NovelToon NovelToon

(Melody) Terjerat Pesona Dokter Tampan

Part 1

Tampak seorang pria matang yang akan menginjak usia 28 tahun tengah berdiri di depan cermin, sambil mengancingkan kancing lengan kemeja panjangnya. Dialah Reinart Zafri Chairil. Panggil saja Zafri. Anak dari seorang jenderal polri yang bernama Zafri Arkana Chairil dan ibunya yang bernama Ceisya Aliyana Raquel. Memiliki adik bungsu yang usianya terpaut 6 tahun darinya. Namanya Aiyla Shakiela Chairin.

Tumbuh besar dengan penuh kasih sayang sang ibu dan ketegasan sang ayah membuatnya menjadi orang yang disegani. Zafri adalah lulusan S2 di Universitas Harvard, salah satu universitas terbaik di dunia. Zafri juga termasuk mahasiswa unggul, lulus dengan kemampuan dan keterampilan yang memuaskan. Hingga kini Zafri berhasil menyandang gelar Doctor Of Medicine atau MD.

Jika ditanya kesiapan apa yang ia punya untuk membangun rumah tangga? Jawabannya semuanya sudah siap. Baik secara fisik maupun finansial. Hanya saja, sampai saat ini Zafri belum juga mendapatkan calon istri. Ya, itu yang menjadi permasalahan utama. Dan beruntungnya, kedua orang tuanya tidak mempermasalahkan hal itu. Namun, semenjak sang adik menikah, situasi itu berubah 369°. Awalnya yang tidak dipermasalahkan kini malah menjadi masalah besar. Setiap hari ia selalu ditanya kapan nikah, sudah mendapatkan calon istri belum?

Setelah merasa penampilannya cukup perfect, Zafri segera menyambar tas kerjanya yang berada di atas kasur.

Penampilannya bak raja yunani. Garis-garis ketampanan yang tidak diragukan lagi. Memiliki alis yang kuat, garis ketampanan yang begitu jelas, hidung mancung, serta bibir sedikit tipis. Sifat dingin sang ayah sangat menurun kepadanya. Terkadang ibunya sering mengeluh saat putra sulungnya itu irit bicara. Berbanding terbalik dengan adik bungsunya yang terkesan cerewet dan ceria.

Dengan gaya coolnya, ia berjalan menuruni setiap anak tangga. Jangan lupakan stelan kerjanya yang begitu aduhai membuat para kaum hawa terpesona.

"Pagi, boy!" seru Ceisya yang asik menata sarapan di atas meja saat melihat putra sulungnya baru menampakkan diri.

"Hmmm... pagi, Ma. Papa mana?" tanya Zafri sambil meletakkan tas kerjanya di kursi samping. Pria itu lekas mengambil duduk di kursinya.

"Mungkin sebentar lagi turun. Nah! Itu dia." ucap Ceisya sembari menunjuk suaminya yang baru saja turun dari lantai atas. Padahal kamar mereka berdampingan, kenapa Zafri sampai tidak tau kalau sang ayah sudah keluar atau belum.

"Pagi." sapa Zafran dengan tampilan seragamnya. Diusia yang menginjak kepala empat, Zafran tampak masih gagah. Begitu juga dengan Ceisya yang masih seperti wanita berusia dua puluhan.

Zafran berjalan ke arah istrinya yang sudah duduk di kursinya. Dan seperti biasa pria separuh baya itu akan mendaratkan ciuman mesra kepada istrinya. Lalu setelahnya baru duduk di kursi paling ujung yang biasa disebut sebagai kursi kepala keluarga.

"Ada Zafri!" tegur Ceisya yang sudah berulang kali. Namun, entahlah suaminya yang sudah pikun ataukah telinganya yang sudah tidak mampu membendung saran.

Sang pemilik nama yang disebut hanya bersikap cuek sambil terus menyantap sarapannya. Hal barusan bukanlah sekali dua kali saja, namun, sudah ribuan kalinya.

"Zafri juga gak komplen. Iya gak, boy?" sahut Zafran meminta persetujuan dari sang putra.

Zafri hanya mengangguk mendengarnya tanpa melihat lawan bicara.

"Haish! Kalian itu sama saja!" cibir Ceisya. Dikelilingi oleh dua orang pria yang irit bicara sering membuatnya harus menekan sabar. Kadang Ceisya seperti berbicara kepada batu, tidak ada sahutan sama sekali. Zafri benar-benar menuruni sifat ayahnya.

"Tentu. Zafri adalah bibit unggulku." balas Zafran.

Kebiasaan Ceisya dari dulu kini terbawa, yaitu suka memutar bola matanya.

Tiba-tiba Zafri meletakkan sendok dan garpunya hingga menimbulkan dentingan kecil karena memang ia tidak meletakkan benda itu dengan kasar. Ia mengambil gelasnya yang terisi air putih lalu meneguknya hingga tersisa setengah.

"Mama, mau berangkat bersama siapa." tanya Zafri sembari mengelap sudut bibirnya menggunakan tisu.

"Bukankah hari ini kamu ada operas pagi? Mungkin mama pergi diantar papa kamu aja." jawab Ceisya.

Anak dan ibu itu sudah seperti sepasang kekasih yang tidak pernah lepas. Keduanya pun bekerja di rumah sakit yang sama. Ya, saat ini Ceisya masih mengemban tugasnya sebagai seorang dokter. Dokter spesialis bedah mulut. Sedangkan Zafri adalah dokter ahli bedah yang kemampuannya sudah tidak diragukan lagi.

"Oke." setelahnya Zafri langsung berpamitan kepada kedua orang tuanya. Jika ada yang bertanya, di mana keberadaan adik bungsunya? Adik bungsunya kini sudah menikah tiga bulan yang lalu dan sekarang diboyong ke kediaman keluarga suaminya.

"Anak kamu itu!" cibik Ceisya sembari melihat kepergian putra sulungnya.

"Anak kita." ralat Zafran akan perkataan istrinya. Ceisya hanya mampu menahan senyum. Tidak terasa rumah tangganya kini sudah berjalan selama 28 tahun. Lumayan lama. Meskipun banyak sekali rintangan yang harus mereka lalui untuk mencapai di titik yang sekarang.

.

.

.

Berbeda dengan Zafri. Di sebuah ruangan bernuansa pink tampak seorang wanita masih tertidur nyenyak. Bukan di atas kasurnya yang empuk, melainkan di meja kerjanya.

Suara kicauan burung dan terik matahari yang mulai masuk melalui celah gorden kamarnya tidak membuat wanita itu terusik sama sekali. Namun, kali ini tidurnya mungkin terusik saat ponselnya berbunyi nyaring disertai getaran.

Tangannya mencoba mencari letak sumber benda persegi panjang nan pipih. Masih terus mencoba menemukan ponselnya dengan mata tertutup, akhirnya ia menemukannya juga.

Wanita itu langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa penelfom tersebut.

"Halo." sahutnya dengan suara seraknya.

"HEIIIII! YAKKKKK! KAU BARU BANGUN, HEH!!" suara cempreng dari balik telfonnya langsung membuat sang wanita terbelalak kaget. Jantungnya hampir copot, baru bangun dengan nyawa belum terkumpul tetapi sudah diberi alarm yang terdengar menjengkelkan.

"Ya." jawabnya malas diiringi dengan decakan kesal. Ia duduk tegak dengan punggung bersandar di sandaran kursi. Matanya masih terbuka sayup.

"Oh god! Cepat buka pintu Apartemenmu. Sekarang!"

Tutt

Panggilannya mati secara sepihak membuat sang wanita memberengut kesal. Dengan malas ia beranjak dari tempatnya. Begitu bangkit, ia merasakan seluruh tubuhnya nyeri karena posisi tidur yang tidak nyaman.

Wanita itu berjalan menuju pintu apartemennya.

Klik

Ya seperti itulah bunyinya ketika ia berhasil membuka pintunya.

"Kau mengganti passwordnya?!" sarkas seseorang dari luar begitu pintunya terbuka.

"Ya, maaf. Kemarin malam aku terpaksa menggantinya."

"Lagi?" ujar Liona.

"Hm. Masuklah!" ajak wanita itu lalu menutup pintu apartemennya kembali.

"Kau tunggulah di sini. Aku akan membersihkan diri."

"Oh god! Melody, waktumu hanya tersisa 20 menit." balas Liona langsung membuat sang pemilik nama menghentikan langkahnya yang akan memasuki kamar.

"Aku tau itu, Lio." jawab Melody, pemilik apartemen itu.

Sepuluh menit kemudian, tampak Melody sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Ia langsung menyambar tasnya dan tidak lupa memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Kau tidur larut lagi, Mel?" tanya Liona begitu Melody menghampirinya.

"Ya begitulah." jawab Melody sambil memasang sepatu kets berwarna putih miliknya.

"Andai kau menolak kontrak sialan itu." ujar Liona.

"Sudahlah. Ini bukan waktunya untuk berdebat. Katamu waktunya hanya sedikit, maka cepatlah! Jangan mengomel." tegur Melody sambil menarik paksa tangan Liona.

Sekarang keduanya sudha berada di dalam mobil sedan berwarna merah. Kali ini Liona yang menyetir mobil, bukan kali ini, tapi, selalu.

Sedangkan Melody tampak sibuk berkutat dengan alat make up karena sebelumnya ia tidak sempat untuk memakai make up.

"Jam berapa rekamannya?" tanya Melody pelan sembari memakai maskaranya.

Liona melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Jam delapan." jawab Liona melirik sekilas ke arah Melody.

TBC

Part 2

Di ruangan itu hanya terdengar suara monitor yang mendeteksi denyut jantung di setiap waktunya. Seorang pasien yang terbaring lemah setelah mendapatkan suntikan obat bius, dan beberapa petugas yang akan mengoperasi. Tampaknya dokter yang menangani operasi tersebut adalah dokter bedah lulusan terbaik di Harvard. Dialah Zafri.

Dengan mengenakan baju OK (Operatie Kamer), dilengkapi dengan masker beserta alat-alat yang pastinya sudah steril dari bakteri.

Lampu operasi menyorot ke arah bagian tubuh pasien yang akan dioperasi. Zafri mengangkat tangannya setengah, ia berdiri tepat di hadapan pasiennya.

"Mari kita mulai sekarang." ujarnya memberitahu kepada tim medis yang bertugas.

Suasana sunyi. Hanya terdengar suara monitor yang berbunyi.

"Pinset." dengan sigap tim medis bagian perawat langsung mengambil alat tersebut.

Semuanya tampak cekatan. Tidak ada namanya acara-acara lama loading atau terbengong.

"Gunting."

"Kasa. Perhatian diseksi!"

"BP 127, 87."

"Detak jantung 78. Semuanya baik-baik saja."

Operasi yang berjalan sekitar 2 jam-an itu berjalan dengan lancar. Tampaknya Zafri benar-benar menguasi ruang operasi dan segala tindakannya. Sekarang ia sudah berada di ruangannya tengah memeriksa dokumen-dokumen penting milik pasiennya. Entah sudah berapa lama ia berkutat dengan dokumen itu dan komputernya.

Ceklek

Pintu yang terbuka pun sampai tidak ia sadari lantaran sangat fokus dengan pekerjaannya. Seseorang dengan jas kebesarannya masuk ke dalam ruangannya.

"Hei, bro. Waktunya makan siang." tegur seorang pria tersebut.

Zafri tidak menjawab, ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Selang beberapa menit kemudian Zafri menutup dokumen tersebut dan meletakkannya di atas meja.

Pria yang berusia 27 tujuh tahun itu mendongakkan kepalanya. Melihat seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya.

"Oke." jawab Zafri lalu bangkit dari duduknya. Berjalan mendahului sahabatnya.

"Ada acara malam ini?" tanya Bima sambil menepuk bahu Zafri setelah berhasil mengejar ketertinggalannya. Namanya Bima Yoga, anak dari Reva dan Daniel, sahabat mama dan papanya. Ya bisa dibilang orang tua mereka itu couple date dan berjalan sampai ke pernikahan. Reva dan Daniel menikah satu tahun setelah Ceisya dan Zafran menikah. Dan ajaibnya mereka sama-sama mengandung di tahun yang sama. Dan umur Zafri dan Bima hanya terpaut beberapa bulan saja dengan Zafri yang lebih tua.

"Tidak." jawab Zafri terus melangkah lebar.

"Baiklah, baiklah. Temani aku nanti malam bagaimana?" ajak Bima sambil tangannya ia gandengkan di leher Zafri.

"Penting?" balas Zafri.

"Ya, sangat penting. Kita sudah lama tidak bersenang-senang."

"Ayolah!" Bima mengeratkan tangannya di leher Zafri.

Zafri yang risih langsung melepaskan tangan Bima dari lehernya. Pria itu berjalan cepat, meninggalkan Bima yang masih membujuknya.

"Ayolah, bung!" teriak Bima. Sifat Zafri dan Bima bisa dibilang berbanding terbalik. Zafri yang cuek dan irit bicara sementara Bima memiliki sifat ceria dan humoris. Jangan ditanya sifat keduanya itu dari siapa, tentunya dari orang tua mereka. Tepatnya ayah.

Bima yang sudah terbiasa dengan sifat Zafri sedari kecil langsung mengejar sahabatnya. Tujuan Zafri saat ini hanya satu, mengajak sang mama untuk menyantap makan siang bersama.

Mereka bertiga duduk di satu meja yang sama. Sesaat mereka fokus dengan makanannya. Kehadiran Ceisya bukanlah penghalang bagi mereka untuk mengobrol ala anak-anak muda karena Ceisya bisa dibilang orang tua yang menyesuaikan zaman. Wajahnya juga masih seperti wanita dua puluhan. Masih awet tentunya.

"Tante, apa Zafri ada acara nanti malam?" tanya Bima kepada Ceisya-mama Zafri.

Wanita berusia kepala empat itu sempat mengernyitkan dahinya bingung. "Tidak ada. Kenapa, nak?" tanya Ceisya.

Bima menghembuskan nafasnya berat, dan itu terdengar di telinga Zafri dan sang mama. "Tidak ada, Tante. Bima hanya mengajak Zafri untuk keluar nanti malam. Dan Zafri masih aja menolak."

"Aku tidak bilang menolak." sela Zafri merasa Bima mengadu kepada mamanya.

"Tapi, responmu seperti menolak, Zaf. Tapi, tenang saja. Aku tau pasti kau tidak akan menolak ajakanku." balas Bima dengan percaya dirinya.

"Memangnya kau siapa, huh!"

"Sudah, sudah. Zafri, ikut saja ajakan dari Bima. Kamu sudah tidak muda lagi, Sayang. Waktunya mencarikan menantu perempuan untuk mama." Ceisya menepuk-nepuk pelan bahu putranya.

Uhukkk uhukkk

Zafri langsung tersedak makanannya. Bayangkan saja, tiba-tiba dan untuk pertama kalinya sang mama berkata demikian.

Ceisya reflek mengambil air minum untuk putranya dan mengelus pelan bahu pria itu.

"Mama, kenapa tiba-tiba berkata begitu?" tanya Zafri setelah berhasil menguasai dirinya akan keterkejutannya.

"Mama tidak salah bukan? Umur kamu sudah 27 tahun. Mama jadi khawatir kalau putra sulung mama itu tidak normal."

"Apa!!?" sentak Zafri begitu terkejut.

Sebagai sahabat yang baik, Bima tentulah membantu Zafri dengan menertawakan sahabatnya. Namun, sesaat tawanya itu langsung berhenti kala Ceisya berucao kembali.

"Apakah kalian berdua ada hubungan spesial?" seru Ceisya semakin membuat suasana memanas.

"Mana mungkin, Tante! Bima itu pria tulen dan perkasa. Dan Bima juga sudah punya pacar!" bela Bima kepada dirinya sendiri.

"Iya! Apa Mama juga tidak percaya kalau Zafri itu pria normal?" sambung Zafri.

Ceisya menghembuskan nafasnya panjang. "Bukannya mama tidak percaya, Sayang. Bagaimana mama bisa percaya, di umur kamu yang sekarang, tidak ada satu pun wanita yang kamu ajak datang ke rumah. Selalu Bima yang datang. Makanya mama curiga dan khawatir kalau putra mama tidak normal."

Bima mengangguk-anggukkan kepalanya, setuju akan perkataan mama dari sahabatnya. "Bima setuju, Tante. Jodohkan saja Zafri dengan wanita pilihan Tante." pancing Bima.

Zafri melebarkan matanya. Baru saja ia akan berkata, namun, sudah dipotong oleh mamanya.

"Mama setuju dengan apa yang Bima katakan. Baiklah, nanti malam mama akan diskusikan bersama papamu." bagaikan terkena sengatan listrik, Zafri benar-benar terkejut. Ini semua ulah Bima! Ulah Bima yang sudah memancing mamanya! Ingatkan Zafri untuk membalas perbuatan Bima barusan.

"Ma--"

"Mama paham, Sayang. Ini semua demi masa depan kamu. Adik kamu aja sudah menikah dengan Rakha. Lalu, kamu kapan?"

Zafri hanya bisa pasrah ketika sang mama angkat bicara. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Dari sinilah kehidupan yang berbeda akan dimulai. Faktanya Zafri benar-benar tidak ada waktu untuk menjalin hubungan dengan perempuan. Zafri selalu sibuk dengan dunianya. Apakah mungkin nasibnya akan sama seperti sang mama dulu? Yang awalnya memiliki prinsip tidak akan menjalin hubungan, bedanya saat itu sang mama masih menempuh pendidikan. Sedangkan dirinya sudah ditahap berbeda. Dan akankah hatinya bisa didobrak oleh seorang perempuan di tengah-tengah kesibukannya?

•••

"Baiklah, mari kita sambut penyanyi papan atas kita. Melody!"

Suara gemuruh tepukan tangan di sebuah ruangan konser begitu riuh saat seorang perempuan naik ke atas panggung. Penampilannya sungguh membuat penonton yang hadir langsung berdecak kagum. Selain cantik, idola mereka juga memiliki suara emas yang dapat menggemparkan dunia.

"Baik. Terima kasih atas kehadirannya. Saya Melody, akan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul 'Ku menunggu."

"Huuuuuuuuuuuuuuuuuu..." suara teriakan histeris langsung memenuhi ruangan yang begitu luas. Beberapa detik kemudian suara menjadi sunyi kala musik dimainkan.

Lagu yang berjudul 'Ku menunggu adalah lagu favorit Melody. Entah mengapa ia begitu suka menyanyikan lagu tersebut. Ditambah suaranya yang begitu merdu membuat pendengar merasa terhibur dan puas.

Ruangan menjadi gemuruh saat Melody mengarahkan mikrofonnya ke arah penonton. Para penontonnya juga tidak kalah saing, mereka langsung bernyanyi kala idola mereka mengarahkan mikrofonnya.

"Haruskah ku bilang cinta."

"Hati senang namun bimbang."

"Ada cemburu juga rindu."

"Ku tetap menunggu..."

"Ku tetap menunggu uuuu uuuu..."

-TBC-

Part 3

"Melody."

"Ya?" Melody yang tengah duduk di depan cermin besar sambil merapikan make up-nya langsung menoleh saat seseorang memanggil namanya.

Seorang laki-laki tegap mengenakan jas tampak mendekatinya. Menyanggah sedikit tubuhnya dengan tangan ia letakkan di sisi meja. "Malam ini ada acara?" tanya si pria.

Melody meliriknya sekilas, kemudian kembali meluruskan pandangan ke arah cermin. "Tidak ada. Kenapa?" tanya Melody sambil mengganti antingnya dengan anting yang biasa ia kenakan.

"Emm, begini... aku mengajakmu untuk makan malam. Apakah bisa?"

"Hanya berdua?" selidik Melody. Ia menegakkan tubuhnya saat penampilannya sudah rapi lalu menatap pria di sampingnya.

"Ya, bisa dibilang begitu."

Melody melirik ke arah jam tangannya. Kemudian ia mengambil tasnya yang terletak di atas meja rias. Wanita berusia 24 tahun itu bangkit dari duduknya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Maaf, Gio. Aku ada janji dengan Liona malam ini." ujar Melody memberitahu. Langsung saja ia berjalan meninggalkan pria tersebut yang ternyata langsung mengejarnya.

"Kalau untuk besok malam?" tanya Gio mengejar Melody dan mensejajarkan langkahnya.

"Liona, ayo pergi sekarang!" bukannya menjawab pertanyaan Gio, Melody malah memanggil Liona yang tampak berbincang-bincang dengan salah satu staff di sana.

"Ah ya, baik, Mel. Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa." para staff yang sebelumnya berbincang dengannya langsung menganggukkan kepala dan mempersilahkan Liona.

Liona berjalan mendekati dan langsung memeluk lengan Melody dan membawanya pergi keluar dari ruangan tersebut.

"Kalian mengobrol?" tanya Liona saat dalam perjalanan menuju parkiran.

"Tidak juga." jawab Melody.

"Baiklah."

"Gio mengajakku makan malam." beritahu Melody akan percakapan singkatnya dengan Gio tadi di ruang make up.

Liona menghentikan langkah kakinya yang otomatis Melody juga ikut berhenti karena lengannya di pegang oleh Liona. "Kau menerimanya?" seru Liona penasaran.

Melody menggelengkan kepalanya sebagai respon. "Kenapa?" sentak Liona kaget.

"Tidak ada. Sebagai gantinya, bagaimana kalau nanti malam kita jalan-jalan?" tawar Melody tiba-tiba kepikiran. Persoalan janjinya dengan Liona yang ia katakan kepada Gio tadi sebenarnya bohong.

"Tidak buruk. Baiklah, nanti malam aku akan menjemputmu."

"Oke." keduanya kembali melanjutkan perjalanan dengan diselingi obrolan seru yang tentunya topiknya tidak ada habisnya ketika mereka mengobrol. Sekedar informasi. Melody adalah penyanyi papan atas yang baru-baru ini banyak diperbincangkan oleh khayalak ramai akan suara dan parasnya yang cantik. Dan Liona adalah sahabat sekaligus managernya yang mengatur semua jadwalnya. Keduanya sudah berteman sangat lama sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Persoalan asmara tentulah tidak asing di kehidupan mereka. Banyak lelaki yang mendekati keduanya. Bahkan sesekali mereka diajak makan malam ataupun menghadiri acara penting. Namun, ketika diajak untuk menjalin hubungan asmara, mereka jelas menolak. Alasannya sangatlah mudah, mereka mengatakan kalau tidak ada pria yang membuat hati mereka bergetar. Anggap saja seperti itu.

•••

Malam harinya Zafri benar-benar dibuat pusing akan obrolan kedua orang tuanya. Kalau bukan gara-gara perkataan Bima tadi siang, tidak mungkin kedua orang tuanya kini mendiskusikan persoalan perjodohannya. Ternyata, sang papa sama saja dengan mamanya.

"Bima sialan! Awas saja kau!" batin Zafri merutuki tingkah sahabatnya.

Tampak pria itu duduk pasrah di hadapan kedua orang tuanya yang sedang berbincang serius mengenai perempuan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Beberapa kali Zafri menghembuskan nafasnya kasar saat sang mama terus mengatakannya tidak normal saat ia memberontak. Ayolah, Zafri adalah pria dewasa yang tentunya dalam hal percintaan tidak akan senang apabila orang tuanya ikut campur.

"Papa ada kenalan. Dia adalah anak dari teman papa. Orangnya juga cantik, sukses, dan tentunya pandai dalam mengurus hal rumah tangga." seru Zafran setelah mengakhiri obrolannya dengan sang istri.

"Iya. Kalau kamu tidak cocok dengan pilihan papamu, mama akan mengenalkan wanita pilihan mama. Kamu tidak perlu khawatir, kenalan teman mama banyak. Kebanyakan profesinya sama seperti kamu yaitu dokter. Nanti kamu tinggal bilang wanita mana yang kamu suka. Kalau tidak, mama akan mencarikan kamu wanita dari pesantren tempat adik kamu tinggal se--"

"Pa, Ma, cukup! Ayolah, Zafri sudah dewasa. Mama Papa sabar dong, nanti juga Zafri bakal kenalin wanita pilihan Zafri." potong Zafri merasa jengah.

"Lagian Zafri juga belum tua-tua amat. Baru juga 27. Belum kakek kakek yang tumbuh ubannya kan?" apakah perkataannya barusan bisa dibilang lelucon? Disaat-saat genting seperti itu, bisa-bisanya Zafri berbicara demikian.

"Tapi, baru kemarin lusa mama menemukan uban di kepalamu. Berarti sudah tua. Iya kan, Sayang?" tanya Ceisya kepada suaminya, Zafran.

"Iya, Papa sama Mama aja belum tumbuh uban. Tapi, kamu sudah mendahului kami berdua." lanjut Zafran lagi mengompori.

"Ck! Cuma satu helai, Ma, Pa. Bukan masalah besar." sangkal Zafri membela diri. Yup, kemarin lusa sang mama menemukan uban di kepalanya. Hanya satu helai. Mungkin tumbuhnya uban tersebut disebabkan oleh stress. Karena baru-baru ini Zafri sangat sibuk dengan penelitiannya terhadap penyakit pasiennya.

"Ya ya ya. Lupakan itu. Intinya, mulai minggu depan mama minta kamu untuk menghadiri makan malam bersama wanita pilihan mama."

Ada yang mengatakan kalau kedua orang tuanya adalah orang tua yang menyesuaikan zaman. Maksudnya mereka tidak tertinggal zaman, alias kini. Tapi, sekarang? Bolehkah Zafri mengatakan kalau kedua orang tuanya itu sangat kuno karena menjodohkannya? Ayolah, ini bukan zaman siti nurhaliza, eh maksudnya siti nurbaya.

"Assalamu'alaikum, Om, Tante. Bima datang!"

Muncul lah biang keroknya yang menyebabkan Zafri berada di lingkaran hidup yang menyebalkan. Mendengar suara Bima yang menggema di ruang tamu, Zafri lekas bangkit dan berjalan cepat untuk menemui Bima.

Bughh

Bughh

Plakk

"Aaakkkkk, adoiiii! Ommmm, Tanteee, Zafri kasarrr." teriak Bima lantang saat Zafri memukulinya membabi buta.

Ceisya dan Zafran yang asik duduk di ruang tengah pun sampai terkejut saat mendengar teriakan Bima. Mereka pikir, Zafri beranjak bangkit untuk menyambut kedatangan Bima. Eh rupanya benar-benar menyambut dengan buasnya.

"Shhh! Pelan-pelan, Om." ringis Bima saat Zafran tidak sengaja menekan kuat luka di sudut bibirnya.

"Laki-laki itu harus kuat. Masa cuma karena dipukuli sedikit saja sudah nangis." balas Zafran lalu dengan sengaja menekan kuat kasa yang ia gunakan untuk mengobati luka Bima. Sontak perlakuan Zafran barusan membuat Bima berteriak histeris.

"Astaga, Bima!" Ceisya yang baru saja datang karena sebelumnya ia membuat minuman di dapur langsung terkejut. Dengan cepat wanita separuh baya itu menghampiri keduanya.

Plak

Ceisya langsung memukul lengan suaminya hingga menimbulkan bekas merah cap lima jari sayang ala Ceisya.

"Astaghfirullah, sakit, Sayang. Kdrt ini mah!" keluh Zafran langsung mengusap lengannya yang memerah.

"Sayang, sayang, sayang. Anak orang jangan dibuat sakit lagi. Minggir sana!" usir Ceisya menarik kerah baju suaminya.

"Anak sama bapak sama aja." cetus Ceisya lalu mengambil alih pekerjaan suaminya untuk menggantikan mengobati luka Bima.

Zafran yang diusir sang istri langsung mendekati Zafri. Pria separuh baya itu langsung merangkul bahu Zafri. "Iya dong. Zafri kan jagoan papa." Zafran mengacak-acak rambut tebal putranya.

Merasa tidak terima, Zafri langsung membalas perlakuan papanya dengan mengacak rambut papanya yang masih menghitam tidak ada satu pun uban yang tampak jika dilihat.

Dua pria berstatus anak dan papa itu bercanda gurau, beda lagi dengan Bima yang menerima perlakuan tidak senonoh dari Zafri.

"Makasih, Tante." ucap Bima saat Ceisya selesai mengobati lukanya.

"Sama-sama, nak. Lain kali balas juga, jangan jadi pria lemah." tutur Ceisya menasehati.

"Iya, Tante. Lain kali Bima pasti akan membalas perlakuan Zafri." Bima mengepalkan tangannya ke atas dengan semangat empat lima.

"Silahkan kalau kau mau mati di tanganku." sahut Zafri merasa tidak bersalah sama sekali setelah memukul sahabatnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!