NovelToon NovelToon

London One Night Stand

Chapter 1

Berlin, 00.00~

*

*

''Kita pulang sekarang!'' ucap seorang pria yang tak lain adalah Boy.

Boy sedang berusaha mengajak Clara pergi dari tempat yang membuatnya muak. Karena sejak tadi banyak mata jallang yang menatap liar ke arahnya.

''Tidak mau! Aku masih ingin minum. Kau pergilah! Jangan menggangguku!'' teriak Clara, membuat mata para pengunjung tertuju ke arah mereka sesaat.

Ya, Clara sedang berada di sebuah Club malam yang cukup terkenal di kota Berlin. Entah bagaimana dan dengan siapa wanita itu sampai di sana.

Boy tidak sempat menemani wanita itu pagi ini karena ada seseorang yang harus ia temui. Lalu menyuruh Mark untuk mengikuti Clara.

Tapi sepertinya, Clara berhasil mengelabuhi Mark dan kabur.

''Boy, bisakah kau berhenti mengikuti aku?!'' teriak Clara seraya mendorong dada bidang Boy agar menjauh, lalu dengan cepat ia melangkahkan kaki dari sana.

Namun, semua usahanya sia-sia karena Boy berhasil menyeret wanita setengah mabuk itu, dan membawanya masuk ke dalam mobil.

''Lepaskan! Aku masih ingin berada di sana bersama teman-temanku!''

''Teman mana yang kau maksud, hum?'' tanya Boy dengan nada sedikit membentak. Karena memang tidak ada siapapun di samping Clara saat ini.

''Saat aku datang kesini, tidak ada satu orang pun yang berada di dekat mu,'' ujar Boy dengan wajah datar.

Clara terdiam tanpa menjawab kalimat Boy. Wanita itu memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing.

''Mereka hanya memanfaatkan mu saja. Kenapa kau tidak mengerti juga. Dasar, Bodoh!" gumam Boy.

Memang benar, selama ini tidak ada yang tulus berteman dengannya. Meraka tahu siapa Clara. Salah satu keturunan Alfred, pria berumur yang memiliki kekayaan cukup fantastis seantero Jerman.

Kakeknya, Jhon Alfred adalah seorang pengusaha yang cukup terkenal dan juga berpengaruh. Bisnis pertambangan batu bara yang di kelolanya berkembang cukup pesat.

Jadi, sayang sekali jika tidak memanfaatkan seorang Clara Alfred bukan?

''Kalau bukan karena nona Jean yang meminta agar aku terus mengikuti kemanapun wanita menyebalkan ini pergi, Aku lebih memilih berada di apartemen dan tidur.'' gerutu Boy sambil mengendarai mobil menuju ke apartemen dimana Clara tinggal.

Clara menolak tinggal bersama sang kakek, yang terus mengekang dirinya agar segera menikah. Daripada menuruti keinginan sang kakek, Clara lebih memilih untuk menyewa sebuah apartemen.

Selama dua puluh empat jam, Boy diharuskan mengawasi Clara. Bahkan saat berada di toilet sekalipun, pria itu setia menunggunya sampai dia keluar dari sana.

Bukan tanpa alasan, Clara selalu saja bisa kabur dan menghilang tanpa jejak.

Beberapa anak buah Darren yang ditugaskan menjaga wanita itu menyerah dan mundur. Mereka rela dipecat tanpa uang sepeserpun dari pada bertahan menjadi bodyguard seorang Clara Alfred.

Di dalam mobil, Clara yang sudah mabuk masih saja bisa memberontak.

"Boy, lepaskan! Aku masih ingin bersenang-senang," Clara merengek seperti bocah, namun pria itu sama sekali tidak menghiraukan dan lebih fokus mengendarai mobil.

Plak!

Boy meringis kesakitan saat sebuah tangan mendarat di hidung mancungnya. Meski sebenarnya, pukulan Clara tidak sesakit itu. "Nona, apa yang anda--"

"Wleee... Rasakan! Lihat hidung mu jadi merah, lucu..." Clara tertawa puas lalu menjulurkan lidahnya seraya meledek Boy.

Oh God! Rasanya Boy ingin menenggelamkan dirinya ke laut jika sekarang juga. Saat ini, ia sedang tidak ingin bercanda sama sekali. Sudah cukup!

Boy menepikan mobilnya, lalu dengan terpaksa mengikat tangan Clara dan menyumpal mulut wanita itu dengan kain. Mirip seperti seorang tawanan.

Clara mendelik, tapi tidak bisa berbuat apapun dan hanya bisa pasrah.

Puas? Tentu saja Boy sangat puas. Wanita yang selalu membuatnya repot tidak bisa berkutik sama sekali.

Jika Clara dalam keadaan sadar, mungkin saja dia bisa menggigit dan menjambak rambutnya seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Saat wanita itu mencoba kabur hanya untuk menemui kekasihnya yang tidak jelas.

.

.

.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, Boy akhirnya sampai di apartemen milik Clara.

Pria itu dengan terpaksa membopong Clara yang sedang tertidur pulas.

"Ck! Merepotkan!''

Langkah Boy terhenti saat berada di depan pintu kamar Clara. "Jika aku meninggalkannya di sana malam ini, pasti dia kabur lagi besok pagi,'' gumam Boy membingkai wajah Clara yang tertidur lelap.

Tidak dipungkiri, Clara memang memiliki wajah yang cantik dan bentuk tubuh yang sempurna. Bahkan tidak ada pria yang tidak mengejar dirinya. Namun, Boy sama sekali tidak tertarik pada Clara. Karena ia tau kalau wanita itu seorang playgirl, tentu saja banyak pria yang sudah mencicipi tubuhnya.

Boy hanya fokus dan bersikap profesional pada pekerjaannya saja. Tanpa mau memikat wanita yang sangat menyebalkan ini.

Boy menggendong Clara masuk dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia melepaskan kain yang sejak tadi menyumpal mulutnya. Namun tidak dengan ikatan tangan wanita itu.

Drtt! Drtt!

Suara getaran ponsel yang berada di saku celana Boy, membuat nya segera meraih benda pipih itu.

"Apa kau sudah sampai?" tanya seseorang di sebrang sana terdengar sangat khawatir.

"Ya, apa ada yang penting?" Boy kembali bertanya karena tidak biasanya dia menghubunginya tengah malam begini.

"Tidak! Kalau begitu selamat malam."

Boy menghela nafas kasar, ia menyimpan ponsel di dalam laci lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Membawa Clara pulang ke apartemen sudah seperti menjinakkan seekor banteng liar. Berkeringat dan juga melelahkan.

Mungkin ia harus berendam dengan air hangat agar bisa menetralisir tekanan darahnya yang semakin tinggi akhir-akhir ini karena ulah wanita itu.

"Sampai kapan aku harus terikat dengannya. Jika dia tidak bisa berubah sama sekali, lebih baik aku mengundurkan diri dan membatalkan kesepakatan dengan pak tua sialan itu!"

Boy masuk ke dalam bathub dan membenamkan kepalanya di sana.

...----------------...

Boy Matteo

Clara Alfred

Chapter 2

Keesokan harinya Clara terbangun, tidurnya terganggu karena sinar matahari pagi yang mengintip dari celah jendela menyinari wajah cantiknya.

Ya, dengan sengaja Boy membuka sedikit tirai nya agar wanita itu bangun.

''Baguslah, akhirnya kau bangun.'' ujar Boy yang sudah rapi dan kini sedang berdiri di hadapan Clara.

Clara berdecak kesal. Pasti bodyguard menyebalkan nya ini sudah melakukan sesuatu padanya.

Dan benar saja, ia merasakan pergelangan tangannya terasa sakit dan pegal.

Boy mengikatnya kuat, ditambah lagi posisi tidur yang terlentang semalaman tanpa bisa bergerak bebas.

''Oh my God! Apa yang kau lakukan padaku, Boy!'' pekik Clara saat tau jika kedua tangan nya dalam kondisi terikat.

''Seharusnya kau bisa mengingat apa yang terjadi semalam. Jadi aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar." ujar Boy dengan datar.

Perlahan wanita itu mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Namun, bukannya ingat, kepalanya malah terasa pusing dan sedikit berat akibat pengaruh alkohol.

''Dasar bodyguard tidak tau diri, sialan, brngsek, menyebalkan!'' semua kalimat umpatan keluar dari bibir Clara.

Tapi sayang sekali, Boy hanya diam dan tidak terpengaruh karena sudah biasa mendengarnya. Setiap hari selalu saja itu yang Clara ucapkan. Sampai-sampai mengharuskan Boy seminggu sekali untuk memeriksakan keadaan telinganya.

''Jika sudah selesai, cepatlah mandi. Aku sudah menyiapkan semuanya.'' Boy melepaskan ikatan tangan Clara.

"Antar aku ke kamar mandi mu, cepat!" rengek Clara yang sudah merasa gerah karena Ac di kamar Boy mati.

Boy mendekat ke wajah Clara lalu berbisik lirih. ''Kau tidak boleh menggunakan kamar mandi pribadi milik seorang pria!"

Seketika wajah Clara bersemu merah. Namun berusaha menyembunyikan nya.

Dasar pria dingin tidak peka! Seluruh tubuhnya seakan remuk karena posisi tidur yang tidak benar lalu sekarang harus berjalan ke kamar mandi sendiri dengan kedua kaki yang lemas.

''Kau sedang tidak bercanda 'kan, Boy?!''

Yang ditanya hanya menggidikan bahu acuh. Sedangkan Clara terlihat geram menahan amarah.

Bagaimana bisa dia memiliki bodyguard seperti Boy. Pria dingin tanpa ekspresi dan irit bicara, ditambah lagi sok mengatur hidupnya. Jika di dunia ini tidak ada pria yang tersisa dan hanya ada dia, mungkin lebih baik Clara tidak menikah seumur hidup.

Dia tidak mau mati tertekan karena hidup dengan pria yang banyak aturan seperti Boy.

''Menyingkir lah, jangan halangi jalanku dengan badan mu yang tinggi namun impoten itu!'' celetuk Clara bangkit dari tempat tidur.

Boy melotot tajam mendengar kalimat Clara yang seakan merendahkan dirinya. Impoten dia bilang? Apa dia tidak tau jika setiap hari harus menahan hasratnya mati-matian karena melihat bentuk tubuhnya.

Memakai pakaian seksi dan ketat, apalagi belahan dadanya yang selalu terbuka terlihat menggoda bagi kaum pria. "Tidak mungkin aku mengeluarkan milikku dan menunjukkan padanya!'' gumam Boy dalam hati.

Boy menarik nafas. Percuma menjawab ucapan Clara, yang ada mereka akan beradu mulut karena tidak ada yang mau mengalah.

''Letak pintu keluar nya ada di sana. Bukan di situ,'' Boy menunjuk pintu keluar, karena Clara malah ingin masuk ke kamar mandinya.

''Iya aku tau, bawel sekali!'' gumam Clara. Wanita itu terus melangkah meski sedikit oleng dan memegang kepala sejak tadi.

Boy yang tidak sabar melihatnya berjalan seperti keong, segera membopong Clara. mEmbawa wanita itu masuk ke kamar.

''Lepas! Aku bisa jalan sendiri!'' Clara memukul dada Boy berulang kali, berharap jika pria itu segera menurunkannya.

Jujur saja, ia sangat membenci Boy. Apapun yang Clara lakukan selalu saja sampai di telinga Darren. Dimana dan dengan siapa ia pergi, kakaknya itu pasti tahu.

''Lalu membiarkan mu salah masuk kamar lagi, begitu?''

Clara terdiam menunduk lalu melingkarkan kedua tangannya di leher Boy.

Wanita itu memang selalu salah masuk kamar saat kembali ke apartemen dalam keadaan mabuk dan membuat tetangga samping kamarnya terganggu.

Lebih parahnya lagi, Clara pernah salah mengetuk pintu kamar sepasang suami istri yang sedang berbulan madu. Hingga mengira kalau Clara adalah selingkuhan pria beristri itu.

Menggelikan sekali.

''Turunkan sekarang! Aku bisa mandi sendiri.'' perintah Clara.

Byurr!

Benar saja, Boy menurunkan Clara ke dalam bathub berisi air yang sudah ia siapkan sebelum wanita itu bangun.

''Apa yang kau lakukan, bodoh! Lihat pakaianku jadi basah semua.'' Clara memekik dan menatap tajam ke arah Boy.

''Tentu saja saya sedang menurunkan mu. Bukankah tadi kau yang memintanya?'' Boy menaikan satu alisnya seraya mengejek Clara, membuat wanita itu geram dan kembali mengumpat.

Boy menggeleng pelan. Segera ia beranjak dari sana sebelum Clara semakin murka.

''Arghh!'' Clara mengusap wajahnya frustasi. ''Aku harus bisa membuat Boy menyerah jadi bodyguard ku. Kalau terus seperti ini aku bisa mati muda karena tertekan.''

Hingga bunyi dering ponsel yang berada di luar mengalihkan semuanya.

''Sial, ponselku ada di luar!'' Clara tak berkutik sama sekali. ''Aku malah terjebak disini sekarang hiks.. Mommy, Daddy! Clara mau pulang!"

...----------------...

To be continued....

Chapter 3

''Aku lapar sekali.'' Clara mengusap perutnya sambil berjalan menuju ke dapur.

Langkah kaki Clara terhenti, bibirnya mengatup seketika saat Ia dikejutkan oleh Boy yang sudah lebih dulu berada di sana dengan posisi membelakangi wanita itu.

''A-apa yang kau lakukan di dapurku, hah?!'' tanya Clara sedikit membentak. Tidak biasanya Boy berada di dapur karena lebih memilih melaporkan kegiatan sehari-harinya pada Darren.

Boy bergeming dan masih fokus dengan kegiatannya. Entah apa yang sedang pria itu lakukan.

''Apa kau tuli, Boy?! Aku sedang bicara padamu!'' ulang Clara.

Boy menarik nafas panjang. Dia berbalik dan berjalan ke arah Clara. ''Kenapa kau berisik sekali. Aku sedang memasak. Karena aku tahu kau sedang lapar.''

Hati Clara menghangat mendengar ucapan Boy. Sudah lama sekali dirinya tidak mendapatkan perhatian seperti ini. Dia pikir, Boy tidak bisa bersikap baik padanya. Ternyata semua prasangka buruknya salah.

''Aku melakukan semua ini karena terpaksa. Tuan Darren yang memintanya karena dia tau kau semalam mabuk berat.'' ujar Boy. Membuat apa yang baru saja Clara pikirkan musnah begitu saja.

''Aku mau makan di luar saja!'' ketus Clara kesal mendengar alasan Boy lalu bangkit dari duduknya.

Boy menahan pundak Clara agar wanita keras kepala itu tidak pergi kemanapun. ''Sebelum itu, minumlah ini. Supaya sakit kepala mu sedikit hilang!'' imbuh Boy. "Atau aku tidak akan segan-segan menghubungi tuan--''

''Iya aku akan meminumnya!'' potong Clara memutar bola mata malas. Lalu meraih gelas yang berada di depannya dan menghabiskannya sekali tegukan.

''Shitt!'' gumam Boy dengan memejamkan mata sekilas. Jakunnya naik turun melihat cara Clara minum. Lagi-lagi wanita itu berhasil membuatnya menelan saliva dengan susah payah. Matanya tidak bisa berhenti menatapnya. Dan bahkan saat ini manik biru itu sedang tertuju pada dua gundukan kembar yang berada di depan nya.

''Kenapa melihatku seperti itu. Apa ada yang salah?!'' tanya Clara dengan wajah bingung.

''Tidak ada!'' ketus Boy dengan datar dan memalingkan wajahnya.

Pagi ini, Clara memakai koas oblong berwarna pink sebatas paha tanpa bawahan. Memperlihatkan hampir keseluruhan bentuk tubuh dan juga kulit putih mulusnya. Di tambah lagi sepertinya dia juga tidak mengenakan braa. Pucuknya tercetak jelas di sana.

''Aku ingin kembali ke kamar sebentar. Jangan lupa habiskan sarapan pagi mu.'' Boy melepas Appron nya dan berlari keluar.

Terlihat semburat merah di pipinya karena menahan sesuatu.

''Dasar pria aneh! Padahal aku belum menjalankan rencana ku. Kenapa dia malah pergi. Atau jangan-jangan dia tau kalau aku berniat mengerjainya.'' lirih Clara mengecilkan suaranya, takut Boy masih di sana dan mendengar apa yang dia ucapkan.

Karena mata dan telinga bodyguardnya itu seakan berada di setiap sudut kamar apartemen miliknya.

"Oh God! Sepertinya aku melupakan sesuatu!" Clara menepuk jidatnya sendiri. Ia baru sadar kalau saat ini tidak mengenakan dalaman sama sekali. Karena merasa sangat lapar, Clara segera berlari ke dapur tapi memperhatikan apa yang kenakan.

"Rencana ku untuk mengusir mahluk impoten itu akan berhasil kali ini." Clara tersenyum menyeringai saat tahu apa kelemahan Boy sekarang.

.

.

.

''Mau kemana malam-malam begini?'' tanya Boy.

Clara mlengos ke samping dan mengacuhkan Boy. Sejak tadi wanita itu terus tersenyum saat menatap benda pipih yang berada di tangan nya. Sampai-sampai Boy mengepalkan tangannya erat dan menggebrak meja yang berada di hadapan Clara.

''Aku bertanya pada mu, Clara Alfred!''

Clara bangkit dari duduknya dan mendongak, membalas tatapan mata Boy. ''Berhentilah kepo dengan urusan orang lain!''

Srett!

Dengan cepat Boy mencekal tangan Clara, hingga wanita itu merintih kesakitan karena perbuatannya. "Jangan berani kabur! Karena aku tidak akan segan untuk melaporkan semuanya pada tuan Jhon dan juga--"

"AKU TIDAK PEDULI!" teriak lantang Clara menggema ke seluruh ruangan.

"Tapi jika terjadi sesuatu pada mu, aku yang akan di salahkan. Jadi berhentilah bersikap egois!"

Setelah pertengkaran itu, Clara memilih untuk merebahkan dirinya di sofa dan menatap langit-langit. Tanpa sadar matanya terpejam.

Sedangkan Boy, lebih memilih keluar untuk menenangkan diri. Ia tidak mau berlama-lama berada dalam satu ruangan bersama wanita yang selalu membuat tekanan darahnya naik.

"Dia pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak sama sekali.'' Clara tersenyum, lalu meraih ponselnya dan berniat menghubungi seseorang.

''London, I coming!" seru Clara. "Tunggu aku, Nicholas sayang."

Namun, semua niatnya sirna saat ponselnya lebih dulu berdering.

''Kakak....'' gumam Clara. Wanita itu menelan saliva nya dengan susah payah.

"Ada apa, Kak? Tumben sekali menghubungiku, biasanya kau menanyakan semua tentangku padanya," ketus Clara.

"Dua hari lagi, Steve menikah. Jadi aku mau keluarga kita datang di hari bahagianya."

"Menikah?" Clara terlihat sedikit shock tak percaya. Ia pikir setelah patah hati karena di tolak olehnya, Steve akan melajang seumur hidup.

"Kenapa? Kau tidak rela dia menikah, hum?"

Clara berdecak kesal. Rencananya bertemu dengan Nicholas gagal gara-gara Darren. Tapi tunggu, kakaknya tadi bilang London bukan?

"Clara, apa kau mendengar ku? Kalau kau keberatan aku tidak akan memaksamu dan--"

"Dengan senang hati, aku akan datang," potong Clara lalu meletakkan ponselnya.

Senyuman menyeringai terlihat jelas di bibirnya. Seketika rasa kesalnya berubah menjadi rasa bahagia. Entah apa yang sedang wanita itu pikirkan.

...----------------...

To be Continued.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!