NovelToon NovelToon

One Night With Stranger

Prolog

Di suatu malam yang dingin, Abila dengan pakaian seksi dan cukup terbuka melangkah memasuki pintu bar yang diisi oleh banyak pria-pria pemabuk serta wanita-wanita malam.

Dia memilih duduk agak jauh dari kerumunan, tepatnya pada sebuah sofa empuk yang terletak di pojokan dan bisa membuatnya duduk santai tanpa gangguan pria mesum.

Tak lama kemudian, seorang bartender mendatanginya membawa segelas wine untuk dihidangkan di mejanya.

"Selamat menikmati!" ucapnya ramah.

Abila hanya membalas dengan anggukan kecil, tangannya terulur mengambil gelas berisi wine tersebut dan meminumnya sampai habis.

"Apa disini ada cemilan?" tanya Abila pada si pelayan itu.

"Oh tentu, silahkan dilihat di daftar menunya!" jawab pelayan itu sambil menyerahkan daftar menu yang ia pegang kepada Abila.

"Umm.." gadis itu coba menimang-nimang pilihannya sembari mengetuk jari pada dagu.

"Alright, aku pesan Banana split aja deh satu," sambungnya setelah menemukan apa yang ia inginkan.

Abila merasa heran melihat reaksi bartender itu.

"Kenapa mas? Ada yang salah sama pesanan aku?" tanya Abila bingung.

"Ah gak ada kok kak, cuma saya kira kakaknya mau pesan yang lain gitu," ucap si pelayan.

"No thanks, this is enough."

"Baik kak, kalau begitu ditunggu ya!"

Abila mengangguk, dan pelayan itu pun pergi menjauh darinya.

Gadis itu mengorek isi tasnya, mengambil ponsel yang merupakan benda paling penting di hidupnya.

Ia melihat pesan masuk dari kekasihnya, sebut saja namanya Tony Lawrence.

My love

Abila, kamu kemana? Barusan papa kamu telpon aku dan bilang kalau kamu kabur dari rumah, apa benar sayang?

Gadis itu memutar bola matanya malas, ia langsung mematikan ponselnya dan menaruh kembali ke dalam tas.

"Ehem!"

Lalu, sebuah deheman berat mengejutkannya. Ia segera menoleh ke asal suara, dilihatnya sosok pria dewasa dengan brewok tengah menatap ke arahnya dan berdiri di sampingnya.

"Ya?"

"Eee boleh saya duduk disini?" ucap pria itu meminta izin untuk bergabung.

"Oh ya ya, of course." Abila menggeser duduknya memberi ruang bagi pria itu untuk duduk.

"Terimakasih!" ucap si pria singkat.

Abila tersenyum tipis sebagai balasan, pria itu kini sudah duduk di sampingnya dengan dua tangan terentang pada sandaran sofa dan satu kaki berada di atas paha.

"Kamu baru pertama kali ya datang kesini? Saya belum pernah lihat kamu sebelumnya," ucap pria itu memulai obrolan.

"I-i-iya om, saya baru kali ini datang ke tempat kayak gini. Jujur aja sebelumnya saya gak suka kesini," jawab Abila gugup.

"Saya Raden," pria itu tiba-tiba mengulurkan tangan ke arahnya.

"Maksudnya?" Abila bertanya keheranan.

"Hahaha, you are so cute with that expression!" entah kenapa mendengar ucapan yang dilontarkan pria itu membuat Abila serasa ingin muntah.

"Eee sorry sir, but I already have a lover," ucap Abila yang sepertinya tak ingin didengar si pria.

"Saya gak mau tahu tentang itu, saya tadi sebutin nama saya ke kamu," jelas si pria.

"Ohh, nama om Raden? Panjangnya Raden Kian Santang ya?" sarkas Abila.

"Hahaha, ternyata kamu bisa bercanda juga ya? Bukan lah, saya bukan Raden Kian Santang. Saya Raden Antonio Cloe, if you want to know, i'm the sole beneficiary of Chloe's corps." pria bernama Raden itu coba menjelaskan.

"Wow kamu terdengar seperti seorang sultan! Kalau begitu, namaku Abila. Senang berkenalan dengan anda om!" ucap Abila menjabat tangan lelaki itu.

"Oh my God, just touching her hand makes my soul vibrate. What about the rest of his body?" pikiran kotor muncul di benaknya saat bersentuhan tangan dengan Abila.

Hanya sedetik, Abila melepaskan genggaman itu dan kembali meminum wine di mejanya.

"Minum om?" tawar Abila.

"Ya, saya sudah pesan. Punya saya lebih enak dari punya kamu," ucap Raden.

"Apa itu?" tanya Abila penasaran.

"Nanti saya berikan ke kamu," jawab Raden.

Abila manggut-manggut dengan wajah masih penasaran, ia ingin mencoba seenak apa minuman yang dikatakan Raden itu.

Setelah minuman tersebut datang, Raden tersenyum lalu menuangkan setengah ke dalam gelas milik Abila.

"Nikmati, itu enak dan kamu pasti suka!" ucap Raden sembari meminum minumannya.

Abila menatap ragu ke arah gelasnya, namun ia tak memiliki pilihan lain karena sudah sangat penasaran ingin mencobanya.

"Mmhhh enak juga,"

Ini memang kali pertama Abila meminum alkohol dan main ke bar, sebelumnya dia hanya sering bermain di cafe atau restoran bersama pacarnya.

"Bagaimana Abila? Kamu suka?" tanya Raden.

"Yeah, ini enak. Aku mau lagi dong om," jawab Abila meminta lagi.

"Tentu cantik," Raden seolah tak keberatan saat gadis itu menginginkan minumannya lagi, ia justru menuangkan cukup banyak minuman itu ke dalam gelas milik Abila.

"Habisi!" perintah Raden.

Tanpa berpikir panjang, Abila menghabiskan satu gelas minuman tersebut hanya dalam waktu beberapa detik.

"Eenngghh ini enak banget.." Abila masih merasa kurang dan ingin lagi.

"Boleh aku minta tambah?" tanya Abila meminta izin.

"Tuang sesuka kamu cantik!" Raden langsung menyerahkan botol minuman itu kepada Abila.

Lelaki itu tersenyum puas, gadis di sampingnya benar-benar polos dan ini adalah kesempatan baginya mencicipi tubuh gadis itu.

Tak butuh waktu lama, tubuh Abila yang belum terbiasa dengan alkohol mulai terasa pusing dan panas setelah menghabiskan hampir setengah botol.

"Duh, aku pusing banget! Rasanya disini panas banget deh, padahal ada AC nya banyak," keluh Abila memegangi dahinya.

"Kamu kenapa Abila?" tanya Raden pura-pura.

Entah mengapa saat memandang wajah Raden, tubuh Abila justru semakin terasa panas. Oh ia sangat ingin menyentuh tubuh pria itu sekarang.

"Om, bisa om bantu aku? Aku ingin sentuhan," ucap Abila di luar kendalinya.

Raden menyeringai, ia berhasil menaklukkan gadis itu kali ini dan ialah pemenangnya.

Tanpa ragu, Abila mendekat lalu mencium bibir Raden dan melu-mat nya secara tak beraturan. Dia memang belum pernah melakukan itu dengan siapapun, itulah sebabnya ia belum ahli.

"Ups, tenang sayang! Kamu gausah terburu-buru gitu, biar saya ajari kamu cara ciuman yang benar ya!" ucap Raden mendorong tubuh Abila menjauh.

"Lakukan om!" pinta Abila tak sabaran.

Raden tersenyum menaikkan kedua alisnya, ia memangku tubuh Abila dan mulai menyatukan kedua bibir mereka.

Cukup lama mereka saling memagut, tubuh Abila bahkan semakin terasa panas. Ia sudah tak tahan lagi ingin disentuh oleh lelaki tersebut.

Satu tangan Abila menarik tangan Raden dan mengarahkannya ke aset miliknya, tentu Raden sangat senang dan tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Setelah dirasa nafas Abila mulai habis, Raden melepas sejenak tautan bibirnya. Meninggalkan benang saliva di kedua bibir.

"Kamu sangat cantik! Boleh saya meminta lebih?" ucap Raden sensual.

Abila mengangguk antusias, sesaat setelahnya tubuhnya sudah berada dalam gendongan si pria dan mereka pun pergi dari tempat itu.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Uang pengganti

Abila terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan lemas, dia benar-benar lemas seperti habis melakukan lari maraton seratus kilo.

Bayangan mengenai kejadian semalam kembali muncul di kepalanya, Abila mengingat jelas bagaimana ia menyerahkan keperawanannya pada pria yang bahkan baru ia temui.

"Akh! Lo bodoh Abila! Bisa-bisanya lu serahin mahkota lu ke cowok asing!" umpatnya.

Gadis itu bangkit, berusaha menggerakkan kakinya turun ke lantai walau sedikit sulit karena bagian bawahnya serasa terkoyak.

"Kemana ya tuh cowok? Kurang ajar banget abis enak-enak langsung pergi gitu aja!" kesalnya.

"Tapi salah gue juga sih, kan gue yang tawarin diri gue sendiri ke dia semalam," sambungan.

Disaat ia hendak bangun, betapa kagetnya ia melihat sebuah koper terbuka berisi sejumlah uang terletak di atas nakas.

Mulutnya menganga lebar, ia bingung uang darimana itu dan bagaimana bisa ada uang sebanyak itu di kamar tersebut.

"Hah? Anjir ini uang siapa? Masa iya jatuh dari langit? Kan gak mungkin," pikirnya.

Lalu, Abila bergerak perlahan mendekati nakas. Dilihatnya sebuah kertas tergeletak disana, sontak ia langsung mengambil kertas tersebut.

Rupanya terdapat tulisan pada kertas itu, Abila pun membacanya dengan serius.

Abila, terimakasih ya atas pelayanan kamu semalam! Saya benar-benar puas, saya gak nyangka untuk ukuran pemula kamu cukup lihai sayang! Oh ya, maaf saya tidak bisa temani kamu sampai kamu bangun! Anak saya sudah menelpon dan minta ketemu soalnya, tapi jangan risau! Saya sudah tinggalkan banyak uang untuk kamu sebagai bayaran karena kamu sudah mau menyerahkan perawan kamu ke saya.

Air mata berlinang di pipinya, betapa bodohnya ia menyerahkan keperawanan yang ia jaga selama ini kepada seorang pria yang sudah memiliki anak.

Abila terus merutuki dirinya sendiri, uang sebanyak itu tak akan bisa mengembalikan kesucian tubuhnya yang sudah direnggut pria itu.

"Aaarrgghh dasar pria sialan!!" umpatnya kesal.

Gadis itu mere-mas kuat kertas di tangannya dan melemparnya ke tong sampah, ia terus menjerit keras sembari menutupi wajahnya dan menangis sekuat mungkin.

Bisa dibilang ini adalah hari penuh penyesalan di hidupnya, Abila akan terus mengingatnya sebagai kenangan terburuk yang pernah ia alami.

Bayangkan saja, ia dijebak dan diperkosa oleh pria yang nyatanya sudah memiliki anak. Abila benar-benar terpuruk dan tak tahu harus bagaimana saat ini.

"Gue emang bodoh! Seharusnya gue gak kabur dari rumah semalam, mungkin kejadian ini gak akan terjadi dan gue masih perawan!" teriaknya.

Terus begitu, penyesalan datang selalu di paling akhir. Bagaimanapun juga semua sudah terjadi dan Abila tak akan mampu mengembalikan kejadian buruk itu apapun caranya.

Disisi lain, tampak seorang pria tengah panik mencari putrinya yang hilang entah kemana.

Dialah Devano Alexander, ayah dari Abila yang kini terus berusaha menemukan keberadaan putrinya.

"Haish, saya harus cari Abila kemana lagi? Hampir semua teman-temannya sudah saya hubungi, termasuk pacarnya. Tapi, mereka gak ada satupun yang tahu dimana Abila. Bagaimana ini? Kemana kamu Abila sayang?" gumam Devano.

Karena tak tahu lagi harus kemana, Devano memutuskan pulang ke rumah setelah semalaman mencari putrinya di sekeliling kota.

Begitu sampai, ia langsung disambut oleh Nadya, istri tercinta yang juga panik memikirkan kepergian putrinya.

"Mas, gimana Abila? Kamu udah berhasil ketemu sama dia?" tanya Nadya cemas.

"Belum sayang, aku udah berusaha cari ke seluruh tempat, tapi hasilnya nihil," jawab Devano.

"Duh, terus gimana dong? Aku gak mau terjadi sesuatu sama Abila mas!" ucap Nadya.

"Tenang ya! Abila pasti akan baik-baik aja, mungkin dia sekarang lagi di suatu tempat untuk nenangin dirinya. Kamu tahu sendiri kan kemarin aku sama dia abis berdebat hebat," ucap Devano.

"Iya mas, huh harusnya Abila gak bersikap seperti itu sama kamu semalam!" ucap Nadya.

"Enggak sayang, bukan Abila yang salah. Disini aku yang salah, karena aku sudah memaksakan kehendak aku ke dia," ucap Devano.

Devano terlihat gusar dan terus mengusap kasar wajahnya.

"Haish, maafin papa Abila! Papa nyesel udah paksa kamu buat turutin maunya papa, cepat pulang sayang!" racau Devano.

Nadya merasa kasihan melihat suaminya seperti itu, ia mendekat dan coba menenangkannya.

"Yang sabar ya mas! Nanti kita cari lagi Nadya bareng-bareng sampe ketemu, sekarang kita sarapan dulu yuk!" ucap Nadya.

"Gimana bisa aku sarapan sayang? Sedangkan di luar sana belum tentu Abila bisa makan seperti kita," ucap Devano.

"Kamu gausah cemas, Abila kan semalam pergi sambil bawa kartu debit dari kamu. Dia pasti bisa beli makan kesukaan dia," ucap Nadya.

"Iya sih, ya semoga aja dia gak kenapa-napa! Aku akan jadi orang yang sangat bersalah kalau sampai terjadi sesuatu sama dia!" ucap Devano.

"Udah ya mas, kamu tenang!" bujuk Nadya.

Akhirnya Devano mengangguk dan mau mengikuti perkataan istrinya.

Mereka pun melangkah menuju meja makan untuk melaksanakan sarapan bersama.

Ting nong ting nong

Raden menekan bel berkali-kali, berharap seseorang di dalam sana bisa mendengarnya.

Ia kini sudah berada di depan rumah mantan istrinya, sesuai janji ia akan mengunjungi putranya yang masih berusia lima tahun itu setiap pagi.

Ceklek

"Papa!" seorang anak kecil berteriak setelah membuka pintu, dia langsung menghampiri ayahnya dan berpelukan erat disana.

"Eh jagoan papa, selamat pagi ganteng! Uhh papa gemes banget sama kamu!" ujar Raden.

"Iya pa, aku juga gemes sama papa! Kenapa papa telat sih datangnya? Papa lupa ya sama janji papa buat datengin aku tiap pagi?" ucap anak.

"Enggak dong jagoan, masa iya papa lupa? Papa tuh tadi ada kerjaan aja makanya terlambat, maafin papa ya Enzo!" ucap Raden mengusap kepala putranya.

"Aku pasti maafin papa kok, tapi kayaknya mama marah deh pa karena papa telat datangnya. Daritadi mama ngedumel terus," ucap Enzo.

"Oh ya? Wah berarti mama kamu kangen sama papa, makanya dia marah begitu papa telat datang ke rumah Enzo," kekeh Raden.

"Hahaha, iya pa." Enzo tertawa renyah.

Tiba-tiba saja, seorang wanita menyusul keluar dan menyela obrolan mereka.

"Kata siapa aku kangen kamu?"

Raden sontak menoleh ke asal suara, ya disana sudah berdiri sosok wanita cantik yang tak lain ialah mantan istrinya, yakni Maura.

"Maura, kamu gak perlu malu buat mengakui kalau kamu kangen sama aku!" goda Raden.

"Cukup ya Raden! Udah yuk Enzo kita masuk! Kamu udah puas kan ketemu papanya? Sekarang biarin papa kamu pergi buat kerja, kita siap-siap pergi ke sekolah sayang!" bujuk Maura.

"Ih gak mau ma, aku masih mau sama papa. Aku juga mau diantar ke sekolah sama mama sama papa," rengek Enzo.

"Enggak ya Enzo, jangan manja! Kamu tau kan mama gak suka anak yang manja? Sekarang masuk dan beres-beres!" tegas Maura.

Enzo cemberut lalu menunduk sedih.

"Jagoan, jangan sedih dong! Dengerin apa kata mama, biar kamu bisa jadi anak yang berbakti!" ucap Raden membujuk putranya.

"Tapi pa, aku masih mau sama papa tau," ucap Enzo.

"Eee gini aja deh, papa janji nanti siang papa bakal datang lagi kesini buat ajak Enzo jalan-jalan! Gimana? Setuju gak?" usul Raden.

"Yang bener pa? Kalo gitu aku setuju!" jawab Enzo antusias.

"Bagus! Yaudah, sekarang Enzo masuk dulu ya? Nanti siang kita ketemu lagi, okay?" ucap Raden.

"Oke pa, bye bye!" Enzo melambaikan tangannya dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Disaat Maura berniat menyusul putranya, tiba-tiba Raden justru memanggilnya dan membuat langkahnya terhenti.

"Maura tunggu!" ucap Raden.

Maura menoleh sinis, dia masih menyimpan dendam pada pria di depannya itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" ucap Raden meminta izin.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Permintaan

Abila keluar dari kamarnya sembari membawa sejumlah uang di dalam koper dan mengenakan pakaian yang sepertinya sudah disiapkan juga oleh pria tua tersebut untuk dirinya.

Gadis itu berniat mengembalikan uang itu, sebab ia merasa dirinya direndahkan dan disamakan seperti seorang wanita malam yang habis melayani langsung dibayar dengan uang.

"Emang cowok biadab! Gue sumpahin lu kena sial!" umpat Abila pelan.

Ia pun menghampiri salah satu pelayan di tempat itu untuk bertanya mengenai lelaki yang semalam menidurinya secara sadar.

"Mas, permisi! Boleh gak saya tanya sesuatu sama mas?" ucap Abila meminta izin.

"Eh iya iya kak, ada apa ya?" pelayan itu berbalik dan tersenyum ke arah Abila.

"Begini, semalam kan saya dibawa ke kamar sama seseorang. Nah kira-kira masnya tau gak siapa orang itu? Dia sih katanya sering datang ke bar ini, mungkin mas kenal sama orang itu karena mas kan pelayan disini," ucap Abila.

"Ohh, iya kak saya lumayan kenal kok. Itu namanya tuan Raden Antonio, beliau pelanggan setia di bar kami. Memangnya kenapa ya kak?" ucap si pelayan.

"Syukurlah! Kalo gitu apa saya bisa titipkan uang ini ke mas buat dikasih ke dia?" ujar Abila.

"Hah? Uang kak? Waduh, saya gak berani pegang uang sebanyak itu kak! Lagian emang itu uang buat apa kak?" kaget pelayan itu.

"Saya juga gak tahu, tiba-tiba tadi di kamar ada uang ini. Saya rasa ini milik om Raden yang tertinggal, saya titip disini ya mas?" ucap Abila.

"Wah gak bisa kak, saya beneran deh takut banget kalau pegang uang sebanyak ini. Saya khawatir gak bisa tahan diri," ucap pelayan itu.

"Eee kan bisa dikasih ke manager atau pelayan lainnya di bar ini," usul Abila.

"Tetap kak saya gak berani, lebih baik uangnya dipegang aja sama kakak dulu!" ucap pelayan itu.

"Justru itu, saya juga gak mau pegang uang ini. Menurut saya, saya gak punya hak atas uang ini. Tolong ya mas, uangnya disimpan dulu disini! Barangkali nanti om Raden balik lagi kesini," pinta Abila.

"Eee gimana ya kak? Masalahnya saya gak berani ambil keputusan sendiri kak, takut saya kena masalah nanti," ucap pelayan itu.

"Duh ribet amat sih! Yaudah, uangnya saya bawa aja. Terimakasih, permisi!" ketus Abila kesal.

Abila pun beranjak pergi meninggalkan bar tersebut membawa koper berisi uang itu di tangannya, meskipun ia sangat tidak mau menggunakan uang itu.

"Gue harus cari tuh orang kemana ya?" batinnya.

Akhirnya gadis itu berbalik dan kembali menemui pelayan yang tadi setelah ia terpikirkan sesuatu.

"Eh mas, saya boleh nanya lagi gak?" ujar Abila.

"Ya, ada apa lagi kak?" tanya pelayan itu.

"Masnya tau gak dimana alamat om Raden?" ucap Abila.

"Waduh, kalau itu sih saya kurang tahu kak! Maaf ya!" ucap si pelayan.

"Yah terus gimana dong saya cari om Raden?" ujar Abila keheranan.

"Coba aja kakaknya cari di sekitaran sini, barangkali bisa ketemu sama tuan Raden," usul pelayan itu.

"Haish, yaudah saya permisi lagi," ucap Abila.

"Silahkan kak!" pelayan itu memberi jalan.

Abila pun melangkah keluar tempat tersebut dengan wajah kesal, ia masih tak tahu harus mencari Raden kemana lagi.

"Nyusahin banget tuh orang!" geramnya.

Tiba-tiba saja, seorang wanita menyusul keluar dan menyela obrolan mereka.

"Kata siapa aku kangen kamu?"

Raden sontak menoleh ke asal suara, ya disana sudah berdiri sosok wanita cantik yang tak lain ialah mantan istrinya, yakni Maura.

"Maura, kamu gak perlu malu buat mengakui kalau kamu kangen sama aku!" goda Raden.

"Cukup ya Raden! Udah yuk Enzo kita masuk! Kamu udah puas kan ketemu papanya? Sekarang biarin papa kamu pergi buat kerja, kita siap-siap pergi ke sekolah sayang!" bujuk Maura.

"Ih gak mau ma, aku masih mau sama papa. Aku juga mau diantar ke sekolah sama mama sama papa," rengek Enzo.

"Enggak ya Enzo, jangan manja! Kamu tau kan mama gak suka anak yang manja? Sekarang masuk dan beres-beres!" tegas Maura.

Enzo cemberut lalu menunduk sedih.

"Jagoan, jangan sedih dong! Dengerin apa kata mama, biar kamu bisa jadi anak yang berbakti!" ucap Raden membujuk putranya.

"Tapi pa, aku masih mau sama papa tau," ucap Enzo.

"Eee gini aja deh, papa janji nanti siang papa bakal datang lagi kesini buat ajak Enzo jalan-jalan! Gimana? Setuju gak?" usul Raden.

"Yang bener pa? Kalo gitu aku setuju!" jawab Enzo antusias.

"Bagus! Yaudah, sekarang Enzo masuk dulu ya? Nanti siang kita ketemu lagi, okay?" ucap Raden.

"Oke pa, bye bye!" Enzo melambaikan tangannya dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Disaat Maura berniat menyusul putranya, tiba-tiba Raden justru memanggilnya dan membuat langkahnya terhenti.

"Maura tunggu!" ucap Raden.

Maura menoleh sinis, dia masih menyimpan dendam pada pria di depannya itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" ucap Raden meminta izin.

"Kamu mau bicara apa lagi sih? Aku gak punya banyak waktu ya buat ladenin kamu," sinis Maura.

"Jangan galak-galak dong! Nanti cantiknya ilang loh," goda Raden.

"Gak lucu! Udah cepetan mau bicara apa! Aku harus urusin Enzo yang mau berangkat sekolah," ucap Maura ketus.

"Ya ya, saya cuma minta waktunya sebentar doang. Ayo kita bicara di taman samping!" ajak Raden.

Maura mendengus pelan, lalu mengiyakan ajakan pria itu dan menuruni tangga mendekat ke mantan suaminya.

"Yuk!" tanpa diduga, Raden menggandeng tangan Maura dan mengajaknya pergi.

"Gausah gandengan tangan bisa kan?" pinta Maura yang langsung menghentakkan tangan pria itu.

"Kenapa sih? Udah lama loh kita gak kayak gini," ucap Raden kecewa.

"Kita udah bukan suami-istri lagi, kamu harus tahu batasan kamu mas!" sentak Maura.

"Okay, aku sadar aku bukan suami kamu lagi. Kalo gitu kita ke taman sekarang yuk, nanti keburu siang terus panas loh!" ucap Raden.

"Yaudah, kamu jangan macam-macam lagi!" ucap Maura mengingatkan.

Raden manggut-manggut pelan, kemudian mempersilahkan Maura jalan lebih dulu menuju taman dengan ia mengikuti dari belakang.

Sesampainya disana, keduanya langsung terduduk di kursi panjang yang dahulu seringkali dijadikan tempat bermesraan bagi mereka.

"Udah lama ya kita gak berduaan disini? Kangen rasanya momen-momen itu," ucap Raden.

"Gausah basa-basi, kamu mau ngomong apa? Aku udah bilang aku gak punya banyak waktu, tolong jangan bikin aku kesel!" pinta Maura.

"Iya iya, kamu galak amat sih!" ucap Raden.

"Terus kamu mau apa mas?" tanya Maura lagi.

"Aku cuma pengen kamu izinin aku buat bawa Enzo pulang ke rumah aku," jawab Raden.

Deg!

Jantung Maura serasa berhenti berdetak mendengar permintaan mantan suaminya itu.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!