Joana merapikan seragamnya dan memakai jaket hitam favoritnya. Hari ini hari pertamanya masuk sekolah di salah satu SMA yang terkenal di pusat Seoul. Keluarga angkatnya pindah ke perumahan elite di Seoul. Di kota inilah ia mungkin akan menghabiskan masa remajanya atau mungkin seumur hidupnya.
Dulu Joana hanya bermimpi bisa hidup di kota dimana semuanya sudah serba ada dari mulai pendidikan hingga kesehatan yang sangat memadai, tidak seperti di tempatnya dulu tinggal dimana hanya untuk makan saja harus bekerja keras dulu.
"aku akan mengantarmu ke sekolah" Jo menegur adik satu satunya yang kini sedang memakan sarapannya dalam diam.
Joana tersenyum seraya menggeleng. Ini bukan pertama kalinya dalam hidupnya Jo menawarkan tumpangan ke sekolah namun Joana terus menolaknya dengan berbagai alasan "nanti terlambat ke kantor, aku akan berangkat sekarang terima kasih sarapannya" kini Joana sudah memakai sepatunya setelah mencuci piring bekas makannya. "katakan padaku jika ada apa apa" lanjut Jo meski sudah tahu jika adiknya akan menolaknya. Butuh waktu hingga 45 menit sampai di sekolah dengan angkutan umum.
Gedung sekolah yang cukup dibilang megah , suasana yang dimana banyak siswa kelas 1 maupun kelas 3 hilir mudik membuat Joana berusaha menetralkan degup jantungnya, seperti biasa semua siswa memperhatikannya dengan aneh, jijik menelanjanginya dengan sempurna. Ia mempercepat langkahnya menuju ruang guru untuk memperkenalkan diri sekaligus menanyakan informasi dimana letak kelasnya dan lainnya yang berhubungan dengan bagaimana nanti dirinya harus mengikuti. Karna terburu buru sampai menabrak seoarang siswa laki laki di depannya hingga membuat minumannya jatuh mengotori seragamnya.
"maaf" ucap Joana membungkukkan badannya.
"kau buta ya?" teriak siswa laki laki itu yang kini sudah menatap Joana penuh amarah.
"maaf" sesal Joana
"kau tidak lihat kemejanya" seorang siswi tiba tiba datang dan meneriakinya seraya membersihkan kemeja siswa itu.
Joana segera mengeluarkan sapu tangannya ingin membersihkan tapi tangannya lebih dulu ditahan
"aku tidak mau seragamku tersentuh oleh tangan kotormu" umpatnya kesal
Meski dalam hidupnya sudah terlampau sering mendengar kalimat seperti yang baru saja siswa didepannya ucapkan, namun perasaannya tetap teremas sakit.
"aku cuma ingin membersihkannya "
"sudah! sudah membuat awal hariku menjadi berantakan" potong pria itu lalu merampas sapu tangan milik Joana dan membersihkannya sendiri namun tetap tidak hilang sehingga membuatnya kesal dan melemparkan sapu tangan ke wajah Joana. Tangan seseorang mencengkeram bahu Joana erat karna melihat Joana yang hanya diam saja seperi patung. Bayangan masa lalu muncul kembali di pikiran Joana.
"kau ini laki laki kenapa bersikap kasar begitu padanya" tegur seorang siswa yang membuat kesadaran Joana kembali.
"kau tidak lihat apa yang dilakukannya?" balas siswa itu tak mau kalah
"dia kan sudah meminta maaf, apa kau tidak dengar?" teriaknya lebih keras
"kalian sama saja, dasar manusia tidak bergu...."
belum sempat menyelesaikan kalimatnya, pukulan keras sudah melayang ke wajahnya dan membuatnya tersungkur.
"sudah... sudah! bubar kenapa pagi pagi sudah ribut, kau juga Je bikin malu saja" omel siswa bernama Jian seraya membantu siswa yang dipukul Jean untuk berdiri dan menyuruhnya pergi.
"seenakanya saja kalau bicara" omel Jean tak peduli dengan teguran Jian.
Joana merasa bersalah dengan kejadian didepannya, ia sama sekali tidak menyangka jika kecerobohannya memancing keributan hingga menarik perhatian siswa siswi lain dan menjadikannya tontonan gratis.
"apa kau tidak apa apa?" tanya Jean
Joana menggeleng keras takut menimbulkan kecerobohan lagi.
"kau anak baru ya?"
Joana mengangguk
"kau mirip dengan sesorang"
"benar kau mirip dengannya, si menyebalkan Jo"
"aku Jean dan ini Jian" Jean mengenalkan dirinya pada Joana yang masih mencerna kalimat Jian yang mengatakan jika dirinya mirip dengan seseorang.
"Rain" ucapnya pelan
"apa kau perlu bantuan?" tanya Jian melihat Joana gelisah.
Joana menggigit bibirnya ragu untuk bertanya.
"itu aku tidak tahu dimana letak ruang guru" ucapnya seraya menundukkan kepala.
Jean tertawa keras melihat sikap Joana yang selalu menunduk kebawah, ia semakin heran hanya untuk bertanya dimana letak ruang guru saja gadis ini begitu gelisah setelah Jian mengatakan jika dirinya mirip dengan Jo.
"lurus saja, paling ujung itu ruang guru" terang Jian dengan sabar menjabarkan
"terima kasih" ucap Joana sambil membungkukkan tubuh lalu berjalan menuju arah yang diberikan Jian.
"Hei dia tidak berterima kasih padaku" protes Jean melihat Joana pergi begitu saja tanpa bicara apapun padanya.
"sudahlah" putus Jian menyudahi obrolan Jean.
"dia benar benar mirip dengannya?" tanya Jian pada Jean.
"si brengsek itu?" Jean berubah kesal mengingat kelakuan sahabatnya itu.
"kau masih kesal dengannya?" Jian berbalik heran dengan Jean yang masih kesal dengan sahabatnya itu.
"sudahlah jangan bahas dia, oiya bukankah gaya berpakaiannya mirip dengan nenek sihir yang sudah mengguna guna sahabatmu waktu awal masuk sekolah?" celotehnya.
"hei aku benci jika kau menyamakan semua wanita yang berpakaian seperti itu akan berakhir sama seperti wanita itu"
"tapi memang aneh! ini kan musim panas dan ini didalam sekolah tapi dia berpakaian seperti saat musim dingin menutup lehernya apa tidak kepanasan?"
"sudahlah, yang penting kan tidak telanjang" Jian tertawa meninggalkan Jean yang meringis.
suasana kelas sudah ramai saat Joana masuk. Rasa gelisah dan takut kembali hadir menerpanya, suasana ramai berbisik dan mata menelanjanginya benar benar suasana yang sangat ia benci, hingga selesai memperkenalkan diri wali kelas menyuruhnya untuk memilih duduk di tempat yang kosong.
"hai, aku Sora" sapa ramah siswi yang membuatnya sedikit lega.
"Rain" ucapnya tersenyum kikuk.
Jam berlalu begitu saja hingga jam pulang sekolah tiba, Rain memilih keluar kelas paling akhir berkeliling sekolah melihat dan mengingat tempat tempat yang tadi siang belum terjelajahi saat berkeliling dengan Sora. Sora adalah ketua kelas di kelasnya, ketua osis dan anggota klub tari di sekolah, entah bagaimana dalam beberapa jam Joana sudah sedikit dekat dengan Sora, mungkin karna pribadi Sora yang ceria. Joana berjalan keluar gerbang memilih berjalan santai tidak seperti teman temannya yang sudah berlarian keluar gerbang sekolah dengan terburu buru. Joana berusaha untuk tetap berjalan di belakang jauh dari siswa siswi lainnya. Hingga dari kejauhan terlihat mobil milik kakaknya dan kakaknya yang sudah celingukan keluar dari mobil, ingin sekali rasanya dia berlari menghampirinya seperti teman temannya yang lain saat dijemput keluarganya saat pulang sekolah namun diurungkan niatnya karna janjinya sendiri untuk kakaknya saat meminta maaf padanya waktu itu. Semua terkagum kagum melihat pengusaha muda yang tampan dan banyak muncul di media karna pencapaiannya 'hahaha mereka benar dia tampan, dan juga baik hati' gumamnya, bibirnya tidak bisa tidak tersenyum saat mendengar atau melihat orang orang memuji kakaknya.
"si brengsek itu" celetuk seseorang di belakangnya
"kalian benar benar membingungkan" celetuk seseorang lagi, Joana terus berjalan meski dengan langkah lambat tidak berani menoleh untuk memastikan siapa yang sudah menghina kakaknya meski ingin sekali memarahi orang itu namun ia urungkan karna tidak ingin kejadian dulu terulang lagi hingga mencoreng nama baik kakaknya.
Joana mengangkat panggilan di ponselnya
"ya halo, aku sedang perjalanan ke suatu tempat" jawab Joana pelan.
"baiklah, kita bisa bertemu di minimarket ujung jalan" jawab Joana lagi sebelum memasukkan lagi ke saku jaketnya. Joana bisa melihat kakaknya memasuki kembali mobilnya, Joana terburu buru keluar gerbang menuju minimarket ujung jalan, hingga membuat Jean dan Jian yang berada di belakangnya terkejut bingung karna lari Joana yang cepat.
Joana membereskan barang barangnya dan memasukkan kembali kedalam tas. Joana melirik jam ditanganya, sudah hampir setengah jam menunggu kakaknya yang mengirim pesan akan menjemputnya. Musim panas kali ini lumayan membuatnya berkeringat ia merapatkan jaketnya saat melihat mobil kakaknya datang dan menampakkan diri ingin sekali ia menyapa dan memeluknya seperti kebanyakan adik perempuan diluar sana. Jo mendekat menanyakan kenapa tidak menunggunya di dalam cafe tetapi menunggunya di depan minimarket saat cuaca sedang panas panasnya hingga mengeluarkan peluh di dahinya
"ayo pulang" ajak Jo yang pasrah saat melihat adiknya yang tidak mau didekatinya jika di depan umum seperti ini.
"di dalam banyak orang, aku...." Joana merasa sesak di dadanya , bayangan dulu bagaimana reaksi kakaknya terhadapnya.
"ada apa di denganmu? apa yang mereka katakan padamu?" suara Jo kembali membuat kesadarannya yang semula berkurang karna sesak di dadanya.
"tidak, aku hanya..."
Jo meneliti adiknya yang selalu saja membungkus tubuhnya dengan jaket tebal dan selalu menunduk jika berjalan atau berbicara pada seseorang "apa mereka melakukan sesuatu padamu?" Joana hanya menggeleng lalu mengalihkan pandangannya. Tangannya masih mencengkeran erat jaket dan tasnya. Jo melirik Joana beberapa kali saat menyetir . Sebenarnya apa yang dirinya tidak ketahui selama ini, kenapa adiknya selalu tertutup dan menghindarinya, apa teman temannya mengganggunya lagi seperti dulu?.
"disampingmu ada air minum, minumlah" Jo sengaja menaruh air mineral di dekat adiknya bahkan beberapa makanan ringan di dasboard depannya.
Dengan ragu Joana mengambil lalu membuka dan meminumnya, berharap kakaknya tidak berpikir macam macam lagi.
"haruskah memanggil guru les dan guru piano nya ke rumah saja?" tanya Jo setelah melihat Joana yang masih melihat ke arah luar jendela.
"akan sedikit membuatmu tidak nyaman jika saat aku mengantar dan menjemputmu selalu ada media yang sembunyi memotret kita" terang Jo karna beberapa hari ini selalu ada paparazi yang mengikutinya sedangkan dirinya tidak bisa jika tidak menjemput adiknya mengingat surat ancaman yang kemarin malam ia temukan di depan pintu.
Joana menoleh saat kakaknya masih fokus melihat jalanan depan meski sambil mengajaknya berbicara.
"apa tidak apa melakukan les privat?" tanya Jo ragu melihat Joana yang kembali menundukkan kepalanya.
Joana menggeleng tanpa menatap wajah Jo. Jo memberhentikan mobilnya dan membiarkan Joana turun dan masuk ke rumah terlebih dahulu.
"lagi lagi tidak menolak semua yang kukatakan" gerutu Jo setelah menyuruh penjaga dirumah untuk memarkirkan mobilnya kembali ke garasi.
"kau sudah dapat semuanya?" tanya Jo pada sekertarisnya, ia menugaskan sekertarisnya untuk menyelidiki adiknya 3 tahun lalu dimana secara tiba tiba meminta pada mendiang ayahnya untuk homeschooling, ayahnya menyetujui karna berpikir adiknya menghadapi kesulitan menyesuaikan dirinya di sekolah mengingat adiknya yang lompat kelas. Itu lah yang selama ini dia kira namun saat menanyakannya pada ayahnya, ayahnya selalu diam dan mengganti topik pembicaraan hingga saat hari hari ayahnya sakit, ayahnya menunjukkan sesuatu padanya yang membuatnya terkejut. Sejak itu dirinya menjadi sedikit lebih protektif pada adiknya hingga menempatkan beberapa orang untuk menyelidiki sebenarnya apa yang terjadi saat itu hingga membuat adiknya yang semula ceria berubah menjadi sedikit diam dan menutup diri.
"kau yakin dia dulu pernah konsultasi ke dokter Yu?" Jo terkejut membaca halaman demi halaman laporan dari sekertarisnya, sekertarisnya hanya mengangguk dan memberikan kartu nama dokter Yu.
"bagaimana dengan orang orang ini? bukankah mereka teman Nana?" lagi lagi muncul orang orang yang Jo ketahui adalah adik kelasnya yang berarti juga teman adiknya mengingat melihat di buku tahunan milik adiknya ada foto orang orang yang ada di laporan sekertarisnya.
"kasusnya ditutup atas permintaan nona Joana dan mendiang ayah anda menyutujuinya" Jo semakin terkejut mendengar ayahnya mengabulkan permintaan adiknya begitu saja meski tau apa yang mereka lakukan pada Joana. Jo terus membalik halaman demi halaman dan sampai di halaman dimana ada bukti foto dan surat visum milik adiknya, terlihat luka jahitan di pelipis, tulang rusuk yang retak, dislokasi di bahunya dan luka lebam di bagian tubuh lain. Jo mengepalkan tangannya saat melihat foto foto adiknya, foto yang diambil saat dirinya juga berada di sekolah yang sama. Hal yang membuatnya kembali menyesal adalah mengingat saat ayahnya menawarinya untuk menjenguk Jo namun dirinya tidak mau karna membenci Jo dulu.
"lalu dimana mereka bersekolah sekarang?" tanya Jo lagi
"saya mendengar mereka juga berada di sekolah yang sama dengan nona Joana?" Jo yang mendengar pun meremas foto diri pelaku pembullyan adiknya.
"jika aku memindahkannya lagi pasti dia akan curiga aku mengetahui hal ini, apa yang harus kulakukan" Jo meremas rambutnya mencoba berpikir bagaimana caranya melindungi adiknya saat ini.
"kapan makan malam dengan keluarga dokter Yu?" Jo menyenderkan bahunya menghela nafas.
"minggu depan tuan, apakah anda akan membatalkannya?" tanya sekertarisnya memastikan
"tidak, aku akan menanyakan kondisi Joana padanya, pastikan pengawalan Joana aman saat aku makan malam dengan dokter Yu dan terus selidiki jika ada yang aneh saat Joana berada di sekolah dan aku sedang tidak di sekitarnya" perintah Jo pada sekertarisnya lalu beranjak menuju ruang makan.
"Joan sudah ...." tanyanya urung pada pelayan ketika mendapati Joana sedang memakan makanannya di meja makan dan seperti bisa di kursi paling ujung jauh darinya dan sedikit terkejut ketika melihat dirinya muncul di ruang makan.
"mau kemana? duduk disana dan kembali habiskan makanmu?" perintahnya saat melihat Joana sudah beranjak akan pindah ke dapur membawa piringnya. Joana menurut dan duduk kembali menghabiskan makanannya yang baru ia makan 1 sendok saja.
"mulai sekarang makan denganku dan di dekatku, tidak ada makan di dapur, kau tuan rumah disini, mengerti?" Joana hanya mengangguk kemudian kembali menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.
"bagaimana tadi? sudah punya teman?" tanya Jo pada Joana.
"sudah" jawab Joana
"beberapa temanku juga masih bersekolah disana" kata Jo memancing, karna melihat Jean dan Jian yang mengikuti Joana saat keluar gerbang sekolah.
"benarkah?" jawab Joana terkejut
"kenapa kau terkejut begitu?" tanya Jo pada Joana yang terlihat kebingungan ketika mendengar teman Jo masih bersekolah di SMA yang sama dengannya. Tangan saling meremas dan mendadak terdiam sesaat.
"ha...haruskah aku homeschooling saja? atau pindah ke SMA yang biasa saja?" tanya Joana ragu ragu yang membuat Jo mengerutkan dahinya dan tak habis pikir dengan kalimat yang keluar dari pertanyaan Hana.
"kau tidak nyaman sekolah di situ?" Jo berusaha memendam kekecewaannya, dirinya bukan mengharapkan reaksi Joana yang seperti ini, reaksi ketakutan, kepanikan dan kebingungan.
"ma... maaf"
Jo berubah kesal dengan jawaban Joana, "jangan terlalu malam belajarnya" Jo beranjak dari meja makan juga ketika melihat Joana yang juga sudah menyelesaikan makannya.
*******
Joana berdiri di balkon kamarnya, berpikir bagaimana caranya agar orang orang tidak mengenalnya sebagai adik seorang Johan Storm. Kejadian beberapa tahun lalu akan terulang kembali jika dirinya tidak hati hati. Joana ingin melakukan homeshooling saja namun biayanya juga tidak sedikit, ditambah lagi kakaknya juga menanggung biaya les ini itu untuknya. Jika meminta hal yang lain Joana merasa dirinya sedikit keterlaluan. Joana terus malamunkan apa yang akan terjadi pada dirinya saat di sekolah besok. Joana membuka kotak P3K yang sudah 30 mnt lalu berada di sebelahnya, Joana membuka obat luka dan plester untuk membalut lukanya. 'hal ini juga jangan sampai kak Jo tahu' batinnya, Joana menghela nafasnya berharap bisa mendapatkan teman atau bisa bersekolah dengan tenang tahun ini tanpa ada masalah yang bisa membuat kakaknya susah. Joana kembali melirik buku tugasnya yang ia letakkan di kursi lalu kembali menghela nafasnya, baru hari pertama pindah dan harus menyesuaikan diri membuatnya menguras energi dan sekarang mendapat tugas yang sulit untuk di selesaikan. Ingin rasanya tidak mengumpulkan tugas namun akan memberinya nilai yang buruk dan bisa membuat beasiswanya dicabut. Joana memilih untuk tidur karna sudah larut.
Keesokan paginya seperti biasa kakanya menawarinya tumpangan ke sekolah dan seperti biasa juga dirinya menolak secara halus. Saat langkah kakinya sampai di dekat pintu dirinya teringat tugasnya yang belum ia kerjakan semalam. Terlintas dipikirannya jika mengisi tugasnya dengan pendapat orang lain Joana pikir tidak apa, melihat jam di pergelangan tangannya yang masih tersisa banyak waktu sebelum jam masuk sekolah dimulai. Joana memberanikan diri memutar tubuhnya dan menghampiri kakaknya untuk meminta bantuan.
"maaf kupikir akan terlambat, karna bus sudah berangkat 15 menit yang lalu, bi...bisakah tolong antar aku ke sekolah jika tidak buru buru ke kantor?" ucapnya ragu pada kakaknya yang kini sedang terkejut karna kalimat adiknya yang lebih panjang dari biasanya, tanpa mengatakan apa apa Jo menyambar kunci mobilnya dan bergegas menuju kursi kemudi dan diikuti oleh adiknya.
"ehm, boleh menanyakan sesuatu?" tanya Joana takut takut.
"apa?" jawab Jo
"menurut kakak, ehm apa arti ibu untuk kakak?" tanya Joana ragu namun tetap membuka buku tugasnya.
Jo melirik buku tugas milik Joana dan menoleh sekilas pada wajah Joana yang kini sudah cemas "ibu" jawabnya lembut, "kupikir semua akan baik baik saja selama ibu masih di samping kita, meski hidup tidak berpihak pada kita jika masih ada ibu semua terasa akan baik baik saja, semua yang kutahu di dunia ini adalah karna ibu, sama seperti oksigen kita tidak bisa hidup jika tidak menghirup oksigen, sama halnya kita tidak bisa hidup jika tidak tanpa ibu. Ibu yang merawat kita, mengajari kita tentang beberapa hal di dunia ini yang kita tidak tahu awalnya seperti bagaimana cara memegang sendok, cara berjalan, cara naik sepeda, cara mandi, membaca, menulis" Jo menoleh ke arah Joana yang sejak tadi diam menatap buku tugasnya yang masih kosong.
"bagaimana?"
"aku akan menulisnya, terima kasih" Joana menoleh saat mendapati kakaknya mengusap rambutnya sayang.
"tanya kan apapun hal hal yang ingin kau tau maka aku akan memberitahumu, lakukan hal hal yang ingin kau lakukan maka aku akan membantumu, kita hanya berdua sekarang, bukan kah lebih baik jika bisa berbagi segalanya?" Joana terpaku melihat Jo saat ini, hal yang ia impikan mendadak terjadi seperti saat ini Jo yang sedang memeluknya dan mengusap punggungnya.
"kau sudah melakukan semuanya dengan baik selama ini" Joana tanpa sadar menitikkan air matanya hingga lama lama terisak membuat Jo kembali menenangkannya.
"sebentar lagi masuk, apa kau mau membolos saja?" tanya Jo di sela sela isakan Joana.
"tidak, aku harus mengumpulkan tugas hari ini" jawab Joana
"baiklah, aku akan menjemputmu nanti" Jo merapikan rambut Joana yang sedikit berantakan dan mengusap air mata Joana.
"tidak perlu memaksakan diri untuk mengatakan semuanya, pelan pelan saja oke?" Joana mengangguk kemudian pamit keluar mobil.
*****
Jean melihat Joana yang berjalan sendirian, berniat menyapa Joana, Jean berlari menyusul Joana yang kini membasuh mukanya di kran air dekat taman sekolah.
"selamat pagi"
"ya?" Joana terkejut mendapati Jean yang sudah berada di sampingnya dan menyalakan kran air di sebelahnya.
"hei kau menangis?"
"permisi" Joana terlihat buru buru masuk ke kelas
"sulit sekali mengajaknya berbicara" Jo memilih untuk menyerah hari ini.
*****
Joana terus berjalan menuju kelasnya seperti biasa dengan kepala menunduk sampai di ditempat duduknya. Kepalanya terus menunduk dengan gerakan tangan mengeluarkan alat tulis dan buku tugasnya keatas meja. Joana masih memikirkan perkataan kakaknya, meski perilaku kakaknya padanya sudah berubah sejak ayah sakit dan meninggal namun Joana masih ragu dan takut untuk kembali mendekati kakaknya. Hidup di tahun sekarang sangat sulit apalagi jika tidak memiliki siapapun, terlalu beresiko jika dirinya melakukan kesalahan lagi lalu dikembalikan ke panti. Joana tidak sanggup jika harus kembali ke panti, bukan karna kehidupan sekarang yang dia miliki sangat mewah hingga menyebabkannya tidak bisa kembali hidup susah, namun dirinya terlalu takut menghadapi kejadian seperti dulu hingga membuatnya tidak bisa menari lagi. Sebenarnya Joana sangat ingin mengatakannya pada kakaknya sehingga dirinya bisa sedikit memohon untuk tidak dikembalikan ke panti namun hal itu bisa saja membuat kakanya kembali tidak menyukainya. Dengan tidak mengunjungi dokter Yu lagi dan tidak terlalu mencolok di sekolah sepertinya sudah sedikit mengurangi kemungkinan dirinya dibuang lagi. Lebih baik saat ini bersikap seperti tidak pernah terjadi apa apa agar tidak mencolok dan terus melakukan apapun yang diinginkan kakaknya sudah bisa menyelamatkan hidupnya saat ini. Joana mencoba bernafas lega. Guru sastra terus berceloteh tentang materinya hingga 2 jam sudah dan kini guru seni sudah bergantian masuk.
"pertemuan mendatang saya akan mengadakan penilaian melukis, jadi selesaikan sketsa diatas meja masing masing hari ini" perintahnya
Semua melanjutkan gambarnya, sebagian siswa berbisik mengenai penilaian melukis yang mendadak "haruskah kita memesan mulai sekarang?" kata salah satu siswa saat guru senin berjalan keluar kelas.
"bagaimana jika ketahuan?" tanya salah sati siswa
"apakah guru Liam curiga? tapi guru Liam tidak mengatakan apapun saat kita mengumpulkan tugas sketsa ini kan" jelas siswi lain
"sangat sulit untuk memenuhi standar guru Liam dalam hal ini, aku tidak bisa jika tidak diluluskan lagi olehnya" jawab siswa di sebelah Joana yang kini sudah berbalik menoleh ke belakang.
"kenapa tidak minta kursus kilat saja pada nya?" tanya Sora
"maksutmu Hazel? kau gila? selama ini saja kita tidak pernah melihat bagaimana wajahnya" jawab salah seorang siswa bernama Manu
"Manu benar, kita sudah pernah mencobanya bukan untuk memintanya mengajari kita namun selalu menolak" jawab siswa bernama Saturday
Kriiiingggg, bel tanda istirahat berbunyi "baiklah setelah istirahat dilanjutkan lagi" perintah guru Liam
"Rain, ayo ke toko makanan ringan bersama" ajak Sora, Manu, Clara dan yang lainnya, pembicara mengenai seseorang bernama Hazel terus berlanjut, Rain hanya mendengarkan sembari mengunyah bekal roti yang tadi kakaknya masukkan kedalam tasnya tanpa sepengetahuannya.
"aku dengar Hazel mengadakan kelas" Manu mulai mengutarakan bahan gosipnya
"bukankah lebih baik kita membayar ke kelas 3 saja seperti biasa?" tawar Sora
"ke kak White lagi?" tanya seorang bernama Klaus
"terakhir kita kesana kan kak White tidak mau" terang Klaus lagi
"benar meski kak Jian membantupun juga hanya Manu dan Sora yang dibantu kak White"
"haruskah kita mencoba mencari dimana Hazel?" tawar Manu
"penilaian lukis satu minggu lagi Manu, tidak cukup waktunya" protes Sora
"tidak, kita akan menemui Hazel untuk penilaian kelas tembikar, jika kelas lukis tidak berhasil kita harus berhasil di kelas yang lain bukan"
"terlalu membuang waktu jika begitu, ujian akhir sebentar lagi kelas kita sangat tertinggal pada kelas selain kelas akademik" protes Clara
"kelas lain saat ini mencari guru untuk melatih mata pelajaran untuk CSAT sedangkan kita mencari guru untuk melatih mata pelajaran seni dan sejenisnya" keluh Klaus dan Sora
"bagaimana dengan kelas musik? apakah diantara kita ada yang bisa bermain alat musik? kita juga belum menyiapkan untuk hari festival kan" keluh Manu
"andai saja kita terlahir bisa menguasai bidang seni juga" Sora dan Clara menjatuhkan tubuhnya di rumput memandang langit yang kini berwarna biru muda
"bicara siswa serba bisa, dulu ada beberapa siswa yang serba bisa bukan"
"maksutmu kak White?" tanya Clara
"White dan ketiga sahabatnya" jelas Manu dan Sora
"dulu ada gosip mengenai 4 siswa yang benar benar unggul dalam semua mata pelajaran"
Joana menutup kotak bekalnya yang masih tersisa 1 roti lapis hingga membuat Klaus dan Clara merebutnya
"Rain tidak baik membuang makanan" Joana hanya bisa pasrah saat roti lapis yang sengaja ia sisakan untu bekal bekerja nanti di ambil oleh Clara dan dibagi beberapa bagian hingga Manu dan Sora yang sibuk bercerita pun bisa kebagian.
"ah maksutmu F4?" tanya Klaus dengan mulut mengunyah roti
"benar, White, Jian, Han dan Jo" mendengar nama Jo membuat Joana terkejut.
"mereka benar benar diatas rata rata hingga membuat semua guru menaikkan standar nilainya"
"meski mereka berpisah, namun perbincangan mengenai mereka tetap berlanjut hingga saat ini" terang Sora
"salah satu pindah sekolah?" tanya Joana
"karna kejadian waktu itu, kata kakakku" terang Manu
"mereka terkenal bersahabat, namun mulai renggang karna seorang siswi bernama Bitna yang membuat mereka bertengkar hebat hingga Jo dan Han memutuskan keluar dari sekolah dan menyisakan White dan Jian"
"meski di sekolah yang sama White dan Jian juga lama kelamaan mulai merenggang setelah kejadian itu" Jelas Manu panjang
"apa hanya memperebutkan wanita hingga bisa membuat laki laki gelap mata?" cibir Sora
"Bitna bukanlah siswi populer karna cantik atau pintar, kenapa sampai bertengkar" tanya Klaus
"tidak ada yang tahu kejadian sebenarnya, namun beberapa siswa percaya jika masalahnya bukan karna memperebutkan Bitna" jelas Clara
"karna kabarnya Bitna tidak menjalin hubungan spesial apapun dengan mereka"
Joana tenggelam dalam pikirannya untuk sesaat, Joana menyadari jika kakaknya memang sudah tidak pernah bertemu dengan teman temannya hingga sekarang.
"kalau dipikir pikir kau mirip dengan kak Jo, Rain" Joana yang mendengar tiba tiba tersedak minumannya
"bukankah dia juga mirip dengan Storm?" tanya Sora kemudian
"ayo kembali ke kelas, nanti kita berkumpul lagi untuk membahas Hazel" semua beranjak berdiri menuju kelas
Hingga kelas terakhir dan kurang 30 menit lagi berakhir, Joana mendapat pesan dari pemilik galeri jika hari ini galeri tutup yang berarti dirinya juga libur bekerja, Joana menghela nafasnya sebentar sebelum kakaknya mengirim pesan jika dalam perjalanan menjemputnya.
Bel berbunyi menandakan kelas sudah berakhir, sebagian sudah berhamburan keluar menyisakan dirinya yang kini berjalan perlahan jauh dari kerumunan teman temannya yang lain
"sebentar lagi kak" jawab Joana pada panggilan di ponselnya kemudian bergegas turun karna kakaknya sudah menunggunya
"Rain! hati hati" Jean sudah berlari menghampiri Joana yang terjatuh
"astaga hati hati" Jean membantu Joana berdiri
"Rain!!" Manu dan Sora berlari menghampiri Joana yang kini dipapah oleh Jean
"lututmu berdarah" tunjuk Manu dan Sora bersamaan
"sudah kubilang jangan lari" sebuah suara membuat Joana dan yang lain menoleh ke sumber suara. Jo sudah berjalan dengan aura dingin mengelilinginya namun raut wajah khawatir nampak begitu jelas
"kau!" Jean yang tak kalah sama dengan Jo sudah menampilkan wajah tidak sukanya,
"lepaskan tanganmu darinya" perintah Jo yang sudah mengepalkan tangannya
Joana sudah berjalan kearah Jo dengan meringis perih di lutut dan sikunya. Jo sudah mengulurkan tangannya untuk membantu Joana agar tidak jatuh lagi
"ayo pulang kerumah saja kita batalkan rencana hari ini kau terluka"
"tapi..." Joana tersentak saat Jean merangkul bahunya dan menatap Jo dengan dingin
"jangan menyentuhnya" Jo melepaskan tangan Jean dengan kasar hingga membuat Manu dan Sora terkejut
"kau siapa?" sarkas Jean
"tak penting untuk kau tahu aku siapanya, lepaskan tanganmu dan biarkan dia segera pulang untuk menangani lukanya" Jo menggandeng tangan Joana menuntun untuk masuk ke dalam mobil, yang membuat Jean kesal mengepalkan tangannya. sialan
Jo menoleh saat sebelum masuk juga kedalam mobil "jangan berani mendekati adikku lagi, brengsek"
Manu dan Sora semakin melongo mendengar Jo yang mengaku sebagai kakak Joana, semakin terkejut saat melihat Jean yang kini sudah menampilkan smirknya "sepertinya akan ada perang dingin lagi" Manu mengangguk .
"kita harus menanyakannya besok pada Rain" Sora mengangguk mengikuti Manu yang kini sudah berjalan dibelakang Jean
"haruskah aku menanyakannya lewat pesan?" tanya Sora
"berikan nomor ponselnya padaku" bukan Manu, Jean yang sudah berbalik dan menyodorkan ponselnya pada Sora.
*****
Joana duduk dengan cemas saat kakaknya menhobati lukanya, bukan karena sakit tapi karena takut kejadian hari ini akan membuat sedikit masalah baru untuk kakaknya, "maaf" Joana meremas jari jarinya menunggu reaksi kakaknya yang kini masih diam mengobati lukanya dengan rahang mengeras dan aura dingin masih terlihat lebih jelas dibanding saat kakaknya tidak diselimuti amarah.
"kau mengenalnya?" tanya Jo pada Joana
"Sora dan Manu teman seklasku, dia hanya membantu tadi" jawab Joana menjelaskan
"harus kuapakan mereka?" Jo menatap Joana tajam.
"So.. Sora dan Manu hanya menolong ku membantu berdiri, ak... aku akan mengatakan pada mereka agar tidak mengatakan apapun tentang...." Jo menarik kursi kehadapan Joana lalu duduk memberikan plester pada luka di siku Joana.
"kau tau siapa yang kumaksut" Jo kembali mengintimidasi Joana
"apa mak...." Jo memotong dengan menunjukkan foto dimana dirinya didorong oleh seseorang hingga terjatuh sebelum Jean melihatnya dan menolongnya
"baiklah jika kau tidak mau membahasnya" Joana diam melihat pergerakan Jo yang kini memasukkan kembali P3K ke tempatnya namun sedetik kemudian kembali duduk menatapnya tajam seakan ingin penjelasan lain selain temannya yang mendorongnya hingga terjatuh dengan sengaja.
"kau dekat dengan si brengsek itu?" tanya Jo kini beralih pada kejadian dimana Jean membantunya tadi
"ti...tidak, dia kelas 3" Joana semakin gugup ketika ponselnya berdering disaat kakaknya masih menginterogasinya
"Sora menghubungi, jawablah jangan lupa ganti seragamu aku akan menyuruh Yong untuk membelikan yang baru, aku harus meeting diruanganku" Jo berdiri menuju kamrnya.
"jika dia macam macam, aku akan membunuhnya saat itu juga meski kau melindunginya, mengerti? tidak ada toleransi untuk Jean White bagiku" Jo yang berbalik padahal sudah dekat di pintu kamarnya membuat Joana bergidik ngeri
"i...iya, aku akan turun setelah menjawab ini" Joana berlari menuju kamarnya dan menutupnya rapat rapat
"halo Sora" jawabnya seelah masuk ke kamar
"kau tidak apa?" tanya Sora
"iya tidak apa"
"kau terlihat ketakutan" tanya Sora yang kini mengalihkan panggilannya menjadi video call
"tidak"
"kakakmu marah ya?" tanya Manu yang tiba tiba muncul di layar
"ti...tidak hehe"
"kenapa tidak bilang jika kau adiknya kak Jo" tanya Manu dan Sora bersamaan
"kau takut kita meminta foto bersama kakakmu ya? hahaha" tanya Sora menggoda
"bukan begitu, tapi..."
"kakakmu benar benar seperti rumor yang beredar" terang Manu
"benar, aku sedikit takut saat dia mengancam kak White tadi, jika kau bilang dari awal aku kan bisa...." Joana menggeleng
"kumohon jangan katakan pada siapapun jika kak Jo adalah kakakku" mohon Joana
"iya iya" jawab Sora yang seolah mengerti maksut dari Joana
"oiya, kenapa kau mengumpulkan semua tugas kelompok dengan individu?" tanya Manu
"itu... kupikir"
"kita sudah memasukkan namamu di kelompok, jadi tadi aku mengambil buku tugasmu untuk bahan perbandingan, dan besok kita akan mengerjakan tugas sepulang sekolah, kau bisa?" tanya Sora
"baiklah"
"oiya besok kita juga akan mencari guru piano, kau ikut kan?" tanya Manu
"aku...emmm....aku"
"apa?" tanya Sora
"aku..."
tok tok tok
Ketukan pintu membuat Joana, Manu dan Sora terdiam, Joana berangsur membuka pintu kamar dimana Jo kakaknya sudah berdiri menenteng seragam yang sudah di setrika bahkan berbau wangi
"jika tidak nyaman, besok kita ke tokonya lagi mencari kain yang berbeda" Joana salah tingkah, bukan karna kakaknya yang masuk kekamarnya, tapi karena video call dengan Sora yang belum usai sehingga Sora dan Manu bisa melihat Jo yang kini sudah mengacak rambutnya
"kak" Joana menunjuk layar ponselnya
Jo terkejut mendapati teman adiknya yang melihat sikap manisnya pada Joana, dirinya sedikit malu karna sikapnya hingga membuat wajahnya memerah.
"ehem"
"eh,, halo kak" sapa Sora dan Manu canggung
"yasudah lanjutkan saja, bibi akan mengantar makan mu ke kamar, aku harus kembali ke ..." belum selesai, sekertaris kakaknya sudah mengetuk pintu
"pak, sudah waktunya kita kembali"
"oke,"
"aku usahakan besok siang sudah pulang jadi bisa menjemputmu" Joana mengangguk
"pak, pesawatnya" Jo menatap tajam Yong
"hubungi aku jika sesuatu terjadi"
Joana mengangguk kemudian menutup kembali pintu kamarnya saat kakaknya sudah keluar dari kamarnya
"yaampun manis sekali" teriak Manu
"Rain, aku iri padamu, aku ingin sekali bisa setiap hari bertemu kak Jo" protes Sora
"kakakmu bolak balik hanya untuk mengantarmu?" Joana mengangguk mengiyakan
"dia pasti sayang sekali padamu" celetuk Manu
"iya, kakakku saja tidak pernah semanis itu padaku, pasti akan mengoceh 'dasar menyusahkan" timpal Sora
Joana tertawa mendengar celotehan Sora dan Manu yang banyak memuji kakaknya
"oiya, tadi kak White meminta nomor ponselmu"
"lalu"
"maaf aku memberinya terpaksa, dia mengancam kita" sesal Sora
"tidak apa" jawab Joana tidak sesuai dengan perasaannya.
Panggilan berakhir, Joana menghela nafasnya, jika sampai teman temannya tau kakaknya adalah Jo apa yang harus ia lakukan. Terlebih ketika Rona tadi mendorongnya dan kakaknya melihatnya, dirinya percaya jika Manu dan Sora tidak akan membocorkannya namun dirinya tidak yakin dengan Rona dan teman temannya yang tadi sudah melihat kakaknya. Belum lagi masalah Jean yang ternyata teman kakaknya "ah kenapa semuanya menjadi rumit" keluhnya, permohonannya untuk homeschooling tidak disetujui oleh kakaknya karna jadwal lesnya sudah dipindahkan ke rumah oleh kakaknya. Joana menatap langit langit kamarnya yang kosong, jika anak anak remaja lain akan menghias kamar mereka dengan poster idola, stiker warna warni namun tidak dengan Joana. Kamar Joana benar benar kosong tanpa hiasan apapun kecuali kakaknya yang menaruh sesuatu pada kamarnya seperti vas bunga kesayangannya, meja rias dan kaca dinding.
Tidak ada satupun foto dirinya dan kakaknya, bahkan foto dirinya tidak ada kecuali foto formal dirinya yang baru baru ini dirinya cetak. Joana beralih menatap jendela dimana diluar bisa terlihat taman belakang rumah yang banyak ditumbuhi banyak bunga. Joana duduk di kursi goyang santai di balkon sambil memandangi hamparan bunga di taman.
Semilir angin menempa wajahnya hingga memebuatnya perlahan memejamkan mata. Suara decitan pintu tidak membangunkan lelapnya, Jo masuk dan melihat Joana yang sudah tertidur di balkon dengan selimut ditubuhnya. Jo memindahkan perlahan Joana ke tempat tidurnya mengusap kepala Joana, pandangannya menyisir setiap sudut kamar adiknya yang kosong hanya terisi beberapa perabot saja. Pandangannya berhenti pada meja belajar Joana yang penuh dengan catatan catatan kecil yang tertempel di dinding hingga di beberapa sudut meja belajar, Jo duduk dan membaca sekilas satu persatu catatan Joana, disamping meja terdapat sebuah kardus. Jo penasaran dengan isi kardus yang dari awal Joana tinggal dikamar ini selalu saja ditempat dan tidak berpindah tempat namun semakin penuh bahkan berdebu, Jo membukanya perlahan "kenapa disimpan disini" Jo mengeluarkan satu persatu piagam kejuaraan, sertifikat keahlian kusus, piala, buku sketsa dan sebuah lukisan. Pandangannya beralih lagi ke koper hitam berukuran sedang disamping tempat tidur, Jo berniat untuk menaikkannya ke atas lemari untuk disimpan namun urung karna takut mengganggu Joana sehingga dirinya memilih untuk kembali ke kamarnya.
******
Pagi pagi sekali Jo sudah berangkat, Joana juga memutuskan untuk segera berangkat.
"nona, tuan berpesan jika hari ini kamar anda akan direnovasi sampai nanti siang" ujar kepala pelayan
"baiklah tolong pakaianku ya bi, maaf tidak membantu karna sudah jam segini"
"baik nona", bibi kepala bergegas ke kamarnya.
Joana berjalan sedikit cepat karna takut terlambat
"Rain!" Joana menoleh saat mendapati didepan pagar rumah sudah ada Jean yang berdiri dengan memainkan kunci motornya.
"mana si brengsek itu"
"jangan memanggilnya begitu" Joana merasa tidak suka dengan sikap Jean pada kakaknya
"oke baiklah, jika kau mau berangkat denganku" Joana mengerutkan dahinya
"aku akan naik bus saja"
"kau yakin tidak terlambat? bus sudah berangkat 2 mnt tadi" kata Jean
Dengan terpaksa Joana menuruti Jean agar tidak terlambat
"kakakmu kemana" tanya Jean
"mengurus proyek" terang Joana, Jean mengerutkan dahinya karana setahunya proyek sudah selesai kemarin dan semalam dirinya juga melihat Jo yang sudah memarkirkan mobilnya di rumah.
"oohhh"
Beruntung Jean mau menurunkannya di depan minimarket, Joana terlalu takut menjadi sorotan mengingat Jean adalah cassanova di sekolah. Meski sifat dan sikapnya dingin seperti kulkas 10 pintu namun tidak dapat dipungkiri jika parasnya yang tampan masih menjadikannya idola meski sudah berada di kelas 3 SMA, beberapa siswi berteriak histeris saat mendapati Jean yang berjalan tidak jauh di belakangnya. Sedangkan saat dirinya berjalan melewati koridor semua mata mengejeknya dengan segala gunjingan yang meski terdengar namun Joana memilih diam dan mempercepat langkahnya.
"Nana!"
deg Joana menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut, didunia ini hanya kakak dan ayahnya saja yang memanggilnya dengan 'Nana'. Joana tidak berani memutar badannya ataupun sekedar menoleh ke sumber suara. Keringat dingin bercucuran ketika mendengar suara seseorang "Joan" Joana tahu persis itu suara siapa, tangannya sudah berkeringat dan gemetar degup jantungnya sangat cepat dan nafasnya memburu, bayang bayang kejadian 3 tahun lalu kembali melintas di kepalanya. Kini dirinya sudah kesulitan bernafas, pasokan oksigen di sekelilingnya seakan menipis. Tangannya mulai meremas ujung seragamnya berusaha menetralkan detak jantung dan nafasnya.
"Rain" panggil Sora mendekat
"tidak jangan" Joana memundurkan langkahnya,
"Rain, kau baik baik saja?" Manu mencoba meraih bahu Joana namun urung saat Joana sudah jatuh terduduk ketakutan
"Rain, kau kenapa?" Sora mendekat namun Joana srmakin memundurkan tubuhnya hingga kini menempel pada tembok kelas.
"Rain!" Joana semakin ketakutan menggelengkan kepalanya mencengkram erat kerah bahunya
Hingga seorang tengah berlari dengan raut khawatir tergesa gesa menghampiri Joana
"Nana!" mengguncang bahunya keras menyadarkannya
Jean berlari menghampiri Joana ketika melihat Joana yang sudah terduduk ketakutan, berusaha menyadarkan.
"Nana" panggilnya.
"tidak, kumohon jangan, itu tidak benar"
Jean semakin bingung dengan jawaban Joana, Joana menatapnya "jangan lakukan itu, Johan tidak mengenalku aku berjanji akan menjauhinya, tolong jangan lakukan itu" kini Joana mencengkeram seragam Jean dengan tatapan memohon bahkan air matanya sudah keluar, beruntung tidak banyak siswa yang berada di ujung koridor sehingga sepi dan tidak terlalu menimbulkan kehebohan "Nana".
Jean terus memanggil nama Joana namun Joana terus memohon agar tidak melakukan apapun pada Johan "Nana!" Jean sedikit membentaknya untuk menyadarkan Joana, Joana memandang Jean dengan sorot mata yang sulit diartikan hingga membuat Jean ikut terduduk
"kau sahabatnya bukan, selamatkan dia, kau harus menyelamatkannya, oh tidak tidak tolong selamatkan kakakku" nafas Jean ikut tercekat mendengar kalimat Joana, dirinya menyadari hal tidak beres.
"semua baik baik saja Na, tenanglah" Jean membawa Joana kepelukannya menepuk punggungnya dan mengusap kepalanya menenangkan, isakan Joana semakin mereda seiring dengan deru nafasnya yang perlahan normal dan seketika Joana tidak sadarkan diri dan Jean membawanya ke UKS, Sora dan Manu mengikutinya dari belakang membawakan tas Joana dan Jean.
******
Kini Joana tertidur dikamarnya, Jean mengubungi Jo sesaat setelah menggendong Joana ke UKS yang membuat Jo yang semula sedang menata kembali kamar adiknya itu. Jo berniat ingin membuat kejutan untuk adiknya namun kenyataannya adalah sebaliknya. Sedetik setelah mendengar kabar dari Jean dirinya melesatkan mobilnya menuju sekolah Joana, adiknya sempat tersadar hingga akhirnya kembali pingsan dan Jo memutuskan untuk membawanya pulang dan memanggil dokter pribadi keluarganya. Kini dirinya sedang menunggu adiknya terbangun setelah meminum obat penurun demam. Suhu tubuhnya tinggi saat dirinya datang ke UKS.
Hari sudah hampir sore suhu tubuh Joana sudah benar benar kembali normal, Jo memutuskan untuk kedapur membuatkan adiknya bubur dan sup.
Krriiieeetttt
Joana membuka pintu dan berjalan menuruni tangga "kau sudah baik baik saja?" tanya Jo menghampiri Joana yang sudah duduk di bar dapur menuang air ke gelas pink kesayangannya.
Joana mengangguk canggung "maaf merepotkan, tadi tidak...."
"tidak ada yang tau aku menjemputmu kecuali dokter di UKS, wali kelasmu dan Jean" jawab Jo yang mengerti arah pembicaraan adiknya itu.
"apakah Jean melakukan sesuatu padamu?" selidik Jo yang dibalas gelengan kepala.
"makan dulu"Joana mengangguk menurut, makan dengan tenang sembari melihat Jo yang sibuk membereskan alat memasak setelah menyajikan makanannya.
"maaf tuan, ada tamu" ucap seorang pelayan
"Jeje? suruh pergi saja" Jo tetap sibuk mencuci pisau bekas memasak
"bu...bukan tuan tapi..." belum sempat meneruskan pelayan terkejut mendapati Joana nona nya yang sudah terlonjak kaget hingga menjatuhkan sendoknya ke piring
"Sora dan Manu, aku lupa jika hari ini ada tugas kelompok" Joana buru buru berlari ke kamarnya mengambil ponsel segera menghubungi Sora agar membatalkan jadwal tugas kelompok karna di rumah sedang ada kakaknya, namun terlambat karna Jo sudah keluar dan menyuruh Sora dan Manu masuk
"ha....hai Rain, aku dan Sora mengantarkan tas mu yang tertinggal di UKS tadi"
"aku sudah mengirimu pesan tadi, tapi kau tidak membalas jadi kupikir kau masih sakit jadi aku putuskan sekalian menjengukmu.
"apa yang kau lakukan? turun dan temani temanmu atau kau mau mereka ke kamarmu saja? dengan syarat pintu setengah terbuka" Jo sudah menatap mengawasi Manu hingga membuat Manu semakin mengeratkan pelukannya pada tas Joana yang dibawanya.
"baiklah" Joana mengajak Sora dan Manu naik ke kamarnya, Sora dan Manu sedikit berlari naik ke atas.
Manu mendudukkan dirinya sesampainya di kamar Joana "kakakmu benar benar menakutkan, lebih menakutkan dari tadi saat menjemputmu"
"benar, tapi tetap tampan aku tidak bisa jika tidak jatuh cinta" Sora memandangi foto yang terpanjang di dinding beberapa sudut ruangan
"kalian berdua sangat mirip kau versi perempuan kak Jo dan kak Jo versi laki lakinya dirimu" Joana ikut memandangi sekelilingnya dirinya baru menyadari jika kamarnya berubah total sertifikat kejuaraannya juga terpajang didinding , novel miliknya dan novel karyanya juga tertata rapi di rak buku, dirinya juga baru menyadari jika piala dan piagam miliknya yang berada di dalam kardus juga sudah menghilang berganti terpajang di ruang keluarga. Lemari bajunya sudah berubah warna dan design, karpet dikamarnya juga sudah berubah, hanya meja belajarnya yang tidak berubah tempat dan semuanya.
"Nana" semua menoleh ke arah pintu dimana Jo sudah masuk membawa mangkuk makan Joana dan pelayan di belakangnya yang membawakan makanan dan minuman
"habiskan dan minum obatnya" Jo menaruh mangkoknya ke hadapan Joana yang kini sudah duduk di karpet dekat tempat tidurnya. Sora dan Manu pun ikut duduk seketika saat Jo menyuruh Joana makan dan mengusap rambut Joana sayang. Joana mengisyarakan Manu dan Sora memakan sup nya sebelum Jo marah.
"bukankah kau terlalu mengontrolnya?" sebuah suara membuat Jo mengepalkan tangannya
"kenapa kau selalu menerobos rumahku" Jo keluar kamar Joana
"Nana sayang, kakakmu sedang merajuk" Jean masuk dan mendudukkan dirinya di sebelah Joana
"hai Sora hai Manu" sapanya
"kak White ada perlu dengan Rain juga?" tanya Manu dan Sora bersamaan
"hahahahaha rumah ini....." Jean menghentikan tawanya ketika mendengar Jo berteriak
"sejengkal lagi kau mendekati Nana, akan kuhabisi kau" Jean berdiri
"well sebenarnya aku ada perlu dengan beruang buruk rupa itu"
"kak" Joana sudah menatap tajam Jean hingga membuat Sora dan Manu terkejut dan tersedak.
Sepeninggal Jean yang sudah keluar karna Jo yang meneriakinya dari depan pintu kamar Jo yang di sebelah kamar Joana. Sora mendekatkan duduknya pada Joana begitupun Manu.
"Rain, kau benar benar tidak apa apa?" tanya Manu selidik
"Rain kau bisa memberitahu kami jika kesulitan" tawar Sora
"hei aku kan hanya pingsan karna demam tinggi" baik Sora maupun Manu terdiam mendengar kalimat Joana, mereka tidak menyangka jika Joana tidak mengingat apa apa yang tadi pagi terjadi padanya.
"ta...." belum selesai Manu protes, Sora sudah menyenggol lengannya mengisyaratkan untuk tidak mengatakan apa apa lagi perihal kejadian tadi pagi.
"kau benar, oiya ayo kita kerjakan tugasnya"
****
Jean berdiri di depan kamar Jo saling menatap tajam dan tidak suka.
"kurasa kita tidak ada yang perlu dibicarakan" Jo berbalik dan mendudukkan dirinya di meja kerjanya, Jean masih berdiri di ambang pintu dengan tangan disaku celananya.
"ada"
"langsung poin nya saja" Jo menatap Jean
"oke, aku menyukai adikmu" membuat Jo tersedah teh nya dan terbatuk hingga tanpa sadar Jean kini sudah duduk di sofanya dan bahkan pintu sudah tertutup.
"brengsek"
"kau yang menyuruhku mengatakan poinnya saja" Jo beralih duduk menghadap Jean dengan memutar kursinya
"aku tidak peduli kau setuju atau tidak"
"jika kau melakukan ini agar taruhanmu berhasil dan berhasil mendapat simpati dari ayahmu lebih baik mundur sebelum aku membunuhmu" Jo melipat tangannya dan menunjukkan smirknya
Jean tidak tahu jika Jo sudah mengetahui rencananya, meski hanya salah satunya.
"aku benar benar akan membunuhmu jika menyakitinya sedikitpun" Jean tersenyum penuh arti mendengar ancaman Jo
"bukankah kau harusnya lega karna ada yang menjaganya saat kau sedang sibuk kesana kemari?" ledek Jean yang berhasil membuat Jo naik pitam
"apa tujuanmu sebenarnya"
"bukankah kau sudah tahu?" Jean berdiri menatap foto Joana yang ada di meja kerja Jo dengan senyuman yang sama sekali tidak dapat diartikan oleh Jo
"Suji, Suji Choi dia kelas 11 senior Nana, aku akan menanganinya dengan satu syarat" tawar Jean
"apa maksutmu" Jo menyesap teh nya
"bukankah kau sudah menyelidikinya" Jean kembali duduk menyilangkan kakinya
"adikmu tidak akan mengaku hingga waktunya tiba" Jean berdiri menggeser sofa yang didudukinya dan membuka lemari di belakangnya, lemari yang selalu digunakan sahabatnya itu jika menyelidikinya seseorang
"bagaiman jika bekerja sama?" tawar Jean, Jo tampak menimbang bukan berarti dirinya sudah seratus persen berdamai dengan Jean setelah kejadian itu.
"aku tidak bisa kembali percaya padamu seperti dulu" Jo butuh waktu agar kejadian 3 tahun lalu tidak terjadi lagi.
"lalu kau ingin percaya padanya dengan memenuhi undangannya?" Jean menunjuk foto dokter Yu dokter psikiater yang menangani Joana
Jo memang sedikit waspada dengan orang orang yang bersangkutan dengan adiknya 3 tahun lalu
"pikirkan lagi tawaranku"
"baik 3 tahun yang lalu maupun sekarang aku tidak pernah berniat menyakitinya, aku tidak mungkin menyakiti orang yang kusayangi Jo" Jean keluar berniat untuk menghampiri Joana lagi sebelum pulang kerumah
****
"kak White daritadi belum pergi?" tanya Manu
"minggir, kau terlalu dekat duduknya" menarik Manu dengan kasar karna duduk terlalu dekat hingga hampir menempel pada Joana
"jangan masuk jika demamnya datang lagi" menyentuh kening Joana memastikan jika suhu tubuhnya benar benar turun, membuat Sora yang kini mengepang rambut Joana melongo melihat perlakuan Jean yang sangat lembut dan jauh dari kata dingin yang biasa Jean perlihatkan di sekolah
Merasa risih dengan perlakuan Jean padanya, Joana memundurkan tubuhnya sedikit menjauh dari Jean "ak...aku tidak apa apa, kurasa kita tidak terlalu dekat" Jean tertawa mendengar kalimat Joana, baginya saat ini Joana terlihat menggemaskan dengan rambut dikepang dua dan raut wajah dan sikap yang dingin memberi benteng tinggi antara dirinya dan Joana.
"kita lebih dekat dari pasangan kekasih diluar sana" Jean mengacak rambut Joana gemas
"apa?" Manu dan Sora mengkerut saat Jean membentaknya karena menatap Jean dan Joana bergantian dengan mata menyelidiki.
"baiklah aku pulang dulu, nanti kuhubungi jika sudah sampai apartmen, oke sayang" pamit Jean dengan senyum lebarnya kemudian pergi begitu saja hingga membuat Sora, Manu bahkan Joana melongo.
*****
Joana terburu buru kembali ke kelasnya ketika melihat kakaknya datang kesekolah. Jo benar benar tidak hanya sekedar memperingatkannya lagi. Joana memaksakan dirinya berlari agar bisa segera mengambil ponselnya. Dirinya harus segera menghubungi kakaknya, meski dengan tampilan sangat kacau saat ini. Joana terus menghubungi nomor kakaknya.
"Rain ada apa?" tanya Sora dan Manu berbisik
"kak Jo datang, aku harus menghentikannya" Joana bergegas menyusul kakaknya yang kini berjalan melewati koridor menuju ruang kepala sekolah.
"Sora, kau bawa seragam cadangan tidak? seragam cadanganku sudah habis untuk hari ini" Meski ragu Sora tetap mengambilkan untuk Joana dari loker miliknya
"ini, aku akan berganti sebentar awasi jika kak Jo sudah datang dan lewat sini" Sora mengangguk dan menunggu Joana di luar kamar mandi
"ambilkan sisirku di tasku cepat" seaka mengerti dalam situasi apa, Manu berlari ke kelas mengambil sisir atau lebih tepatnya pouch milik Sora.
Tak lama Joana keluar dengan seragam yang rapi bersamaan dengan Manu yang sudah membawa pouch milik Sora
"ini, rapikan dulu rambutmu" Joana mengangguk
Dan benar setelah itu Jo datang dengan sekertarisnya, dan langsung masuk ke ruang kepala sekolah tanpa menyapanya meski berpapasan dengannya. Joana memutuskan menunggu, beruntung jam pelajaran sedang kosong karna persiapan festival sekolah. Dengan cemas Joana menunggu di temani Manu dan Sora
"dia tidak akan menghancurkannya kan?" menatap cemas Sora
"aku berharap iya" jawab Sora membuat Joana terkejut,
Jo terlihat keluar dari ruang kepala sekolah dengan kepala sekolah, "kau memang alumni terbaik di sini" ucap kepala sekolah pada Jo "kami akan mengirimlan dokumennya nanti" kemudian Jo meninggalkan koridor sekolah, Joana tampak berlari mengejar Jo yang sedang menuju mobilnya
"kakak" panggilnya, Jo tersenyum dibalik wajah datarnya. Rencananya kemungkinan akan berhasil membuat adiknya dekat dengannya
"kak" Joana sudah menarik lengan Jo menahannya untuk berbicara
"bukankah kau tidak ingin semua orang tahu jika aku kakakmu"
"kumohon jangan seperti ini" mohon Joana
"apa yang kulakukan?" tanya Jo pada Joana yang masih saja melirik sekitar memastikan jika tidak ada yang melihat dirinya
"aku datang kesini memberi bantuan finansial untuk beasiswa" terang Jo
"apa?" Joana terkejut karna kakaknya datang bukan untuk melaporkan Suji.
"kau masih disini agar semua temanmu tahu?"
"tidak" Joana menggeleng namun belum melepaskan tangannya dari lengan kakaknya
"kupikir kau tidak setuju" secara tiba tiba Jean muncul di belakang Joana lalu merangkulnya
"lepaskan tanganmu darinya" Jo sudah menarik kerah Jean sedangkan Jean hanya tertawa ringan, membuat Joana harus memisahkan mereka berdua agar tidak terjadi keributan dan membuat mereka bertiga menjadi tontonan.
"menyebalkan" Jo melepaskan cengkeramannya karna Joana menatapnya dengan memohon.
"aku akan kembali bekerja, hubungi aku jika terjadi sesuatu" Joana mengangguk dan membiarkan Jo pergi.
Jo berjalan dengan kesal menuju mobilnya, kesal karna Jean selalu selangkah lebih maju darinya soal Jean, ditambah Jean lebih sering bertemu dengan Joana. Meski sadar jika akhir akhir ini dirinya sibuk bekerja namun perasaan kesal Jean kembali dekat dengan adiknya.
"kak Johan" Jo menoleh ke sumber suara dimana Sora teman adiknya yang semula duduk di kursi taman sekolah sudah menghampirinya dengan membawa paperbag dan menyodorkan kepadanya.
"kau Sora bukan?" Sora mengangguk
"ada apa?" tanyanya kemudian
"2 seragam cadangan Rain dan seragam yang ia kenakan kemarin" Jo menerima paperbag seragam Joana lalu menatap bingung pada Sora meminta penjelasana
"kupikir kau harus membelikan yang baru lagi, sepatunya juga basah dan kotor" terang Sora
"baiklah, terima kasih sudah memberitahu"
"Rain sangat mirip dengan kakakku" ucap Sora
"apa karna itu kau membantunya selama ini" mendengar kalimat Jo membuat Sora tertawa
"aku berteman dengannya karna Joana tidak peduli aku anak orang kaya ataupun aku termasuk anak yang mendapat peringkat tinggi dari semua kelas 11" Jo melihat lutut Sora yang juga terluka seperti Joana
"sangat berat bukan saat melihat saudarimu di bully di sekolah dan kau tidak bisa melakukan apa apa meski kau bisa melakukannya" Sora menatap Jo yang juga menatapnya
"bisakah kau memberi pelajaran pada Suji seperti yang sudah kau lakukan pada Bitna?" tatapan Sora semakin sendu, matanya seolah memohon padanya karna hanya dirinya yang bisa melakukan hal itu. Jo merogoh saku jas nya mencari plester luka yang selalu ia simpan di saku jasnya, setelah kejadian 3 tahun lalu dirinya selalu menyimpan plester di saku jas nya maupu saku celananya.
"aku membawanya untuk Nana, melihat Jeje yang sudah mengekori Nana seperti peliharaan kupikir tidak mungkin jika tidak melihat luka di dahi, siku dan lutut anak itu bukan" Jo menempelkan plester pada luka Sora dengan hati hati karna lukanya cukup lebar, beruntung dirinya membawa plester dengan ukuran lebih besar.
Tubuhnya mendadak kaku saat Jo menyentuh kakinya untuk menempelkan plester pada luka di lututnya dengan lembut dan hati hati.
"terima kasih"
"aku yang terima kasih karna kau sudah mau menjadi teman Nana" ucap Jo tersenyum hangat
"baiklah, kupikir kau harus kembali ke kelas, Nana pasti mencarimu" Jo pergi begitu saja setelah menempelkan plesternya.
Jo kembali membuka ponselnya mengecek sesuatu "selidiki latar belakang Sora, pastikan apa hubungannya dengan wanita gila itu, dan cari bukti jika beberapa hari ini Suji dan Ken menyerang Joana" sekertarisnya mengangguk paham dan kembali menancapkan gas kembali ke perusahaan.
*****
Festival sekolah telah usai, dan libur semester juga sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu. Berbeda dengan yang lain, Joana sibuk dengan pekerjaan barunya selain mengajari Sora dan Manu bermain piano, Joana juga sibuk mengikuti bimbingan belajar dan sering mengunjungi perpustakaan atau cafe belajar. Jo masih sibuk dengan pekerjaannya yang terkadang membuatnya pulang larut malam. tepat 1 bulan sebelum ujian praktek seni musik, Joana mulai membantu Sora dan Manu bermain piano. Sora yang memohon padanya saat melihat piano ada di rumahnya karna Jo yang sengaja menaruhnya di dekat ruang keluarga. Bukan tanpa alasan, Jo secara tiba tiba mengubah gudang menjadi tempat menyimpan beberapa alat musik miliknya sehingga saat membersihkan gudang yang semula untuk menyimpan barang barang peninggalan ibu dan ayahnya membuatnya mau tidak mau mengeluarkan piano yang masih bagus namun terlihat asing itu untuk di bersihkan sekalian. Jo berniat untuk memasukkannya kembali setelah ruangan sudah bisa digunakan, namun suatu hari saat dirinya pulang kerja mendapati adiknya yang diam diam memainkan piano itu dengan indah bahkan terdengar sudah profesional. Jo memutuskan untuk meletakan piano di ruang keluarga. Sora dan Manu juga sudah tidak kesulitan lagi karna Joana juga yang mengajari mereka melukis. Sora secara tidak sengaja melihatnya keluar dari studio seni saat pulang dari bimbingan belajar. Sora melihat dirinya yang sedang mengajar di studio seni. "Rain!" Sora sudah memanggilnya dari ruang tamu. Sudah menjadi pemandangan yang biasa sekarang saat Sora dan Manu datang kerumahnya, membuat rumahnya yang 3 tahun lalu sangat sepi menjadi ramai. Tentu saja hanya Sora yang berani melakukan hal itu ada maupun tidak ada kakaknya, berbeda dengan Manu yang akan langsung berubah jadi kelinci yang ketakutan saat kakaknya ada dirumah. Meski begitu Manu sangat sering datang menemuinya baik dengan Sora maupun tidak. Sora? entah tanpa Joana sadari hampir setiap hari berkunjung kerumahnya bahkan terkadang dia akan datang bersama dengan Jo, seperti hari ini Sora datang bersama dengan Jo. "kau sedang melukis ya?" tanya Sora yang kini sudah berada di kamarnya dengan 2 kantuk snack di kedua tangannya.
"iya! ini yang terakhir" jawab Joana setengah berbisik
"ah iya lupa maafkan aku" sesal Sora menyadari kesalahannya
"kau masih belum memberitahu kakakmu?" Joana menggeleng, meletakkan kuasnya dan melepas celemeknya dan duduk bersama Sora karna lukisan sudah selesai dan menunggu kering
"apa dia menanyakan sesuatu padamu?" tanya Joana yang kini sedang membuka bungkus es krim favoritnya
"tentang pekerjaan barumu atau tentang hubunganmu dengan kak White atau Manu yang terang terangan menggodamu?" tanya Sora dengan mulut mengunyak jelly
Melihat reaksi Joana yang terkejut membuat Sora tertawa "aku tidak mengatakan apapun menegenai pekerjaan barumu termasuk pameranmu" Joana menghela nafasnya lega.
"bukankah kau menyembunyikan begitu banyak hal padanya?" tanya Sora
"kau juga menyembunyikan banyak hal" Joana yang mendengar jawaban Sora tertawa
"astaga, kau sudah bisa membalik kata kataku, White dan Manu sudah meracunimu dengan sikap mereka"
"bisa saja kau yang tidak mengenalku selama ini" balas Joana
Joana tampak cuek dengan tatapan bingun Sora saat ini, Joana memilih melihat kembali jurnalnya untuk memastikan jika pekerjaannya sudah benar benar selesai karna separuh dari masa liburan sekolahnya akan ia gunakan untuk mengejar nilainya yang kurang bagus. Joana terus membolak balik buku jurnalnya dan menempelkan beberapa note pada meja belajarnya apa saja yang harus diselesaikannya.
"kau akan disini sampai sore?" tanya Joana yang kini membaca buku novel di rak bukunya
"kau tidak suka jika aku kesini?" tanya Sora
"aku hanya bertanya"
"hari ini aku mengunjunginya" Sora masih membalik halaman demi halaman buku di tangannya
"apa kau pernah takut kehilangan seseorang?" tanyanya lagi pada Joana yang merapikan kembali alat lukisnya
"ya tentu" meski bingung dengan pertanyaan Sora namun Joana tetap menjawabnya
"benarkah?"
Joana hanya mengangguk dan berdehem, memasukkan kembali ke kotak semua alat lukisnya dan menyimpan lukisannya di sampaing lemari bajunya
"apa kau juga terkadang ingin menyerah?" tanya Sora yang kini berdiri di balkon kamar Joana menghirup aroma bunga yang Joana tanam
"dia pasti sangat pucat saat berlari menarikmu keatas lagi" tebak Joana yang membuat Sora menoleh sejenak kearahnya
"ya dia sangat pucat hingga meneriakiku"
"Johan menjemputmu di danau dekat taman kota," Sora terus memandang taman di depannya hingga menyadari satu hal
"bagaimana kau bisa tau?" tanya Sora
"kau tidak pernah memakai celana training" jawab Joana menunjuk celana training yang Sora kenakan
"kau benar"
"meneriakimu dan kemudian meneteskan air mata" tebak Joana lagi
"dan dia...." menatap Joana dalam
"memelukmu dengan erat mengatakan jangan lakukan sesuatu hal yang sama dengannya" tebak Joana lagi
"apa dia trauma dengan danau?" tanya Sora yang kini gantian melihat Joana yang menatap
"dia tidak suka air" terang Joana
"karna alergi air hujan?" tanya Sora penasaran
"jika kau menyukainya, kau harus bertanya langsung padanya"
Sora yang terkejut karna Joana mengetahui isi hatinya mendadak kikuk hingga otaknya terus mencari cari topik pembahasan lain
"meski kau tidak menyukainya, bisakah kau berada disampingnya" Joana menggenggam tangan Sora
"dia terlihat kesepian, hidup sangat sulit belakangan ini, aku....." Joana menatap Sora dalam 'karna aku tidak berhak ada disampingnya' "mohon padamu" lanjutnya lagi
"Rain...." Joana melepaskan tangannya dan beranjak masuk sedetik sebelum pintu kamarnya terdengar suara ketukan
"sayang" Joana menoleh ke sumber suara yang entah sejak kapan sudah berdiri Sora yang akan membuka pintu.
Tampak Jean yang sudah berdiri di ambang pintu dan menyusul Jo yang membawa 2 cangkir coklat panas di tangannya
"berhenti memanggilnya sayang" Jo sudah menatap datar Jean
"kudengar kalian akan menonton film, jadi aku bergabung, kapan berangkat?" Jean dengan percaya diri menarik tangan Joana
"nonton?" tanya Jo bingung
Joana dan Jo yang masih bingung hanya diam menatap Jean dan Sora bergantian meminta penjelasan
"kita akan menonton di sini"
"aku akan panggil bibi untuk menyiapkannya" Jean sudah berniat turun ke bawah
Tepat setelah semuanya siap dan semua fokus pada film yang di putar, Jo sudah duduk diantara Sora dan Jean. Tadinya Jo ingin duduk di dekat Joana namun urung karna takut Joana akan merasa tidak nyaman namun sedetik setelah Jo duduk, Jean mengganti posisi duduknya di tempat Joana duduk sehingga menyebabkan Joana dan Jo duduk bersebelahan. Film diputar sudah 45 menit semua menonton dengan memakan berbagai makanan ringan, hingga film sudah berjalan sekitar 1 jam Jean melihat pergerakan Joana yang mengeluarkan buku note kecil di bawah bantal yang sejak tadi ada di pangkuannya. Perlahan Joana membuka buku bagian paling belakang menuliskan sesuatu hingga kemudian membuka halaman tengah buku tersebut dan mulai membaca, Jean melihat Joana membaca seperti merapalkan mantra, tidak ada yang mendengar suara Joana karna film yang diputar sedang di menit adegan dimana pemeran utama sedang bertarung dengan musuh dengan berbagai senjata. Jean yang penasaran pun semakin mendekatkan duduk nya pada Joana dan betapa terkejutnya dengan apa yang sedang dilakukan Joana. Joana tampak sedang menghafalkan materi pelajaran sains di buku yg sejak tadi berada di tangannya itu tanpa suara dan bahkan tangannya uang bebas ia gunakan untuk mengusap kepala Jo yang entah sejak kapan sudah berada di pangkuan Joana sedangkan Sora sudah berada di perut Jo. Jean menyadari jika bahkan disaat seperti ini Joana tetap pada ambisinya, Jean tidak habis pikir bagaimana bisa saat menonton film laga seperti saat ini dan disaat liburan sekolah Joana masih bisa menghafalkan materi pelajaran sekolahnya. Jean hilang kesabaran melihat Joana yang sedang menghafal saat ini mengambil paksa buku ditangannya kemudian meletakkan kepalanya pada bahu Joana. Joana yang menyadari itu pun memilih menurutinya.
"maaf" bisiknya pada Jean
"diam" Jean mencoba kembali fokus pada film
Hingga suara dengkuran halus terdengar dan pelakunya adalah Jo, matanya terpejam dengan tangan yang menepuk halus lengan Sora. Joana tersenyum melihatnya. Kini ekor matanya beralih pada Jean yang sama juga matanya terpejam dengan bantalnya yang berada di pelukan Jean. Joana meraih remote di dekatnya dan mematikan film kemudian kembali membaca buku catatannya. Baginya belajar sangatlah penting karna dengan begitu dirinya bisa mendapat juara kelas, menang olimpiade dan beasiswanya tidak akan dicabut. Dan sari itu semua hal yang paling penting adalah dirinya tidak menjadi siswa bodoh hingga mempermalukan kakaknya. Jean menunjukkan pergerakannya.
"haruskah kupindahkan kepalanya?" tanya Jean yang sudah tersadar dari tidurnya
"ya, kepalanya akan sakit" Joana mengangkat tangan Jo yang berada di lengan Sora saat menahan kepala Jo dan dipindahkannya ke bantal dan Jean yang menggeser tubuh Sora hingga berada di lengan Jo.
"hari sudah gelap" gumam Joana yang masih didengar oleh Jean
"hmm" gumam Jean yang kini juga sudah kembali merebahkan tubuhnya di samping Joana
"aku akan pindah ke sofa" Joana yang sudah beranjak berdiri kembali terduduk dan terjatuh ke lengan Jean saat Jean menariknya
"mau melanjutkan menghafalmu?" Joana yang menyadari pertanyaan Jean merasa jika apa yang ia lakukan telah mengganggu Jean
"maaf jika kau terganggu"
"ya aku terganggu, jadi ayo kita tidur juga"
Jean tersenyum mendapati Joana yang menurut, belum sampai 10 menit dengkuran halus mirip dengkuran Jo tadi mulai terdengar, Jean mengusap halus kepala Joana hingga ikut terlelap juga.
"kenapa panas sekali" gumam Jean yang berubah tersenyum mendapati Joana yang sedang tidur di pelukannya
"kak," matanya beralih pada Sora saat mendengar Sora memanggilnya berbisik
"demam" menunjuk Jo yang masih terlelap
"demam?" saat ingin menyentuh dahi Jo, tanpa sengaja kulit di lehernya menyentuh dahi Joana yang dirasakan aneh namun tetap memastikan demam Jo dengan telapak tangannya dan benar Jo demam.
"aku akan mengambil kompres dibawah" ucap Sora lalu beranjak dari posisinya
"bisa tolong ambilkan untuknya juga" pinta Jean menunjuk Joana yang kini setengah meringkuk dipelukan Jean dengan selimut ditubuhnya sama dengan Jo
Joana tampak gelisah dalam tidurnya, keringat didahinya semakin banyak. Jo yang sudah sejak tadi berada disamping Joana pun dengan sigap mengusap kepala Joana menenangkan. Jean dan Sora yang sejak tadi menatap prihatin pada keduanya hanya bisa menghela nafas. Gerak Jo terbatas karna infus ditangannya, meski demamnya tidak setinggi pagi tadi namun wajahnya masih terlihat sangat pucat. Tadi malam Sora dan Jean sepakat membawa keduanya ke rumah sakit karna demam Joana yang semakin tinggi dan demam Jo yang naik turun. Ditambah Joana yang terus bergumam dengan dahi mengkerut ketakutan bahkan hingga meneteskan air matanya. Jo yang dalam keadaan diinfuspun memaksa menemani Joana duduk dikursi meski Jean sudah mengurus semuanya agar Jo dan Joana bisa diruangan yang sama.
"aku mohon lepaskan dia, aku mohon, maafkan aku, tidak tidak jangan mendekat" gumaman yang sejak sejam yang lalu terus dikeluarkan Joana, dokter yang menanganinya pun tidak bisa melakukan apapun karna sudah sekian banyak dosi obat penenang namun Joana tetap sama.
"jangan" teriak Joana tiba tiba membuat Jo yang ada di sampingnya terbangun dari tidurnya
"tenanglah semua akan baik baik saja" Jo memeluk Joana yang terbangun dengan wajah ketakutan dan terengah engah
"kau baik baik saja" mata Joana menelusuri Jo yang ada dihadapannya
"ya aku baik baik saja" Jo kembali merengkuh Joana yang masih terengah engah hingga nafasnya tersenggal
"tidurlah lagi" tak lama Jo mengatakannya Joana kembali tertidur dengan nafas yang perlahan teratur dan cengkeraman tangannya pada lengan baju Jo perlahan mengendur dan terlepas
Jo terus menepuk tangan Joana hingga Joana benar benar tidur terlelap. Sora menghampiri Jo yang tidur dengan posisi duduk
"kak, tidurlah di tempat tidur kau akan tambah sakit nanti" Jo tersadar dari tidurnya menatap Sora yang ada di sampingnya kini
"baiklah"
Jo kembali tertidur semenit setelah tubuhnya berbaring di tempat tidur dibantu Jean dan Sora. Sora merapikan selimut Jo kemudian duduk di kursi samping tempat tidur. Tangan Jo terus menggenggam tangan Sora hingga terpaksa Sora tidak bisa berpindah tempat. Membuat Jean yang bergantian kesana kemari.
"mau kemana?" Sora yang merasakan pergerakan Jo pun tersadar dari tidur nya
"keluar" jawabnya singkat
"akan kutemani" Jo tidak menolak saat Sora membantunya berdiri bahkan membantunya memegangi tiang infus Joy yang masih berisi cairan infus setengahnya
Sora terus menuntun langkah kaki Jo yang menuju ke taman rumah sakit yang tidak jauh dari kamar rawat inapnya. Jo memandang langit yang perlahan berubah warna karna sore hari sudah hampir habis.
"terima kasih" katanya kemudian
"apa?"
"sudah membawa Nana dan aku kesini" Jo tersenyum simpul
"kak White yang membawa kalian kesini" Jo menoleh pada Sora
"aku sudah pulang saat kak White menghubungiku" terang Sora mengingat bagaimana suara panik Jean yang terdengar di telinganya saat menghubunginya yang baru saja melangkahkan kaki memasuki rumahnya
"apa maksudmu?"
"setelah mengompresmu aku pulang karna ada perlu, tapi kak White menghubungiku dengan suara paniknya"
"jadi dia" Sora mengangguk
"demam Rain sangat tinggi sedangkan kau tidak bangun meski kak White membangunkan, jadi dia menghubungiku tentang apa yang sebaiknya dilakukan" jelas Sora lagi
"tepat kalian sampai di rumah sakit, aku juga sampai" jelas Sora lagi
"apa mereka sudah saling kenal?" tanya Sora pada Jo
"sangat" jawab Jo yang membuat Sora mengangguk paham
"jadi benar" kata Sora
"apa?" tanya Jo
Sora kembali mengingat hari pertamanya masuk sekolah dimana dirinya yang salah memasuki kelas. Sora tidak sengaja masuk ke ruang kelas seni lukis, Sora melihat Jean yang sedang melukis seorang diri. Melukis seorang anak perempuan berambut panjang sebahu dengan senyum yang cerah meski di pergelangan tangannya diperban. Dan 2 tahun kemudian dirinya menemukan potret yang sama di kamar Joana dimana dibalik pigura nya tertulis nama Joana Rain.
"tidak apa lupakan" jawab Sora
"kenapa kau mau berteman dengannya?"
"siapa? Rain?" tanya Sora, yang diangguki Jo
"dia mirip seseorang yang kukenal" jawab Sora tersenyum simpul
"tenanglah, aku tidak bermaksud jahat padanya" jawab Sora kemudian
"aku membuatnya tidak punya teman"
Pernyataan Jo membuat Sora menautkan alisnya
"kupikir dengan pindah sekolah bisa membuatnya nyaman"
Sora tetap diam mendengar cerita Jo yang kini duduk di kursi namun menatap tanah yang diinjaknya
"sebagai kakak kandungnya, aku susah gagal melindunginya"
Sora yang terkejut setelah mengetahui jika Joana adalah adik kandung Jo berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Sora kembali mengingat bagaimana Joana yang mengaku pada dirinya jika dirinya adalah adik angkat Jo beberapa minggu yang lalu.
"meski aku tahu bagaimana dia dibully disekolah tapi aku tidak bisa melakukan apapun"
"kau tahu?" tanya Sora
"aku hanya bisa mengawasinya dari jauh agar kejadian dulu tidak terjadi lagi"
"itu sebabnya kau menjadi donatur terbesar di sekolah?" tanya Sora
"agar aku bisa mengawasi pembully Nana dari dekat"
"kau juga yang memutuskan kontrak kerjasama dengan perusahaan ayah Suji?" tanya Sora menebak
"Nana memberitahumu?" tanya Jo
"tidak, berita batalnya kerja sama perusahaanmu dengan beberapa perusahaan kan ada di internet" jawab Sora
"Nana kira jika aku membatalkan kerja sama karna perlakuan Suji padanya" terang Jo
"bukankah benar?"
"tidak, aku tidak membatalkan kerja sama begitu saja karna hal seperti itu" protes Jo
"meski itu salah satunya tapi aku tidak akan mencampur bisnis dengan keluarga" terangnya lagi
"jadi kasus perusahaan ayah Suji memang benar ya"
Meski Jo hanya diam namun Sora dapat menangkap maksud dari Jo, beberapa bulan mengenal Jo dan beberapa kali mengobrol Sora yakin jika Jo bukanlah orang yang akan menggunakan kekuasaannya untuk hal hal seperti rumor yang sudah beredar tentang bagaimana Jo yang dikenal sebagai CEO yang kejam dimana dirinya akan menghancurkan pihak rival, CEO yang dingin dan seorang kakak yang membenci adiknya sendiri meski adik angkat. Jo yang dilihat Sora saat ini dan beberapa bulan kebelakang sangat berbanding terbalik. Memang benar Jo memiliki raut wajah tanpa ekspresi dan terkesan dingin dan kejam, namun dibalik itu Jo adalah pribadi yang hangat, akan berubah lembek jika berhadapan dengan adik satu satunya Joana. Bahkan terlalu sering menangis karna adiknya. Apalagi jika adiknya sakit seperti saat ini Jo berubah lebih diam dan menuruti semua keinginan Joana.
"kau takut kehilangan adikmu?" tanya Sora
"lebih dari itu, karna dia sudah sering berniat begitu"
"kupikir kalian kurang komunikasi" kata Sora
"aku terlalu sering menyakitinya, aku bingung mulai darimana"
"kau tau apa yang adikmu tidak bisa lakukan?" tanya Sora
"tidak bisa lakukan? dia bisa melakuakan semuanya" jawab Jo ragu
"kau benar, juara 1 di kelas bahkan dari semua kelas, juara 1 olimpiade sains, matematika, bahasa inggris, menembak, melukis, membuat tembikar, kendo, karate, berenang, piano, gitar, menari, memasak, mengendarai mobil, mengendarai motor" Sora menyebutkan hampir semua yang dikuasai oleh Joana
"Rain memiliki julukan 'si serbabisa' bahkan semua nilai ujian semester kemarin A" jelas Sora lagi
"A semua?" Jo menoleh terkejut
"kau tidak tahu? di sekolah heboh karna ada seorang murid pindahan dan siswa loncat kelas bisa mendapatkan nilai A di ujian tertulis dan praktik"
"jadi benar kata Jeje?" Sora mengangguk
"lalu kenapa di minta les tambahan?" kini gantian Sora yang terkejut
"les tambahan? untuk persiapan akhir semester?" Jo mengangguk namun juga menggeleng kepalanya
"katanya untuk perbaikan nilai"
Sora semakin melongo mendengarnya, ia tak habis pikir jika nilai yang didapat oleh Joana kemarin masih belum membuat seorang Joana Rain puas
"kutebak dia meminta les tambahan matematika" tebak Sora memastikan dan diangguki oleh Jo
"kak dia hanya salah 1 itupun masih paling tinggi dari semua murid, dan kudengar kemarin guru Grey yang salah mengoreksi, maka dari itu nilai yang muncul di laporan nilai Rain jadi A bukan A-"
Kini gantian Jo yang melongo mendengar cerita yang sebenarnya dari Sora karna sebelumnya ia hanya mendengar dari sekertarisnya saja dan Jean yang mengatakan jika Joana datang menemuinya untuk Jean menjadi tutor matematikanya.
"sebelum terlambat" kata Sora
"ini alamat studionya yang sering ia datangi, dan ini kartu namanya, jika akhir pekan dia menghilang kau bisa mencarinya disana"
"kau sering kesana?"
Sora menggeleng, "karna kau sudah membaik, aku akan pulang" Sora berdiri
Jo menahan tangan Sora saat hendak berdiri membuat Sora sontak menoleh kearah tangannya
"aku akan kesini lagi setelah mandi" Jo tampak enggan melepas genggaman tangannya pada tangan Sora
"hei aku belum pulang dari kemarin, ayo masuk aku harus mengambil tas dan ponselku" Sora menarik tangan Jo agar ikut berdiri dengan susah payah dan akhirnya berhasil
"astaga, begini yang namanya 'CEO muda kejam' cihh" Sora menggoda Jo yang berjalan di belakangnya dengan tangan mencengkeram ujung jaket yang dikenakan Sora
"jika dipikir lagi, harusnya aku menuruti apa kata kak White" gerutu Sora
"astaga liburanku yang tinggal sedikit ini" gerutunya lagi
Hingga tepat di depan pintu dan membukanya tampak Jean yang duduk dengan tatapan mengejek kearah Sora yang dibelakangnya ada Jo yang mengekori
"dia akan semakin menjadi jika kau biarkan" cibir Jean
"belum bangun?" tanya Sora mengalihkan
"sudah, lalu tidur lagi" Jean menghela nafas dan menatap Jo dan Sora bergantian
"kau akan meninggalkanku?" tanya Jean memelas
"dengan makhluk ini? yaampun aku sedang merawat istriku, kenapa kau jahat sekali?" protes Jo mengiba yang dihadiahi tatapan tajam oleh Jo karna sudah menyebut adiknya sebagai istri
"rumahku di belakang rumah sakit, aku akan cepat kembali" Sora merapikan tas nya dan memasukkan ponselnya dengan Jo yang terus memperhatikan gerak gerik Sora
"aku akan menghubungi orang tuamu" kata Jean namun tetap santai tanpa mengeluarkan ponsel, Jo yang sejak tadi terus menatap tajam pada Jean beralih menatap Sora dengan tatapan bertanya
"kau mengejekku?" Sora menatap Jean tidak suka
"hehe, iya iya" melemparkan kinci mobilnya yang langsung ditangkap oleh Sora
"baiklah aku akan menjualnya" tukasnya
"kau benar benar menghilangkan sopan santunmu padaku jika diluar sekolah" cibir Jean yang sudah berdiri
"kau akan mengantarku?" tanya Sora terkejut melihat Jean yang sudah berdiri saat dirinya akan pergi
"kau gila?" sarkas Jean yang dibalas senyum kecut oleh Sora yang sudah hapal dengan tabiat Jean selama ini padanya
Jean yang sudah masuk kamar mandi memunculkan wajahnya lagi sebelum Sora benar benar keluar
"hei bodoh, belikan aku makanan saat kembali" kata Jean sebelum masuk kembali ke kamar mandi untuk mengganti bajunya yang kotor karna muntahan Joana tadi
Tak lama setelah Sora pergi, Jean keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah berganti dengan pakaian santai
"tidurlah, aku akan menjaganya" ucap Jean yang kemudian duduk dan mengeluarkan ponselnya
"jangan dekat dekat" ucapnya tanpa melihat ke arah Jean
"sangat sulit berterima kasih"
"aku tidak menyukaimu" kata Jo ketus yang membuat Jean tertawa karna mengerti kenapa Jo mengatakan kalimat barusan
"karna aku mencintai Nana atau karna aku dekat dengan Sora?" tanya Jean mengejek
Melihat Jo yang sudah salah tingkah membuat Jean semakin tertawa dan gencar menggodanya
"kau pasti kesal karna aku lebih dekat dengan mereka kan"
Jo tidak menyangkalnya karna memang benar Jean selalu selangkah lebih maju darinya ketika dekat dengan orang yang sangat ia sayangi bahkan cintai baik dulu maupun sekarang.
"kau menyukainya?" tanya Jean yang tetap menatap ponselnya
"tentu saja dia kan adikku" jawab Jo pura pura tidak tau kemana arah pembicaraan Jean
"carilah kebahagiaanmu juga, Nana akan baik baik saja"
"apa maksutmu" Jo masih tetap berpura pura dihadapan Jean
"aku juga akan melindunginya kali ini, kenapa selalu melindungi kita?" Jean meletakkan ponselnya dan beralih menatap Jo yang sejak tadi memilin selimutnya
"dia juga sudah dipenjara kan" kata Jean
"saat itu iya" jawab Jo yang membuat Jean menautkan alisnya
"apa maksutmu?" tanya Jean serius
"aku melihat beberapa kali ada yang membuntuti saat aku dan Nana bersama" jawab Jo, Jo terpakaa memberi tahu Jean karna menurutnya akan lebih baik jika lebih dari 1 orang yang menjaga adiknya. Dan karna Jean yang mengatakan jika menyayangi adiknya, Jo memutuskan untuk sekalian menguji Jean untuk mengetahui apakah Jean benar benar tulus pada adiknya atau Jean masih Jean 3 tahun yang lalu.
"kau yakin?" tanya Jean pada Jo
Jean ingat jika Joana seringkali menariknya terburu buru jika saat bepergian bersama entah itu di cafe atau bahkan di perpustakaan. Tanpa menengok kebelakang atau menengok kanan dan kiri Joana akan tiba tiba mengatakan 'kita harus pulang, disini tidak aman' bahkan Joana juga tidak mau jika mengunjungi tempat yang sama dengan alasan yang sebenarnya bagi Jean sedikit membingungkan karna Joana hanya mengatakan 'jangan meninggalkan jejak di tempat yang sama secara berulang, tidak aman untukmu' selalu kalimat 'tidak aman untukmu' dan disaat itu pula kepalanya pusing dengan sekelebat bayangan dirinya seperti potongan ingatan di masa lalu.
"bukankah kau juga harus mengatakannya pada adikmu?" tanya Jean mencoba memancing karna menurutnya kakak beradik di hadapannya kini memiliki konflik yang sama, Jo yang mencoba melindungi adiknya yaitu Joana, dan Joana yang juga sedang melindungi kakaknya yaitu Johan. Kakak beradik ini tidak saling berkomunikasi dengan benar selama bertahun tahun namun saling melindungi satu sama lain selama bertahun tahun hingga detik ini. Jean menghela nafasnya karna Jo menggeleng lemah saat dirinya menyarankan untuk memberitahu situasi saat ini pada Joana, kepalanya ikut pening seperti beberapa bulan lalu dimana Joana juga meminta bantuannya untuk melindungi Johan. Jean merasa posisinya saat ini sungguh membingungkan karna sangat berlawanan dengan tujuannya awal mendekati Joana, Jean tidak berpikir jika sumpahnya pada taruhannya dengan ayahnya di awal semester membuatnya terlibat sedalam ini pada keluarga sahabatnya. Niat awalnya agar bisa membuat ayahnya bisa percaya padanya menjadi serumit ini. Ditambah mimpi buruknya yang semakin terus muncul saat ini.
"oh, Nana" Jean terlonjak terkejut saat Joana mulai bangun dari tidurnya
"kau sudah bangun akhirnya" Jean mengerutkan dahi ketika melihat Jo yang hanya menatap Joana dari atas brankarnya tanpa niat untuk menghampiri adiknya
"ah jadi benar di rumah sakit ya" desah Joana meraup wajahnya sendiri
"tentu, oh demamnya juga sudah turun, apa kau haus?" tanya Jean
"ambilkan minum bodoh" perintahnya pada Jo untuk membuyarkan lamunan Jo
"oh iya" Jo tersadar dari lamunannya dan segera mengambilkan adiknya minum
"kau sudah baikan?" tanyanya yang membuat Jean mendengus
"kau tidak bisa lihat? disaat seperti kau harusnya memeluknya mengusap punggungnya 'syukurlah' seperti ini" Jean mempraktikkannya di depan Jo dengan memeluk Joana
"ah iya"
"tunggu, kau mengambil kesempatan dengan dalih menasehatiku" kata Jo kemudian di sela sela pelukannya pada Joana
"dasar bodoh, sudahlah aku keluar dulu menjemput Sora di depan" Jean meninggalkan kakak beradik itu
"kenapa ini diinfus juga?" tanya Joana menunjuk selang infus di tangan Jo yang sudah hampir habis
"apa sesuatu terjadi?" Joana semakin menelusuri Jo mencari jika ada luka
"kau tidak apa?" Joana semakin menampakkan wajah khawatirnya hingga nekad menyingkap baju pasien kakaknya
"kau demam tinggi dari semalam, lalu Sora dan Jean membawamu kesini" terang Jo
"kak Jo juga?" tanya Joana
Jo menatap Joana yang sejak tadi terus menatapnya khawatir "khawatirkan dirimu sendiri, walau bagaimanapun aku yang kakak disini, harusnya aku yang mengkhawatirkanmu" Jo menunduk dengan tangan yang masih menggenggam tangan Joana dan sedetik kemudian terisak
"kukira kau tidak mau bangun lagi untuk melihatku" Joana terkejut mendengar penuturan Jo yang kini terisak
Joana tanpa sadar meletakkan telapak tangannya pada kepala Jo dan membelai rambut Jo perlahan lalu menepuk punggung Jo pelan menenangkan. Jo terus terisak hingga membuat Joana bingung harus melakukan apa. Joana yang duduk bersandar dari tadi menggeser tubuhnya perlahan karna sejak tadi Jo duduk diatas brankar. Joana terus mengusap kepala Jo "sudah, kenapa menangis terus" ucap Joana
Isakan Jo berkurang dan perlahan menegakkan kepalanya menatap adiknya yang sedari radi juga menatapnya "maafkan aku" katanya kemudian
"hey kenapa minta maaf, aku yang harusnya minta maaf karna menyusahkanmu terus menerus" jawab Joana
"maaf telah melakukan hal buruk padamu" kata Jo kemudian
Joana terdiam menatap Jo dan mendengar kalimat Jo, lalu sedetik kemudian menggelengkan kepalanya dan matanya ikut berair, baginya kakaknya tidak pernah melakukan hal buruk padanya kakaknya terlampau sangat baik padanya bahkan ketika dirinya bahkan sama sekali tidak bisa membalasnya.
"tidak, kau tidak pernah begitu, jangan bilang begitu kumohon" ucap Joana
"aku janji akan memperlakukanmu dengan baik kedepannya , jadi jangan meninggalkanku juga seperti ayah dan ibu, aku hanya punya kau saat ini" kata Jo berjanji
"aku tidak pernah meninggalkanmu, aku akan pergi jika kau yang memintaku" kata Joana mengeluarkan jari kelingkingnya
"kau janji? kita harus selalu bersama apapun yang terjadi" kata Jo kemudian diangguki Joana
"ya tentu" jawab Joana membalas pelukan Jo
Dan setelah itu Jo tertidur bahlan di brankar yang sama dengan Joana, Joana perlahan meletakkan Jo pada posisi kepala yang benar saat tertidur di pundaknya ke atas bantal lalu menaikkan selimut hingga sebatas pinggangnya dan sedikit menarik penyangga infus ke samping Jo agar tangannya tidak terluka karna infus yang tertarik tarik sejak tadi.
"bagaimana aku bisa meninggalkanmu saat kau membutuhkanku, seperti dulu aku membutuhkanmu dan kau tidak pergi" Joana memandang wajah damai Jo dari posisinya saat ini
"aku sudah menganggapmu kakak kandungku sendiri" Joana tersenyum mengusap kepala Jo sayang
"kau sudah membawanya?" terdengar suara Sora yang masuk ke ruangan dan dibelakangnya disusul Jean yang membawa beberapa kantong belanja juga sama dengan Sora
"oh kau sudah bangun ternyata" Jean mendekat untuk memastikan Joana sudah tidak demam meski terlihat sangat pucat
"kenapa bisa disini" Sora menunjuk Jo yang sedang tidur
"lelah" Joana tersenyum lalu menunjuk rambutnya yang tadi dikepang oleh Jo
"dia melakukan itu?" tanya Sora terkejut
"apa ada yang salah?" tanya Jean yang bingung dengan keterkejutan Sora karna setahunya Jo memang bisa mengepang rambut karna dulu dirinya yang mengajarinya
"tidak" Sora menjawab dengan datar
Joana hanya bisa menggeleng jika sudah mendapati Sora dan Jean berdebat. Joana memandangi kakaknya yang masih terlelap hampir 1 setengah jam.
"sayang, aku beli kue ini kau mau?" Jean menyodorkan kue matcha ditangannya
"yang lain rasa beri, bukankah kau alergi?" Joana menoleh ketika Jean mengatakan dirinya alergi beri, seingatnya tidak ada yang tau selain kakaknya jika dirinya alergi beri. Kakaknya tahu karna tahun lalu dirinya tidak sengaja memakan kue rasa beri lalu sesak nafas.
"benarkah?" celetuk Sora
"kau tau darimana?" tanya Joana yang masih terkejut
"kau benar, darimana aku tahu?" jawab Jean yang juga bingung bagaimana dirinya bisa tahu jika Joana alergi beri.
"karna aku mencintaimu mungkin" jawab Jean lagi untuk menghilangkan rasa keterkejutan Joana
"oiya Rain, Manu sebentar lagi datang" kata Sora
"tidak boleh" Jean menatap Sora tidak suka saat mendengar nama Manu
"dia sudah naik ke lantai ini, lagipula kau siapa bodoh melarang teman Rain ingin menjenguk" ucap Sora mengejek
Joana kembali menggeleng mendengar Jean dan Sora berdebat dan saling ejek, hingga suara ketukan pintu terdengar dan pintu terbuka menampakkan Manu yang masuk dengan menenteng 2 kantong belanja penuh dengan snack
"Rain manisku kau sakit ya" Manu masih belum menyadari keberadaan Jean yang duduk di brankar Jo dan Jo yang entah sejak kapan sudah membuka matanya tanpa sepengetahuan Joana
"jangan dekat dekat!" perintah Jo dan Jean bersamaan saat Manu akan memeluk Joana
"astaga, ada kalian kenapa aku tidak menyadarinya" Manu memundurkan badannya dengan senyum kecut
"lhoh sudah bangun" Joana menoleh saat menyadari tangan Jo yang sudah menghalangi Manu begitu juga Jean
"emm" Jo menyandarkan kepalanya pada bahu Joana dan mengucek matanya sambil menguap
"kau tidak lihat ada kekasihnya disini" vibir Jean yang kini sudah duduk di kursi samping brankar Joana dan menodongkan jari telunjuknya pada Manu
"hei sudahlah kan Manu sudah duduk di kursi itu" Joana menurunkan tangan Jean yang menunjuk Manu kemudian menahannya di atas pahanya yang membuat Jo mengamuk lalu memukul tangan Jean dengan sengaja
"heh"
"ini" Sora menyodorkan snack pisang kesukaan Joana lalu duduk di brankar Joana juga hingga membuat Jean menatapnya datar
"kenapa kau duduk disitu" Jean mengatakannya dengan ketus hingga memicu Sora yang kini sudah ancang ancang ingin melemparkan coklat ditangannya
"kenapa kau membentaknya" bukan Joana namun Jo kini melirik Jean sengit hingga membuat Joana dengan segera menjauhkan kepala Jean agar tidak kena pukul tangan Jo yang sudah akan melayang ke kepala Jean
"sudah sudah" lerai Joana sambil mengusap lengan Jean agar tidak bertengkar
"kau" Jean melotot kearah Jo yang menatapnya sinis meski masih menyenderkan kepalanya pada bahu Joana
Merasa lelah, Joana menghela nafas pasrah saat Jo, Jean, Sora dan Manu yang masih saja saling menatap horor menghela nafasnya
"Manu bisa tolong ambilkan minum di belakangmu, aku haus" Joana mengisyaratkan bahwa Jean dan Jo yang terus menempel padanya meski saling menatap tidak suka
"ini" Manu menyodorkan minum pada Joana lengkap dengan sedotannya juga, lalu Joana menyodorkan botolnya dan sedotan yang masih di segel pada Jo dan Jean
"Sora terima kasih ya, maaf merepotkan" kata Joana pada Sora yang kini sudah menatapnya karna sejak tadi menatap Jean dan Jo jengah
"Kau membuatku jantungan saat kak White menelponku sambil menangis hahah" jawab Sora renyah
"Manu sampai repot repot menjenguk" Manu yang sejak tadi menatap Jean dan Jo beralih menatap Joana lalu tertawa
"dia bukan datang untuk menjenguk" kata Sora
"lalu?" tanya Joana yang kini menerima sodoran air minum dan sedotan dafi Jo dan Jean lalu meminumnya
"aku datang ingin memeberi kalian ini" Manu mengeluarkan beberapa tiket pameran seni dari saku jaketnya
Berbeda dengan Joana yang menaikkan alisnya, Jean mengambil tiketnya dari tangan Manu "Hazel?" baca Jean lalu Jo yang mendengar nama Hazel pun lansung ikut mengambil tiket nya "kau dapat darimana?" Sora ikut menatap Manu meminta jawaban "kakakku" Sora ikut membaca tiketnya saat Manu mengatakan mendapatkan dari kakaknya.
Jo terus menatap tulisan nama Hazel, nama yang selalu dirinya cari selama ini. Jo menatapnya tajam "kau yakin ini benar benar Hazel?" tanya Jo pada Manu yang diikuti Jean dan Sora yang juga menatapnya
"memang begitu kan, kenapa?" tanya Manu kembali
"tidak ada yang tau keberadaan Hazel dan lukisan terakhirnya" Manu yang mendengar langsung mendelik terkejut
"apa?"
"Hazel menghilang 3 tahun yang lalu" ucap Jo yang masih membolak balik tiket ditangannya
"dengan lukisan terakhirnya" tambah Jean
Sora dan Manu yang mendengar itu lantas saling pandang penuh pertanyaan, pasalnya dirinya dan Sora pernah mendengar nama Hazel tahun lalu saat kelas 1 SMA
"tidak mungkin" protes Sora
"kami bahkan mengikuti akun media sosialnya" Manu menunjukkan akun media sosial Hazel pada Jo dan Jean
"apakah Hazel seniman terkenal?" tanya Sora
"sangat! di kalangan kami lukisan mau karya milik Hazel adalah yang paling kami cari" jelas Jo
"ayahku bahkan sampai saat ini masih mencari" jelas Jean
"lukisan Hazel akan muncul pada acara lelang untuk kegiatan sosial saja" Jo menjelaskan, karna setahunya lukisan maupun hasil karya seni lain Hazel hanya muncul di saat saat tertentu seperti acara lelang yang hasilnya akan di donasikan untuk penderita kanker hingga acara nasional dimana hasilnya akan diberikan pada yang membutuhkan.
"jadi tidak sembarang orang bisa melihat karyanya?" tanya Manu dan Sora
"kalian kan sering ikut acara begitu" tanya Sora lagi
"Jo memilikinya di rumah" jawab Jean menyerahkan kembali tiket ditangannya pada Manu
Jean mengambil kue ditangan Joana lalu memakannya "enak" katanya kemudian mengusap puncak kepala Joana
"kapan aku bisa pulang?" pertanyaan Joana membuat topik semula teralihkan
"besok" jawab Jo
"tidak boleh hari ini?" tanya Joana lagi
"kau bosan disini?" tanya Jo yang kini turun dari brankar
"hati hati" ucap Joana saat melihat selang infus yang tersangkut sedang dirapikan oleh Sora
"hmm" Sora yang masih memegangi selang infus dan membantu Jo yang akan ke kamar mandi
"Sora maaf merepotkan" ucap Joana yang melihat kakaknya tampak mengisyaratkan pada Sora untuk membantunya namun tanpa mengucapkan kata 'tolong'
"aku sudah mulai terbiasa hahaha" Sora bahkan membantu Jo membersihkan mukanya dengan membantu menyekanya
Semua tidak luput dari mata Manu yang terus melihat perlakuan Sora pada Jo, Sora baginya tetap Sora teman kecilnya yang luar dalamnya sudah ia pahami. Meski suka penasaran dengan apa yang terjadi pada orang lain, namun Sora bukanlah tipe orang yang akan menyebarkan kehidupan orang lain bahkan ikut campur. Manu menyadari bahwa Sora teman kecilnya sekarang sudah dewasa, Sora yang dahulu kekanakan sudah bisa bersikap dewasa meski semakin tertutup padanya. Bagi Manu asalkan Sora bahagia akan dirinya lakukan untuk Sora termasuk memendam perasaannya bertahun tahun agar tidak membuat Sora kehilangan teman atau mungkin agar dirinya yang tidak kehilangan Sora nya.
"Manu" panggil Joana
"ya?" Manu menoleh pada Joana
"kau tak apa?" tanya Joana pada Manu yang sedari tadi memperhatikan Sora
Baik Joana maupun Jean sama sama menyadari jika Manu menyimpan rasa pada Sora terlebih dimana ada Sora pasti ada Manu. Manu selalu menemani Sora kemanapun.
"memangnya aku kenapa?" tanya Manu
"Sora beli kue ini, kau tidak makan?" tanya Joana lagi menyodorkan kue
"oh ya" Manu mengambilnya sepotong lalu memakannya
Keesokan harinya Joana sudah boleh pulang oleh dokter, lebih tepatnya oleh Jo. Joana menunggu Jo mengemasi barang bawaan. Jo melarangnya melakukan apapun dengan alasan baru saja sembuh. Joana memandangi punggung Jo yang sibuk kesana kemari.
"kak" panggil Joana
"hmm" Jo menoleh ke arah Joana yang kini duduk
"peluk" Jo tersenyum lalu merentangkan kedua tangannya lebar lebar menyambut Joana
"aku janji tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu kesulitan, jadi apa boleh aku menjadi adikmu?" Joana menatap Jo menunggu jawaban apa yang akan dikeluarkan Jo.
"apa maksutmu? tentu saja, sampai kapanpun kau adalah adikku apapun yang terjadi" Jo merasakan bahwa Joana sedang dalam suasana hati yang berubah ubah saat ini, meski sangat ingin tau maksut perkataan adiknya Jo memilih diam terlebih dahulu menunggu hingga waktunya tiba adiknya akan mengatakan semuanya
"katakan padaku dulu jika kau sudah tidak mengiingkanku, aku janji akan pergi" Jo tidak membalasnya namun hanya mengusap punggung Joana baginya tidak ada alasan baginya untuk tidak mengiinginkan adiknya selalu di sampingnya bahkan menyuruhnya pergi, hal yang tidak akan dirinya katakan lagi setelah waktu itu.
"aku sungguh menyayangimu" katanya
"aku juga menyayangimu Na, kau adikku satu satunya, bagaimana jika kita pulang sekarang?" Jo mengajak Joana pulang karna Jean sudah menunggu di parkiran mobil
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!