Jangan lupa untuk selalu klik tombol like dan vote ya sebelum membaca.
*** Chapter 1 ***
Sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu terletak di pinggir Kota Banyu. Halaman rumahnya luas sekitar seratus meter, dengan pemandangan ladang jagung yang mengelilingi rumah tersebut.
Jarak tetangga terdekat rumah milik keluarga Bapak Barata Yudha itu cukup jauh, sekitar dua ratus meter, karena memang letaknya yang terpencil di pinggiran kota.
Laki-laki berusia empat puluh tahun itu bekerja sebagai petani jagung. Ia tinggal bersama Tammy, istri yang cantik baginya. Ia bekerja sebagai penjahit pakaian. Mereka memiliki dua orang anak. Anak yang pertama laki-laki berusia 10 tahun bernama Nathan Prawira Yudha dan anak perempuan yang bernama Setta Amora Yudha berusia hampir satu tahun.
Malam itu di tengah hujan deras disertai angin kencang yang terus membuka jendela rumahnya dengan paksa, Setta menangis dengan kencangnya. Dirinya tak mau lepas dari gendongan ibunya.
"Bantuin Mama dong, Tan! Pegang adik kamu sebentar," ucap Mama Tammy meminta pertolongan pada Nathan yang sibuk membaca novel karya Sherlock Holmes di tangannya.
"Emangnya Mama mau ngapain sih pake ninggalin Setan segala?" tanya Nathan yang selalu meledek adiknya dengan panggilan setan.
"Mama mau ke kamar mandi bentar nih udah gak tahan perut mama mules, masa mama mau ajak Setta nongkrong di wc terus ngeliatin mama gitu?" Mama Tammy mulai bernada kesal memandang Nathan.
"Iya, iya, sini aku jagain! ini juga kalau dia mau aku gendong." Nathan meraih Setta yang mungil dari gendongan mamanya.
"Tuh kan diem, coba kamu ajak main dulu ya!" Tammy segera bergegas menuju ke kamar mandi
Namun, langkahnya terhenti untuk menutup jendela yang terbuka dan mengencangkan kuncinya agar tak terbuka lagi.
Setta kecil menangis lagi dengan kencang sambil mendekap tubuh Nathan dan menyembunyikan wajahnya di dada Nathan kala itu.
"Kamu takut ya sama geledek?" tanya Nathan sambil mengayunkan Setta dalam dekapannya.
Sekelebat bayangan hitam melintas di dinding kayu rumah Nathan di belakang tubuhnya.
"Kok, kayak ada yang lewat sih?" gumamnya melirik ke arah samping kanan dan kirinya.
Dekapan Setta makin erat seperti takut terjatuh atau terlepas dari gendongan Nathan.
Tiba-tiba bayangan sosok kepala tanpa tubuh dan berambut panjang terlihat muncul di dinding kayu di belakang tubuh Nathan. Anak laki-laki itu membalikkan tubuhnya, namun sosok bayangan itu tiba-tiba hilang dari pandangannya. Setta makin menangis kala Nathan berbalik badan.
"Kamu takut apa sih, dek? aneh banget kayaknya ngumpet mulu, abang kan jadi takut dek."
Nathan menoleh lagi ke kanan dan kirinya dengan perasaan cemas dan tegang.
Ditambah lagi suasana di luar rumah terasa mencekam dengan suara hujan deras diiringi petir sesekali serta awan kencang makin membuat hawa di sekitar makin dingin menusuk tulang.
Nathan mengayun-ayunkan adik kecilnya itu di dekapannya sampai tertidur. Mungkin karena lelah menangis dan larut dalam ayunan sang kakak, gadis kecil itu jadi tertidur dengan lelap.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Nathan dan langsung membuatnya tersentak ketakutan.
"Ah Mama ngagetin aja nih!" seru Nathan dengan nada kesal bercampur rasa lega karena melihat sosok mamanya.
Mama Tammy hanya tersenyum sambil membuka kedua tangannya untuk meraih Setta.
"Nih Ma, si setan udah bobo, aku mau ke kamar ya, aku mau tidur aja, Mama mau nunggu papa pulang?" tanya Nathan yang di jawab anggukan Mama Tammy sambil tersenyum meraih Setta dari dekapan Nathan.
Nathan bergegas menuju kamarnya, ia naik keranjangnya dan menyelimuti dirinya sampai menutupi seluruh tubuhnya. Lebih baik ia segera tidur daripada ketakutan menghantuinya malam itu.
Tak berapa lama saat Nathan mencoba untuk memulai tidurnya, seseorang menepuk punggung Nathan beberapa kali sambil memanggil namanya.
"Tan, bangun nak Mama mau tanya, Setta ke mana?" Mama Tammy berusaha meraih selimut Nathan dan membukanya.
"Mama ini gimana sih, tadi kan Setta sama Mama?"
Anak laki-laki itu mengubah posisi tubuhnya yang sudah duduk di atas ranjangnya.
"Lho, Mama tuh baru aja selesai dari kamar mandi, bagaimana bisa kamu bilang kasih Setta ke Mama sedangkan Mama baru aja sampai sini?"
Raut wajah wanita itu mulai bingung dan cemas.
"Ma, Nathan gak bohong lho, tadi aku kasih Setta ke Mama."
Nathan berucap penuh keyakinan.
Suasana hening tercipta saat itu juga. Kecemasan dan perasaan takut yang meliputi keduanya seiring dengan suara hujan yang mulai mereda.
Ketukan pintu mengejutkan keduanya, mama Tammy segera bergegas menyambut seseorang yang mengetuk pintu rumahnya. Nathan langsung mengikuti langkah kaki mamanya itu. Rasa takut sudah menyelimutinya.
"Assalamualaikum."
Papa Baratha datang dengan menggunakan jas hujan yang basah berdiri di depan pintu. Lalu ia melepas jas hujannya dan menggantungnya di sebuah paku yang ditancapkan di luar dinding rumah.
"Walaikumsalam."
Sahut mama Tammy dan Nathan bersamaan dengan bibir yang gemetar.
"Kamu kenapa, Ma?"
Laki-laki paruh baya itu langsung heran kala melihat kecemasan dan ketakutan menghinggapi wajah istri cantiknya itu.
"Setta, Pa, Setta..."
Mama Tammy tak dapat menahan tangisnya yang sudah tak bisa ia bendung dari tadi.
"Setta kenapa? Setta sakit?"
Sang suami mengguncang kedua bahu istrinya di hadapan Nathan yang juga ikut menangis ketakutan.
"Setta kenapa, Tan?"
Kini Papa Barata menoleh pada Nathan mencari jawaban dari putranya itu.
"Tadi Mama ke kamar mandi, terus Mama titip Setta sama aku, terus gak lama mama dateng, aku kasih Setta sama mama, lalu aku ke kamar mau tidur, tapi Mama datang ke kamar aku dan mencari Setta," ucap Nathan menjelaskan.
"Terus Setta ke mana?" tanya papa Barata mulai cemas.
"Nathan taunya si Setta sama mama, tapi kata mama dia gak terima Setta, jadi anak itu hilang pah."
Nathan mengusap air matanya dengan lengan kanannya.
"Terus kalau bukan sama kamu Setta sama siapa, Ma?" tanya papa Barata lagi dengan tegas.
Mama Tammy hanya menggeleng dan menangis sejadi-jadinya memeluk papa Barata.
"Papa harus ketemu sama Ustad Yusuf ini, kalian tunggu disini ya!"
Barata langsung bergegas memakai jas hujannya kembali.
"Tapi Pah..."
"Papa harus cepat, kalau tidak, kita akan kehilangan Setta dan tak akan pernah menemukannya kembali di alam ini."
Baratha memotong ucapan istrinya itu lalu bergegas menaiki motor bebek warna birunya dan menyalakan mesinnya.
"Hati-hati, Pa," ucap mama Tammy sambil menangis.
Nathan mendekap pinggang mamanya kala melihat papanya pergi menemui ustad Yusuf. Nathan sudah paham, jika papanya sampai menemui pak ustad, itu tandanya, Setta dibawa oleh makhluk halus.
***
Bersambung...
*** Chapter 2 ***
Di malam yang mencekam itu, Nathan dan mamanya mencoba untuk membaca surat Yasin bersama di ruang tamu sambil berdoa dalam hati. Mereka berharap agar gadis kecil itu segera kembali dan tak terjadi apapun padanya.
Papa Baratha datang bersama ustad Yusuf yang langsung berkeliling rumah sambil membaca ayat-ayat suci dengan lirih.
"Ente punya tetangga ya di belakang rumah?" tanya ustad Yusuf sambil berzikir dengan tasbihnya di dalam hati.
"Tetangga? maksud pak ustad? perasaan tetangga saya di depan sana, kalau di belakang mah cuma ladang jagung, Tad," jawab Pak Baratha yang tak mengerti dengan pertanyaan Ustad Yusuf.
"Ono nyang puun asem di belakang ono noh, ada tetangga ente tuh lagi ngajak anak ente main ke rumahnya," ucap pak ustad seraya melangkah menuju ke belakang rumah pak Baratha.
"Astagfirullahaladzim maksud ustad, Setta ada di pohon asem itu?" tanya Mama Tammy dengan raut wajah ketakutan sambil mendekap Nathan yang selalu bersembunyi di belakang tubuhnya ketakutan.
Ustad Yusuf mengangguk.
"Yuk, sama-sama temenin ane baca ayat kursi ya."
Lantunan ayat kursi terdengar dari bibirnya di hadapan pohon asem besar itu.
Tak berapa lama suara Setta terdengar sedang menangis dari arah dalam rumah. Mama Tammy dan Nathan segera menghampiri asal suara tersebut dengan berlari.
"Besok ente tebang ini puun, minta bantuan warga, besok ane temenin sambil berdoa minta sama Allah buat ngebuang jin jahat yang ada di pohon ini!"
Ustad Yusuf menepuk bahu Papa Baratha.
"Astagfirullahaladzim."
Tiba-tiba Baratha menoleh ke arah pohon asem besar itu. Sosok hantu perempuan berambut panjang yang hanya terlihat kepalanya saja sedang menatap Baratha dengan senyum menyeringai. Matanya berwarna merah dengan darah yang mengalir. Dari mulutnya keluar kedua taring yang sangat mengerikan.
"Udeh jangan di liatin entar kalau ente demen, ane tambah repot lagi ngobatinnya," ucap Ustad Yusuf sambil tertawa meledek Pak Baratha.
"Ah ustad bisa aja, ih serem gitu taunya tetangga saya astagfirullah." Pak Baratha bergidik ngeri dengan memeluk dirinya sendiri. Keduanya lalu masuk ke dalam rumah pak Baratha.
***
Lima tahun berlalu, Setta selalu di ganggu oleh beberapa makhluk halus yang sering datang ke rumahnya. Namun, selama ada Ustad Yusuf yang selalu membantu Setta, perasaan mama lebih tenang. Setiap hari tak lupa mama lantunkan ayat suci setelah selesai beribadah lima waktu. Akan tetapi, setiap kali ia mendapat halangan datang bulan, beberapa makhluk astral malah rajin untuk datang ke rumah.
Mama Tammy berusaha untuk membujuk Nathan agar tak lupa membaca Al-Quran sehabis solat. Akan tetapi sifat jelek Nathan yang malas beribadah terkadang datang menghampirinya.
"Ma, besok kita ke rumah nenek ya," ucap Pak Baratha sambil menyantap makan malam bersama di meja makan bersama keluarganya.
"Asik kita ke lumah nenek, ke lumah nenek."
Sahut Setta sambil bertepuk tangan kegirangan dengan nada cadelnya.
"Memangnya kenapa, Pa? tumben ajak kita ke rumah nenek?" tanya mama Tammy.
"Papa mau nitip Nathan sama Setta," sahutnya.
"Kok kita di titip? memangnya Papa mau ke mana sama Mama?" tanya Nathan. Lalu ia memasukkan sesendok makan penuh nasi dan sayur lodeh ke dalam mulutnya.
"Papa mau ajak Mama ketemu rekan bisnis yang mau beli lahan jagung kita ini, rencananya mau ajak kalian pindah ke kota," jawab papa Baratha dengan senyuman di wajahnya.
"Serius, Pa? Alhamdulillah akhirnya kamu dengerin permintaan Mama buat pindah dari tempat ini," ucap sang istri penuh rasa syukur.
"Asik pindah ke kota, yes pindah ke kota, denger kan setan, kita tuh mau pindah ke kota," ucap Nathan menoleh pada Setta yang tiba-tiba menundukkan kepalanya.
"Nih kalau udah gini perasaan Nathan gak enak nih pah, Setta kamu lihat sesuatu ya?"
Nathan menoleh pada papa dan mamanya yang langsung menghentikan makan malamnya. Keduanya ikut memperhatikan Setta.
Setta mengangguk dan menunjuk ke arah samping papanya.
"Ada apa di samping Papa, nak?" tanya papa Baratha sambil menoleh ke sampingnya.
"Olangnya gede, pake baju item kaya jas ujan papa, tapi gak ada mukanya."
Setta menatap sesuatu di samping papanya lalu menundukkan kepalanya kembali.
"Ya udah, jangan di liatin ya, nak! kita makan lagi aja!" seru Mama Tammy mencoba mencairkan suasana.
Nathan jadi ikut-ikutan menundukkan kepalanya sambil menyantap makan malamnya, karena ia ketakutan dengan ucapan Setta barusan.
***
Pagi itu tepat pukul delapan, Pak Baratha mengajak keluarganya untuk menaiki bis jurusan Desa Wangi menuju tempat tinggal ibunya. Mereka harus menempuh perjalanan sekitar delapan jam menuju tempat tinggal neneknya Nathan dan Setta.
Mama Tammy terpaksa memberikan obat anti mabuk yang akan membuat kantuk bagi Setta. Ia melakukannya agar selama perjalanan Setta tak melihat hal-hal aneh yang tak kasat mata dan mengganggunya. Mama Tammy mendekap tubuh Setta dengan erat meski kakinya sering berguncang sendiri, seolah ada sesuatu yang mencolek dan mengganggu Setta.
Dilihatnya wajah suaminya yang tertidur pulas sambil mendekap putra sulungnya yang tampan dengan dagu terbelah. Entah mengapa hari itu, Tammy sangat merasa bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan padanya. Mempunyai suami yang selalu menuruti dan menyayanginya, serta kedua anak yang sehat dan sempurna sangat membuatnya bahagia.
Sesampainya di desa nenek, hari mulai gelap, mereka melakukan solat berjamaah lalu makan malam dengan hidangan opor ayam kampung yang sudah nenek sediakan.
"Nek, itu tolong kakek culuh pelgi dulu," ucap Setta dengan cara bicaranya yang masih cadel.
"Biarin aja Setta, mungkin kakek kangen mau ketemu kalian."
Nenek Ambar tersenyum memandang cucunya.
"Ah... Setta mah kebiasaan nih, nakutin aja, aku kan jadi takut tidur disini!" seru Nathan karena ia tahu bahwa kakeknya itu sudah meninggal.
"Eh, kamu mau ke mana?" tanya nenek Ambar pada Nathan yang bangun dari ranjangnya.
"Nathan mau tidur sama Mama Papa aja," sahut Nathan lalu menuju kamar orang tuanya.
Keesokan harinya Papa dan Mama pamit pada Nathan dan Setta.
"Kamu harus jagain adik kamu ya sama nenek kamu, jagain yang bener jangan bikin malu papa," ucap papa Baratha sambil memeluk Nathan.
"Iya nanti aku jagain, tapi jangan lama-lama perginya." Nathan membalas pelukan papa.
"Setta, mama pergi dulu ya, mama yakin kamu akan kuat menghadapi cobaan hidup kamu, jangan lupa iqra-nya dibaca terus biar khatam, terus pindah Alquran deh kayak abang," ucap mama Tammy sambil menggendong Setta.
Lalu mama gantian mencium dan memeluk Nathan, begitu pula dengan papa yang gantian menggendong Setta. Lalu keduanya pamit pergi menuju kota dengan menaiki bis. Mereka menemui rekan bisnis Barata yang mau membeli ladang jagung.
***
Bersambung...
*** Chapter 3 ***
Setta kini berusia 11 tahun sebentar lagi ujian tingkat akhir di kelas enam sekolah dasar, akan menyambutnya.
Setta memandangi foto di meja belajarnya. Kedua orang tuanya tersenyum menatapnya dari foto itu. Sang Papa menggendong Setta dan Abang Nathan memeluk pinggang Mama. Teringat kembali hari itu, hari di mana mama dan papanya pamit untuk terakhir kalinya. Setelah berhasil menjual ladang jagung, mereka mengalami kecelakaan bis yang bertabrakan beruntun di lintasan tol. Lintasan tol tersebut juga konon kabarnya angker. Mama dan papanya dinyatakan tewas seketika.
"Lagi apa, Dek?" Nathan membuka pintu kamar Setta mengejutkan gadis itu dari lamunannya.
"Lagi baca buku, Bang," sahut Setta sambil memberikan tanda stabillo pada bacaan buku yang akan dia buat rangkumannya. Cara itu termasuk ampuh untuk memudahkan Setta dalam mengingat pelajaran dari buku-buku yang dia baca.
"Kamu jadi masuk ke SMP Angkasa?" tanya Nathan yang merebahkan dirinya di kasur Setta.
"Bang, jangan disitu, geser ke kanan aja, Bang!" cegah Setta.
Nathan tau pasti ada sesuatu yang tak bisa ia lihat sedang menemani Setta di kamarnya. Pria itu segera bergeser.
Setta mulai menerima takdirnya yang dapat melihat para makhluk astral yang tak bisa dilihat oleh orang awam. Mungkin karena sering sendiri dan merasa tak punya teman, dia lebih memilih terbiasa bersama mereka yang tak terlihat. Teman-teman Setta juga selalu menjauhinya karena takut. Gadis itu selalu saja melihat hal aneh di sekolah dan membuat takut teman lainnya, karena tingkah laku Setta yang tak biasa.
Nathan pernah membawa adiknya itu ke orang pintar yang bernama Mbah Raji. Menurut beliau, Setta memiliki aura yang di sukai para hantu dan sulit untuk menutup mata batin gadis cilik itu karena penjagaan yang sangat kuat menemaninya. Menurut Mbah Raji, Setta dijaga oleh jin baik yang menyerupai harimau. Lagipula Setta sudah mau menerima kehadiran mereka yang datang dari alam lain. Hanya saja Nathan menginginkan adiknya itu bersikap biasa saja sama seperti kawan-kawan lainnya. Nathan mau adiknya itu tak memperdulikan para hantu yang datang dan pergi melintasinya. Cukup pikirkan diri sendiri saja dan bersikap seperti orang awam pada umumnya, itu pinta Nathan pada Setta.
Nathan segera bergeser sesuai perintah adiknya dengan bulu kuduknya yang tiba-tiba meremang membuatnya ngeri.
"Serem gak, Set?" tanya Nathan.
"Lumayan, matanya yang satu hilang, kadang-kadang keluar belatung, mukanya pucat, badannya darah semua tapi udah kering sih, udah nempel di daster putihnya, tuh dia lagi ngeliatin Abang."
Gadis itu menjawab datar dan masih fokus dengan kegiatan merangkumnya.
"Ih, kamu mah malah dijelasin detail gitu, suruh liat yang lain jangan liat Abang, Abang mah gak cakep buat kaum dia."
Nathan meraih bantal di kasur Setta dan menutupi sisi sampingnya dari sosok hantu tadi.
"Dek, kamu jadi masuk SMP Angkasa?"
tanya Nathan lagi dan dijawab anggukan oleh adiknya.
"Bagus kalau begitu, kamu harus semangat ya, kalau bisa kamu juga dapetin beasiswa ya, soalnya uang peninggalan papa mulai menipis," ucap Nathan.
"Iya, Bang."
Setta tersenyum memandang kakak satu -satunya itu. Kini hanya Nathan yang ia miliki, setelah nenek meninggal setahun lalu karena serangan jantung.
Nathan menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian yang mengharuskannya memboyong adik dan neneknya itu pindah ke kota. Hal itu ia lakukan agar lebih dekat dengan lokasi kampusnya, demi meraih cita-citanya sebagai polisi.
"Yuk, makan dulu, nanti lanjut belajar lagi!"
Pria itu berdiri lalu mengusap kepala Setta.
"Iya, Bang."
Setta merapihkan meja belajarnya dan mengikuti Nathan ke meja makan.
***
Hari itu setelah Setta mengikuti ujian sekolah, namanya terpampang sebagai murid nomor satu yang memperoleh nilai tertinggi. Alhasil Setta dengan mudah mendapat beasiswa dari SMP Angkasa, sekolah menengah pertama yang menjadi sekolah favorit di kotanya.
Nathan menyambut sang adik dengan seikat bunga mawar putih di tangannya, bunga kesukaan adiknya itu. Setta berlari menghamburkan dirinya ke dalam pelukan abangnya.
"Selamat ya, Dek, Abang bangga banget sama kamu," ucap Nathan
"Makasih, Bang, kita ke makam Mama, Papa sama Nenek yuk!" pinta Setta.
"Tapi, Abang ada janji sama Kak Bejo, dia mau ngajakin bisnis alat musik gitu," sahut Nathan.
"Ajak aja, siapa tau dapat supplier murah sepanjang perjalanan," ucap Setta masih memohon.
"Iya deh, Abang telpon Bejo dulu, ya."
Nathan mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk menghubungi kawannya itu.
***
Bejo akhirnya mau mengikuti Nathan mengantar Setta menuju makam orang-orang tersayangnya. Gadis itu selalu berpikir bagaimana ia tak pernah bisa menjumpai arwah orang tuanya itu sedangkan arwah sang nenek saja masih berkeliaran di dalam rumahnya.
Gadis berambut hitam sebahu itu mengamati pohon-pohon yang bergerak mundur dari kaca jendela mobil taruna lama yang dikemudikan abangnya.
"Tan, aku haus nih berhenti di minimarket apa warung dulu untuk beli minum, mana mau pipis juga lagi," ucap Bejo menepuk bahu Nathan.
"Iya bentar, lagian juga mana ada warung di jalanan sepi gini," sahut Nathan.
"Tuh, ada warung!"
Tunjuk Bejo dengan wajah bahagianya seperti baru saja menemukan harta karun di lautan lepas.
"Jangan kesitu, Bang!" sahut Setta yang mengamati kedua laki - laki dihadapannya itu.
"Tuh, kata Adikku jangan kesitu mending nurut aja!" seru Nathan yang tak jadi menghentikan mobilnya di warung tersebut.
"Kenapa sih, Ta? ada yang salah sama tuh warung, kamu jijik ya mentang - mentang tuh warung di pinggir jalan gitu?" tanya Bejo menoleh ke belakang ke arah Setta.
"Aku gak jijik kok, cuma sebaiknya jangan, Kak!"
larang Setta. Gadis itu masih menoleh ke belakang memandangi warung tadi.
Warung itu ternyata warung gaib yang dijaga jin jahat untuk menyesatkan para manusia yang melintas di daerah itu. Sosok Jin perempuan penunggu warung itu sebenarnya bertubuh seperti kambing yang berdiri dengan kepala manusia bertanduk. Hanya saja, Bejo dan Nathan melihat penjaga warung itu sebagai sosok wanita dewasa yang memakai kebaya model dulu.
"Udah nurut aja sama yang dia bilang, tahan dulu lah, bentar lagi juga nemu warung," ucap Nathan.
"Tapi udah gak tahan, ih aku pipis di botol juga, nih." Bejo mencari botol bekas di dalam mobil Nathan.
"Kak Bejo, ih jorok nih, awas ya kalau nekat pipis di mobil nanti aku videoin terus kirim ke sosmed biar viral," ancam Setta dengan nada kesal.
"Eh panggil aku kak Jo jangan Bejo! gak asik nih Setan, awas ya jangan buat video ya, bisa dikeluarin dari kepolisian aku kalau viral."
Bejo menatap tajam ke arah Setta.
*****
Bersambung...
Please di like and Vote ya 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!