BRAKK ...
Alan begitu marah, melihat putri tercintanya terbaring dikamar hotel tanpa busana. Apalagi yang menidurinya adalah klien bisnisnya. Benar-benar kemarahannya sudah dipuncak ubun-ubun.
"BRENGSEK. KEPARAT KAU!" Alan murka.
Dia menarik kaki Dev, dan memukuli pria bertubuh kekar itu. Alan tidak habis pikir, bagaimana bisa orang yang selama ini dia anggap seperti keluarga bisa melakukan hal senonoh pada gadis dibawah umur. Apalagi itu putri Alan sendiri.
Bugh ... Bugh ... Bugh
"DASAR BAJINGAN!" murka Alan.
"Ada apa ini?" Devan yang baru saja terbangun, dia merasa bingung ditambah pusing pada kepalanya.
"Hah, kau bertanya ada apa?" murka Alan dengan tatapan menghunus, "Lihat itu!" Alan menunjuk pada Aisha yang tidak berbusana.
Manik Devan menoleh ke arah samping, dia begitu terkejut dengan apa yang terjadi. Bukan hanya terkejut, dia juga sangat bingung.
"Tidak mungkin. Ini tidak benar kan Aish?" tanya Devan.
Hiks ... Hiks ... Hiks
Gadis itu menangis, dia menutupi mukanya dengan bantal. Meratapi nasibnya yang malang. Dosa apa yang sudah ia lakukan, hingga hari ini menjadi hari sial baginya.
"I-tu be-nar, Om. Om mabuk, dan Om melakukan itu padaku!" isaknya dengan deraian air mata.
"Ti-dak. Itu tidak mungkin!" Devan nampak sangat frustasi.
"Kau harus menikahi anak ku. Aku tidak mau tahu!" tegas Alan.
Devan mengusap wajahnya kasar. Dia masih belum percaya, gara-gara dirinya terlalu banyak minum, membuat dia harus terjebak dengan gadis muda yang seharusnya pantas menjadi anaknya.
Sementara Aisha, dia begitu bahagia. Akhirnya apa yang selama ini ia impikan tercapai. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan Om Devan. Sekarang rencananya adalah merubah haluan hati Om Devan agar pria itu bisa mencintainya.
Singkat cerita akhirnya Devan bersedia untuk menikahi Aisha. Gadis muda yang masih sangat belia. Bahkan usianya saja baru genap 19 tahun. Apa kata orang jika pria berumur sepertinya menikahi gadis yang sangat belia.
Empat puluh lima tahun bukanlah usia muda baginya. Seharusnya diusia itu dia memiliki dua sampai tiga anak. Tapi Tuhan berkehendak lain. Pernikahannya gagal saat dirinya berusia kurang lebih tiga puluhan. Istrinya berselingkuh dan lebih memilih selingkuhannya dibandingkan dirinya. Dan itu menjadi pecut untuk Devan, sehingga sampai sekarang pria matang itu sangat malas untuk membina biduk rumah tangga lagi.
Sekarang dia di hadapkan dengan kenyataan tidak masuk akal. Dia akan menikahi gadis yang seharusnya menjadi anaknya, apa kata dunia.
...°°°°®®®®°°°°...
Dua Minggu berlalu, pernikahan yang cukup sederhana di gelar. Tamu yang diundang tidak banyak, karena memang pernikahan mereka dirahasiakan pada khalayak ramai.
Alan dan istrinya terlihat sangat malu, jika jodoh anaknya adalah pria dewasa yang seumuran dengan Alan. Jika para pengusaha lain tahu, pasti akan menjadi topik hangat dikalangan bisnis.
Seluruh keluarga besar datang ke pernikahan tersebut. Semuanya juga sangat terkejut dengan pernikahan yang terlihat sangat dadakan sekali.
Berkali-kali istri Alan mengeluarkan buliran bening dari matanya. Dia merasa gagal menjadi orang tua, menjadi teladan untuk putra-putrinya.
Alan berusaha untuk menenangkan hati sang istri. Dia tahu dan juga merasakan perasaan yang sama seperti yang Zee rasakan.
Ibu mana sih yang rela anak gadisnya dinikahi pria matang. Seharusnya diusia Aish yang masih belia, Aish masih mengeyam pendidikan, menambah ilmu dan pengalaman. Tapi kenyataannya putri tercintanya akan menikah hari ini.
Semuanya sudah diatur sedemikian rupa oleh orang-orang suruhan Alan. Karena memang pernikahan itu bertema senyap, jadi semuanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati. Wkwkwkwkwk ....
Aisha sudah memakai pakaian pengantin berwarna putih, dengan manik-manik di tiap lipatan baju tersebut. Aisha terlihat sangat cantik memakai pakaian pengantin itu.
Zee tidak bisa membendung rasa sedihnya, dia memeluk tubuh Aish dengan erat. Sejujurnya dia belum siap menjadi mertua siapapun. Apalagi sekarang dia akan menjadi mertua seseorang pria tua. Aaaaaahhhhh, membayangkannya saja Zee merinding sendiri.
Sebagai orang tua dari mempelai wanita, Alan dan istrinya mendampingi sang putri menuju ruangan ijab. Dengan perlahan namun pasti, Aish berjalan dengan anggun menuju tempat mempelai pria.
Para tamu undangan sangat kagum dan terpukau dengan kecantikan mempelai putri. Opa dan Oma-nya saja sampai tidak percaya kalau Aish bisa secantik dan seanggun itu.
Sebelum ijab dimulai, Pak penghulu menanyakan mahar yang akan diberikan calon mempelai pria untuk mempelai wanita. Devan memberikan 200 gram emas putih, dan uang tunai sebesar 2 juta rupiah. Karena nominal cash itu yang sekarang ada di dompetnya. Tidak lupa seperangkat alat sholat.
Devan mengucapkan janji pernikahan dengan keras dan lancar. Suaranya menggema di seluruh ruangan, hingga kata 'Sah', semuanya ikut larut dalam kebahagiaan pengantin baru tersebut.
Tidak terasa air mata Aisha lolos begitu saja. Entah itu air mata kebahagiaan atau air mata kesedihan, yang jelas pernikahan tersebut ada karena hasil dari tipu muslihatnya.
Pak penghulu menyuruh pengantin wanita untuk mencium punggung tangan mempelai pria. Itu adalah bakti pertama seorang istri kepada suaminya, juga sebaliknya, Devan harus mencium kening pengantin wanita sebagai bentuk cinta dan kasih seorang suami kepada istrinya.
Semuanya larut dalam suasana haru, semua bingung harus mengungkapkan dengan mimik wajah seperti apa, wajah bahagia atau justru kesedihan.
Berbeda dengan Aish, hatinya begitu berbunga-bunga. Dia tidak menyangka kalau sekarang dia sudah menjadi seorang istri dari pengusaha terkenal. Sama terkenalnya dengan sang papih. Tapi bukan karena itu Aisha menyukai Devan. Gadis labil itu memang sudah menyukai Devan sejak pertemuan pertamanya di Singapura. Akhirnya mereka sah menjadi suami istri.
Acara pernikahan akhirnya selesai juga. Aisha memeluk tubuh Mamihnya dengan erat, kemudian beralih ke Papihnya. Opa dan Oma-nya juga tidak luput dari pelukannya. Pokoknya semua keluarga sudah Aish peluk dengan kasih sayang yang tulus.
"Mih, sudah dong jangan nangis terus! Mamih doain ya, Aish bahagia dan punya banyak anak!" ucapnya dengan santai.
"Astaga, anak ini. Bisa-bisanya dia berpikir sampai situ! Nggak tau apa kalau gara-gara masalah ini, semua keluarga jadi repot, sedih dan pusing! Eh, malah dia minta di doain supaya dapat banyak anak!" batin Zee dan Alan.
"Saya pamit, Pak Alan!" ucap Devan lirih.
Dia sempat bingung mau memanggil Alan dengan apa. Mau memanggil Pak, nyatanya dia sudah menjadi mertuanya. Mau memanggil dengan panggilan yang sama seperti yang dilakukan Aisha, rasanya benar-benar sangat aneh.
Akhirnya dia memutuskan untuk memanggang seperti biasanya saja. Lebih santai dan akrab.
"Saya pamit, Pak Alan!"
"Jaga anakku dengan baik. Tolong bahagiakan dia, penuhi semua kebutuhannya. Kami semua sangat menyayanginya. Tolong jangan sakiti dia!"
"Baik, Pak."
Akhirnya pasangan pengantin baru itu pergi meninggalkan kediaman Xaquille. Zee terisak saat anak gadisnya dibawa pergi dari sisinya. Anak gadis yang ia rawat dengan penuh kasih sayang, kini sudah tidak ada di rumah itu.
"Sudah, Mih. Kita doain aja untuk kebahagiaan mereka. Biarkan Aisha kini menjadi tanggung jawab Devan!" Alan berusaha untuk menenangkan istrinya.
"Iya, Pih!"
Bersambung ...
Hallo semuanya, penggemar Cahyaning Fitri. Bantu like dan komentar untuk karya baru Cahyaning Fitri. Karya ini karya lanjutan dari Om i love you. Yang belum baca om i love you disarankan untuk membacanya dulu, biar jalan ceritanya mudah dipahami.
selamat membaca .....
Di sebuah rumah mewah, di pusat kota, yang letaknya memang agak jauh dari kediaman Xaquille. Gadis cantik itu tersenyum bahagia, menampilkan deretan giginya yang putih dan sangat rapih.
Devan turun dari mobil tanpa menyuruh istrinya untuk keluar dari mobil, dan itu membuat Aish kesal dan sedikit menggerutu. Dia pun langsung menyusul di belakang suaminya.
Aish memasuki rumah mewah bergaya Eropa, dia dibuat terpukau dengan rumah milik suaminya. Kok dia baru tahu ya kalau suaminya memiliki rumah di Indonesia. Setau dia, Om Devan tinggal lama di Singapura. Bahkan bisa dibilang hampir menetap di sana.
Saat mau bertanya, Aish mengurungkan niatnya, karena melihat tatapan Om Devan tidak bersahabat. Aish hanya tersenyum dihadapan Om Devan.
Empat pelayan berjejer di depan pintu. Tiga pelayan wanita masih nampak muda, dan satu pelayan pria nampak sudah tua. Mereka semua menunduk dengan hormat.
"Selamat datang, Tuan! Sudah lama Tuan tidak kesini?" tanya pelayan tua.
"Terimakasih, Pak Mun. Perkenalkan, dia istri saya!" Devan memperkenalkan Aish pada para pelayan, "Tolong layani dia seperti kalian melayaniku!" suruhnya.
"Baik, Tuan."
"Aish, ikuti aku!" Devan mengajak Aish ke suatu ruangan. Aish sudah tidak sabar ingin segera tahu kamarnya.
Rumah itu memiliki dua lantai, Devan mengajak Aish naik ke lantai dua. Lalu, dia membuka sebuah kamar yang cukup mewah, tidak jauh berbeda dengan kamarnya.
Satu tempat tidur ukuran besar, meja, lemari, kulkas mini, dan kamar mandi dalam.
"Kau tidur di sini!" suruhnya.
Tentu Aish sangat bahagia mendapatkan kamar mewah dan cukup nyaman, tapi ...
"Om, mau kemana?" tanya Aish.
"Ke kamar ku,"
"Lho kita sudah sah suami istri? Kenapa Om tidak tidur di sini bersamaku?"
Devan tersenyum sinis, "Aku tidak tahu apa rencana mu, Kucing Liar. Aku yakin kau sudah menjebakku!"
"Apa? Kenapa Om berpikiran seperti itu?"
"Aku ini pria dewasa. Aku kenal betul mana wanita yang ingin menipu, wanita yang hanya memanfaatkan kekayaan ku, wanita yang haus akan kasih sayang, dan wanita hiperseks. Apakah kau wanita seperti yang aku sebutkan?" Devan tersenyum mengejek.
"Om, jangan berpikiran rendah tentang aku ya! Aku bukan wanita seperti itu!"
"Lalu Kau wanita seperti apa? Hah!" Devan masih saja mengejek Aish, "Wanita belia yang berusaha menjebak seorang pria dewasa seperti aku. Sungguh lucu!" Devan tersenyum sinis.
"Om, ini ngomong apa sih? Siapa yang menjebak siapa?" Aish ketakutan, dia menundukkan kepalanya.
"Bukankah kau menjebakku, agar Papihmu menikahkan kita? Hah?"
"Nggak. Itu nggak bener. Bukankah sudah jelas Om melakukan hal itu pada Aish!"
Devan mencengkeram kuat lengan Aish, membuat gadis belia itu meringis kesakitan. Devan menatap tajam ke arahnya, tatapan menelisik dan mencari jawaban dari manik gadis manis itu.
"Kau tidak bisa membodohi ku, Kucing Liar! Aku ini seorang duda, jadi aku tau mana pria yang sudah menyetubuhi wanita maupun tidak. Dan aku tau betul bagaimana rasanya." Devan menyeringai.
Tatapan Devan sungguh menakutkan, jantung Aisha hampir saja lolos dari tempatnya. Pria itu benar-benar tidak bisa dipandang rendah.
Dan seringainya membuat hati Aish menciut. Dia sedang berpikir, bagaimana jika tipu muslihatnya terbongkar. Apakah Om Devan akan langsung menceraikannya, atau akan membuangnya seperti sampah.
Oh, tidak. Bukankah itu tujuanku. Membuatnya jatuh cinta kepadaku. Menjadikan dia milikku.
Ya Tuhan, kenapa rasanya menakutkan sekali. Aku jadi merinding.
Kau memang bodoh Aisha, kenapa kau membuat dirimu terjebak dengan pernikahan ini.
Aku pikir dia akan langsung menerima ku sebagai istri. Tapi ternyata tidak. Dia sangat susah ditaklukan.
Dia sangat pintar, dia tahu aku menjebaknya.
"Hhhhhh, istirahatlah! Aku capek. Aku mau istirahat, jika kau butuh sesuatu atau mau makan, kau bisa meminta kepada pelayan!" Devan meraih gagang pintu hendak keluar. Tiba-tiba ...
"Tidak bisakah Om mencintai aku?" tanya Aish dengan keberanian tinggi. Sontak Devan menoleh ke arah istri kecilnya. Menatap lekat manik itu.
"Aku mau jujur. Duduklah!" Devan menyuruh Aish untuk duduk di sofa. Aish menurut.
"Sebelum aku menikahi mu. Sejujurnya aku berniat ingin rujuk dengan mantan istriku. Kami sepakat untuk melupakan masa lalu. Karena jujur, aku masih sangat mencintainya. Tujuh tahun kami pacaran. Dan lima tahun kami berumah tangga. Dan itu bukanlah waktu yang sebentar bagiku!"
"Lalu maksud Om apa? Om mau menceraikan ku?"
Tidak ada jawaban dari mulut Om Devan. Tiba-tiba suasana menjadi beku, mereka saling terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga Om Devan beranjak dari tempat duduknya, dia masih belum menjawab.
Devan langsung keluar dari kamar Aish. Selepas kepergian suaminya Aish bisa bernafas lega. Akhirnya pria itu keluar.
Aish menjatuhkan pantatnya ke ranjang. Sekarang dia bingung mau melakukan apa. Bagaimana bisa ia justru terjebak dengan pernikahannya sendiri. Tanpa Ia sadari buliran bening menetes begitu saja.
Aku benar-benar bodoh. Seharusnya aku tau kalau dia tidak mencintaiku.
Bahkan dia akan rujuk dengan mantan istrinya. Lalu aku bagaimana?
Maafkan Aish, Mih. Seharusnya Aish nggak berbuat nekad. Semua gara-gara tindakan Aish yang ceroboh.
Aish menyesal. Aish benar-benar menyesal.
...°°°°°®®®°°°°°***...
"Aisha gimana ya, Pih? Dia sudah makan apa belum?" gumam Zee pada suaminya.
"Papih yakin kok. Devan mengurus anak kita dengan baik. Sebetulnya Devan itu orang baik. Cuma karena anak kita aja yang agak kecentilan!" jawab Alan, "Sudah dong, Mih. Mamih makan!"
"Yang dikatakan Alan benar, Nak. Kamu jangan sedih terus. Mama yakin kok, Devan bisa menjaga Aisha kita dengan baik!" ucap Mama Sarah.
Dia memang ibu yang sangat pengertian. Mama Sarah sudah terlihat sangat tua. Rambutnya sudah memutih semua, tidak jauh berbeda dengan papa. Papa juga sering keluar masuk Rumah Sakit.
Rencananya jika Papa mertua sakit lagi, mereka sekeluarga akan membawa Papa berobat ke luar negeri. Sekalian menjenguk adiknya Aisha yang kuliah di sana. Rencana tinggallah rencana, Tuhan juga yang menentukan semuanya.
Zidan memang kuliah di Luar Negeri. Dia anak yang cukup pintar. Terkadang Zee begitu rindu pada putranya. Dan niatnya tahun ini mereka sekeluarga ingin berlibur sambil menjenguk Zidan di luar negeri. Rencana itu sudah disusun oleh Ibu dua anak tersebut dengan rapih.
_____
_____
Keesokan harinya, penyakit papa mertua kambuh lagi. Semua panik, semua bingung. Bergegas Alan menyiapkan mobil untuk membawa Papa ke Rumah Sakit. Alan begitu panik, Zee sebagai istri berusaha untuk menenangkan suaminya.
"Papih hati-hati, Mamih akan langsung menyusul ke Rumah Sakit!"
"Iya, Mih. Jangan lupa beritahu keadaan Papa kepada Aisha. Aisha harus tahu Opa-nya masuk Rumah Sakit lagi!" tutur Alan.
"Iya, Pih. Buruan, Pih. Kasian Papa!"
"Baik, Papih berangkat ke Rumah Sakit dulu ya!"
Zee mengangguk.
Dengan ditemani sopir, Alan membawa papanya ke Rumah Sakit. Sementara Zee berusaha untuk menguatkan sang Ibu mertua.
"Aku akan memberitahu Aisha, Mah."
"Iya, Nak. Beritahu kalau Opa-nya masuk Rumah Sakit!"
To be continued ...
Jangan lupa tinggalkan jejak ditiap part-nya.....
"Apa, Mih? Opa masuk Rumah Sakit?"
"Iya, Nak. Mamih sama Oma mau ke Rumah Sakit. Nanti kamu nyusul ya?"
"Iya, Mih. Aish langsung ke Rumah Sakit ya, Mih!"
"Iya, Nak. Kita ketemu di Rumah Sakit aja!"
"Iya, Mih."
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Tut ... Tut ... Tut
Aisha termenung di dekat jendela. Saat suaminya masuk ke kamar, buru-buru dia menyimpan ponselnya. Dia memaksakan diri untuk tersenyum.
"Aku mau pergi. Jika kau butuh sesuatu kau panggil pelayan!" ucap Devan pada istrinya.
"Om, mau kemana?"
"Aku mau menjemput Sofia di Bandara."
Aish menautkan kedua alisnya, "Siapa Sofia?"
Kemudian Devan menatapnya lekat, "Sofia adalah mantan istriku. Dia baru datang ke Indonesia dan rencananya aku akan menjemputnya di Bandara!" jelas Devan.
Huft ....
Aisha hanya menghela nafasnya panjang. Apakah suaminya tidak memikirkan perasaannya. Apakah dia akan terang-terangan berhubungan dengan mantan istrinya.
"Baik." hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Aisha, "Oya, Om. Bolehkah aku meminjam mobil atau motor?"
"Mau kemana?"
"Aku ... !"
Tiba-tiba saja telfon suaminya berdering nyaring, Devan memberi kode agar Aisha diam tidak bersuara.
"Iya, sebentar lagi aku ke Bandara. Ini aku lagi siap-siap!"
"Iya, Sayang. Kau tenang saja, aku pasti sampai sebelum kau sampai!"
Devan mengakhiri panggilannya dengan seseorang. Kemudian dia berpamitan pada istrinya, Aish menahan tangan Dev. Dia menatap lekat manik itu.
"Bolehkah aku pinjam mobil atau motornya?" tanya Aisha sekali lagi.
"Kau pakai saja yang kau mau. Kuncinya bisa kau tanyakan ke Pak Mun, kepala pelayan!"
"Terimakasih, Om!"
"Aku pergi dulu!"
Devan keluar dari kamar Aisha, buru-buru dia meraih kunci mobil dan pergi entah kemana. Aish nggak perduli. Dia benar-benar sangat kesal dan kecewa dengan sikap suaminya. Sebenarnya dia ingin mengatakan kalau Opa-nya masuk ke RS. Belum juga ngomong, Devan keburu pergi.
"Bodo amatlah!"
Aisha meminta kunci mobil dari Pak Mun. Kebetulan Pak Mun sedang mengawasi pelayan lain bekerja. Saat melihat kedatangan Aish, dia langsung menundukkan kepalanya.
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"
"Pak Mun, Anda tidak perlu menunduk seperti itu."
"Tapi itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai pelayan," jawabnya.
"Tapi Anda orang tua. Tidak pantas jika harus menunduk di depan yang lebih muda,"
Jawaban Aisha membuat Pak Mun tersenyum. Ternyata di zaman modern seperti ini masih ada gadis yang memiliki sopan santun. Pasti kedua orang tuanya bangga karena berhasil mendidik dan mengajarkan arti sopan santun kepada anaknya.
"Meskipun saya orang tua, saya tetaplah seorang pelayan, Nyonya!" jawab Pak Mun.
"Mungkin orang lain iya. Tapi saya tidak. Pak Mun memang pelayan, tapi pelayan juga manusia yang pantas dihormati dan dihargai!"
Pak Mun kalah telak, dia tidak bisa menjelaskan apapun. Apa yang dikatakan istri kecil dari majikannya benar-benar sangat logis dan menjunjung tinggi martabat manusia, termasuk manusia rendahan seperti dirinya. Pak Mun tersenyum.
"Baiklah,"
"Mulai sekarang kalau di depan saya, Pak Mun bersikap seperti biasa saja. Tidak perlu menundukkan kepala!"
"Baik."
"Oya, Saya mau pinjam mobil warna merah. Saya sudah minta izin pada Om Devan. Ehm, bisa minta tolong ambilkan kuncinya?"
"Oh, Nyonya mau pergi?"
"Iya. Saya mau ke Rumah Sakit. Opa saya sakit!"
"Baik, Saya ambilkan!"
Pak Mun mengambilkan kunci mobil di ruang kerja Devan. Pria itu sudah cukup lama ikut dengan Devan, sehingga dia tahu betul dimana letak barang-barang penting milik tuannya.
"Ini, Nyonya!" Pak menyerahkan kunci tersebut ke tangan Aisha.
"Terimakasih."
"Nyonya tidak perlu berterimakasih. Mobil Tuan kan juga mobil Nyonya!"
Aisha menatap sendu.
"Saya pergi dulu, Pak Mun! Assalamualaikum!" pamitnya.
"Walaikumsalam! Semoga Opa Nyonya lekas sembuh!"
"Amin. Terimakasih banyak!"
Pak Mun menatap nanar gadis belia yang sekarang menjadi istri Bos-nya. Dia sedikit curiga. Melihat raut muka gadis itu, dia nampak sedih. Tapi Pak Mun berusaha untuk menepis pikiran itu. Dia hanyalah seorang kepala pelayan, mana berani dia mengomentari atau memberikan nasehat. Pak Mun pun kembali dengan mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda.
____
____
Aisha berlarian di koridor Rumah Sakit menuju ruang ICU. Di sana sudah banyak orang yang menunggu, termasuk Papih dan Mamihnya.
"Pih, Mih, Oma!" panggil Aisha. Semua orang yang menunggu di depan ruangan ICU menoleh ke arah suara Aisha.
"Aisha!" Oma Sarah memeluk cucu kesayangannya. Dia menangis sesenggukan di dalam dekapan sang cucu.
"Sabar ya, Oma. Aish yakin kok, Opa pasti sembuh!" ucap Aish berusaha untuk memenangkan Oma-nya.
"Iya, Sayang. Semoga Opa lekas sembuh!"
Satu jam menunggu akhirnya Dokter keluar dari ruangan ICU. Dokter mengatakan kalau Opa mengalami pembengkakan jantung dan harus di operasi. Namun kendalanya adalah usia Opa yang sudah tua, Dokter tidak berani untuk mengambil tindakan operasi. Mengingat peralatan medis di Rumah Sakit itu tidak secanggih di luar negeri. Dokter pun menyarankan keluarga pasien membawanya operasi di luar negri dengan peralatan yang lebih canggih.
Mendengar penjelasan Dokter, Alan pun sedikit frustasi. Namun dia harus mengambil tindakan cepat demi kesembuhan Papanya.
Akhirnya sore itu juga, dia mengatur pemberangkatan keluarganya ke Jerman. Zee sedikit khawatir harus meninggalkan Aisha sendiri di Indonesia. Bagaimanapun dia belum pernah meninggalkan Aisha sendiri di Indonesia. Padahal rumah papahnya juga masih satu kota, namun kekhawatiran seorang ibu memang tidak bisa tergantikan oleh apapun.
Zee juga tidak bisa memilih tinggal di Indonesia, dia mempunyai suami dan Mama mertua yang harus dia urus. Mau tidak mau, dia harus ikut.
"Kamu ikut Mamih ke Jerman ya? Kamu minta izin pada suamimu agar dia memperbolehkan kamu ikut dengan Mamih!"
"Jangan gitu dong, Mih. Aisha kan sekarang tanggung jawab Devan. Sebagai seorang istri dia harus melayani dan mengurus suaminya!" tutur Alan pada istrinya.
"Tapi, Pih. Mamih nggak tenang jika dia sendiri di sini!"
"Kan ada Opa Roger. Kita nanti titipkan pada Papa Roger dan Mama Nola! Jika Aisha jenuh, dia bisa datang ke rumah Papa dan Mama!"
"Iya, Nak. Aish masih dalam pantauan kami!" ucap Opa Roger.
"Iya, Mih. Mamih nggak usah mengkhawatirkan Aisha. Aisha kan udah gede. Bukan anak kecil lagi. Sekarang Aisha juga seorang istri, jadi tugas Aisha ya mengikuti kemanapun suami Aish pergi!"
"Lalu sekarang suamimu mana?" tanya Zee.
"Eh, itu. Om Devan lagi ada meeting penting. Bertemu klien!" jawab Aisha dengan senyum yang dipaksakan.
"Beneran?"
"Iya, Mih."
Maaf ya, Mih. Aish terpaksa berbohong.
...°°°°°°®®®®°°°°°°***...
Seorang wanita dengan pakaian seksi berjalan berlenggak lenggok sambil menarik tas kopernya melewati kerumunan orang di Bandara. Wanita itu adalah Sofia, mantan istri Devan.
Devan sudah berdiri di depan pintu keluar menyambut kedatangan Sofia. Melihat Devan di sana, Sofia langsung berlarian menuju arah pria tampan itu.
"Mas!" Sofia berhambur ke pelukan mantan suaminya, "Aku rindu!" bisiknya.
"Sofia, aku malu. Sebaiknya kita langsung ke mobil. Aku akan mengantarmu ke Apartemen!"
"Baiklah. Ayo sayang!"
Mereka keluar dari Bandara menuju area parkir. Sofia nampak begitu bahagia bertemu kembali dengan mantannya. Dari Bandara menuju tempat parkir, Sofia menggelayut manja di lengan Devan.
To be continued ...
Hallo semuanya, tinggalkan jejak mu di tiap part-nya ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!