BAB 1.
Rumah itu nampak sederhana, nuansa jawa kental terasa, senada dengan para penghuninya yang juga berasal dari jawa timur asli, dan kebetulan sudah dua generasi tinggal, menetap, bahkan bekerja di gemerlapnya ibu kota jakarta.
“ayo bangun nduk!! kalau bangunnya kesiangan nanti rejekimu dipatok ayam.” seru Roro.
Sherin yang sehari hari sudah terbiasa dengan seruan pagi hari dari ibunya, segera bangun dan merapikan tempat tidurnya.
Gadis berusia 25 tahun itu segera menuju kamar mandi membersihkan diri kemudian menunaikan 2 rakaat di pagi harinya.
Usai menunaikan kewajibannya, Sherin segera keluar dari kamar dan membantu aktivitas pagi bu Roro.
Dengan wajah datar, gadis itu mulai membersihkan setiap sudut rumah, sementara bu Roro berjibaku di dapur menyiapkan sarapan pagi.
“Nanti malam jangan lupa yah, pulang cepet, mas dan mbakmu mau makan malam di sini,” ujar bi Roro usai menyiapkan sarapan.
“Injih bu,” jawab Sherin patuh, tak perna sekalipun gadis itu membantah ucapan sang ibu, karena ridho ibu, adalah doa tak ternilai.
Usai membersihkan rumah, Sherin kembali ke kamarnya dan bersiap menuju ke tempat kerja.
“Lho kok sudah siap toh nduk? bukannya biasanya jam 7 kamu baru berangkat?” tanya bu Roro heran.
“Masa ibu lupa, kan baru saja ibu bilang, jangan pulang terlalu malam, jadi ndak salah toh kalau Sherin berangkat pagi?” jawab Sherin lembut.
“Oh iya, ibu lupa.” bu Roro terkekeh.
***
Seperti biasa, Sherin sudah tiba di Twenty Five Hotel, sebelum atasannya datang.
Gadis itu segera memulai paginya dengan memeriksa jadwal harian sang atasan, kemudian membersihkan ruangan direktur utama, dan menyiapkan semua berkas pekerjaan yang harus diperiksa atasanya.
“Selamat pagi Sherin,” sapa Bima yang juga hari ini tiba lebih pagi.
“Selamat pagi pak.” jawab Sherin datar.
“Apa berkas yang kuminta kemarin sudah siap?” tanya Bima yang urung memasuki ruangannya.
“Belum pak, ini baru akan saya buat print out nya.” jawab Sherin apa adanya.
Bima mengangguk, “sebaiknya cepat, karena berkas itu untuk materi rapat siang ini.”
“Baik pak.”
“Hei … apa aku sudah terlihat tua?” tanya Bima, entah kenapa pagi ini ia terusik dengan panggilan pak yang berasal dari bibir Sherin, padahal sudah 2 tahun terakhir ini Sherin memanggilnya dengan sebutan ‘pak’.
“Maksud anda apa pak?”
“Kenapa kamu selalu memanggilku dengan sebutan ‘Pak’, sementara kamu memanggil si br3ng5ek itu dengan sebutan ‘Bos’?” Bima menunjuk ruangan Andre atasan, sekaligus kawan baiknya sejak di bangku kuliah. “padahal aku dan dia sebaya.”
Sherin tiba tiba terdiam, “entahlah pak, saya juga tidak tahu, semuanya mengalir begitu saja.”
Bima merengut kesal, kemudian berjalan menuju ruangannya.
Walau Sherin masih keheranan dengan sikap Bima, tapi ia hanya mengangkat kedua bahunya, kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya.
“Selamat pagi Sherin,” sapa Andre yang pagi ini wajahnya nampak berbinar tampan.
“Selamat pagi bos, sepertinya pengantin baru sedang bahagia.” sudah biasa bagi Sherin menggoda atasannya, untungnya Andre tak pernah mempermasalahkan hal itu, semuanya demi situasi nyaman di tempat kerja.
“Iya kamu benar, tak kusangka menikah bisa membuatku sangat bahagia.”
“Ciyeee si bos, kapan istrinya di bawa ke sini? saya mau kenalan dengan nyonya Geraldy yang baru.”
“Kalimatmu membuat orang orang berpikir, jika aku memiliki lebih dari satu orang istri.” protes Andre.
Sherin membungkam bibirnya. “ups … maaf bos.”
“Bima sudah datang?”
“Sudah bos, 10 menit yang lalu.”
“Ah sayang sekali, harusnya aku datang satu jam lagi,”
Sherin diam tak mengerti maksud perkataan atasannya.
“Supaya kalian bisa saling PDKT, percayalah padaku, menikah akan membuatmu bahagia, dan … bla bla bla …. ”
Entah apalagi yang Andre ucapkan, Sherin tak lagi mendengarnya, ia sudah bosan manakala atasannya itu membicarakan perjodohan dirinya dengan Bima, Sherin memilih kembali melanjutkan pekerjaannya.
.
.
.
.
.
.
hanya iseng
.
.
.
.
tidak update setiap hari
.
.
.
.
.
sarangeeeeee 💛❤️
BAB 2.
Tepat pukul 16 petang.
Sherin tengah bersiap untuk pulang, karena pagi tadi ia mulai bekerja lebih awal, jadi jika dihitung, saat ini jam kerjanya sudah berakhir.
Usai merapikan meja kerja, dan mematikan komputernya, Sherin berdiri dan menyambar tas yang biasa ia pakai untuk pergi bekerja.
Ketika Sherin hendak melangkah, secara kebetulan Bima pun keluar dari ruangannya, seperti biasa pria itu selalu menampakkan wajah datar jika berhadapan dengan Sherin.
Sherin hanya mengangguk sebentar, kemudian berjalan melewati Bima tanpa rasa berdosa, ia bahkan tak menyadari jika Bima tengah mengikutinya dari belakang, jelas saja karena tujuan mereka sama, yaitu lift.
Rupanya, di dalam lift hanya ada mereka berdua, membuat suasana semakin canggung, “kamu pulang naik apa?” Bima mulai membuka percakapan.
Selama dua tahun bekerja bersama dalam satu tim, tapi Bima sama sekali tak tahu menahu tentang Sherin.
“Hari ini naik bis.” jawab Sherin singkat, bahkan tanpa menoleh.
“Memang biasanya kamu naik apa?” tanya Bima semakin penasaran.
“Naik motor pak.”
“Lalu kenapa hari ini naik bis?”
“Motor saya sedang service rutin pak.”
Bima manggut manggut.
“Mari pak, saya duluan,” pamit Sherin, dan mereka berpisah begitu saja,
Sherin berjalan cepat ke tempat pemberhentian bis kota.
Bima pun demikian, ia berjalan cepat menghampiri mobilnya, sebenarnya Bima sedang malas kembali ke apartemennya, karena setibanya di sana sia hanya akan berteman sepi, karena hingga kini dia masih enggan mencari teman hidup, karena itulah sore ini ia berniat menyambangi salah satu mall terbesar di jakarta, apa lagi jika bukan berburu gadget model baru.
Untuk pria seusianya yang sudah memiliki segalanya, Bima termasuk pria yang tidak neko neko, jika sedang bosan, ia akan pergi ke mall, memuaskan kegemarannya pada gadget, dan action film, sama sekali tak tertarik pergi kencan atau semacamnya.
Sebelum Andre menikah, mereka biasa pergi berdua, tapi sudah sebulan ini Andre menikmati hari hari indahnya bersama sang istri, membuat Bima merasa semakin hampa dan ditinggalkan.
Ketika mobilnya sudah bergabung dengan ramainya jalanan ibu kota, tanpa sengaja pandangannya mengarah pada Sherin yang masih resah menanti bis yang tak kunjung tiba, padahal sudah lebih dari 10 menit ia menunggu.
Entah dapat dorongan dari mana, tiba tiba Bima menghentikan mobilnya tepat di depan Sherin.
Sherin pun terkejut melihat, mobil atasannya berhenti tiba tiba di hadapannya.
Bima menurunkan kaca mobilnya, “masuklah, aku akan mengantarmu,” perintah Bima.
“Eh tidak usah pak, saya naik bis saja.” tolak Sherin, sejujurnya ia canggung, karena ini pertama kalinya, Bima menawarkan tumpangan.
“Ini bukan tawaran, tapi perintah, masuklah !!! aku memaksa.”
Sherin kebingungan, sementara ia masih berpikir, mobil mobil di belakang mobil Bima sudah heboh membunyikan klaksonnya.
“cepatlah, antrian di belakang semakin panjang.” sekali lagi Bima mengingatkan.
Dengan terpaksa Sherin menerima ajakan Bima.
“Emp … sebelumnya terimakasih pak,”
“Hmm … lagipula aku sedang tidak ada pekerjaan, jadi daripada aku menghabiskan waktu untuk kegiatan tidak jelas, lebih baik aku mengantarmu.” Jawab Bima Datar.
‘Nih orang, bener bener rata kaya triplek, gak ada luwes luwesnya sama sekali, tapi jika bersama bos, dia bisa tertawa lepas, kenapa denganku dia dingin seperti kulkas 10 pintu,’ Sherin membatin.
“Tulis Alamat rumahmu,” Bima menyodorkan ponselnya yang sudah berada di menu pencarian Alamat.
Walau masih bingung, Sherin tetap melakukan instruksi dari Bima.
tak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan, jika dikalkulasikan, selama 40 menit perjalanan mereka hanya menghabiskan 10 menit untuk berbincang ringan.
Mobil Bima berhenti di rumah Sherin, tepat pukul 18.
Tak disangka, kedatangan Sherin kini menjadi perhatian sepasang suami istri, mereka adalah Fandy dan Riska istrinya.
Tak menyadari dirinya tengah diperhatikan, Sherin kini berdiri di sisi pintu kemudi, Bima pun menurunkan kaca mobilnya.
“Terima kasih pak, sudah bersedia memberikan tumpangan pada saya.” ucap Sherin basa basi.
“Hmm … sama sama, aku pulang dulu yah.”
Sherin mengangguk, “hati hati pak …”
“Kok tamunya tidak di persilahkan masuk?” tanya Fandy.
“Eh mas Fandy … sudah lama datangnya.”
Secara bersamaan, Sherin dan Bima terkejut, tapi Sherin segera menyapa saudara sulungnya demi menutupi rasa kagetnya, Bima pun demikian, demi menunjukkan sopan santunnya, Bima sengaja turun dan menyapa Fandy dan istrinya.
Fandy dan Istrinya tersenyum ramah, “Ayo masuk saja, kebetulan kami mau makan malam bersama.” Fandy mempersilahkan tamu adiknya untuk ikut bergabung.
“Eh, tidak saya tidak mau mengganggu acara keluarga kalian,” Tolak Bima yang tidak menyangka akan diajak bergabung di acara makan malam keluarga Sherin.
“Tidak perlu sungkan, ayo aku memaksa,” Fandy bahkan menyeret Bima agar bersedia menerima ajakannya.
.
.
.
.
.
.
semoga berkenan.
.
.
.
.
.
hanya selingan, biar gak jenuh dengan Andre dan Bella 😁
.
.
.
.
.
.
Sarangeeeeee 💛❤️
BAB 3.
Suasana nyaman sungguh terasa, manakala Bima melewati pintu utama, kehadirannya mengundang tanya dari ibu dan dua kakak Sherin yang ada di ruangan tersebut.
"Lho … ada tamu toh," tanya Bu Roro pada Fandy.
"Iya bu, ini atasan Sherin." Fandy Menjawab pertanyaan ibu nya.
"Oh … bos Andre rupanya." Seloroh bu Roro.
Bima terkesiap.
"Bukan bu, ini pak Bima, asisten Bos Andre, beliau juga atasan ku." Jawab Sherin pelan.
"Owalaaahhh, kirain bos Andre, yang katamu ganteng itu." Celetuk bu Roro, yang membuat Bima semakin merasa kikuk.
"Buk … yang ini juga ganteng," bisik Tari, menantu pertama bu Roro.
"Mosok toh … kok menurut ibu lebih ganteng bos Andre." Bu Roro terus berbicara, tanpa peduli bahwa Bima menelinga setiap perkataan nya.
"Memang ibu sudah pernah bertemu bos Andre?" Tanya Tari iseng.
Bu Roro nyengir, "Belum, nanti pas 7 bulanan mu, kita undang saja, sekalian ibu pengen kenalan sama bos nya Sherin."
Sherin … menatap Bima yang wajahnya masih tetap datar, kentara sekali jika ia tak nyaman karena Ibu nya sedang membicarakan Bos mereka.
"Maaf pak, ibu saya memang suka ceplas ceplos,"
"Nggak papa, aku sudah biasa mendengar nya, bos kita memang banyak dikagumi para wanita," jawab Bima dingin, "aku baru tahu kalau kamu juga penggemarnya." Sindir Bima.
"Bukan pak, saya cukup tahu diri, tak bisa bersaing dengan Mely, model kenamaan dari Singapura,"
"Tapi ternyata yang jadi istrinya bukan Mely kan?"
"Iya … berarti bu Bos kita wanita luar biasa yang bisa menyingkirkan Mely."
Keduanya malah sibuk membicarakan bos mereka, sementara ditempat lain, Andre yang sedang minum tiba tiba tersedak tak jelas, "kenapa aku tiba tiba tersedak?" Tanya nya bingung.
😂
Sedang asik membicarakan bos mereka, tiba tiba Fandy memanggil. "Kalian ini sedang apa? Kenapa masih berdiri di depan pintu?" Teriak Fandy. "Mau sampai kapan jadi penjaga pintu?"
"Eh iya mas," jawab Sherin.
"Mari pak," Sherin mempersilahkan.
Sherin adalah anak perempuan satu satunya, kedua kakak nya laki laki dan keduanya sudah berkeluarga, kakak pertamanya memiliki dua anak laki laki, begitu pula kakak keduanya, total Sherin memiliki empat keponakan laki laki, dan satu calon keponakan perempuan yang baru akan lahir tiga bulan kedepan, karena inilah mereka berkumpul malam ini, minggu depan akan diadakan acara 7 bulanan.
Selama makan malam berlangsung, obrolan ringan terus mengalir, percakapan seputar kehidupan mereka sehari hari, dan Bima cukup tahu diri untuk menjaga sikap, ia benar benar jadi pendengar yang baik, karena tak ingin terlalu ikut campur dalam urusan keluarga Sherin, walau beberapa kali Fandy dan Bagas bertanya tentang kehidupan pribadinya, Bima hanya menjawab ala kadarnya, jujur tak ada yang ia tutupi.
Pembicaraan berlanjut ke rencana acara syukuran 7 bulanan Tari.
"Jangan lupa, pakde Cokro di undang Gas, rencananya ibu mau mengenalkan Pras pada Sherin, siapa tahu mereka jodoh, lagi pula sejak Kecil, Sherin sudah ibu jodohkan dengan Pras."
Pakdhe Cokro adalah sepupu jauh dari bu Roro.
Sherin seketika membeku, ia sungguh tak nyaman ketika lagi lagi berhadapan dengan orang yang bermaksud menjodohkannya, tidak cukupkah hanya di kantor saja, ia menolak di jodohkan dengan Bima, masak iya di rumah juga ibunya masih membahas masalah perjodohan, di tambah lagi ada Bima, Sherin ingin malu setengah mati, tapi sepertinya Bima bersikap biasa saja, wajahnya pun tetap datar seperti triplek.
Tatapan Bima kini justru terfokus pada empat bocah berbeda usia, yang tengah sibuk bermain dengan gadget nya, karena tak ingin ikut campur, Bima pun undur diri.
"Maaf, saya tidak ingin ikut campur, silahkan dilanjutkan, biar saya menemani anak anak itu bermain." Pamit Bima.
Tanpa menunggu persetujuan, Bima pun bergabung dengan keempat keponakan Sherin, tak ingin ikut pusing memikirkan perjodohan Sherin, dan acara 7 bulanan,dan entah apa lagi, Bima terlalu pusing memikirkannya.
Mudah bagi Bima mendekati keponakan Sherin, karena ia sudah terbiasa akrab dengan anak anak, tinggal di panti asuhan, dan menjadi yang tertua di sana, membuat Bima menjadi sosok pengayom yang selalu dirindukan anak anak.
Tak berhenti hanya berkenalan, Bima bahkan tak segan mengambil tabletnya, agar ia bisa ikut bermain bersama, nyatanya keberadaan tablet Bima, justru membuat anak anak melupakan gadget mereka, karena Bima mengizinkan keempatnya bermain bersama hanya dengan menggunakan tablet miliknya.
Jam 10 malam,
Dengan terpaksa Bima undur diri, karena anak anak harus istirahat.
"Terima kasih om Bima …" ucap keempatnya bersamaan.
"Sama sama." Jawab Bima ramah, wajahnya kini berhias senyuman, dan hal itu membuat Sherin merasa iri.
'kenapa dia selalu datar jika berhadapan denganku.' gerutu Sherin.
"Om … minggu depan datang yah, kita main lagi." Ucap Adit si sulung.
"Wah … belum tahu yah, Om Bima ada pekerjaan atau tidak,"
Keempat bocah itu mendadak cemberut, wajar saja, mereka baru saja mulai nyaman dengan kehadiran Bima di samping mereka.
"Tak usah pedulikan mereka," ujar Fandy yang kini ikut mengantar Bima sampai ke mobil, begitupun Sherin, yang lebih banyak memilih diam.
"Sekali lagi Terima kasih pak, sudah mengantar saya, dan bersedia bergabung makan malam bersama kami, maaf jika menunya seadanya."
"Tidak papa, terima kasih juga sudah mengundangku, bahkan mengizinkanku bermain bersama keponakanmu."
Balas Bima datar, sebelum akhirnya memasuki mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!