NovelToon NovelToon

Istri Rahasia Sang Presdir

BAB 01 - Pelampiasan/Pelarian

Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini tengah berada di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.

Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya

--------- ** ---------

"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"

"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"

"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."

...****************...

"Aku menginginkan ini sejak lama."

Tidak pernah terpikirkan oleh Zean, tepat empat tahun pernikahannya dia akan mengkhianati janji suci itu. Janji yang menjadi sebuah pemersatu dua perusahaan raksasa di negeri ini.

Pernikahan dengan sejuta kepalsuan yang pada akhirnya hanya bicara tentang keuntungan. Sungguh sial nasib Zean Andreatama, putra kebanggaan Mikhail Abercio yang hingga saat ini masih menjadi pria paling berpengaruh di dunia bisnis.

Zean berdebar tak karu-karuan kala menatap wajah cantik wanita yang baru saja dia nikahi beberapa jam lalu. Tanpa cinta, dia hanya butuh diperlakukan sebagai suami sempurna, itu saja.

Awalnya dia tidak percaya pada ucapan sebagian besar rekan kerjanya. Se*ks tidak butuh cinta, kini dia benar-benar merasakan bagaimana sensasi belahan sempit yang menjepit miliknya di malam pertama.

Pernikahan tak terduga, entah karena kebetulan atau memang jodohnya. Zean menikahi seorang wanita yang dia kenal sejak dua bulan lalu sebagai sekretaris pribadinya.

"Pak."

Suara itu lolos dari bibir mungil Nasyila yang kini tengah meremmas sprei dan mencari pelampiasan kala dia merasakan sensasi asing yang baru pertama kali dia rasakan dalam hidupnya.

Zean tidak melepaskan diri manakala sang istri mencapai puncak untuk kesekian kali. Kapan terakhir kali Zean mendapatkan hal semacam ini, dia benar-benar dibuat gila dengan kemolekan tubuh istrinya.

Dia haus, Zean benar-benar rakus hingga dia tidak bisa berhenti meski istrinya sudah terkulai lemas dan pasrah begitu saja menerima hentakan demi hentakan yang Zean berikan.

"Kau tidak salah, Zean ... dia memang milikmu."

Ya, itulah yang Zean pikirkan saat ini. Selama empat tahun dia tersiksa, pernikahan bak neraka yang membuat Zean tidak percaya arti sakinah yang kerap disampaikan Zia, sang mama.

Dia memilih jalan ini, Zean pria dewasa yang normal seperti manusia pada umumnya. Sementara di rumah dia tidak pernah diperlakukan sebagai suami, dia kekurangan kasih sayang dan begitu lapar meski hidup sebagai barisan konglomerat.

Sejenak Zean melupakan kehidupan sesungguhnya, dia hanya ingin membayar tuntas betapa hausnya dia selama ini. Keringat kini membasah dan menetes dari dagunya, jatuh tepat di atas perut sang istri yang saat ini dibuat melayang dengan hentakan Zean yang kadang kala semakin dalam.

Mata keduanya bertemu, Zean tersenyum tipis kemudian menundukkan tubuhnya. Pria itu mengikis jarak dan mellumat bibir wanita itu begitu lembut, tidak pernah terpikirkan jika bosnya yang dingin dan irit bicara ini begitu liar di atas ranjang.

"Ibu, maafkan, Syila."

Hatinya menjerit, tapi tubuhnya seakan tidak mengerti dengan rasa bersalah ataupun penyesalan. Dia tidak yakin dengan keputusan ini, hanya saja dia terjebak dan terpaksa menerima tawaran Zean.

Hendak kembali menangis, tapi jemari pria itu segera mengusap air matanya. Mungkin dia salah paham tentang tangis sang istri, Nasyila bukan menangis lantaran Zean gagahi. Akan tetapi, dia menangisi keadaan yang membuatnya berada di posisi ini.

Hubungan mereka di kantor biasa saja, sangat-sangat biasa bahkan Nasyila kerap kali mengeluh dengan sikap Zean yang menurutnya tidak manusiawi. Akan tetapi, malam ini mata Nasyila benar-benar terbuka dan melihat Zean sangat amat berbeda.

Malam panas mereka lalui bak pasangan yang saling mencintai sejak lama. Zean seakan meluapkan rindu menahun yang akhirnya menemukan titik temu. Hingga, pria itu mengerang dan mempercepat gerakan tubuhnya kemudian membuat Nasyila yang tadinya merintih lemah kini meracau karena merasa tubuhnya lagi-lagi diguncang hebat.

Napas Zean tersengal, dia ambruk di atas tubuh sang istri. Aroma wangi di ceruk leher Nasyila benar-benar menggoda, padahal keringat sang istri mengucur deras hingga rambutnya terasa basah.

Beberapa menit bertahan dengan posisi tersebut, Syila memilih diam meski ada keinginan untuk membalas pelukan Zean. Bos gila yang membuatnya hampir bunuh diri akibat tekanan di tempat kerja satu minggu lalu.

Perlahan, pelukan itu terlepas dan Zean menatap wajahnya. Kembali datar seperti biasa seorang Zean dan itu membuat Syila terhenyak, apa mungkin karena kesuciannya sudah Zean rasakan, pikir wanita itu bingung sendiri.

Namun, beberapa detik kemudian dia merubah posisi tidurnya di sebelah Syila. Pria itu menarik selimut hingga menutupi bagian dada sang istri, tidak hanya itu Zean memeluknya cukup erat sebelum kemudian dengkuran halus terdengar yang menandakan dia terlalu lelah.

"Ya Tuhan ... jika benar ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku."

.

.

.

- To Be Continue -

BAB 02 - Kilas Balik

Tepat pukul lima pagi, mata Nasyila perlahan terbuka. Dia memang terbiasa bangun pagi, sejak kecil sudah dididik disiplin meski dengan segala keterbatasan. Lahir di sebuah keluarga sederhana tidak membuat keinginan Nasyila untuk lebih baik ketika dewasa pupus begitu saja.

Dia yakin bisa membuktikan bahwa dunia tidak seseram yang dikatakan orang banyak. Tuhan selalu punya cara untuk menyelesaikan masalahnya, dan Nasyila selalu yakin akan hal itu.

Akan tetapi, setelah kondisi sang ibu kian memburuk perlahan hati Nasyila melemah. Dunia memang kejam, itu fakta yang tidak bisa dia bantah. Bertahan di ibu kota tidak semudah yang dibayangkan, meski dia memang selalu beruntung dengan pendidikan tinggi yang berhasil dia tuntaskan dengan beasiswa tentu saja.

Pikirannya masih melayang jauh, Nasyila menatap pria tampan dengan wajah yang begitu sempurna di sampingnya masih tertidur pulas. Sebagaimana dia katakan bahwa Tuhan selalu punya cara, akan tetapi setelah menatap Zean dia bingung sendiri sebenarnya pria itu penolong atau awal bencana baginya.

Nasyila tidak menyesal, jika Zean tidak datang malam itu mungkin dia akan benar-benar menjual keperawanannya pada pria tidak dikenal. Saat itu dia buntu, bimbang dan jujur saja tidak punya cara yang terpikirkan dalam otak Syila.

Mereka memang tidak memiliki aset ini dan itu sejak dahulu, rumah yang mereka tumpangi adalah harta satu-satunya. Sialnya, sertifikat rumah itu sudah dia gadaikan tiga bulan lalu lantaran biaya rumah sakit sang ibu tidaklah kecil. Sementara, saat itu Nasyila belum mendapat pekerjaan.

Akan tetapi, setelah mendapat pekerjaan nyatanya tidak menjadi berita baik begitu saja. Cicilan hutang dan biaya rumah sakit sang ibu memeras otak dan tenaga Syila, belum lagi gaji yang dia dapatkan dari pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan biaya rumah sakit sang ibu.

Hingga, Syila berada di titik putus asanya tiga hari lalu. Nekat mendatangi sebuah club malam atas rekomendasi temannya sewaktu kuliah. Sempat ragu, tapi setelah temannya itu meyakinkan Syila melupakan baik dan buruknya.

Siallnya, ketika tiba di sana Syila harus kembali dipertemukan dengan pria gila yang membuatnya hampir bunuh diri lantaran gajinya dipotong hanya karena telat dua menit. Ya, manusia tidak memiliki hati yang sedikit sakit jiwa di mata Nasyila adalah teman dari pria kaya yang akan membayarnya malam itu.

Semua berawal baik-baik saja, Nasyila memerankan skenarionya sebagai wanita penghibur dan melupakan siapa itu Zean Andreatama. Walau sejak awal kedatangannya, mata Zean seperti hendak copot menatap Syila.

Hingga, beberapa menit berlalu Zean tiba-tiba marah dan membuat keonaran bahkan situasi club malam itu menjadi tidak kondusif. Bak pria yang marah dan tidak terima karena wanitanya disentuh pria lain, Zean menarik paksa Syila setelah berhasil menghajar Rio hingga pria itu babak belur.

"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"

Suara Zean menyalak-nyalak ketika mereka sudah berada di mobil. Nasyila yang sudah terbiasa dibentak sebagai anak baru menganggap kemarahan Zean sebagai hal biasa.

"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"

Tidak terima karena Zean bertindak semaunya, Nasyila melontarkan kata-kata yang sejak tadi ingin dia keluarkan. Sontak saja Zean mengepalkan tangan dan menatapnya kian tajam.

"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."

Kalimat yang awalnya tidak dapat Nasyila pahami, kini dia dapat mengerti apa maksud Zean. Pria itu menikahinya setelah beberapa hari memaksa Nasyila pulang, pernikahan rahasia yang mereka lakukan atas izin Zulia, ibunda Nasyila yang masih terbaring lemah di rumah sakit.

Benar-benar diperlakukan sebagaimana wanita pada umumnya. Padahal, pernikahan tersebut dia setujui dengan beberapa perjanjian yang mereka tanda tangani berdua. Zean butuh sosok istri, sementara Syila butuh pria yang mampu menopang hidupnya.

Anggap saja dia wanita tidak berguna, Syila terima itu. Akan tetapi, seperti kata Zean akan lebih baik menjadi pellacur untuk suami dalam ikatan yang direstui Tuhan, dibandingkan menjajakan tubuh dan pada akhirnya membuat dia tidak berharga.

"Eeuungh."

Lamunan Nasyila buyar kala mendengar lenguhan Zean. Pria itu mulai terbangun dari tidurnya, tampak jelas dia begitu lelah hingga menggerakkan leher dan tangannya. Dia tampan, sangat tampan bahkan jika hanya dari segi fisik Syila mungkin saja mencintainya.

Sayang sekali, tabiat asli Zean sudah dia ketahui dan Syila harus mengonsumsi obat sakit kepala akibat menjadi sekretaris Zean. "Aah, shiitt." Zean mengumpat, dia masih menggerakkan leher dan lengannya.

"Aku harus bagaimana? Sapa seperti biasa? Tapi kan ini bukan di kantor ... aduh, aku harus bagaimana?"

Syila bingung sendiri, dia menatap pria yang kini duduk di sisinya. Menghadap ke depan dan tampaknya tengah mengumpulkan nyawa, dia menggigit bibir bawahnya kala menyadari bekas cakaran di punggung Zean.

"Jangan bilang itu ulahku? Ti-tidak mungkin, pasti dia melakukannya dengan banyak wanita dan bekasnya masih ada."

Nasyila menolak sadar, padahal bekas cakaran itu memang ulah jemarinya.Terlihat jelas masih baru dan dia seakan lari dari tanggung jawab, tidak tahan lantaran kian malu Nasyila menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

"Ehm?"

Merasakan sedikit pergerakan dari selimut itu, Zean menoleh ke dan menyadari dia tidak sedang sendirian. Ya Tuhan, Zean bahkan lupa jika ada istrinya. Pria itu menggaruk kepalanya yang terasa sedikit gatal seraya menguap lebar-lebar.

"Syila."

Zean mengguncang pelan tubuh Syila yang tertutup selimut. Entah kenapa dia ingin saja mengusik wanita yang kerap menjadi sasaran kemarahannya di tempat kerja itu.

"Ayana Nasyila!!"

Sebal tidak mendapat respon, Zean menaikkan intonasi suaranya hingga wanita itu mengintip sedikit demi sedikit di bawah selimut. Dilihatnya wajah menyebalkan Zean, memang aura pria itu sontak berubah suram jika sudah membuka mata.

.

.

- To Be Continue -

BAB 03 - Sejak Awal Sudah Masalah

"Ke kenapa?"

"Punggungku perih, apa memang luka?" tanya Zean baru menyadari betapa perihnya, ulah istrinya memang sedikit gila hingga menciptakan luka yang cukup menyiksa.

"Hanya gores, mungkin kasur ini yang terlalu kasar ... maaf, sampai luka," ucap Nasyila mengada-ngada, sekalipun ranjang tua di rumahnya itu sudah lama rasanya tidak mungkin akan membuat punggung Zean seperti itu.

"Kasur? Kasurnya nyaman-nyaman saja, ini bekas kukumu gila."

Gila, baiklah satu kata di pagi hari dan memang sudah terbiasa Nasyila dengar. Telinganya sudah baik-baik saja, jadi tidak masalah sekalipun dianggap gila.

"Apa iya? Kuku saya pend_ Hehe panjang rupanya," ucap Nasyila semakin malu kala dia memperlihatkan kukunya pada Zean dan memang cukup panjang.

"Hehe .... Hehe." Dia mengejek tawa Nasyila dengan wajah luar biasa menyebalkan dan itu membuat Nasyila mengelus dada, entah kenapa pria bernama Zean ini menyebalkan sampai mata kaki jika sudah bicara.

"Tidak lucu sama sekali, cepat obati."

Wajahnya terlihat datar, tapi suaranya lembut. Itu adalah perintah, jelas saja Nasyila was-was bagaimana cara mengambil obat-obatan yang terletak di laci meja tepat di sudut kamar. Baju-bajunya bertebaran di lantai, sementara jika Nasyila menarik selimut ini maka dia akan melihat pemandangan toples Zean.

"Tidak ada obat di sini."

"Oh iya? Tidak ada atau kamu malas mencarinya?" tanya Zean mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak beberapa centi hingga napas hangat Zean menyapa pipinya.

"Aku bisa cari sendiri, katakan saja dimana tempatnya ... kamu malu karena masih telanjjang, 'kan?"

Gleg

Tebakan Zean memang tidak pernah meleset. Dada Nasyila berdegub tak karuan dan wajah itu kini bersemu merah akibat ucapan Zean.

"Di sana," tunjuk Syila kala dia merasa terancam dengan sorot tajam Zean.

Tanpa berlama-lama, Zean turun dari ranjang dengan keadaan polosnya. Nasyila sontak memalingkan wajah lantaran tidak ingin matanya kembali ternoda pagi-pagi begini.

Sementara Zean yang baru saja turun dari ranjang hanya menarik sudut bibir melihat reaksi istrinya. Padahal tadi malam keduanya sama-sama liar bahkan kehilangan diri. Nasyila tidak hanya melihatnya, tapi juga merasakan keperkasaannya. Lantas, kenapa masih malu hanya karena melihat, pikir Zean.

Dia ingin bermain, akan tetapi pagi ini terlalu lelah hingga dia mengalah dan tidak mau menyiksa. Zean meraih celana pendeknya sebagai pelindung, karena tidak mungkin dia akan bughil persis tuyul begitu saja.

Hati Zean tercubit dengan kesederhanaan di kamar istrinya. Jika Zean perhatikan, kamar Ini sudah berusia puluhan tahun dan masuk kategori tidak layak huni untuk seorang Zean. Sebenarnya bisa saja mereka bermalam di hotel atau yang lainnya, akan tetapi pesan ibunya jika bisa tetap di rumah saja.

Zean tidak protes, meski awalnya dia khawatir tubuhnya akan gatal dan ranjang Nasyila roboh di tengah ritual mereka. Namun, semua ketakutan itu hilang begitu saja. Dia tidur sangat nyenyak malam ini, tidak biasanya Zean terbangun ketika pagi. Biasanya, jam tiga pagi dia sudah uring-uringan dan mencari kesibukan.

Dia menghela napas pelan kala menarik laci yang Syila maksud, pandangan matanya sejenak terhenti kala melihat foto anak kecil berambut ikal di sana.

"Dari kecil memang sudah jelek ternyata," ucap Zean tersenyum tipis dan menandangi beberapa lama, hingga dia kembali pada tujuannya untuk mencari obat tersebut.

Ketika Zean menghampiri, cepat-cepat Nasyila menghindari tatapannya.Terlambat, sudah Zean ketahui dan kini wanita itu terbangun dan bersandar di kepala ranjangnya, sedikit heran kenapa Zean mau tidur di kamar ini.

Brugh

Dia kembali melompat seenaknya ke atas tempat tidur. Jelas saja hal itu membuat Nasyila terkejut. Namun, secepat mungkin dia mencoba biasa saja dan kini menerima obat yang harus dioleskan ke punggung putih itu.

"Sssshh Aah."

Dessahan itu karena perih, akan tetapi entah kenapa terdengar berbeda di telinga Nasyila. Apa mungkin karena semalam hanya itu yang dia dengar dari bibir Zean.

"Pelan-pelan, kulitku sensitif dan itu perih ... sepertinya aku harus ke dokter, siapa tahu kukumu itu banyak kumannya," ucap Zean dengan mata terpejam sembari menunggu sang istri fokus dengan semua lukanya.

"Sabarkan aku, Tuhan ... jika bukan karena Ibu, sekalipun di dunia ini hanya ada dia mungkin aku memilih tidak akan menikah seumur hidupku."

"Nasyila, ini hari apa?"

"Minggu," jawab Nasyila pelan, suaminya bertanya hari apa. Ini adalah kebiasaan Zean sebenarnya yang kerap bertanya hari pada Sekretarisnya.

"Syukurlah, aku ingin tidur ... tubuhku sakit semua, kamu benar-benar gila semalam."

"Kok saya? Bapaklah!!" sentak Nasyila tidak terima padahal yang liar bak hewan buas adalah Zean.

"Kamu juga, buktinya sampai lecet semua begini."

"Maaf, tidak sengaja," ucap Nasyila memilih mengalah karena memang Zean yang berkuasa di sini.

"Ehm, boleh saya tanya sesuatu," lanjut Nasyila kemudian lantaran Zean tidak menjawab permintaan maafnya.

"Tanya apa?" tanya Zean menoleh ke arah istrinya, sejak tadi mereka tidak bertatap-tatapan.

"Bekas lukanya banyak sekali, kalau nanti istri Anda melihatnya bagaimana?" tanya Nasyila dengan nada yang begitu pelan, dia berhati-hati dan takut sekali akan membuat suasana hati Zean rusak.

"Istri? Kan memang kamu sendiri yang melakukannya."

"Maksud saya Nona Nathalia, apa Anda tidak akan bertengkar? Pernikahan kalian bisa dalam masalah jika dia sampai tahu," ucap Nasyila takut sekali akan menjadi sebab utama rusaknya rumah tangga Zean.

"Sedari awal sudah bermasalah, biarkan saja. Dia tidak akan tahu, bahkan andai aku tertusuk belati juga dia tidak akan peduli ... sudah, jangan pikirkan masalah itu," ungkap Zean yang kemudian membuat mata Syila membola.

Dia tidak salah dengar? Pernikahan semanis itu Zean anggap bermasalah sedari awal. Bahkan tidak sedikit kaum hawa yang menginginkan berada di posisi Nathalia sebagai istri Zean, pasangan serasi dan semanis itu dan selalu menjadi kebanggaan dua perusahaan ternama di negeri ini.

.

.

- To Be Continue -

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!