...~Happy Reading~...
Setelah dua tahun berlalu, Kini Erik mendapatkan kembali haknya sebagai pewaris tunggal tuan Arza Mahesa. Ia terus bekerja keras untuk mengembangkan bisnis properti sang ayah dan semua itu tidak pernah luput dari bantuan keluarga Adyaksa.
Selama ini Ravindra Adyaksa lah yang sudah mengajarinya tentang dunia bisnis dengan suka rela, dan memperkenalkannya pada beberapa pembisnis hebat yang bisa membuatnya berada di titik ini.
Tak hanya itu Ravin juga menunjuk salah satu karyawan terbaiknya untuk bekerja sebagai asisten pribadi Erik agar memudahkan Erik dalam mengerjakan segala sesuatu nya, sama seperti Ravin yang memiliki Juna untuk membantu mengurus segalanya.
"Bos, sebentar lagi kita akan ada meeting dadakan jadi bersiaplah!" seorang pria muda masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu mengejutkan Erik dari lamunannya. Dialah Liam Dameer asisten pribadinya.
"Hmm... Yaa!'' jawab Erik singkat.
Erik dan Liam keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju ruang meeting dengan gaya coolnya masing-masing, membuat para karyawan wanita terpesona saat melihat keduanya.
Namun mereka hanya sebatas mengagumi tanpa ada satu pun yang berani mendekati mereka, Karena siapapun yang berusaha mendekati Erik secara terang-terangan maka ia akan mendapatkan masalah besar.
Erik benar-benar membatasi dirinya dari seorang wanita, ia hanya berinteraksi dengan seorang wanita hanya untuk sekedar urusan pekerjaan saja dan tak pernah lebih dari itu.
"Desain apa yang klien kita inginkan kali ini?" tanya Erik pada asisten pribadinya.
"Mereka menginginkan sebuah rumah idaman yang nyaman dan cocok untuk pengantin baru dengan desain yang unik dan tidak membosankan.'' Jawab Liam yang langsung memperlihatkan apa yang kliennya ingikan saat ini.
"Sangat rumit.''
''Ini adalah hadiah untuk istrinya jadi klien kita menginginkan rumah idamannya dengan kualitas tinggi." Ucap Liam menjelaskan.
"Baiklah, urus semuanya!"
''Siap bos.'' Liam sedikit membungkukan badannya di depan Erik. Mereka pun mulai memasuki ruangan meeting yang kini sudah di tunggu oleh para kliennya.
Satu jam telah berlalu. Kini satu per satu para klien itu pun mulai pergi meninggalkan ruangan tersebut. Setelah meeting selesai Erik langsung memijit kepalanya yang terasa sangat pusing memikirkan semua permintaan para kliennya.
"Liam apakah kau belum menemukan orang yang cocok untuk pekerjaan ini?'' tanya Erik pada Liam yang kini sedang membereskan barang-barangnya.
"Belum bos, mereka masih tidak sesuai seperti kriteria yang kita cari." Jawab Liam singkat.
"Cetak lowongan kerja itu di majalah atau surat kabar dan buka pendaftaran ini untuk umum.''
Kini Liam langsung menghentikan pekerjaan nya dan langsung menatap wajah Erik dengan penuh tanya. ''Umum, apa kau yakin bos?'' tanya Liam dengan dahi mengkerut.
"Ya, apa boleh buat jika tidak ada pria wanita pun tak malah asal kau harus memberi tahu nya apa yang dilarang dan di perbolehkan di kantor ini. Aku sudah tak perduli lagi dia pria atau wanita yang penting dia harus sesuai kriteria yang kita cari.'' Jawab Erik dengan nada tegasnya.
"Tapi bos, kenapa kita tidak meminta tolong pada tuan Ravin saja. Dia pasti punya banyak kenalan seorang arsitek yang hebat dan handal.'' Sahut Liam memberikan solusi. Namun dengan cepat Erik menolaknya dengan alasan tidak ingin terus bergantung kepada Ravin, karena selama ini Ravin terus membantunya dalam segala hal membuat Erik merasa sangat sungkan dan tak enak hati.
"Aku tidak ingin terlalu berhutang budi padanya karena aku takut jika aku tidak bisa membalas kebaikan tuan muda, dan lakukan saja dengan apa yang aku minta tadi.'' Perintah Erik yang tak bisa di ganggu gugat lagi.
"Baiklah bos aku akan segera melakukan seperti yang anda minta!" jawab Liam yang langsung keluar dari ruangan itu meninggalkan Erik yang masih duduk bersandar di kursinya.
Setelah lama Erik terdiam, kini ia pun mulai bersiap untuk pulang ke rumahnya karena hari sudah semakin larut dan semua pekerjaan nya pun telah selesai.
Erik melajukan mobilnya membelah jalanan yang tak terlalu ramai untuk menuju kediamannya. Namun sekilas ia seperti melihat ayahnya tapi dengan cepat Erik menggelengkan kepalanya.
"Ahh sepertinya aku salah lihat saja, tidak mungkin ayah berada di luar malam-malam begini.'' Gumam Erik dalam hatinya yang langsung melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukan pukul sembilan tiga puluh.
Sedangkan seorang pria paruh baya, kini sedang duduk di atas sepeda motor tersenyum mendengar celotehan gadis muda yang sedang mengendarai sepeda motornya dengan sangat lihai menyalip beberapa mobil di jalan itu.
Ya, dialah tuan Arzan Mahesa ayah Erik yang terjebak di jalanan yang cukup jauh dari kediamannya, karena ban mobilnya tiba-tiba kempes dan tak ada seorang pun yang mau menolong nya saat itu. Ia merasa sangat bingung terlebih saat ia baru menyadari bahwa dirinya tidak membawa ponselnya saat ini.
Beruntung seorang gadis baik hati mau menolong nya dengan suka rela dan mengantarkannya sampai di kediamannya.
"Sudah sampai, terimakasih nak kamu sudah berbaik hati menolong pria tua ini. Mari kita masuk ke dalam terlebih dahulu ada si bibi yang bisa membuatkan teh hanyat untukmu anggap saja sebagai rasa terimakasih om.'' Ucap tuan Arzan penuh ketulusan.
"Terimakasih banyak om atas tawarannya, tapi maaf... banget. Saya harus segera pulang karena ini sudah mulai larut malam. Dan om sebaiknya istrahat saja aku janji deh, lain waktu aku akan usahakan mampir.'' Jawab gadis itu dengan sangat ramah dan mulai meninggalkan halaman rumah tuan Arzan setelah berpamitan.
"Hey tunggu siapa namamu nak?'' tanya tuan Arzan sedikit berteriak, namum gadis itu tak mendengar teriakannya dan semakin menjauh dari pandangan tuan Arzan.
"Sayang sekali aku lupa menanyakan namanya tadi,'' gumam tuan Arzan lirih
Tiinn...
Suara bunyi klakson mobil putranya menyadarkan tuan Arzan dari lamunan panjangnya.
"Ayah apa yang sedang kau lakukan di luar malam-malam, ayo masuk! angin malam tidak baik untuk kesehatanmu!'' Erik langsung mengajak sang ayah masuk ke dalam rumah mewahnya.
"Iya, aku memang sudah terlalu tua untuk menghirup angin malam. Tapi mau bagaimana lagi, aku bosan jika hanya terus berdiam di rumah tanpa ada siapapun yang menemani ku!''
"Itu bukan alasan! di rumah ini ada bibi dan para pelayan lain yang bisa kau ajak bicara ayah.'' Sahut Erik dengan sajah dinginnya.
"Aku hanya ingin seorang cucu bukan pelayan atau pun para pengawal mu. Erik kau sudah dewasa menikahlah dan cari seorang istri yang baik dan cocok menurutmu.'' Pinta tuan Arzan untuk yang kesekian kalinya.
"Ayah jika kau ingin seorang cucu aku bisa mengadopsi seorang anak dari panti, tapi jika untuk istri. Kau pasti sudah tahu jawaban nya!" setelah mengatakan hal itu pada sang ayah Erik pun berjalan pergi meninggalkan tuan Arzan yang masih berdiri di tempatnya.
''Sampai kapan dia akan membenci seorang wanita?''
Bersambung...
*Selamat datang di karya baru autor, semoga kalian suka dengan alur ceritanya. Jangan lupa subcribe dan bintang lima tinggalkan jejak kalian dan jangan lupa vote dan hadiahnya untuk menyemangati Author😅.
Terimakasih😊
Tuan Arzan merasa sangat bingung, ia tak tahu harus bagai mana lagi untuk membujuk Erik putranya agar segera menikah dan melupakan masa lalunya.
"Ini sudah terlalu lama Erik, kau harus melupakan masa lalu yang kelam itu! ubah semuanya dan tidak semua wanita sama seperti ibumu." Tuan Arzan memberikan wejangan untuk putranya. Namun Erik benar-benar tidak mendengarkannya dan pergi begitu saya meninggalkan sang ayah.
Tuan Arzan menghela nafasnya secara perlahan tiba-tiba ia teringat pada seorang gadis yang pernah dekat dengan putranya dulu, sebelum ia pergi meninggalkan negara nya untuk berobat ke negara itu. Ia ingin mencari sosok gadis ceria dan berani berdebat dengan Erik tanpa rasa takut sedikit pun.
"Dimana dia sekarang?'' tanya tuan Arzan dalam hatinya.
Di tempat Lain, seorang gadis turun dari motornya dan membuka helmnya secara perlahan. Lalu mengibaskan rambutnya yang kini terurai dan sedikit berantakan.
Ia tersenyum manis menatap pada sosok gadis yang kini tengah bersedekap dada menatap tajam ke arahnya.
''Azzu, kau tahu ini sudah jam berapa?'' tanya Freya yang kini tengah berkacak pinggang di hadapan gadis berambut panjang yang kini sedang terkekeh geli melihat ekspresi nya saat ini.
''Azzu jangan meledekku atau aku akan mengadukan hal ini pada kakakku!'' ancamnya.
"Fre, Free, atau gratis ahh aku bingung sekali memanggil mu, kenapa kau selalu mengancamku dengan ancaman yang sama setiap harinya, apakah tidak ada naskah yang lain?'' tanya gadis yang di panggil Azzu itu mendekat ke arah Freya.
"Namaku Freya bukan Free, atau gratis!'' kesal Freya yang langsung mengerucutkan bibirnya.
"Baiklah kalau kau tidak suka dengan nama itu, jadi tolong sebut namaku juga dengan benar! kau masih ingat siapa namaku kan? tapi jika kau lupa aku akan mengingatkan mu kembali seperti biasanya.''
"Ya, ya! aku tahu dan aku mengerti Mia Azzura, tapi nama Mia terlalu kuno menurutku dan Azzu sangat keren.'' Sahut Freya dengan santainya, membuat Mia langsung memutar bola matanya malas.
"Sudahlah terserah kau saja, minggir aku mau masuk." Mia berjalan melewati Freya yang masih berdiri di depan pintu.
"Aishh... Dia sangat pemarah sekali." Freya pun ikut masuk ke dalam rumah mewah itu setelah menutup pintunya kembali.
Sedangkan Mia langsung mengunci dirinya di kamar dan merebahkan tubuhnya, kini pikirannya terlintas pada pria tua yang di tolongnya tadi. ''Haahh.. kenapa tiba-tiba kepikiran pria tua itu ya? tapi sepertinya dia juga bukan orang bule, itu artinya aku tidak sendirian berada di negara asing ini. Tapi kenapa aku merasa tidak asing lagi padanya?'' Mia mulai mengingat-ingat kembali dimana ia pernah bertemu pria itu sebelumnya, namun saat ini otaknya tidak bisa berpikir dengan baik karena sedang kesal pada kakaknya.
Kini Mia akan mulai menutup matanya, namun suara ponselnya berdering memekakan telinga. ''Ckk.. menganggu saja!' Mia pun menarik tombol hijau untuk menerima panggilan itu dengan sangat malas.
"Hmm... Ada apa?'' tanya Mia dengan nada ketusnya.
"Apa kau sudah tidur? apa aku mengganggu mu?'' tanya suara merdu seorang pria yang berada di sebrang sana.
"Sudah tahu ganggu tapi masih saja bertanya dasar pria konyol, kakak dan adik sama saja!"
"Apa kau mengatakan sesuatu?'' tanya pria itu lagi.
''Tidak ada, Adreas aku sangat mengantuk jadi tolong matikan teleponnya. Dan sebaiknya kau pokus saja merawat para pasienmu itu, okey!" Mia langsung menutup sambungan teleponnya sebelum Adreas menjawab perkataannya.
Mia merasa sangat lelah dengan aktifitas hari ini dan ia pun sudah merasa bosan tinggal di negara itu dan ingin sekali cepat pulang ke negara nya, namun Mila menolak nya begitu saja dan memberikan suatu alasan yang tak dapat di pahami oleh Mia.
"Aku sangat kesal dan marah pada kakak, dia benar-benar sudah membuangku ke negara asing ini. Sudah beberapa bulan yang lalu aku menyelesaikan pendidikanku tapi dia hanya mengucapkan selamat saja, bahkan kakak juga menolakku untuk pulang ke negaraku sendiri. Baiklah kalau begitu aku tidak akan pulang dan aku juga tidak ingin terus-terusan tinggal dirumah dokter aneh ini, aku harus segera mencari pekerjaan dan menghasilkan uang sendiri agar aku bisa keluar dari rumah yang sangat membosankan ini.''
Dengan cepat Mia pun turun dari ranjangnya dan mengambil laptopnya untuk mencari pekerjaan yang cocok dan untuk dirinya.
''Ya ampun sulit sekali mencari pekerjaan!'' Mia kembali merebahkan tubuhnya menatap ke arah langit-langit kamar yang sudah dua tahun lebih menemani tidurnya di negara asing itu.
Kini pandangan Mia tertuju pada potret seorang pria yang tengah menatap nya tanpa ekspresi apapun.
"Erik!'' Mia menghampiri foto Erik yang ia ambil secara diam-diam saat acara aqiqah triplet baby D.
"Entah dimana kau berada saat ini tapi aku yakin, jika kita berjodoh kita pasti akan di pertemukan kembali. Awalnya aku pikir kau hanya sebuah obsesiku Erik, tapi aku merasa ini bukan sekedar obsesi saja aku memang benar-benar menyayangimu. Kakak ipar telah menipuku, dia menjauhkan aku darimu dan sampai saat ini aku tak tahu dimana keberadaan mu.''
Setelah dua tahun lebih Mia tinggal di London untuk melanjutkan study nya mengubah Mia menjadi orang yang serius karena obsesinya ingin dekat dengan Erik setelah ia menyelesaikan study nya di negara itu.
Namun setelah ia menyelesaikan semuanya dan menagih janji pada kakak iparnya tak ada jawaban apapun dari Ravin, sedangkan saat Mia menanyakan keberadaan Erik pada Juna, ia hanya mengatakan bahwa Erik sudah menetap di negara asing.
Mia merasa sangat kecewa dan kehilangan semangat nya terlebih saat ia merasa bahwa kakak iparnya sengaja mendekatkan dirinya dengan Adreas.
"Azzu!'' Freya mengetuk pintu kamar Mia dan membangunkan Mia dari tidur nyenyaknya.
''Azzu..... '' panggil nya lebih keras, membuat Mia merasa sangat kesal di buatnya. Ingin sekali Mia melempar wajah cantik Freya dengan sandalnya, namun ia tidak mungkin melakukan hal itu karena ia sadar siapa dirinya dirumah itu.
''Kenapa orang yang menumpang selalu tertindas dan tak bisa melakukan apapun sesuka hatinya!" Mia mendengus kesal dan segera turun dari ranjangnya.
"Iya, aku sudah bangun!'' seru Mia yang langsung berjalan untuk membuka pintu, namun karena terburu-buru membuat kakinya tersandung dan terjatuh di lantai.
Aaaa.....
Teriakan kesakitan Mia sampai di telinga pria yang kini tengah menikmati sarapannya.
''Mia!" Seru Adreas yang langsung menghampiri kamar Mia.
''Mia apa kau baik-baik saja?'' tanya Adreas sedikit berteriak dan merasa panik saat mendengar suara Mia yang berteriak kesakitan.
Sedangkan Mia mengusap lututnya yang langsung memerah dan sedikit memar. "Ini semua karna si Gratis itu, dia sangat menyebalkan, Gratis! ingin sekali aku menjambak rambutmu saat ini." Kesal Mia yang langsung berjalan sedikit pincang untuk membuka pintu kamarnya yang terus di ketuk oleh kedua kakak beradik itu.
"Aagghh... aku akan pergi meninggalkan rumah ini hari ini juga! tunggu saat mereka lengah, aku sungguh sudah sangat muak tinggal bersama si cerewet itu." Ingin sekali Mia berteriak saat ini, namun ia harus menjaga image nya sebagai seorang wanita.
"Aku akan mencari pekerjaan dan segera pergi dari sini, jika kakak tidak ingin menjemputku pulang, maka aku akan pulang sendiri dan mencari keberadaan cinta pertamaku saat ini."
Bersambung..
Mia membuka pintu kamar nya dengan raut wajah Kesal menatap pada dua kakak beradik di hadapannya yang terlihat sangat begitu cemas.
"Mia, (Azzu)''
"Mia apa kau baik-baik saja? apa kau terluka?" Adreas langsung memindai seluruh tubuh Mia begitu juga dengan Freya.
"Aku tidak apa-apa, hanya tersandung saja! ada apa kau memanggilku?'' Mia menatap ke arah Freya yang berdiri mematung dengan wajah bersalahnya.
"Maaf, aku sudah mengganggu kenyamanan mu Azzu. Mulai saat ini aku janji akan menyebut nama mu dengan benar." Freya sedikit menundukan wajahnya karena melihat tatapan mematikan sang kakak yang begitu menyeramkan baginya.
"Azzu, mhh.... Maksudku Mia, aku melihat ini di surat kabar.'' Freya menyerahkan gulungan surat kabar yang sudah ia baca pada Mia.
"Apa?'' Mia pun menerima surat kabar tersebut dengan dahi mengkerut lalu membacanya dengan seksama.
"Oh my Good!'' Mia berteriak kegirangan saat melihat kabar berita yang ia baca dan langsung memeluk Freya dengan sangat begitu erat, hingga melupakan rasa kesal dan sakit di lututnya.
''Terimakasih Free,' kini Mia pun langsung melangkahkan kakinya dengan cepat untuk menyiapkan berkas lamaran kerjanya. Namun saat berjalan beberapa langkah Mia berteriak kesakitan, membuat Adreas yang sejak tadi diam saja langsung mengangkat tubuh Mia.
"Aku akan memeriksa mu!'' Adreas menggendong Mia ala bridal style membawanya ke kamar dan di ikuti oleh Freya di belakangnya.
"Mia kau baik-baik saja kan?" tanya Freya dengan wajah cemasnya, saat ini Freya benar-benar takut jika sang kakak akan murka padanya.
Sedangkan Adreas dengan cepat mengobati lutut Mia dengan salep agar memar dan rasa nyerinya cepat menghilang.
"Aku ingin istrahat sebentar, kalian boleh pergi sekarang!" usir Mia dengan cara halus.
"Baiklah, istrahatlah aku akan membawakan sarapan mu kemari." Adreas pun langsung membawa Freya keluar dari kamar Mia dengan sedikit kasar.
''Kak,''
"Diam, aku ingin bicara penting dengan mu!'' Adreas sedikit berbisik di samping telinga adiknya.
Setelah melihat pintu tertutup Mia pun langsung berlari untuk mengunci pintunya dan melihat kembali lowongan pekerjaan yang tertera di sana. Mia membaca syarat-syarat pendaftaran dan langsung bersiap untuk mengirimkan berkas lamaran nya melalui email.
"Selesai, semoga saja mereka menerima ku! ini adalah pekerjaan pertamaku di negara asing ini.'' Mia tersenyum penuh semangat menatap layar laptopnya .
Berbeda dengan Mia yang tengah merasakan kebahagiaan, kini Freya diam mematung mendengarkan ceramah dadakan kakaknya.
"Sudah sering sekali ku ingatkan padamu Freya, buat Mia senyaman mungkin untuk tinggal di rumahku, apa kau tidak ingat bagaimana aku membawamu kemari? sekarang kau pulang saja kerumah papa biarkan aku yang akan menjaga Mia sendiri." Ucap Adreas yang sedang menahan emosinya.
"Tapi kak,"
"Tidak ada kata (Tapi) sekarang kau pulanglah aku akan menyuruh sopir untuk mengantar mu.'' Keputusan Adreas sudah bulat untuk menyuruh adiknya pulang, karena sesui perintah Ravin ia akan menjaga dan membuat Mia merasa tenang dan nyaman di rumahnya.
''Kak, apa kau menyukai gadis itu?'' tanya Freya tiba-tiba.
"Tidak, aku hanya menjalankan tugas dari kakak sepupu untuk menjaganya." Jawab Adreas sedikit berbohong pada adiknya, yang sebenarnya memang benar Adreas menyimpan perasaa lain untuk Mia saat pertama kali mereka betemu, namun Adreas tak berani mengungkapkan nya.
Adreas takut jika Mia menolaknya dan Mia pergi meninggalkan rumahnya, karena Adreas selalu mendengar Mia mengigaukan nama Erik di saat ia demam. Baginya melihat Mia berada di rumahnya saja itu sudah cukup karena setiap hari ia bisa melihat senyuman manisnya.
*
*
Di kantor M-property. Liam sedang sibuk membuka daftar email yang masuk membuatnya sedikit stres.
"Ya ampun banyak sekali, tapi bos hanya meminta satu di antara mereka. Sebaiknya aku memilih acak saja untuk tes wawancara dan setelah itu barulah aku memilih satu di antara mereka.'' Liam pun melakukan apa yang ada dalam pikirannya saat ini agar lebih memudahkan dia untuk tes selanjutnya, Liam pun meminta para tes untuk membuat hasil karyanya masing-masing dan beberapa peraturan yang sedikit rumit.
"Bagaimana, apa semuanya baik-baik saja? tanya Erik menghampiri asisten pribadinya yang kini sedang sibuk dengan laptopnya.
"Semuanya beres bos!'' jawab Liam dengan cepat.
"Aku yakin hanya seseorang yang benar-benar punya kemampuan ahli yang menyetujui beberapa syarat dariku.'' Liam terkikik geli dalam hatinya.
"Kerja bagus, tapi ingat kau harus memilih yang terbaik yang mampu membuat para klien kita terkesan dengan desain-desain miliknya.''
"Baik bos, semuanya pasti beres.'' Jawab Liam penuh percaya diri.
"Aku percayakan semua ini padamu!'' Erik menepuk bahu Liam dan keluar dari ruangan tersebut.
Sedangkan di kediaman tuan Arzan Mahesa. Kini pria tua itu sedang menunggu informasi dari mata-matanya untuk mencari gadis yang pernah ia lihat beberapa tahun lalu, namun tuan Arzan hanya bisa menyebutkan ciri-ciri gadis tersebut karena ia lupa dengan siapa nama gadis remaja itu.
"Semoga saja mereka bisa menemukan gadis itu secepatnya, tapi bagaimana jika dia sudah berkeluarga ya?'' tuan Arzan merasa bingung sendiri.
Karena merasa sangat bosan kini ia pun berinisiatif pergi berjalan-jalan agar otot tubuhnya tidak merasa kaku. "Ini adalah Kesempatan ku bisa melangkahkan kaki tua ini untuk pergi melihat indahnya kota ini, setelah sekian lamanya aku terbaring tak berdaya di atas ranjang.'' Tuan Arzan pun melangkahkan kakinya keluar rumah secara mengendap-endap agar tidak terlihat oleh para pengawal putranya.
''Aku sudah tua, tapi Erik memperlakukan aku layaknya anak berumur lima tahun!'' tuan Arzan pun berjalan ke arah taman yang tak jauh dari rumah nya, ia tersenyum melihat beberapa anak yang tengah bermain dengan riangnya.
Kini raut wajah tuan Arzan pun berubah sendu saat mengingat masa kecil Erik dulu. "Sayang sekali aku tidak bisa melihat Erik tumbuh dengan benar, dia bahkan tidak merasakan bagaimana kasih sayang seorang ibu hingga menjadikan dirinya pria dewasa yang anti wanita.'' Tuan Arzan menghela nafasnya secara perlahan kemudian pandangannya pun tertuju pada sepeda motor dengan helm bermotif bunga yang tak asing lagi baginya.
Kini tuan Arzan pun memindai seluruh taman itu dan menemukan seorang gadis yang menolong nya dua hari yang lalu, dengan penuh semangat tuan Arzan pun menghampiri gadis itu untuk sekedar menanyakan kabar nya hari ini.
"Selamat siang, apakah saya boleh bergabung?'' tanya tuan Arzan dengan nada ramahnya.
Mia yang tengah pokus menggambar desain rumah idamannya pun kini teralihkan melihat siapa yang tengah menyapanya saat ini. ''Om ada disini juga?" tanya Mia tak percaya.
''Iya om hanya lewat dan tak sengaja melihat mu ada disini."
"Silahkan duduk om,'' Mia megeser tempat duduknya mempersilahkan tuan Arzan untuk duduk, kini mereka berdua pun mulai mengobrol dengan sedikit candaan garing dari tuan Arzan.
"Owh jadi om juga orang Indonesia, syukurlah aku jadi punya teman di negara asing ini.''
"Iya nak om juga merasa kesepian di negara asing ini, karena putra om sangat sibuk dengan pekerjaan nya. Owh iya kita belum sempat berkenalan, siapa namamu nak?''
"Nama saya Mia om!'' jawab Mia dengan senyuman manisnya.
"Nama yang cantik seperti orang nya!"
Mia tersenyum kikuk saat mendengar ucapan tuan Arzan padanya, "Ahh om bisa aja!''
"Nama saya Arzan Mahesa!''
Degg... Mia langsung terdiam mematung saat mendengar nama pria tua itu di sebutkan.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!