak tahu Haico, betapa menyakitkan jauh dari anak anak. Fahmi dan Tari pasti sangat menderita" lirih Faidah. Dia kasian pada putra dan menantunya itu.
"Tapi nek, mau bagaimana pun. Kai yang menginginkan tinggal di sini" sela Haico.
Faida menghela nafas berat. Dia duduk di teras rumah. Menatap hampa ke langit biru.
"Dia itu masih kecil, pemikiran nya masih labil. Jika di biarkan seperti ini terus, akan bahaya nanti." lirih nya.
"Lagi pula, akan lebih bagus sekolah di kota. Di yayasan tempat Viona dan Ferdian sekolah dulu sangat bagus dan terkenal dengan prestasinya" imbuh Faidah.
Benar juga, apa yang nenek nya katakan. Namun, Haico sudah terbiasa dengan keberadaan sepupu nya itu.
Huff ..
"Baik lah nek, mana yang baik nya aja. "lirih Haico pasrah, ia beranjak dari sana.
Di desa ini, Faidah dan putri kedua nya, adik dari Fahmi hidup mengelola perkebunan dan peternakan kambing.
Di desa ini mereka lah juragan nya, namun sifat mereka tidaklah sombong. Mereka sangat baik hati dan suka membantu orang.
Kai merasa nyaman tinggal di sini, karena bagi nya desa adalah tempat ternyaman nya. Tidak ada lagi masalah yang menghampiri nya, hidup tenang tanpa melihat orang itu.
"Hiks...Hiks...Mengapa mereka selalu memikirkan apa yang mereka mau? kenapa mereka tidak memikirkan perasaan ku juga?"
"Aku tidak mau kembali ke kota itu!"
Tangis Kai pecah di keheningan kamar nya. Dia tidak sadar Haico masuk dan duduk di samping nya.
"Kenapa kamu menangis?"tanya Haico mengusap rambut panjang adik nya lembut.
Kai mendongak, menatap Haico dengan mata yang di penuhi oleh air mata.
"Kak, aku gak mau pindah ke sana lagi. Aku benci kota itu. Aku tidak mau ke sana lagi!" adu Kai langsung memeluk kakak sepupunya itu.
Pria baru beranjak dewasa itu hanya bisa menghela nafas,dia tidak tahu harus berkata apa pada adik nya ini.
"Kak, kenapa kakak diam saja?"
Kai mengurai pelukan mereka, menatap wajah Haico yang tampak bingung.
"Apa kakak mulai sependapat dengan mereka?" Kai mendorong kakak nya menjauh darinya. Melihat Haico yang diam saja, Kai sudah bisa menebaknya.
"Kai, bukan seperti itu. Tapi, ini sudah 8 tahun. Mengapa kamu tidak mencoba untuk melawan masa lalu mu."
"Kakak yakin, dia pasti merasa senang jika kamu seperti ini" ucap Haico berusaha meyakinkan adik sepupunya.
"Kamu sudah dewasa, kamu cantik. Kenapa kamu tidak membalas dendam saja"
"Kamu bisa menunjukkan pada nya, jika kamu itu kuat. Kamu tidak akan mudah di jatuhkan hanya karena masalah seperti itu!"
Haico terus memberikan semangat, meyakinkan adik nya yang pernah masuk ke dalam lubang masa lalu.
"Tidak, aku tidak Sudi bertemu dengan nya" putus Kai memalingkan wajah nya dari Haico.
Hufff...
Haico menghela nafas dalam, dia tidak bisa memaksa adik nya. Semua ini pilihan nya, dia yang akan menjalaninya dan dia yang akan menentukan nya.
"Ya sudah, kakak keluar dulu. Kakak harap, kamu bisa memikirkan kembali"
Setelah mengatakan hal itu, Haico langsung beranjak keluar dari kamar Kai.
"Tidak, aku tidak akan kembali! aku tidak Sudi bertemu dengan pria itu lagi" kekeuh Kai dalam hati. Dia sudah memantapkan hatinya untuk tidak kembali. Maka dia tidak akan pernah kembali.
...----------------...
Malam hari nya, ketika menonton tv di ruangan keluarga. Kai terlihat seperti biasanya. Duduk di sofa samping nenek nya.
Suasana telah kembali seperti semula, tidak ada kekesalan yang tadi siang terjadi.
Ini lah yang paling enak dengan Kai. Dia akan bersikap seperti biasa setelah menenangkan hatinya.
Di saat keseruan mereka menonton tv. Tiba-tiba lagu yang berjudul we don't talk anymore, sebagai nada dering panggilan masuk ponsel Kai berbunyi.
Gadis itu menoleh, dia meraih ponselnya saat melihat Foto bunda nya terpampang nyata di layar ponselnya.
"Bunda" gumam nya Tampa ekspresi.
Kai menerima panggilan itu, dia terlihat biasa saja. Kai tahu, apa yang akan menjadi topik pembicaraan mereka.
Percakapan basa basi sekedar melepas rindu pun berlangsung. Kai menjawab setiap pertanyaan bunda nya seadanya saja.
Namun, tiba tiba wajah bunda nya menghilang, dan berganti menjadi wajah ayah nya.
"Kai. ayah dan Bunda gak mau tahu. Kamu harus pindah ke sini Besok pagi!" tegas Fahmi Tampa basa basi.
Deg
Kai merasa tubuh nya membeku, saat mendengar kata kata dan nada suara ayah nya yang terdengar memaksa dan penuh penekanan.
"Ayah, Kai mau di sini" tegas Kai dingin.
"Tidak, Kamu harus kembali. Ayah tidak mau tahu, besok kamu harus pulang ke sini dan menetap di sini bersama kami!"
Jleb.
Bibir Kai tertutup rapat, Haico dan Faidah yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menatap Kai.
"Jika kamu tidak mau, maka jangan panggil aku atau pun Tari sebagai bunda mu."
"Terserah kamu mau dengar atau tidak. Keputusan ada di tangan kamu."
Klik.
Panggilan terputus. Seketika itu air mata Kai mengalir deras. Faidah tidak mampu melihatnya. Dia langsung memeluk tubuh ramping cucunya. Begitu juga dengan Haico.
Cukup lama Kai berpikir, dia tidak tidur semalaman memikirkan perkataan ayah nya.
Percakapan mereka semalam masih terngiang jelas di telinga nya.
Huff Hah..
Apa yang harus aku lakukan? aku tidak ingin kembali, sedangkan ayah dan bunda memaksa ku.
Huff haa...
Lagi lagi terdengar suara helaan nafas berat Kai. Ini sungguh sulit bagi nya.
Setelah sarapan, Kai biasanya akan pergi berkeliling di desa. Atau pergi ke perpustakaan pusat desa untuk mencari buku yang belum pernah dia baca.
Namun, kali ini Kai memilih untuk kembali ke dalam kamar nya. Otak nya tidak bisa bekerja dengan baik saat ini. Mood nya untuk membaca buku sama sekali tidak ada.
"Ada apa dengan Kai?" tanya ibu Haico. Dia menatap kepergian Keponakan penuh tanya.
"Tumben banget kembali ke kamar" gumam nya lagi.
"Kai pasti bingung Bu, dia di paksa sama paman untuk kembali ke kota. Tapi, Kai tidak mau" tutur Haico menjelaskan.
Mimik wajah ibu Haico tampak terkejut. Dia tidak tahu apa permasalahan nya, tapi dia tidak suka kakak nya melakukan hal ini kepada keponakan nya.
Haico melihat ibu nya hendak menghubungi paman nya. Dengan gerakan cepat Haico menahan tangan ibu nya yang sudah memegangi ponsel nya.
Ibu Haico menatap penuh tanya pada putranya, atas apa yang saat ini sedang dia lakukan.
Namun, Haico menggeleng pelan.
"Bu, jangan. Biarkan Kai memutuskan semua nya. Ini menyangkut masa depan nya" ujar Haico.
Faidah yang mendengar ucapan cucu nya tersenyum bangga. Haico sudah mengerti apa yang dia katakan kemarin.
"Anak yang cerdas" gumam Faida menatap Haico.
Di dalam kamar.
Drrrttt....Drrrtt...
Kai melirik ponsel nya, dia melihat ada sebuah pesan dari Kak Viona.
From Viona
Lo jadi balik gak? ayah sama bunda sudah dua hari gak makan.
Syok, tentu saja Kai terkejut membaca pesan singkat yang kakak nya kirim.
Jari lentik nya langsung menari di atas layar ponsel untuk membalas pesan kakak nya.
To Kak Viona
Kenapa gitu? suruh makan lah. Nanti ayah bunda sakit.
Drrrttt...
Kai langsung membuka pesan dari kakak nya, dia sangat khawatir dengan kesehatan kedua orang tua nya.
From Kak Vion.
Mereka gak mau makan, sebelum Lo pulang.
Deg.
Kai kembali terdiam, ayah dan bunda nya benar benar nekat.
Apa yang harus aku lakukan? apa aku harus pulang dan kembali di kota itu?
Tidak, aku tidak bisa bertemu dengan pria itu lagi. Aku tidak Sudi.
Tapi aku harus apa? Ayah sama bunda gak akan makan jika aku tidak pulang
Arrggg.... Kai mengerang sendiri, dia geram dan bermonolog sendiri seperti orang gila.
Ini benar-benar keputusan yang sulit bagi Kai.
Huh..
Dengan hembusan frustasi, Kai akhirnya memutuskan untuk kembali. Dia lebih mementingkan kedua orang tuanya di bandingkan dengan masa lalu nya.
Kai mengemasi barang barang nya, dia akan berangkat hari ini juga ke kota X. Di mana kedua orang tuanya dan kedua saudara nya tinggal.
Sementara di lain tempat, Fahmi, Tari dan kedua anak mereka duduk di meja makan. Mereka sedang menikmati makan siang mereka dengan hati penasaran.
Apakah Kai akan kembali? atau dia tahu jika mereka sedang bersandiwara.
"Apa ayah yakin, dengan mengancam seperti itu Kai akan pulang?" tanya Ferdian harap harap cemas.
"Tentu saja, ayah yakin putri ayah akan segera kembali"
"Kalau gak gimana?" seru Viona sendu.
"Tenang saja, kita akan menggunakan cara kedua." jawab Tari tersenyum menghibur anak anak nya.
"Apa?" tanya Viona penasaran.
"Nanti kamu akan tahu sendiri " jawab Tari melirik suaminya. Karena semalam Tari dan Fahmi sudah merencanakan segalanya.
"Hum..." gumam Viona mengangguk pasrah.
Mereka akhirnya kembali melanjutkan makan siang yang sempat tertunda.
...----------------...
Haico berdiri di depan pintu rumah, menatap Kai yang sedang memegang koper nya. Dia masih belum percaya, Kai akhirnya memutuskan untuk kembali.
Antara senang dan sedih, Haico hanya bisa tersenyum pada sepupunya itu.
"Semoga ini keputusan mu yang terbaik dek" seru Haico menepuk bahu Kai.
Kai membalas nya dengan senyum tipis, di pelupuk mata nya, sudah bertumpuk air mata yang siap terjun andai Dia mengedipkan matanya sekali saja.
Namun, Kai berusaha untuk menahan nya. Dia tidak boleh sedih, apapun yang akan dia tempuh nantinya, dia akan siap menerima.
"Jangan sedih, aku akan sering ke sini. Bagi ku, jarak rumah dengan desa tidak lah jauh" hibur Kai.
Haico mengangguk, dia memeluk sepupunya. Wanita yang selama ini menemani keseharian nya di perkebunan dan peternakan. Kai adalah teman curhat Haico. Begitu pula sebaliknya.
Kai beralih menatap sang nenek. Wanita tua yang sering menjadi kawan pertengkaran Kai.
"Sering sering lah ke sini, aku akan merindukan pertengkaran kita" ujar Faidah.
Kai mengangguk, dia memeluk neneknya erat.
"Aku pergi memenuhi ucapan nenek, mencoba untuk mengalah dengan masa lalu. " balas Kai lagi.
Faidah mengangguk pelan, dia mengusap kedua pipi cucu nya, kemudian mengecup kening nya.
"Belajar lah yang rajin, di sekolah baru mu nanti, bawakan aku nilai mu yang bagus ketika libur sekolah nanti" seru Faidah berusaha menahan air mata agar tidak menetes.
Kai mengangguk pelan, air mata berhasil lolos dari sudut matanya. Dia tidak bisa menahan nya lagi, Kai langsung memeluk neneknya.
"Kai akan merindukan nenek" tangisnya.
"Yah, aku juga akan merindukan mu cucu ku"
Kai menangis di dalam pelukan nenek nya, kemudian beralih pada bibi cantik nya.
"Bi, Kai pamit yah."
"Iya sayang, semoga selamat sampai di kota. Nanti sering sering ke sini" ucap ibu Haico.
Kai mengangguk pelan, bibir nya bergetar menatap nenek, Haico dan juga bibi nya. Rasa nya Kai tidak mau pergi dari tempat ini. Tapi, dia juga tidak bisa tetap tinggal. Mungkin, sudah saat nya dia kembali bersama ayah dan bunda nya. 8 tahun bukan lah waktu yang singkat.
"Ayo non, kita ke bandara sekarang. Nanti keburu telat " peringat supir yang Faidah tugaskan untuk mengatur kepulangan Kai.
Kai mengangguk, dia menatap nenek nya. Mereka kembali berpelukan. Haico juga, dia memeluk Kai sebelum gadis itu masuk ke dalam mobil.
"Hati hati sayang" ibu Haico.
"Hubungi nenek setelah tiba nanti" Faidah.
"Setelah lulus SMA, Aku akan ke sana" Haico.
Kai tersenyum getir, dia masuk ke dalam mobil. Menatap nenek, Haico, dan ibu Haico sedih.
"Aku pergi" seru Kai. Mereka mengangguk, melambaikan tangan melihat mobil yang menumpangi Kai berjalan melaju meninggalkan pekarangan besar rumah Faidah.
Huff..
Kai menghela nafas dalam, menghapus air mata nya kasar.
Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat. Jarak bukan lah apa apa.
Kai berusaha menyemangati dirinya sendiri. Dia tidak mau terlihat lemah di mata orang lain. Dia harus kuat dan tidak bisa di tebak oleh mereka mereka yang tidak Kai sukai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!