NovelToon NovelToon

Dinikahi Pria Arogan

Dipaksa Menikah

"Tidak, aku tidak mau menikah Bu! Umurku baru 20 tahun, aku masih ingin melanjutkan kuliah dan meraih cita-cita yang aku impikan,"

Begitulah penolakan yang terdengar dari mulut Kanaya Agatha saat ibu tirinya yang bernama Rosa itu memaksanya untuk menikah dengan anak rekan bisnis suami barunya, yang mana istrinya itu terkena penyakit mematikan dan ingin melihat putranya segera menikah.

"Cita-cita, cita-cita, kamu itu perempuan, tidak perlu mempunyai cita-cita yang tinggi karena nantinya kamu akan menjadi seorang istri yang akan melayani suami," ujar Rosa.

"Tapi Bu-" ucapan Naya terputus.

"Sudahlah Naya, kamu ini benar-benar anak yang tidak tahu berterimakasih ya. Kamu tau kan kalau suami Ibu lagi terlilit hutang, kamu tidak mau gitu membantu suami Ibu!" Bentak Rosa.

"Suami Ibu yang terlilit hutang, kenapa harus aku yang jadi korbannya? Itu bukan urusanku," ucap Naya dengan suara meninggi, sehingga membuat emosi Rosa meluap.

Plak ...

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus milik Naya, begitu kuatnya tamparan tersebut hingga meninggalkan bekas di sana. Sakit? Sudah tentu. Tapi ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Naya. Setiap ia berkata dan bersikap sesuatu yang tidak disukai oleh Rosa, maka penyiksaan dan penghinaan pasti akan selalu ia dapatkan.

Naya segera berlari dan mengunci dirinya di dalam kamar. Tidak ada yang dapat ia lakukan kecuali menangis, menahan sakit yang sudah biasa didapatkannya itu.

"Sampai kapan penderitaan ini berakhir? Sampai kapan aku akan menemukan kebahagiaanku? Gumam Naya dengan air matanya yang bercucuran.

Rasanya ingin sekali Naya pergi dari rumah bak neraka itu, akan tetapi ia sama sekali tidak bisa melakukannya, karena jika ketahuan oleh ibu tirinya itu sudah pasti akan menghukumnya, sudah pasti sangat menyakitkan dibandingkan jika harus membunuhnya secara langsung.

***

Tok … tok … tok …

Suara ketukan pintu terdengar begitu keras.

"Naya! Keluar kamu," teriak Rosa. "Naya cepat keluar! Jangan sampai kamu membuat Ibu malu ya. Keluarga calon suamimu sebentar lagi akan sampai, cepat buka pintunya Naya! Atau Ibu akan mendobrak pintu ini," Rosa berteriak tanpa henti sembari menggedor-gedor pintu kamar Naya.

Naya yang sedari tadi menulikan telinganya itu pun akhirnya terpaksa keluar, ia sudah tidak tahan lagi mendengar berisiknya di luar sana.

Krek …

Pintu terbuka, dengan mata yang sembab Naya pun menemui ibunya.

"Ada apa denganmu? Kenapa matamu seperti itu? Kamu tidak bisa menemui keluarga calon suamimu dalam keadaan seperti ini!" Bentak Rosa.

"Calon suami apa? Sudah aku bilang, aku tidak mau menikah Bu. Jadi itu bukan keluarga calon suamiku," bantah Naya.

"Jangan banyak membantah kamu. Kalau dalam sepuluh menit lagi kamu tidak turun dengan anggun, lihat saja apa yang akan Ibu lakukan terhadapmu," ancam Rosa lalu pergi meninggalkan Naya.

Dengan sangat terpaksa, Naya pun bersiap-siap untuk menemui keluarga yang dikatakan ibunya tadi adalah keluarga calon suaminya. Setelah berganti pakaian yang cukup sopan, Naya menghadapkan dirinya di depan cermin, ia memoles make up dan bedak tipis pada wajahnya agar matanya yang sembab itu tidak terlalu kelihatan. Meskipun Naya tidak mau menikah secara paksa, tetapi ia juga tidak mau membuat ibu tirinya itu malu. Bagaimanapun juga Rosa adalah orang yang pernah merawatnya di saat ayahnya dulu masih hidup, meskipun di saat ayahnya sudah meninggal Rosa begitu kejam kepadanya dan sifatnya berubah 180 derajat.

Setelah selesai dengan dandanannya itu, perlahan dan dengan terpaksa Naya melangkahkan kaki menuju ke ruang tamu untuk menemui tamu Rosa yang ternyata telah tiba.

"Nah itu dia Naya anak saya," kata Rosa menunjuk saat melihat Naya mendekati mereka.

"Wah … cantik sekali ya," kata Dania.

"Iya, dia sangat cocok dengan anak kita Ma," sambung David, suaminya Dania.

Naya hanya terdiam, di dalam hatinya bertanya-tanya, dimana calon suaminya itu? Siapa yang akan dinikahkan dengannya? Entahlah, yang jelas iya hanya bisa pasrah saat ini, karena melawan pun sama sekali tak ada gunanya. Naya hanya bisa berdoa semoga calon suaminya itu adalah orang yang baik.

Naya mendekati kedua orang tua paruh baya itu, lalu menyalami serta mencium tangannya.

"Ternyata selain cantik, kamu juga sangat sopan Sayang. Kenalkan kami ini adalah calon mertua kamu, saya Dania dan ini suami saya David," ucap Dania.

"Iya Bu, Pak, saya Naya," ucap Naya.

"Maaf ya Naya, karena Gerald belum bisa datang ke sini hari ini. Tapi dia sudah menerima apapun yang menjadi keputusan kami, kalian akan bertemu di saat acara sakral kalian minggu depan," ucap Dania.

"Apa? Minggu depan?" Naya yang begitu syok mendengarnya.

"Kenapa Naya? Kenapa kamu terlihat sangat syok seperti itu?" Tanya Dania.

"Oh itu biasa lah Bu, Naya hanya terkejut karena bahagia, dia tidak menyangka karena akan segera menikah," kata Bu Rosa yang menjawabnya.

"Oh … kirain Naya tidak setuju," ucap Dania lega.

Lagi-lagi Naya hanya terdiam saja dan memaksakan diri untuk tersenyum.

***

Setelah pertemuan keluarga itu pun, mereka sepakat untuk langsung menentukan hari pernikahan Naya dan Gerald. Acaranya akan diadakan di suatu gedung dengan sangat meriah. Yang akan dihadiri oleh para kerabat, sahabat dan juga rekan bisnis David yang merupakan pemilik perusahaan terbesar di kota X. Naya hanya bisa pasrah, begitu juga dengan Gerald, ia terpaksa memenuhi permintaan ibunya itu karena tidak mau mengecewakan wanita yang sangat dicintainya. Terlebih lagi saat ini ibunya sedang sakit dan sangat ingin melihat anak satu-satunya itu menikah dan hidup bahagia.

Acara pernikahan berjalan sangat lancar, Gerald dan Anya tampak begitu tampan dan cantik bak seorang pangeran dan ratu yang membuat semua mata para hadirin menatap kagum kedua mempelai. Mereka terlihat sangat serasi, meskipun terlihat jelas dari sudut bibir keduanya menampilkan senyum terpaksa, karena bagaimanapun juga mereka menikah karena terpaksa dan dijodohkan.

Naya mencium tangan pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, begitupun Gerald mencium kening wanita yang juga baru saja menjadi istrinya secara sah. Dua keluarga begitu tampak bahagia. Terutama Rosa, ia sangat senang karena mendapatkan uang mahar yang begitu besar, menurutnya ini adalah sebuah keberuntungan. Sungguh tidak sia-sia bagi dirinya untuk membesarkan Naya, karena ternyata anak tirinya itu sangat berguna saat ini.

Setelah acara pernikahan selesai, Gerald segera saja membawa istrinya ke dalam kamar pengantin mereka. Akan tetapi setibanya di kamar itu, sikap Gerald yang tadinya begitu manis berubah 180 derajat. Dengan sangat kasar ia menghempaskan tubuh Naya begitu saja di atas kasur King size miliknya, yang membuat wanita yang baru saja menjadi istrinya itu begitu kesakitan meskipun kasur itu begitu empuk.

...Bersambung......

Bonus Visual...

Kanaya Agatha

Gerald Antonio.

Bersikap Arogan

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba sikapmu begitu kasar?" Tanya Naya keheranan.

"Kenapa? Kau tanya kenapa? Sudah jelas kita ini menikah karena terpaksa. Jadi untuk apa lagi kau menanyakannya," Gerald berbicara dengan suara meninggi. Untungnya kamar tersebut kedap suara sehingga tidak ada orang di luar yang dapat mendengarnya.

"Tapi bukankah kau menyetujuinya?" Tanya Naya.

"Dasar wanita bodoh! Kau sendiri juga menyetujuinya demi ibumu, begitu juga denganku, aku menyetujuinya demi Ibuku. Kau juga tahu itu kan?" Bentak Gerald.

"Jadi sikap manismu tadi hanyalah pura-pura?" Tanya Naya.

"Ya itu kau sudah tahu. Apa kau pikir aku akan benar-benar bersikap manis terhadapmu? Harusnya kau itu sadar diri, siapa dirimu? Kau hanyalah wanita miskin yang sengaja dijual oleh ibumu untuk menikah denganku," kata Gerald.

"Jaga ucapanmu Tuan Gerald. Ibuku memang memaksaku untuk menikah dan menjodohkanku denganku, tapi bukan berarti dia menjualku," bantah Naya.

Gerald tersenyum sinis, "Heh, bagaimana mungkin kau mengatakan itu tidak menjual? Ibumu menyerahkanmu kepada keluargaku dan menerima uang yang begitu banyak," kata Gerald.

Tubuh Naya lemas seketika, Naya tahu jika ia dinikahkan dengan Gerald agar hutang suami ibu tirinya itu lunas, tapi ia tidak tahu jika Rosa juga menerima uang banyak. Benarkah ibu tirinya itu bukan hanya memaksanya untuk menikah, tetapi juga telah menjualnya?

"Kau tidak perlu merasa sedih, seperti yang kau katakan tadi jika kita hanyalah menikah terpaksa dan dijodohkan. Untuk saat ini karena kita masih berada di rumah orang tuaku, kau boleh tidur di kamarku tetapi tidak di atas kasur ini. Sekarang kau turun, ambil ini!" Kata Gerald sembari mencampakkan selimut ke wajah Naya.

"Aku juga tidak sudi tidur seranjang denganmu," hardik Naya. Lalu ia pun segera saja turun dari ranjang dan lebih memilih untuk tidur di sofa dengan menggunakan selimut yang diberikan oleh Gerald tadi.

Sama sekali tidak terjadi apapun di malam pengantin itu seperti pasangan pada umumnya. Yang ada hanyalah sikap arogan dari sang suami yang Naya dapatkan.

***

Keesokan harinya, Naya bangun lebih awal karena sebagai seorang istri tentunya ia mempunyai tugas baru, meskipun pernikahan ini sama sekali bukan yang mereka inginkan. Terlebih lagi saat ini mereka sedang berada di rumah orang tua Gerald, sudah jelas Naya harus bersikap sebagaimana seorang istri. Begitu juga yang diinginkan oleh Gerald, mereka berdua harus tetap terlihat romantis di depan kedua orang tuanya dan di depan publik. Tidak perlu ada yang tahu bagaimana sikap arogannya itu terhadap Naya.

"Pagi Sayang, kamu lagi apa?" Dania menyapa menantunya yang saat itu terlihat sedang sibuk memasak di dapur.

"Pagi Bu, aku lagi buat sarapan untuk kita," jawab Naya.

"Ibu? Sayang, sekarang ini kamu sudah menikah dengan Gerald, jadi kamu harus memanggil Mama," kata Dania tersenyum manis.

"Iya Ma," jawab Naya yang begitu sangat canggung.

Mertuanya itu memang begitu sangat baik terhadapnya, sifatnya sangat berbeda jauh dengan Gerald meskipun Gerald itu adalah anak kandung Dania.

"Gitu dong Sayang. Oh iya, kamu buat sarapan apa?" Tanya Dania.

"Aku lagi buat nasi goreng Ma. Kira-kira Mas Gerald suka nggak ya ma?" Tanya Dania.

Meskipun Gerald itu sangat arogan terhadapnya, tetapi ia tetap berusaha untuk bersikap baik terhadap Gerald. Karena dari awal Naya memang ingin berusaha menerima Gerald, akan tetapi ia tidak tahu jika Gerald malah bersikap sebaliknya.

"Tentu saja dia suka, Gerald itu sangat menyukai nasi goreng. Kamu ini baru saja menikah satu hari, tapi kamu sudah tahu ya apa kesukaannya suami kamu," jawab Dania.

"Oh ya? Tapi ini hanya kebetulan Ma. Aku sama sekali tidak tahu dan memang kebetulan ini juga makanan kesukaanku," ungkap Naya.

"Oh ya? Ternyata kalian berdua itu benar-benar jodoh ya. Mama harap meskipun kalian menikah karena dijodohkan, tapi suatu saat nanti, seiringnya berjalannya waktu kalian akan saling mencintai," ucap Dania tersenyum dan penuh harap.

Naya pun membalas senyuman itu, rasanya tidak tega harus membohongi orang tua sebaik Dania, ia yang terlihat begitu sangat menyayanginya dan juga Gerald. Bagaimana mungkin di antara dirinya dan Gerald akan tumbuh cinta? Sedangkan baru hari pertama nikah saja Gerald sudah memperlakukannya dengan tidak baik. Bukannya berusaha untuk menerima kehadiran Naya, tetapi ia malah jelas-jelas mau menendangnya.

Gerald sudah tampak rapi dengan setelan jas-nya dan dasi yang mengikat lehernya itu. Ia sudah siap untuk pergi ke perusahaan.

"Pagi Ma, pagi Sayang," ucapan yang sangat tulus untuk ibunya, tetapi hanya berpura-pura untuk sang istri sehingga membuat Naya pun bergidik mendengarnya.

"Pagi Mas," balas Naya dengan sedikit menekan ucapannya.

"Pagi Sayang, sini kita sarapan dulu," ajak Dania.

Gerald sangat malas karena melihat Naya yang saat itu juga sedang duduk di meja makan bersama ibunya itu, sedangkan David ayah Gerald pagi-pagi sekali sudah berangkat ke luar kota karena ada proyek yang harus dikerjakannya.

"Aku sarapan di kantor aja Ma," tolak Gerald.

"Sayang, kamu tidak boleh seperti itu dong, ini istri kamu yang menyiapkan sarapannya untuk kamu. Dia rela bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan sarapan ini untuk kita. Jadi kamu harus sarapan dulu, setelah itu baru kamu pergi kerja," kata Dania.

Sedangkan Naya hanya diam saja, rasanya sangat malas jika harus membujuk Gerald seperti apa yang dilakukan oleh ibunya itu. Mau sarapan silahkan, mau tidak pun terserah, itu yang ada di dalam pikiran Naya.

"Tapi Ma aku buru-buru, aku ada meeting pagi ini," kata Gerald beralasan.

"Setidaknya tiga suap atau lima suap masih sempat kan? Kamu harus menghargai apa yang sudah dilakukan oleh istri kamu," kata Dania.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, Gerald pun ikut duduk di meja makan.

"Naya," ucap Dania sembari memberi gestur kepadanya.

"Naya yang mengerti akan maksud mertuanya itu segera saja menyendokkan nasi goreng kedalam piring dan menyerahkannya kepada Gerald dengan menampilkan senyum terpaksa.

"Terimakasih," Gerald menerimanya dan menyantap makanan itu.

Sesuap nasi goreng masuk ke dalam mulut Gerald, ia terdiam sejenak.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Dania karena melihat anaknya itu terlihat sedang mengkoreksi rasa dari masakan sang istri.

"Biasa saja," jawab Gerald, lalu ia pun melanjutkan makan hingga habis tanpa sisa.

Setelah itu, ia pun berpamitan kepada ibu dan istrinya untuk segera pergi ke perusahaan.

"Katanya tadi buru-buru, nggak sempat sarapan, biasa saja, tapi habis juga satu piring tanpa tersisa," gumam Naya dalam hati dan tersenyum.

Entah kenapa hatinya begitu sangat senang karena Gerald mau menyentuh makanan yang telah ia masak di hari pertamanya menyandang status sebagai seorang istri.

...Bersambung......

Menantu Yang Baik

Selesai sarapan bersama, Naya pun segera saja membersihkan meja makan dan hendak mencuci piringnya.

"Naya, apa yang kamu lakukan Sayang?" Tanya Dania.

"Aku mau membersihkan meja dan mencuci piring ini Ma," jawab Naya.

"Tidak perlu Sayang, biar saja Bibi yang membersihkannya. Kamu sudah repot-repot masak pagi-pagi, masa sekarang harus kamu juga yang membersihkannya," kata Dania.

"Justru karena aku yang sudah memasaknya Ma, jadi aku juga yang harus membersihkannya," kata Naya lalu melanjutkan aktivitasnya.

Dania tersenyum bahagia, ia sungguh sangat kagum melihat sikap menantunya itu. Ia tidak salah pilih menantu, sudah pasti Naya adalah menantu idaman para mertua.

Selesai membersihkan dapur, Naya pun menghampiri ibu mertuanya yang saat ini sedang berada di depan rumah menyirami tanaman bunga kesayangannya.

"Ma, mau Naya bantuin nggak?" Tanya Naya.

"Tidak usah Sayang, kamu di situ aja ya temenin Mama," jawab Dania.

"Tapi aku tidak enak Ma kalau hanya berdiri di sini saja dan melihat Mama menyiram tanaman," kata Naya yang memang sangat tidak enak jika hanya diam saja, sementara mertuanya itu sedang sibuk melakukan aktivitasnya.

"Ya sudah, kalau begitu kamu saja yang melanjutkan menyiram bunga, biar Mama memotong dahan-dahan ini ya . Karena Mama lihat dahan-dahannya sudah mulai tidak beraturan," kata Dania.

"Boleh Ma," jawab Naya yang langsung saja menyetujuinya.

Lalu Naya pun mulai menyirami tanaman itu dengan telaten sambil sesekali mengobrol dengan mertuanya itu.

Dania begitu sangat bahagia mempunyai menantu yang sangat rajin, ramah, dan juga sangat sopan. Ia berharap jika hubungan Gerald dan Naya akan segera menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya serta cepat memberikannya cucu, mengingat usianya yang mungkin saja tidak lama lagi.

Saat itu tiba-tiba saja Dania merasakan kepalanya begitu sakit, pandangannya berangsur buram hingga ia jatuh pingsan begitu saja.

"Ma, Mama sudah berapa lama menanam bunga-bunga ini sampai bunganya bisa terlihat sangat cantik seperti ini?" Tanya Naya yang belum menyadari kondisi Dania di belakangnya.

Akan tetapi, karena tidak mendapatkan jawaban dari mertuanya, Naya pun menoleh ke arah Dania. Betapa terkejutnya Naya saat melihat ibu mertuanya itu sudah tergeletak di tanah. Ia pun langsung saja mencampakkan selang yang saat itu sedang digunakannya dan menghampiri Dania.

"Mama … Mama kenapa Ma, Mama … !" Teriak Naya sembari mengguncang tubuh mertuanya itu.

Karena suara teriakan Naya itu, telah mengundang satpam dan juga para Asisten Rumah Tangga untuk segera menghampirinya.

Naya begitu terlihat sangat panik, ia segera meminta tolong supir untuk segera mengantar Dania ke rumah sakit saat itu juga. Dalam kondisi yang sangat terburu-buru, sehingga Naya dan Dania sama-sama tidak membawa ponsel bahkan Naya saja saat ini masih menggunakan piyama. Dia juga sama sekali tidak ingat nomor Gerald, boro-boro ingat bahkan ia sama sekali tidak mempunyai nomor suaminya itu di ponselnya. Untungnya saat ini Naya bersama supir, jadi Naya meminta supirnya itu untuk segera memberitahu Gerald jika mereka saat ini sedang membawa ibunya ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, Dania langsung saja dibawa ke ruang UGD untuk segera dilakukan pemeriksaan dan penanganan, Naya begitu sangat khawatir menunggunya di depan ruang UGD, ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan ibu mertuanya.

***

Di sebuah ruang rapat pada perusahaan besar, tampak Gerald yang saat itu sedang memimpin sebuah rapat di depan investor dan jajaran dewan direksi yang mana investornya itu adalah investor dari luar Negeri. Gerald begitu sangat serius mempresentasikan apa yang sudah ia persiapkan dari jauh hari, ia benar-benar sangat berharap jika kali ini akan memenangkan tender yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Para investor tampak begitu serius memperhatikan Gerald dan seakan menyetujui dengan apa yang disampaikan olehnya.

Saat itu, Boy yang merupakan asisten Gerald, merasa sangat risih karena sedari tadi ponsel Gerald yang sedang dipegangnya itu terus saja bergetar karena ada yang menelponnya. Tetapi saat dilihatnya ternyata yang menelepon adalah pak Budi supir keluarga Gerald. Boy mendadak tak enak hati dan penasaran untuk apa supir Gerald menelepon jika tidak ada sesuatu yang penting. Tetapi Boy juga tidak dapat menjawab telepon itu sekarang, karena ia sedang mendampingi Gerald presentasi.

Plok … plok … plok … terdengar suara tepuk tangan dari investor dan jajaran dewan direksi yang menghadiri rapat pada pagi hari ini. Investor itu begitu tampak senang dan puas akan penjelasan yang diberikan oleh Gerald, tentu saja investor besar dari luar Negeri itu juga menyetujui untuk bekerjasama dengan Gerald.

"Selamat bekerja sama Tuan Gerald, saya benar-benar sangat puas dengan presentasi yang Anda sampaikan. Saya harap Anda benar-benar bisa menjalankan prosedurnya seperti apa yang telah anda presentasikan tadi. Dan semoga saja kerjasama kita ini benar-benar berjalan dengan sangat lancar dan sukses untuk kedepannya," ucap Mr. Brandon yang merupakan investor dari Jerman, akan tetapi dia lahir dan besar di Indonesia sehingga ia sangat lancar berbahasa Indonesia.

"Terima kasih Mr. Brandon. Senang bisa bekerja sama dengan Tuan. Semoga saja apa yang kita harapkan akan menjadi kenyataan," ucap Gerald.

"Ya semoga saja," ucap Mr. Brandon, lalu berpamitan untuk segera pergi meninggalkan lokasi rapat karena ia akan melakukan penerbangan ke Singapore satu jam lagi.

Tanpa Gerald sadari, ternyata ada seseorang yang merupakan saingan bisnisnya sedang menatapnya tidak suka. Alasan apa lagi kalau bukan karena kalah tender. Pria tersebut adalah Calvin Clyde yang merupakan CEO dari perusahaan Clyde Group milik kelurganya sendiri. Memang baik Perusahaan Gerald maupun keluarganya adalah saingan perusahaannya sedari dulu.

Calvin tampak murka menatap Gerald dan penuh dendam. Sedangkan Gerald hanya menanggapi dengan senyuman sinisnya.

"Tuan, sejak tadi Pak Budi supir Anda menelepon," ucap Boy, sehingga pandangannya kini pun teralihkan.

"Pak Budi?" Tanya Gerald untuk memastikan.

"Iya Tuan, aku rasa ada hal yang sangat penting, karena sudah beberapa kali Pak Budi mencoba menghubungi Tuan," jelas Boy.

"Ya sudah biar aku menghubunginya kembali," kata Boy, lalu mengambil ponselnya dari tangan Boy dan segera saja menelpon nomor supir pribadi keluarganya itu.

"Halo tuan," ucap Budi dari seberang telepon.

"Halo Pak Budi, ada apa menghubungiku berkali-kali?" Tanya Gerald, perasaannya itu pun mendadak menjadi tidak enak.

"Nyo-Nyonya, Nyonya Tuan," ucap Budi terbata-bata.

"Kenapa dengan Mama?" Tanya Gerald yang begitu tampak panik.

"Nyonya tadi pingsan, saya dan Nona Naya sedang mengantarkan Nyonya ke rumah sakit Tuan," jawab Budi.

"Apa? Dimana rumah sakitnya?" Tanya Gerald.

"Rumah Sakit Medical tempat biasa Tuan," jawab Budi.

Gerald langsung saja mematikan teleponnya, ia pun mengajak Boy untuk segera pergi menuju ke rumah sakit.

"Naya, apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibuku bisa pingsan? Bukankah sudah aku katakan padamu, jika Ibuku itu sakit dan harusnya kau menjaganya," gumam Gerald dalam hati sembari menahan emosi.

...Bersambung... ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!