"Clara" teriak Nyonya Rudolf pemilik restoran tempat Clara bekerja paruh waktu.
"Bughh..."
"Arghh... Ini pintu kenapa tiba tiba ada di sini, sih" ucap Clara kesal sambil memukul pintu yang telah mencium keningnya.
"Kenapa Nyonya memangilku? Astaga aku lupa mematikan kompor gas" ucap Clara memukul keningnya ketika mengingat kecerobohannya.
Clara... Clara hanya nama itu yang akan di pangil jika ada masalah di dapur restoran itu. Clara Alaysya adalah gadis yang sangat cantik dan juga pintar. Tapi, dia memiliki satu kekurangan yaitu ceroboh.
"Ada apa, Nyonya?" ucap Clara dengan polosnya ketika melihat para karyawan restoran itu berkumpul di dapur.
"Dari mana saja kamu?" ucap Nyonya Rudolf menatap tajam Clara.
"Saya habis dari toilet, Nyonya. Maaf perut saya tadi mules jadi buru buru ke toilet"
"Kamu lihat ini! Karna kecerobohanmu restoran ini hampir jadi abu" ucap Nyonya Rudolf menunjuk ke arah ruang masak yang sudah hitam karna api yang keluar dari panci yang telah hangus akibat kecerobohan Clara.
"Maaf, Nyonya. Saya janji akan memperbaikinya, Saya akan membereskan semuanya" ucap Clara penuh permohonan.
"Tidak perlu! Mulai sekarang kamu saya pecat. Kamu tidak perlu datang lagi ke restoran ini. Gajimu bulan ini tidak akan saya berikan angap saja sebagai ganti kerugian saya" ucap Nyonya Rudolf membuang napasnya kasar lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Clara dengan penuh kekesalan.
"Tapi, Nyonya" ucap Clara berusaha mengejar Nyonya Rudolf.
Brukk...
"Ha.. Ha... Dapat kodok berapa pelayan?" ucap Rania Rudolf putri kedua dari keluarga Rudolf sekaligus teman satu kampus Clara.
Melihat Rania yang mengejeknya Clara hanya bisa menatapnya tajam sambil mengepalkan tangannya geram. Clara tau jika Rania sengaja menghalangi jalannya sehingga Clara terjatuh di depannya. Ingin sekali Clara mencakar wajah wanita ular di depannya itu. Tapi, Clara tau diri dia sekarang berada di restoran keluarga Rudolf.
"Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau mau marah? Coba saja kalau berani!" ucap Rania mentap remeh Clara.
"Maaf saya tidak ada waktu mengurusi wanita ular sepertimu" ucap Clara bangkit lalu melangkahkan kakinya meningalkan Rania.
"Kau pikir aku juga ada waktu mengurusi manusia miskin sepertimu" ucap Rania menatap remeh Clara lalu melangkahkan kakinya untuk menemui mommynya tercinta.
"Sudah jam sebelas! Aku harus ke kampus sekarang" ucap Clara mencoba mencari angkutan umum untuk kendaraannya ke kampus.
Setelah melihat angkutan umum yang menuju kampusnya Clara langsung menaikinya. Jarak restoran dan kampus Clara memang lumayan jauh sehingga dia harus mengunakan angkutan umum. Clara memang bisa mengunakan ojek selain cepat dan pasti tidak sempit sempitan.
Tapi, bagi Clara tidak masalah sempit sempitan naik angkot umum yang penting ongkosnya murah dan menghemat isi kantongnya. Apalagi sekarang dia telah di pecat dari pekerjaannya maka dia harus lebih menghemat lagi.
Sesampainya di depan kampus Clara langsung turun dari angkutan umum. Dia melihat mobil mewah yang terparkir di depannya. Tidak mau perpenampilan acak acakan Clara mencoba menatap penampilannya dari pantulan mobil itu.
"Rambutku berantakan sekali. Tunggu, aku bawa sisir" ucap Clara mengambil sisir yang ada di dalam tasnya lalu merapikan rambutnya yang berantakan.
Karna telalu asik merapikan penampilannya Clara sampai tidak sadar jika dari dalam mobil itu ada pria tampan yang memperhatikannya. Pria yang berwajah datar itu terus menatap Clara sambil tersenyum tipis. Senyuman yang sangat tipis sampai sampai tidak ada yang bisa melihat senyuman itu.
Raffi Alexander, pria arrogant yang memiliki wajah datar dan menjadi incaran para wanita. Tapi, di dalam kamusnya tidak ada lagi yang namanya wanita. Bahkan Raffi tidak mau lagi mengenal yang namanya wanita karna telah dua kali cinta tulusnya di sia siakan oleh wanita yang sangat dia cintai.
"Sempurna! Aku harus ke kampus sekarang" gumam Clara mengayunkan kakinya meningalkan mobil Rafi.
Rafi hanya mampu menatap pungung Clara yang berlahan menjauhinya. Bayangan Clara yang bergaya dan bersolek di hadapannya terus terbayang di pikirannya. Tapi, Rafi langsung menepis semua pikirannya tentang wanita yang mampu membuatnya tersenyum walaupun hanya senyuman tipis.
"Semua wanita sama saja! Mereka tidak pernah menghargai cinta yang tulus. Mereka hanya menghargai harta dan tahta saja" gumam Raffi membuang semua pikirannya tentang Clara wanita yang belum dia kenal sama sekali.
"Maaf, Tuan! Soalnya di dalam antrinya panjang sekali" ucap Bisma asisten Rafi.
"Tidak apa apa. Mana minumanku"
"Ini, Tuan. Apa tidak ada lagi yang mau di beli?"
"Tidak! Kita ke kantor saja. Setelah rapat selesai aku mau ke taman sebentar"
"Baik, Tuan" ucap Bisma menganguk patuh lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
...----------------...
"Kapan kamu akan membayar uang semestermu? Kamu sudah menunggak sampai dua semester" ucap Bu Desi menatap tajam Clara.
"Maaf, Bu! Saya akan membayarnya. Tapi tolong beri saya waktu lagi" ucap Clara penuh permohonan.
"Saya sudah berbaik hati memberimu waktu Clara. Tapi, lihat! Sampai sekarang kamu belum membayar uang semestermu. Bahkan sekarang sudah waktunya kamu membayar uang semester lagi"
"Ia, Bu! Saya tau ibu sudah berbaik hati kepada saya. Bahkan ibu sudah mengijinkan saya mengikuti ujian semester walaupun saya belum membayar uang semester saya. Saya juga sebenarnya ingin membayar uang semester saya, Bu" ucap Clara memasang wajah memelasnya.
"Tapi, saya baru saja di pecat dari pekerjaan saya. Bahkan gaji saya saja tidak di berikan sepeserpun. Ibu tau sendiri'kan, jika saya anak yatim piatu yang harus berjuang sendiri untuk melanjutkan kuliah saya. Jadi saya mohon seribu mohon ibu beri saya waktu lagi ya. Saya janji kali ini saya akan melunasi semua uang semester saya yang menunggak" ucap Clara penuh permohonan.
"Baiklah! Saya beri kamu waktu satu bulan. Jika sampai kamu tidak bisa melunasi semua tunggakan uang semestermu maka ibu tidak bisa menolongmu lagi. Kamu tau sendirikan apa kosekuensinya jika tidak membayar uang semester?"
"Di keluarkan dari kampus"
"Nah! Itu kamu tau. Sekarang kamu lebih baik cari uang untuk membayar uang semestermu" ucap Bu Desi menghipaskan tangannya menyuruh Clara keluar dari ruangannya
"Baik, Bu" ucap Clara bangkit dari duduknya lalu keluar dari ruangan Bu Desi.
Clara yang sedang frustasi dengan kesialannya memilih pergi untuk pergi ke taman untuk menenangkan dirinya. Dia menatap para pengunjung taman dengan perasaan iri. Bagaimana tidak di usianya yang masih remaja seharusnya dia terbang bebas untuk menikmati masa remajanya.
Tapi, hayalan tingallah hayalan yang di kalahkan oleh kenyataan pahit yang sangat menyakitkan. Di usianya yang masih remaja Clara malah di pikul beban yang sangat berat atas semua penderitaannya.
"Argghhh... Kenapa hidupku selalu sial!" teriak Clara menendang botol minum kosong yang ada di depannya.
"Aw! Sepatu siapa ini?" teriak seorang pria berjas rapi ketika sepatu Clara yang menempel di kakinya terbang dan lepas landas di kepalanya.
"Mampus! Clara kenapa nasibmu sangat sial"
Bersambung.....
Rafi sedang duduk di tepi danau buatan yang berada di taman kota. Sudah menjadi kebiasaannya duduk menatap air danau yang begitu tenang untuk menenangkan pikirannya. Tapi, tiba tiba dia mendapatkan kejutan yang sangat mengejutkan. Satu sepatu kusam berhasil mendarat mulus di kepalanya sehingga membuat pria tampan itu meringis kesakitan.
"Aw! Sepatu siapa ini?" teriak Rafi mencoba mencari pemilik sepatu yang mengangu ketenangannya.
Hingga akhirnya Rafi melihat seorang wanita yang sedang panik lalu mencoba untuk kabur. Dengan penuh kekesalan Rafi mengejar wanita itu dan menarik tas ranselnya.
"Mau kemana kamu?" ucap Rafi dengan dinginnya.
"He..he saya mau pergi, Tuan. Memangnya tuan ada keperluan apa?" ucap Clara dengan polosnya sambil terkekeh kecil.
"Apa ini milikmu?" ucap Rafi memperlihatkan sepatu yang ada di tanganya.
"Bu...bukan! Itu bukan milik saya"
"Jadi ini milik siapa?"
"Mana saya tau, Tuan. Lihat di sini sedang banyak pengunjung" ucap Clara menunjuk ke arah taman yang sedang ramai pengunjung.
Rafi melihat ke sekelilingnya, benar saja keadaan taman kini sedang ramai. Tapi, tiba tiba Rafi menatap ke bawah dan melihat kaki Clara hanya mengunakan satu sepatu. Rafi mencoba mencocokkan sepatu yang ada di tangannya dengan sepatu yang menempel di kaki Clara.
"Sepatumu yang satu lagi di mana?" ucap Rafi menunjuk kaki Clara.
"Hem... Itu, Tuan" ucap Clara mencoba berpikir.
"Itu apa? Katakan ini milik siapa?"
"Kalau itu milik kaki saya, Tuan! Jika mau marah marah saja sama kaki saya" ucap Clara memperlihatkan wajah lugunya.
Mendengar jawaban dari bocah tengil di depannya Rafi langsung membuang napasnya kasar sambil mengacak acak rambutnya frustasi.
"Tuan! Apa itu?" ucap Clara menunjuk ke belakan Rafi.
Rafi yang penasaran dengan apa yang di tunjuk Clara mencoba menatap ke belakannya. Tidak mau membuang kesempatan Clara merampas sepatunya yang berada di tangan Rafi lalu berlari sekuat tenanganya. Melihat Clara yang mengerjainya Rafi mencoba mengejarnya tapi keburu wanita itu berlari jauh.
"Sial! Awas saja kamu jika bertemu lagi denganku" ucap Rafi menatap Clara yang telah berlari jauh darinya.
Rafi meninggalkan taman itu dengan penuh kekesalan. Rafi yang ingin mencari ketenangan di taman itu malah mendapatkan kesialan karna di permainkan oleh bocah tengil seperti Clara. Rafi terus saja mengumpat dalam hatinya mengingat kelakuan Clara yang mempermainkannya.
...----------------...
Sesampainya di kos kecilnya Clara menghempaskan tubuhnya di atas kasur kusamnya. Dia berpikir ke mana lagi dia mencari pekerjaan untuk membayar uang semester dan juga kebutuhannya. Hingga akhirnya Clara mendengar ponsel bututnya berbunyi, Clara mencoba menekal tombol hijau lalu meletakkan benda pipih itu di telinganya dengan malasnya.
"Hallo" ucap Clara jutek.
"Kamu di mana?" ucap Tika sahabat Clara dari sebrang sana.
"Aku di kos"
"Kamu datang ke kafe biasa ya. Aku tunggu"
"Aku tidak punya uang. Kamu teraktir?"
"Jangan bilang kamu di pecat lagi?"
"Jangan tanya kalau sudah tau jawabannya"
"Ha..ha.. Itu makanya jadi perempuan jangan ceroboh!"
"Jika kamu menghubungiku hanya untuk menertawaiku maka lebih baik matikan saja"
"Cupp! Gitu aja gambek. Ayo kamu ke sini aku yang teraktir"
"Ok! Kalau kamu yang teraktir aku akan segera ke sana" ucap Clara semangat lalu bangkit dari ranjangnya.
Bughh...
"Aw! Kenapa pintunya ada di sini sih" ucap Clara kesal sambil memijit keningnya yang mencium pintu.
"Kalau pintunya tidak ada bagaimana aku keluar ya?" gumam Clara sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tidak mau membuang waktu Clara langsung berjalan keluar untuk mencari angkutan umum. Dia pergi ke cafe favoritnya dengan Tika sahabatnya yang selalu ada di sampingnya. Benar saja Tika sudah menunggunya di cafe itu seorang diri.
"Hai, Tik. Maaf lama" ucap Clara langsung meminum minuman Tika sampai habis.
"Jangan bilang keningmu mencium pintu lagi" ucap Clara bisa menebak kenapa kening Clara membiru.
"Kalau sudah tau tidak perlu bertanya lagi. Ayo pesan makanannya aku sudah lapar"
" Aku sudah pesan kok. Jangan bilang kamu di pecat karna melakukan kesalahan lagi?" ucap Tika menatap Clara.
"Aku binggung kenapa aku bisa seceroboh ini. Padahal aku ingin sekali sepertimu yang selalu terlihat angun" ucap Clara memelas sambil menatap penampilan Tika yang selalu terlihat anggun dan cantik.
"Kamu bisa sepertiku! Hanya saja kamu tidak mau mempelajarinya. Oh ia! Aku ada pekerjaan bagus untukmu"
"Pekerjaan?"
"Ia pekerjaan. Tapi, kamu harus belajar meningalkan sikap cerobohmu itu terlebih dulu" ucap Tika tegas.
"Akan aku usahakan! Memangnya pekerjaan apa?"
"Pembantu sih, tapi gajinya lumayan besar lho"
"Pembantu?" ucap Clara berpikir.
"Kamu tidak mau? Tapi gajinya sebulan bisa membayar uang semester kita satu semester. Kamu juga mendapat fasilitas dari sana. Kamu bisa tinggal di sana dan juga makan di sana. Jadi gajimu semua aman bisa langsung masuk kantong tanpa harus membaginya dengan uang kos dan juga makanmu sehari hari"
"Memangnya istana mana yang harus aku bersihkan?"
"Istana keluarga Alexander"
"Uhuk..uhuk... Istana keluarga yang kaya raya itu?" ucap Clara kesedak makanannya.
"Minum dulu!" ucap Clara memberikan air minum kepada Clara.
"Ia! Tapi kamu tau sendirikan bagaimana keluarga itu? Kamu harus belajar meningalkan kecerobohanmu jika mau bekerja di sana"
"Aku akan berusaha meningalkan kecerobohanku. Aku akan segera membuangnya jauh jauh"
"Memangnya kenangan yang bisa di buang" ucap Tika terkekeh.
"Aku mau bekerja di sana. Tapi, kamu tau dari mana jika keluarga konglomerat itu butuh pembantu?"
"Tuan besar Alexander adalah sahabat papaku. Dia bercerita sedang butuh pembantu untuk membantu keperluan putranya yang baru pulang dari luar negeri. Aku rasa kamu cocok terlebih lagi dengan masakanmu yang sangat enak. Tapi, kamu jangan menghaguskan istana yang megah itu."
"He..he.. Ok! Kamu atur semuanya ya. Jangan sampai keduluan orang lain"
"Siap, Bos! Ayo cepat habiskan makananmu. Setelah itu kamu mandi dan harus terlihat rapi"
"Memangnya kita mau ke mana?"
"Ke hutan! Ya ke rumah aku lah. Aku akan menyuruh papa untuk berbicara dengan Tuan Alexander agar kamu bisa bekerja di sana sambil kuliah"
"Ok! Kalau begitu ayo"
"Tunggu! Aku belum makan"
"Itu makanya kamu harus belajar menghemat waktu. Waktu itu adalah uang, Tik. Makan saja lama bener"
"Ia ia... Ratu pemburu waktu" ucap Tika tersenyum kecil lalu melahap makanannya.
Sesuai janji Tika, mereka langsung pergi ke istana keluarga alexander bersama papa Tika. Tapi, sebelum ke sana Tika mengajari Clara bagaimana menjaga sikapnya di depan keluarga Alexander nantinya. Keluarga itu keluarga ternama dan terpengaruh di negeri mereka. Jadi, sudah di pastikan hanya orang terpilih saja yang bisa masuk ke istana mereka.
Bersambung....
Setelah di terima bekerja menjadi pembantu di keluarga Alexander Tika memperingati Clara agar meningalkan sifat cerobohnya. Memang tidak mudah tapi, Clara harus melakukannya agar dia bisa terus bekerja di istana Alexander. Jika Clara melakukan kesalahan maka dia akan kehilangan kesempatan emas agar bisa melanjutkan kuliahnya.
Gaji yang di tawarkan keluarga Alexander sangatlah besar. Jadi Clara tidak perlu pusing lagi memikirkan uang semester dan juga keperluan kuliahnya. Bahkan gaji yang di tawarkan keluarga Alexander melebihi kebutuhannya sehingga dia bisa menabung.
Clara tinggal bersama pelayan lainnya di mess yang berada di belakang mension keluarga Alexander. Karna hari ini hari pertama Clara bekerja maka kepala pelayan memberitau apa saja yang harus dia kerjakan. Sebelum berangkat kuliah dia mengerjakan seluruh pekerjaannya terlebih dulu.
Papa Tika sudah menceritakan semua tentang Clara kepada tuan dan nyonya Alexander. Mereka juga mengijinkan Clara untuk bekerja di mension mereka separuh waktu. Hal pertama yang harus Clara lakukan adalah membersihkan lantai di bagian bawah.
Clara melakukan tugasnya dengan penuh semangat. Dia bernyanyi kecil sambil mengepel lantai. Karna terlalu asik mengepel lantai Clara sampai tidak sadar jika putra keluarga Alexander berjalan mendekatinya sambil memainkan ponselnya.
Bughh...
"Aw! Kamu bisa kerja gak sih" bentak Rafi ketika pantatnya berhasil mencium lantai tepat di depan Clara.
"Maaf, Tuan! Tapi tuan sendiri yang tidak melihat jalan" ucap Clara diam menunduk.
"Kamu yang kerjanya tidak becus" ucap Rafi menatap tajam Clara.
"Tunggu! Kamu bukannya gadis yang melemparkan sepatu ke kepala saya di taman'kan?" ucap Rafi mengingat dengan jelas wajah Clara.
"Kan saya sudah bilang jika itu salah kaki saya karna melemparkan sepatunya ke kepala, Tuan!" ucap Clara dengan wajah memelasnya.
"Jadi sekarang yang mengakibatkan saya terjatuh tadi siapa?" ucap Rafi melipat tangannya di dadanya sambil menatap Clara.
"Ya lantai sama kaki tuan sendiri. Jika mau marah , marah saja sama lantai dan juga kaki tuan yang membuat tuan terjatuh" ucap Clara dengan entengnya.
"Apa kau tidak mengenal siapa saya?"
"Tidak! Memangnya kita sudah berkenalan?"
"Belum!"
"Jika belum bagaimana aku kenal sama tuan"
Mendengar ucapa Clara, Rafi nampak berpikir sejenak. Setelah itu Rafi mendecak kesal setelah sadar jika dia sedang di bodoh bodohi oleh pembantunya sendiri.
"Kamu mau membodohi saya?" ucap Rafi menatap tajam Clara.
"Memangnya tuan bodoh?"
"Kau mengatakan saya bodoh" ucap Rafi mulai kehilangan kesabarannya.
"Tidak! Aku tidak mengatakan tuan bodoh. Tapi tuan sendiri yang mengatakannya tadi" ucap Clara terus saja tidak mau kalah dengan Rafi.
"Mama... Papa..." teriak Rafi sudah hilang akal melihat kelakuan pembantunya yang membuat kepalanya pusing.
"Udah besar tapi masih anak mama papa" gumam Clara pelan sambil tersenyum kecil.
"Kamu bilang apa tadi?" ucap Rafi melangkahkan kakinya mendekati Clara.
"Tidak ada" ucap Clara gugup sambil melangkah mundur.
"Kau kira aku ini tuli apa?" ucap Rafi terus melangkahkan kakinya sambi menatap tajam Clara.
Brugh....
Arghh...
Clara yang terpeleset karna lantai yang masih basah berusah menyelamatkan diri dengan menarik tangan Rafi hingga mereka berdua terjatuh ke lantai. Yang lebih sialnya lagi Rafi tidak sengaja menendang ember yang berisi air pengepel lantai sehingga air itu membasahi celana dan juga sepatu mahalnya.
"Celanaku! Sepatuku! Kau!" teriak Rafi frustasi sambil menatap tajam Clara.
"Ha..ha.. Kamu mau cari kodok berapa, Raf?" ucap Arif Alexander papa Rafi sambil terkekeh kecil.
"Papa! Putranya terkena musibah bukannya di bantu malah di katain" ucap Ria Alexander mama Rafi.
"Mama dapat pembantu ini dari mana?" ucap Rafi penuh kekesalan sambil menghipas hipaskan celananya yang basah.
"Papanya Tika yang mengenalkannya kepada mama, Sayang. Memangnya kenapa? Clara orangnya rajin dan juga masakannya sangat enak lho" ucap Ria memuji Clara sehingga membuat telinga Clara naik sebelah.
"Tapi dia bekerja tidak becus, Ma" adu Rafi.
"Tuan sendiri yang jalan tidak lihat lihat. Tau aku lagi mengepel di sini tuan malah main lewat saja" ucap Clara membela diri.
"Kamu sih! Kebiasaan jalan sambil memainkan ponsel. Pasti karna memainkan ponsel kamu tidak melihat Clara di sini'kan?" ucap Ria tau persis bagaimana kelakuan putranya itu.
"Sudah! Kamu tidak perlu membesarkan masalah ini. Lebih baik kamu kembali bersih bersih lalu ganti baju. Setelah itu kita akan sarapan bersama, kamu harus tau bagaimana rasa masakan Clara" ucap Ronal memuji masakan Clara yang sangat pas di lidahnya.
"Kenapa papa harus menyuruhnya menyiapkan makanan untuk kita? Rafi bisa menyewa koki ternama untuk menyiapkan makanan untuk kita. Kalau kita memakan masakannya bisa bisa kita terkena sakit perut berjamaah" ucap Rafi kesal karna melihat kedua orang tuanya memuji Clara di depannya.
"Kamu belum mencobanya. Jika kamu sudah kencobanya aku yakin kamu akan ketagihan. Ayo cepat mandi sana! Papa mau berangkat ke kantor" ucap Ronal mendorong tubuh Rafi menuju kamarnya.
"Ia.. Ia.. Rafi bisa sendiri" ucap Rafi melangkahkan kakinya.
Baru beberapa langkah Rafi kembali menghentikan langkahnya lalu menatap Clara dengan perasaan penuh kekesalan.
"Awas kamu ya! Ingat urusan kita belum selesai" ucap Rafi menatap tajam Clara.
"Rafi! Kamu tidak boleh begitu, Nak" ucap Ria mengelengkan kepalanya kecil.
"Clara! Jangan dengarkan omongan Rafi ya. Dia anaknya memang begitu" ucap Ria menepuk bahu Clara pelan.
"Tidak apa apa, Nyonya" ucap Clara tersenyum manis.
"Sudah! Kamu sudah masak'kan? Ayo kita sarapan setelah itu kamu pergi ke kampus" ucap Arif tersenyum manis.
"Baik, Tuan" ucap Clara menganguk patuh lalu pergi ke ruang makan.
Clara menata semua masakannya di meja makan, Ronal yang melihat berbagai macam masakan Clara langsung mengisi piringnya dan melahapnya drngan begitu lahapnya. Di saat Arif dan Ria sedang menikmati makanannya tiba tiba Rafi menemui mereka dengan penampilan yang sudah Rafi.
Rafi menatap semua makanan yang ada di meja makan. Dia melihat dari penampilannya saja masakan Clara sangatlah enak. Tapi, Rafi tidak mau merendahkan egonya.
Rafi mencoba memasukkan sesondok makanannya dan mengunyahnya dengan pelan. Saat masakan itu terasa di lidahnya Rafi langsung menatap Clara dengan tajam.
"Mampus! Apa ada yang salah dengan masakanku?"
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!