"Dasar anak pembawa sial! Pergi kau dari rumah ini, aku tidak Sudi memiliki Putri sepertimu!!"
Nara menutup rapat-rapat kedua matanya ketika bayangan kelam masa lalu kembali hadir dan menghantui pikirannya. 8 tahun telah berlalu, namun kejadian hari itu masih terasa segar di ingatannya. Ketika saat sang ayah mengusirnya pergi dan memutuskan ikatan diantara mereka berdua.
Ibu dua anak itu menyeka air matanya saat mendengar derap langkah seseorang yang datang. ia menarik sudut bibirnya dan menyambut si bungsu ke dalam pelukannya.
"Mi kenapa kau tidak datang menjemput kami hari ini? Kami menunggumu, dan kau malah tidak datang. Beruntung ada bibi Sunny yang datang menjemput kami."
Nara menatap putrinya itu penuh sesal. "Sorry, Honey. Mami tadi ada urusan jadi tidak bisa menjemput kalian, dan mami juga yang meminta bibi Sunny untuk mengantikan Mami menjemput kalian berdua disekolah."
"Kenapa bulu mata Mami basah? Jangan bilang jika mami habis menangis?" tebak si bungsu 100% benar.
Nara menggeleng. "Mami tidak menangis kok, bulu mata mami basah karena Mami tadi mencuci muka," jawabnya berdusta. Tidak mungkin Nara mengatakan yang sebenarnya jika ia memang menangis, bisa-bisa Ia di berondong berbagai pertanyaan oleh Putri kecilnya yang terlewat bawel.
"Sungguh?" ia menatap sang ibu penuh keraguan.
Nara mengangguk. "Tentu saja, lalu dimana kakakmu? Apa dia tidak pulang bersamamu?"
"Aku meninggalkannya dibelakang, dia terlalu lambat."
Nara tersenyum lalu mengacak rambut coklat putri kecilnya ini. "Baiklah, kalau begitu Lea ganti baju dulu setelah ini kita makan siang sama-sama. Mami sudah memasak makanan lezat untuk kalian berdua." ucap Nara, Lea mengangguk seraya tersenyum lebar. Kemudian dia pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.
Selang beberapa menit, Leon datang bersama Sunny. Wajah putra sulungnya itu tak menunjukkan ekspresi apapun, dingin. Nara sungguh tidak tahu pria seperti apa yang tidur dengannya malam itu, sampai-sampai Leon memiliki sifat dingin dan cuek.
"Mi, aku pulang." Seru Leon dengan suara datar.
"Oke, Prince. Sekarang kau ganti pakaianmu dulu, setelah ini makan siang sama-sama. Mami sudah menyiapkan makan siang yang lezat dan special untuk kalian berdua." Leon mengangguk.
Tanpa mengatakan apapun, bocah laki-laki itu meninggalkan Ibunya dan pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua. Nara mendengus dan menggelengkan kepala melihat tingkah putra sulungnya.
"Kadang-kadang aku berpikir, memangnya lelaki seperti apa yang tidur denganku malam itu. Sampai-sampai aku melahirkan putra yang dingin seperti, Leon." Ucap Nara tanpa menatap lawan bicaranya.
Sunny menggeleng. "Aku juga tidak tahu, aku sendiri sangat penasaran. Dan karena rasa penasaran itu, sampai-sampai aku tidak bisa tidur selama bertahun-tahun." Ucapnya menimpali.
Sunny adalah sahabat Nara. Dia adalah orang yang selalu ada untuknya, dan Sunny pula yang menemani Nara melewati masa-masa sulitnya. Termasuk ketika sahabatnya itu sedang bertaruh nyawa di rumah sakit untuk melahirkan si kembar.
"Entahlah, aku sangat berharap suatu hari ini bisa bertemu dengannya. Aku ingin meminta pertanggungjawaban darinya, agar Leon dan Lea bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Mereka berdua juga berhak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kami." Ujar Nara.
Sunny menatap sahabatnya itu. "Apa kau tidak marah apalagi membenci laki-laki itu, dia yang telah menghancurkan masa depanmu dan membuatmu terusir dari rumahmu sendiri. Bahkan namamu juga dicoret dari daftar keluarga," Ucap Sunny.
"Memangnya apa yang perlu disesali, toh semua sudah terjadi. Disesali pun tidak ada gunanya, karena itu tak mungkin mengembalikan apa yang telah hilang dari diriku!!" Nara tersenyum.
Memang tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi, masa lalu telah berlalu. Dan tanpa adanya masa lalu, tak mungkin ada masa depan. Hidup terus berjalan. Dan manusia hidup bukan untuk masa lalu, melainkan untuk masa depan.
"Mami, kami sudah selesai." Seru Lea seraya menghampiri ibunya. Leon berjalan mengekor dibelakangnya.
Nara tersenyum lebar. Kemudian dia menghampiri kedua buah hatinya dan mengajaknya untuk makan siang bersama. Meskipun hanya menu seadanya, namun hal tersebut tak mengurai kenikmatan yang ada. Mereka berempat menikmati makan siangnya dengan tenang.
-
Bersambung.
Lelaki itu menatap tumpukan dokumen di depannya dan menghela napas. Hampir setiap hari dia harus berhadapan dengan tumpukan-tumpukan dokumen yang terkadang membuatnya muak.
Zian Li, seorang pria berdarah China yang kini menetap di Korea Selatan. Diusianya yang baru menginjak 27 tahun, dia sudah menjadi pengusaha yang sukses. Perusahaannya, masuk ke dalam lima besar perusahaan paling berpengaruh di tiga benua. Asia, Eropa dan Amerika.
Pria lajang yang menjadi banyak incaran. Akan tetapi dia tak pernah peduli dan selalu bersikap dingin dan acuh pada mereka. Zian tak ingin memberikan sebuah harapan pada wanita-wanita itu.
Tokk... Tokk... Tokk... Vi y ga
Ketukan pada pintu mengalihkan pekerjaannya. Zian mengangkat wajahnya dan mendapati seorang lelaki berkulit Tan (Sedikit hitam) memasuki ruang kerjanya. Kemudian pria itu membungkuk setibanya dia di depan Zia .
"Bagaimana, Kai? Apa kau sudah berhasil menemukan wanita yang tidur dengan semalam itu?" Zian melepas kaca matanya dan menatap Kai penuh tanya.
Kai mengangguk. "Sudah, Tuan. Saat ini wanita itu sedang berada di London. Dia melahirkan sepasang bayi kembar tujuh tahun yang lalu, dan kemungkinan besar itu adalah darah daging Anda." Ujar Kai.
"Hm, baiklah. Kau boleh keluar,"
Kai membungkuk. "Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu."
Zian yang pada saat kejadian sedang mabuk berat tak mengingat sama sekali jika dia telah tidur dengan seseorang. Bukan cinta satu malam yang penuh drama karena dijebak orang lain, melainkan karena sepenuhnya salah Zian. Zian yang saat itu sedang mabuk berat langsung menyerang seorang gadis yang sama sekali tak dia kenal.
Selama bertahun-tahun Zian mencoba mencari keberadaan gadis itu namun nihil, dia tidak pernah mendapatkan hasil yang memuaskan.
Beberapa perempuan mendatanginya dan mengaku sebagai orang yang tidur dengannya malam itu, tetapi sayangnya tak ada satupun dari mereka yang terbukti sebagai perempuan itu.
Zian memang tak ingat seperti apa wajahnya, tetapi dia ingat dengan aroma tubuhnya. dan tak ada satupun dari mereka yang aroma tubuhnya sama seperti wanita yang tidur dengannya tujuh tahun yang lalu.
CCTV hote* pada saat itu sedang dalam perbaikan, jadi tidak ada rekam jejak kejadian malam itu.
Selama tujuh tahun ia melakukan pencarian tanpa hasil, hal itu benar-benar membuat Zian merasa frustasi. Rasa bersalah yang teramat sangat besar menghantuinya selama ini. Dan setelah mendapatkan informasi terbaru. Zian bertekad untuk menemukan mereka bertiga.
"Kali ini aku pasti akan menemukanmu. Dimana pun berada, aku pasti akan segera menemukan kalian bertiga!!"
Zian bangkit dari kursinya dan melenggang keluar. Dia akan meminta Kai untuk mengurus penerbangannya ke London. Bukan menggunakan pesawat komersial, melainkan dengan menggunakan jet pribadi. Zian tidak bisa menundanya lagi, dia harus menemukan mereka secepatnya
-
-
Jet pribadi yang membawa Zian tiba di London Heathrow. Lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu turun dari jet pribadi miliknya lalu berjalan menuju sedan hitam yang datang untuk menjemputnya.
Tak kebingungan harus tinggal di hotel mana, karena Zian memiliki hunian mewah di negera yang memiliki julukan The Black Country ini. Zian memiliki kesukaan dimana-mana, jadi tidak salah jika dia juga memiliki tempat tinggal di negara lain, Inggris salah satunya.
Mobil itu melaju tenang pada jalanan yang padat kendaraan. London memang tak pernah mati, baik itu siang maupun malam. Segala aktifitas terlihat di ibu kota negara selama 24 jam penuh.
"Tuan, London adalah kota yang sangat besar. Bagaimana kita bisa menemukan perempuan itu tanpa petunjuk apapun. Saya hanya mendapatkan informasi tentang negara dan kota dia berada saat ini, tetapi alamat lengkapnya saya sungguh-sungguh tidak tau." Ucap Kai.
"Anggap saja kita sedang mengikuti permainan petak umpet. Mencari seseorang tanpa keterangan yang jelas memang seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tidak mustahil, tetapi sulit."
"Saya tidak mengerti maksud, Tuan."
"Kita hanya bisa bergantung pada keberuntungan. Jika Tuhan memang mengijinkanku untuk bertemu dengan mereka, hari ini juga dia pasti akan memberikan petunjuk padaku!!"
-
-
Bersambung.
"Leon, apa yang sedang kau lakukan?"
Nara terkejut mendapati putranya sedang berkutat dengan laptop miliknya. Di Layarnya penuh dengan tulisan-tulisan kecil yang tak Nara pahami sama sekali. Dan yang mengejutkan lagi, memangnya dari mana Leon mempelajari keahlian semacam itu.
"Mencari jejak, Papa. Bibi Sunny sudah memberitahuku semuanya, tentang bagaimana aku dan Lea bisa lahir ke dunia ini. Tapi, Mi, sebenarnya siapa laki-laki yang menitipkan kecebongnya padamu, hingga kemudian kami berdua lahir?"
Nara nyaris saja tersedak minuman yang ada di mulutnya setelah mendengar pertanyaan si sulung. Dia bertanya padanya tentang ayah kandungnya, tidak ada yang salah memang, tetapi kata 'kecebong' itulah yang membuat Nara nyaris tersedak.
Sebuah kecelakaan satu Malam membuat Nara terusir dari keluarganya, dia hamil diluar nikah tanpa tahu siapa ayah kandung dari bayi yang tengah dikandungnya. Akhirnya dia dikirim ke luar negeri oleh ayahnya karena keberadaannya dianggap sebagai aib keluarga.
"Kecebong apa maksudmu? Dan dapat dari mana kau istilah semacam itu?"
"Bibi, Sunny. Dia mengatakan padaku jika ada pria asing yang menitipkan kecebongnya di dalam rahimmu kemudian terus tumbuh dan tumbuh, hingga akhirnya aku dan Lea lahir." Jelas Leon.
"Sunny!!" geram Nara. "Sebaiknya Jangan dengarkan apa yang dikatakan oleh Bibimu. Dia itu sudah gila, kepalanya sedikit korslet. Jadi apa yang dia katakan itu tidak ada yang benar!! Ini sudah larut malam, sebaiknya segera matikan laptopmu dan cepat tidur!! Dan Mami tidak mau mendengar alasan apapun!!"
Sepertinya Nara harus membuat perhitungan dengan Sunny, sahabatnya itu benar-benar sudah tidak tertolong lagi. Tanpa mengatakan apapun lagi, Nara segera meninggalkan kamar putranya.
Dan sementara itu.. bukannya menuruti perintah ibunya untuk segera tidur, Leon malah melanjutkan kegiatannya. Dia harus segera menemukan jejak ayahnya, dia ingin tau pria seperti apa yang telah menitipkan kecebong di perut ibunya tujuh tahun yang lalu.
Entah bagaimana Leon bisa mengerti tentang dunia perhackeran. Bahkan dia terlihat sangat mahir dalam menggunakan laptop, Leon mencoba menelusuri jejak tentang ayahnya. Sunny hanya memberitahu di hotel mana ibunya pernah satu ruangan dengan ayahnya.
Memang tidak ada CCTV yang menangkap tentang kejadian malam itu. Tetapi bukan berarti Leon tak bisa.mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia adalah seorang jenius, seorang anak dengan IQ tinggi.
"Dapat!! Akhirnya aku menemukannya. Jadi dia orangnya? Tidak buruk juga, dan ternyata wajah tampanku ini adalah warisan darinya. Tunggu, apa ini?! Omo!! Dia sedang berada di kota ini. Bagus sekali, dengan begini aku bisa mencarinya dan membawa dia ke hadapan Mami!!"
Setelah berhasil menemukan jejak tentang ayahnya. Kini Leon bisa tidur dengan tenang. Dan dia sudah tidak sabar untuk menunggu esok hari, dia akan meminta bantuan Sunny untuk mencari dan menemukan ayahnya tersebut. Dan Leon yakin jika bibinya itu tak mungkin menolaknya mengingat betapa keponya dia.
-
-
Zian memasuki sebuah restoran bersama asisten pribadinya yang pastinya adalah Kai. Mereka berdua hendak sarapan sebelum memulai aktifitasnya.
Rencananya hari ini Zian mulai melakukan pencariannya. Dia harus segera menemukan mereka bertiga.
Sudah terlalu lama waktu yang dia sia-siakan untuk mencari dan menemukan perempuan itu. Tujuh tahun, dia mencarinya selama tujuh tahun tanpa hasil. Dan ketika kesempatan itu sudah ada di depan mata, maka Zian tidak akan menyia-nyiakannya.
"Kai, kau ingin memesan apa?" tanya Zian sambil membuka buku menu ditangannya.
"Samakan saja dengan Anda, Tuan." Jawabnya.
Kai tidak mungkin memesan makanan lain yang dia sukai, dia merasa tidak enak pada Zian meskipun sebenarnya dia tidak mempermasalahkannya. "Kau tidak akan suka dengan makanan yang aku pilih, jadi pilih sendiri saja makanan untukmu."
"Baik, Tuan."
Zian tau Kai merasa tidak enak padanya, itulah kenapa dia mengatakan supaya menyamakan saja makanan dengan yang dia pesan. Selanjutnya mereka berdua menyantap sarapannya dengan tenang.
-
-
"Aku menemukannya!! Bibi, ayo cepat. Papiku ada disini!!"
Dengan penuh keyakinan, Leon menarik Sunny memasuki restoran bintang lima tersebut. Sunny tidak tau apa yang membuat Leon begitu yakin jika dia akan menemukan ayahnya di sana. Leon tak mengajak Lea, dia takut jika adik kembarnya yang super bawel itu malah merusak semua rencananya.
"Leon, apa kau yakin dia ada di dalam? Bahkan kita berdua saja sama-sama belum tau seperti apa rupa ayahmu. Jangan mengada-ada deh, sebaiknya kita pergi saja sebelum satpam mengusir kita karena dianggap membuat keributan."
Leon mendengus. "Sudahlah, Bibi. Kau percaya saja padaku. Jika aku bilang ada ya ada, dan kau tinggal ikut masuk saja apa susahnya. Dan percaya saja padaku jika tak ada yang berani mengusir kita keluar dari sini, karena aku punya ini."
Mata Sunny membulat sempurna melihat sebuah platinum card, itu adalah kartu member restoran ini. Dan pemilik kartu tersebut merupakan tamu special dari kelas VIP.
"Omo!! Dari mana kau mendapatkan kartu itu?" tanya Sunny. Dia butuh penjelasan dari Leon.
"Tidak penting darimana aku mendapatkannya, yang jelas ini legal. Sudah jangan banyak berpikir, ayo masuk saja." Leon sekali lagi menarik Sunny masuk ke dalam.
Kartu member itu adalah milik ibunya. Leon mengambilnya tanpa sepengetahuan Nara. Nara sendiri mendapatkan kartu member itu dari seorang pria yang Leon ketahui bernama Arya.
Leon adalah seorang hacker cilik yang sangat handal. Dia berhasil mempelajari dunia perhackeran secara otodidak. Dan kemampuannya tersebut sekarang bisa dia manfaatkan untuk mencari sang ayah dan kemudian mempersatukan orang tuanya.
-
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!