Inara terdiam terpaku di ambang pintu dengan kedua tangan bersedekap di dada, pandangan nya memindai penampilan wanita yang ada di hadapannya, dari ujung kepala hingga kaki, wanita yang begitu seksi dan baju kurang bahan yang membaluti tubuhnya. Wanita yang baru saja di perkenalkan oleh sang suami sebagai madu nya. Tak pernah di duga dan pikirkan oleh Inara sebelumnya kalau sang suami tega mendua, menghadirkan orang ketiga di antara mereka. Ternyata selama ini sang suami telah berkhianat di belakang nya, tanpa ada rasa curiga sedikitpun yang Inara sematkan kepada sang suami, karena selama ini Inara selalu menaruh kepercayaan yang mendalam kepada sosok pria yang menjadi kepala keluarganya. Kepercayaan kalau sang suami akan tetap setia hingga menua bersama, tapi nyatanya, sudah delapan tahun usia pernikahan mereka, sang suami tiba-tiba menunjukkan belang nya.
''Kenapa lihat-lihat? Aku cantik dari diri mu, ya? Ya iyalah, kalau aku tidak cantik dari kamu mana mungkin Mas Sandi tergoda sama aku dan bersedia menikahi aku,'' Maria berkata seraya tersenyum sinis, ia juga mengibas rambut panjang sepunggungnya kebelakang, gayanya terkesan angkuh dan sombong. Melihat itu membuat Inara muak, rasanya Inara pengen mencakar-cakar wajah wanita sok kecakepan yang ada di depannya itu. Tapi Inara masih berusaha untuk tetap sabar dan tetap tampil elegan dalam menghadapi sang madu yang menurutnya kualitas nya jauh dari dirinya.
Tanpa berkata-kata, Inara lalu berlalu dari ambang pintu utama, ia meninggalkan Sandi dan Maria begitu saja tanpa sepatah kata yang terucap di bibirnya. Kekecewaan yang ia rasakan sudah berhasil membuat nya bungkam, ia tidak ingin berdebat apalagi ribut-ribut sama Sandi dan Maria. Ia tidak ingin merendahkan harga dirinya di depan Sandi dan Maria. Ia tidak ingin terlihat lemah dan menyedihkan.
Selepas kepergian Inara, Maria berdecak kesal, ''Sok banget tuh istri mu!'' ucap Maria merenggut, ia menggandeng tangan kekar Sandi, lalu ia merebahkan kepalanya pada bahu tegap Sandi. Sandi ingin mencegah agar Maria tak dekat-dekat dengan diri nya untuk menjaga perasaan Inara, tapi Maria keras kepala. Maria ingin menguasai diri Sandi sepenuhnya.
''Udah, mungkin dia masih kaget waktu Mas memperkenalkan siapa kamu kepadanya. Sudah untung Inara tidak mengamuk.'' Ucap Sandi. Sandi bernafas lega, ia kira saat ia membawa Maria ke rumah, Ia kira Inara akan mengamuk lalu terjadi keributan di rumahnya. Tapi, ternyata semua sungguh di luar dugaan dan perkiraan nya, Inara ternyata tidak marah dan juga tidak sedih saat ia pulang membawa istri mudanya. Sandi merasa lega, tapi di sudut hati terdalam nya, ia juga merasa kecewa melihat tanggapan sang istri. ''Kok Inara tidak marah, tidak sedih, dan tidak menangis menjerit saat aku mengenalkan Maria kepadanya? tanggapan Inara tidak seperti kebanyakan wanita lain yang ada di luaran sana saat mereka tahu suami mereka telah berselingkuh.'' Ucap Sandi di dalam hati. Setelah itu ia dan Maria masuk ke dalam rumah, Sandi membawa Maria duduk di sofa ruang keluarga.
Maria mengedarkan pandangannya menatap tiap-tiap sudut rumah, ia merasa begitu senang melihat rumah yang begitu mewah lagi megah dengan furnitur yang tersusun rapi dan nampak berkelas. Rasanya Maria sudah tidak sabar ingin mendepak Inara dari rumah itu. Maria ingin menguasai semuanya.
Bersambung.
''Sayang, Mas mohon kamu terima Maria dengan baik di rumah ini, ya. Mas harap kalian bisa jadi teman yang baik, saling bekerja sama dalam membersihkan rumah dan dalam menyenangkan Mas,'' ucap Sandi enteng terdengar sedikit memelas. Ia menatap Inara lekat. Ia menyusul Inara ke dalam kamar, lalu dirinya duduk di pinggir kasur, sedangkan Inara duduk di bagian tengah kasur dengan punggung dan kepala bersandar di kepala ranjang. Tatapan mata Inara fokus menatap lembar novel yang sedang ia baca. Kehadiran sang suami di dalam kamar, membuat dirinya tidak fokus melanjutkan membaca novel kesukaannya itu.
Inara merasa amat kesal setelah mendengar apa yang di katakan oleh Sandi. Memang apa kurangnya dirinya selama ini? Selama ini Inara sudah mengurus pekerjaan rumah dengan baik tanpa bantuan asisten rumah tangga, selain itu ia juga telah memberikan Sandi seorang anak yang begitu tampan, yang saat ini sudah berusia tujuh tahun. Saat ini anak mereka lagi sekolah.
Di usia pernikahan mereka yang ke delapan tahun, teganya Sandi membawa wanita muda ke rumah, yang ternyata adalah istri baru nya. Kalau sudah bosan kenapa tidak berterus terang? Kenapa harus berselingkuh dan berkhianat dengan menikahi wanita yang bernama Maria. Pikir Inara teramat geram dengan hati yang terasa amat sakit bagai tercabik-cabik, ia masih berusaha untuk meyakinkan dirinya kalau Sandi benar-benar telah menghadirkan madu untuk dirinya. Selama ini ia tulus mengabdikan dirinya untuk sang suami tanpa banyak menuntut, tapi sang suami malah ngelunjak. Tidak tahu terimakasih dan tidak tahu di untung.
''Enak banget jadi diri mu, ya!'' Inara berkata lantang. Ia menutup lembaran novel, lalu meletakkan di atas nakas. Tatapannya kini begitu tajam menatap sang suami yang nampak salah tingkah. Ekpresi wajahnya datar.
''Se, semua sudah terlanjur, Sayang. Mas tidak sengaja bertemu dengan Maria saat Mas lagi bekerja di luar kota. Lalu setelah itu hubungan kami berjalan begitu saja, karena kami sama-sama merasa nyaman.'' Jawab Sandi lagi dengan jari-jari tangan saling bersahutan memegang ujung kemeja yang ia pakai. Sandi sebenarnya merasa takut sama sang istri, tapi ia ingin terlihat bahwa dirinya keren dan hebat di mata Inara. Wanita yang telah di nikahi nya dari delapan tahun yang lalu. Mereka menikah karena sama-sama suka, karena mereka memang sudah berpacaran dari zaman masih kuliah.
''Lalu kamu sudah merasa tidak nyaman lagi sama aku? Kalau begitu ceraikan aku sekarang juga!'' ucap Inara penuh penekanan. Ia beranjak dari atas kasur, lalu ia berjalan, berdiri di depan jendela kamar, tatapan matanya menatap keluar, dengan mata berkaca-kaca, sekuat dan se tegar apapun seorang wanita, kalau sudah di khianati, pasti akan merasakan sakit dan akan menangis juga. Tapi Inara mencoba untuk menyembunyikan air matanya dari sang suami, sungguh dirinya tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang telah tega mengkhianati nya. Ia mencoba melonggarkan dadanya yang terasa sesak. Protes pun percuma karena semua sudah terlanjur terjadi. Kita tidak dapat memaksa seseorang untuk terus bersama kita. Kalau orang itu benar-benar mencintai dan menyayangi kita, ia pasti akan selalu setia dan tidak akan tega untuk melakukan sesuatu yang dapat melukai hati orang yang di cintai. Dan sekarang Inara yakin kalau Sandi sudah tidak lagi mencintai, Inara sudah menyiapkan hatinya untuk melepaskan Sandi, tapi sebelum itu, ia akan mengurus semua harta yang menjadi hak nya, dan sebelum pergi dari hidup Sandi, Inara akan memberikan pelajaran kepada Sandi dan Maria.
''Bu, bukan begitu Sayang. Mas masih merasa nyaman dengan dirimu. Mas tidak akan mungkin menceraikan kamu, yank. Bagi Mas kamu tetap nomer satu di hati, Mas.'' Sandi berkata begitu lembut, ia menyentuh pundak Inara dengan pelan, tapi dengan cepat Inara menepis tangan Sandi agar tak menyentuh nya. Entahlah, Inara benar-benar merasa jijik bila bersentuhan dengan sang suami, apalagi saat ia teringat kalau sang suami telah tidur dengan wanita lain selain dirinya.
''Lepas! Dasar brengsek, rakus! Kalau begitu izinkan aku berhubungan dengan pria yang bisa membuat aku nyaman, aku sudah tidak nyaman lagi sama kamu, Mas. Yang ada sekarang aku begitu muak dan jijik melihat wajah mu yang sok kecakepan itu.'' Umpat Inara dengan tarikan nafas menggebu.
''Maksud mu apa, Sayang? Kamu tidak boleh berhubungan dengan pria manapun selain dengan Mas. Kamu itu milik, Mas. Dan sampai kapanpun tetap milik, Mas!'' Sandi terlihat emosi setelah mendengar perkataan sang istri. Ia benar-benar tak rela kalau Inara berhubungan dengan pria lain. Hatinya terasa sakit saat Inara berkata seperti itu.
''Kenapa? Dasar egois!''
''Mas tidak akan pernah mengizinkan kamu untuk berhubungan dengan pria lain. Apa-apaan ini, kamu itu sudah menjadi milik, Mas, dan selama akan menjadi milik, Mas. Titik!'' Sandi mengulang ucapan nya dengan tegas.
''Egois sekali kamu. Sedangkan kamu sendiri sudah mencari tempat sandaran lain, sementara aku, kenapa kamu melarang aku?'' Inara sengaja berkata seperti itu, ia sengaja memancing emosi Sandi.
''Karena wanita itu memang hanya di perbolehkan untuk mempunyai satu orang suami saja. Sedangkan kaum pria, di perbolehkan untuk mempunyai hingga empat orang istri selama mereka merasa mampu untuk bersikap adil. Dan Mas yakin, Mas bisa bersikap adil sama kamu dan Maria.'' Sandi berkata yakin dengan senyum miring.
''Ciuh! Apa-apaan itu! Kalau begitu kamu ceraikan aku sekarang juga, supaya aku bisa berhubungan dengan pria yang lebih baik dari kamu. Pria yang setia dan tidak suka berbohong di belakang istrinya.''
''Mas tidak bisa melakukan itu. Hati Mas merasa sakit bila melihat kamu bersama pria lain.''
''Sakit, 'kan? Aku juga sakit, Mas.''
''Tapi rasa sakit di hati kamu hanya untuk sementara Sayang. Lama kelamaan kamu pasti bisa menerima kehadiran Maria.''
''Tidak!'' ucap Inara bersikukuh tidak mau menerima Maria di tengah-tengah rumah tangganya.
''Apaan sih ribut-ribut. Eh Mbak Inara, mana kamar untuk aku? Apa kamar untuk aku sudah Mbak bersihkan? Soalnya aku pengen tiduran di atas tempat tidur. Atau kamar ini saja untuk aku? Kalau begitu buruan Mbak keluar dari kamar ini sekarang juga.'' Maria dengan lancang nya masuk ke dalam kamar Inara dan Sandi. Karena pintu kamar tidak di kunci. Maria berkata begitu angkuh, seakan ia bisa menguasai semua yang ada di rumah itu.
Inara dan Sandi menoleh ke arah Maria yang ada di belakang mereka, Inara merasa begitu murka mendengar perkataan Maria.
Inara berjalan ke arah Maria, begitu sudah sampai di depan Maria.
Plak!
Inara menghadiahkan satu tamparan keras ke pipi mulus Maria. Sandi begitu kaget melihat apa yang sang istri pertama lakukan kepada sang istri kedua. Ia ingin membela Maria, tapi ia takut sama Inara. Alhasil ia hanya berdiam diri di tempat dengan perasaan bingung harus berbuat apa.
Sedangkan Maria berdiri dengan tangan mengusap pipinya yang terasa panas, nyeri, nyut-nyutan, dan pedih. Ia sungguh tidak menyangka, Inara yang terlihat lugu dan penurut ternyata berani menamparnya.
Bersambung.
''Berani nya kamu menampar aku,'' geram Maria, ia menatap Inara dengan wajah memerah dan dada naik turun. Ia begitu emosi atas tamparan mendadak yang Inara darat kan di pipi nya.
''Kenapa aku harus takut sama kamu? Emang kamu siapa di rumah ini? kamu itu cuma numpang di rumah ini, jadi jangan belagu!'' balas Inara tersenyum miring. Kedua tangannya berkacak pinggang. Ia sama sekali tidak merasa takut sama Maria.
Maria ingin membalas tamparan Inara, tapi dengan cepat Inara mengelak. Hingga telapak tangan Maria hanya menampar angin. Maria ingin menarik rambut panjang sepunggung Inara, dengan sigap Inara memelintir tangan Maria, hingga Maria mengaduh kesakitan.
''Aw,'' Maria berucap singkat dengan ekspresi wajah seperti tengah menahan rasa sakit. Ia menarik tangan nya, tapi semakin di tarik semakin sakit. Lagi-lagi dia mengaduh minta di lepaskan.
''Gi mana, enak?'' tanya Inara mengejek. Ia tersenyum sinis.
''Mas, kamu bantuin aku dong! Kok kamu malah diem aja sih!'' gerutu Maria menatap ke arah Sandi yang dari tadi hanya berdiri diam menjadi penonton saja. Sandi mendadak sakir kepala melihat istri-istri nya yang ribut dan tidak bisa akur.
''Inara, cepat lepaskan tangan Maria. Kasihan dia, nanti tangannya terkilir!'' ucap Sandi terdengar memohon, wajahnya memelas menatap Inara.
''Maka nya kamu itu kalau mau cari madu untuk aku, cari madu yang baik, yang lemah lembut, yang penurut. Bukan madu seperti dia. Enggak tahu diri banget jadi orang!'' sahut Inara mencebik. Inara lalu melepaskan tangan Maria, ia juga mendorong kecil tubuh Maria hingga hampir saja tubuh Maria terjerembab di atas lantai, untungnya dengan cepat Sandi menangkap tubuhnya.
''Apa? Jadi kamu mengizinkan Mas menikah lagi untuk yang ke tiga kalinya?!'' Sandi berucap dengan senyum simpul. Mendengar apa yang di katakan oleh Inara membuat nya merasa dapat angin segar. Maria mencubit kecil pinggang Sandi, dia tidak suka mendengar perkataan Sandi.
''Dasar pria rakus kamu! Di pancing begitu saja kamu sudah kesenangan. Mending urus istri nyebelin kamu ini saja. Tunjukkan kamarnya. Kamar yang paling belakang sekali.''
''Maksud kamu kamar pembantu?''
''Iya. Karena setelah ini selain menjadi madu aku, dia juga akan menjadi pembantu gratisan di rumah ini. Bukan begitu, Maria?''
''Tidak sudi aku!'' sanggah Maria.
''Ya sudah. Sana keluar kalian dari kamar aku. Mulai hari ini kamar ini cuma kamar milik aku sendiri. Kamu sana, Mas, tidur sama istri muda mu saja! Aku sungguh tidak sudi lagi tidur sekamar dengan diri mu,''
''Inara?!'' bentak Sandi. Sandi tidak terima perkataan Inara.
''Apa?'' balas Inara melotot.
''Ah, sudahlah! Ayo Maria,'' akhirnya Sandi mengalah. Ia menarik tangan Maria agar segera keluar dari kamar.
''Awas saja kamu wanita jelek. Tunggu pembalasan dari aku!'' Maria berkata mengancam. Setelah itu ia dan Sandi berlalu dari hadapan Inara. Setelah kepergian dua manusia tak tahu malu itu, Inara mengunci pintu kamar dari dalam. Lalu ia membuka lemari pakaiannya. Ia akan mengganti baju, karena setelah ini ia akan menjemput Andre di sekolah. Andre adalah nama anak nya.
Inara memilih dress bewarna wardah, dress dengan panjang di bawah lutut dan berlengan panjang. Dress yang begitu cantik dan pas di tubuhnya yang masih seksi. Setelah memakai pakaian, Inara menyisir rambutnya yang indah, rambut hitam lurus dengan panjang sepunggung, ia membiarkan rambutnya terurai. Tidak terlupakan, dirinya juga memoles wajah cantiknya dengan makeup tipis. Setelah selesai semuanya, Inara memutar tubuhnya di depan cermin meja rias. Inara terkagum-kagum sendiri melihat penampilan nya. Biasanya Inara selalu berpenampilan apa adanya saat menjemput Andre di sekolah, biasanya ia selalu memakai daster. Tapi kali ini ia ingin terlihat berbeda, kedepan nya ia akan rajin melakukan perawatan pada anggota tubuhnya, dan ia juga akan memakai pakaian yang bagus-bagus, ia ingin menunjukkan kepada Sandi, kalau dirinya jauh lebih cantik dari Maria. Ia ingin membuat Sandi menyesal karena telah berani mengkhianati nya.
Inara berjalan melewati ruang keluarga dengan tas kecil menggantung di pundaknya, suara sepatu hak tinggi yang di pakainya terdengar berirama, saat melewati ruang keluarga, dia melihat Sandi sedang memijit tangan Maria yang kena pelintir oleh dirinya tadi. Mereka terlihat begitu romantis, tapi Inara sama sekali tidak merasa cemburu. Entahlah seketika rasa cinta yang telah ia pelihara sejak sembilan tahun yang lalu terhadap Sandi lenyap sudah. Karena Sandi yang telah berani menghadirkan orang ketiga di antara mereka. Inara sungguh jijik melihat wajah sang suami yang begitu sok kecakepan. Semakin berumur bukannya berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tapi Sandi malah semakin berulah.
''Inara, kamu mau ke mana?'' tanya Sandi penasaran. Karena jarang-jarang sekali Inara berpenampilan cantik dan rapi seperti saat ini. Sandi merasa pangling melihat sang istri. Sebenarnya aslinya Inara sudah sangat cantik, tapi saat ini ia terlihat lebih waw dari biasa karena penampilan yang begitu mendukung.
''Aku mau cari Papa baru untuk Andre.'' Jawab Inara asal. Ia sengaja ingin memancing amarah Sandi.
''Ih, sok kecakepan banget jadi orang.'' Maria berucap lirih, tapi masih bisa di dengar oleh Inara. Kali ini Inara sama sekali tidak tertarik meladeni Maria, ia bersikap abai.
''Inara, sadarlah, kamu sudah punya suami. Kamu tidak boleh berkata seperti itu.'' Sandi berjalan menghampiri Inara yang berdiri di dekat pembantas antara ruang keluarga dan ruang tamu.
''Terserah aku lah mau bicara apa.''
''Kamu mau ke mana?'' Sandi memegang pergelangan tangan Inara. Dengan cepat Inara menepis tangan Sandi.
''Aku pengen jemput Andre!'' jawab Inara jujur.
''Ya sudah, kamu hati-hati di jalan, ya.'' Sandi berubah lembut. Ia menatap Inara lekat dan dalam. Sebenarnya Sandi sangat mencintai Inara, tapi Sandi tidak bisa menjaga pandangannya terhadap wanita lain. Apalagi Maria begitu pandai menggoda nya saat mereka masih belum ada hubungan apa-apa waktu itu.
''Hm.'' Inara hanya berdehem kecil, lalu ia melangkah berjalan keluar.
''Kamu tidak mau menyalami tangan Mas dulu?'' tanya Sandi, Sandi mengekori Inara dari belakang. Sedangkan Maria masih duduk di sofa ruang keluarga. Maria tersenyum senang melihat kepergian Inara dari rumah. Karena Maria punya niat jahat kepada Inara. Maria ingin masuk ke dalam kamar Inara, ia ingin mengambil perhiasan dan benda berharga milik Inara.
''Tidak! Maria 'kan sudah ada! Suruh dia saja yang mengambil tangan mu!'' ucap Inara enteng. Kini, Inara sudah duduk di kemudi, di dalam mobil miliknya. Mobil bewarna merah, mobil hadiah dari orangtuanya saat ia berulang tahun, tahun lalu.
Saat Sandi ingin berucap lagi, Inara malah melajukan kendaraan roda empat miliknya tanpa berpamitan kepada Sandi. Sandi menatap mobil yang sudah menghilang di balik pintu gerbang dengan tatapan sendu. Entahlah, hatinya terasa sakit karena perlakuan dan sikap Inara yang berbeda dari biasa. Biasanya Inara tidak pernah membantah perkataan nya, biasanya Inara selalu menghargai nya sebagai seorang suami. Tapi kali ini?
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!