NovelToon NovelToon

MAHAR 10 MILIAR

Bab 1

Assalamualaikum, ketemu lagi di novel terbaru aku. Yuk subscribe supaya bisa mengikuti updatenya setiap hari. Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca.

...♥️♥️♥️...

"Aw, sakit," rintih Fara ketika seseorang menarik rambutnya ke belakang.

Faraya Adisti adalah gadis berusia 19 tahun yang terpaksa berhutang pada rentenir untuk membayar biaya rumah sakit ayahnya yang kena gagal ginjal.

"Bayar hutangmu!" bentak laki-laki suruhan rentenir itu.

"Aku sudah bayar pada bos kalian," jawab Fara sambil menahan sakit.

"Tapi kau belum bayar bunganya," ucap pria bertato itu dengan membelalakkan matanya.

"Lepaskan dia!" Suara bariton itu membuat Fara dan preman yang mencengkram rambutnya menoleh.

Tiba-tiba seseorang yang memakai kacamata hitam berjalan mendekat. "Siapa kau? Jangan ikut campur kalau masih sayang dengan nyawamu!" ancam preman tersebut.

Laki-laki itu tersenyum miring. "Aku akan bayar hutangnya," ucapnya dengan percaya diri.

Pria bertubuh tambun itu menelisik penampilan Cello. "Sepertinya dia orang kaya," gumamnya pada salah seorang rekannya.

Cello Genandra Felix bukan anak orang kaya lagi tapi dia memang sultan dari lahir. Memiliki ayah yang punya banyak hotel dan resort di seluruh penjuru negeri tak akan membuatnya miskin tujuh turunan tujuh tanjakan.

Setelah itu laki-laki jahat itu melepas cengkraman tangannya. Tapi dia memberikan Fara pada temannya. "Kau tahu berapa hutang gadis ini?"

"Berapa pun akan aku bayar," ucap Cello dengan penuh percaya diri.

Pria itu tersenyum miring lalu dia menengadahkan tangannya. "10 miliar," ucap pria itu memberi tahu jumlah uang yang harus dibayar oleh Cello.

"Sialan gadis ini. Hutangnya bisa digunakan untuk membeli sebuah hotel," rutuk Cello dalam hati. Tapi dia yang memiliki gengsi teramat tinggi pantang untuk mundur.

"Bohong aku hanya berhutang seratus juta tapi kalian melipatgandakan hutangku," bentak Fara tak terima. Laki-laki itu mencengkeram dagu Fara.

"Itu termasuk hutang ibumu," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Cih, dia bukan ibuku." Pria itu hendak melayangkan pukulan ke wajah Fara. Gadis itu memejamkan matanya pasrah jika harus menerima pukulan.

"Cukup!" Teriakan Cello membuat tangannya seketika berhenti. "Jika aku bayar apa kalian akan melepaskan dia?" tanya Cello. Dia tidak mau diperas lagi. 10 Miliar bukanlah jumlah yang sedikit. Jika ketahuan orang tuanya maka dia akan habis.

"Tentu saja, kami tidak membutuhkan gadis ini lagi. Tidak usah basa-basi cepat bayar hutangnya!" desak pria bertato itu. Tangannya menengadah ke arah Cello.

Cello mengepalkan tangan ingin rasanya dia memakai kekerasan tapi dia bukan tipe laki-laki yang suka berkelahi. Menyelesaikan masalah dengan berkelahi bukanlah tipe laki-laki berkelas. Padahal tidak ada yang berani membentaknya selama ini.

"Suruh bosmu menemui aku. Aku bukan orang bodoh yang bisa kalian kibuli." Cello melempar kartu namanya pada pria tersebut. Kemudian dia menarik tangan Fara secepat kilat lalu membawanya pergi.

Kedua preman itu percaya pada Cello. Mereka pun membiarkan laki-laki itu membawa Fara.

Setelah menjauh dari dua preman itu Fara membuang tangan laki-laki tampan yang menggandengnya. "Siapa anda? Kenapa anda bersedia membayar hutang saya? Apa anda menginginkan rahim saya? Maaf saya tidak menjual rahim?" tuduh Fara pada Cello.

"Cih, dasar gadis sombong," umpat Cello dalam hati.

Cello menoyor kepala Fara dengan satu jarinya. "Jangan drama, kamu pikir ini cerita novel? Aku tidak butuh rahimmu. Kamu hanya perlu menikah denganku," ucap Cello.

"Sama saja, bukankah tujuan orang menikah itu ingin memiliki anak. Apa anda dituduh impoten sehingga anda terpaksa menikahi gadis miskin seperti saya?" tuduh Fara dengan kejam.

Cello tertawa lantang. "Kamu tahu bagaimana itu impoten? Apa kamu mau bukti kalau aku ini laki-laki normal?" Cello sengaja menelisik penampilan Fara. Dia berjalan mendekat hingga membuat Fara mundur.

Fara merasa risih. "Jangan mesum," ucapnya sambil berlalu.

"Hei mau ke mana kamu?" teriak Cello. Bukannya berterima kasih gadis itu malah pergi begitu saja.

"Saya akan pergi jauh. Jadi anda tidak perlu membayar hutang saya. Saya yakin kali ini saya tidak akan mudah ditemukan," jawab Fara.

Tapi Cello menangkap tangan Fara. "Apa yang akan aku katakan pada rentenir itu jika mereka mencarimu?" tanyanya pada Fara.

"Bilang saja saya sudah meninggalkan dunia ini," jawab Fara dengan wajah sendu. Cello tidak menyangka gadis yang kelihatannya ceria itu memendam beban berat di bahunya.

Ya, semenjak ibu kandungnya meninggal ayahnya menjadi sakit-sakitan. Tapi anehnya sang ayah malah menikah lagi dengan seorang perempuan beranak satu. Katanya dia ingin kelak ada yang menjaga Fara ketika dirinya meninggal. Sayangnya realita tak sesuai ekspektasi. Ibu tiri Fara sangatlah kejam. Dia hanya menumpang hidup pada ayahnya Fara. Tiada hari tanpa berfoya-foya. Perlahan harta sang ayah terkuras habis. Bahkan ibu tirinya sengaja berhutang pada orang yang sama tapi meminta Fara yang melunasi seluruh hutangnya.

"Kamu kira dengan bunuh diri kamu bisa menyelesaikan masalah?" bentak Cello.

"Setidaknya aku tidak harus membayar hutang yang sampai kapan pun tak akan bisa aku bayar," balas Fara. Dadanya terasa sesak dan matanya merah seperti menahan air matanya yang akan jatuh.

Cello merasa kasian dengan gadis yang ada di hadapannya saat ini. Ah, tidak tujuannya adalah menikahi gadis miskin itu agar dia jauh dari rumor yang mengatakan dirinya gay.

"Menikahlah denganku maka semua hutangmu akan lunas," bujuk Cello.

Sejenak pandangan mereka bertemu. Jantung Fara berdebar kencang saat menatap mata laki-laki tampan di depannya. Tak mau terlena dia pun membuang mukanya.

Cello masih menunggu jawaban Fara. "Bagaimana kalau aku terima saja tawarannya. Toh aku tidak rugi sama sekali. Bukankah tadi dia bilang tidak menginginkan anak dariku?" gumam Fara dalam hatinya.

Sesaat kemudian dia kembali menoleh. "Lalu bagaimana caraku mengembalikan uangmu?" tanya Fara dengan nada bergetar. Bagaikan gali lubang tutup lubang. Walau bertahun-tahun bekerja hutangnya tak akan ada habisnya.

"Akan kuberi tahu padamu nanti," jawab Cello seraya melepas pegangan tangannya.

Terus terang hati Fara merasa bimbang. Dia tidak tahu apa tujuan hidupnya sekarang setelah ayahnya meninggal. Meskipun sudah diusahakan agar sang ayah sembuh, nyatanya Tuhan berkehendak lain. Dia meninggalkan dunia ini beberapa hari yang lalu.

Kini dia hidup sebatang kara. Namun, jika dia kembali ke rumahnya dia akan hidup tersiksa bersama ibu dan saudara tirinya.

Bab 2

Pada akhirnya Fara mengikuti Cello. Laki-laki itu membawa Fara ke kantornya. "Duduk dulu!" Cello memintanya duduk di sofa yang ada di ruangannya itu.

Fara duduk dengan ragu. Dia masih bingung kenapa dia dibawa ke kantor. "Apa yang harus aku lakukan di sini?" tanya Fara tidak sabar. Dia seperti orang linglung ketika berada di sana.

"Tunggu sebentar!" Cello menemui sahabat sekaligus bawahannya.

"Dia siapa?" tanya Anwar melirik ke arah gadis yang diajak oleh Cello.

"Dia calon istriku," jawab Cello. Anwar tentu tercengang mendengar penuturan Cello.

"Jangan becanda!"

"Aku tidak becanda. Dia yang bisa menyelamatkan aku dari rumor yang sedang heboh di luar sana."

Seseorang telah membuat berita bohong yang mengatakan bahwa Cello adalah seorang gay. Tapi dia belum menemukan sumbernya.

"Tapi kamu kenal dia di mana? Siapa namanya?" tanya Anwar. Cello menggedikkan bahu.

"Hei, kamu," tunjuk Cello pada Fara. "Siapa nama kamu?" tanya Cello. Anwar menepuk jidat ternyata atasannya itu membawa gadis yang tidak jelas asal usulnya.

"Fara," jawab Fara dengan singkat.

Kemudian Cello menoleh ke arah Anwar. "Tu denger sendiri namanya Fara."

"Kamu culik anak gadis orang? Membawanya ke sini tapi belum tahu namanya?" tanya Anwar sambil tersenyum mengejek.

"Sudahlah buatkan kontrak pernikahan untukku! Jika dalam seratus hari kami tidak ada kecocokan maka dia harus meninggalkanku," perintah Cello pada Anwar. Fara yang tidak tuli tentu mendengar ucapan Cello pada bawahannya itu. Dia merasa keberatan.

Dia berdiri. "Pak, anda ingin mempermainkan saya?" tanya Fara geram.

Cello menarik ujung bibirnya. "Mempermainkan katamu? Bukankah kamu akan menerima imbalannya?"

Fara mengepalkan tangan. "Lebih baik saya pergi. Saya bisa kabur ke tempat jauh agar orang-orang itu tidak mengejar saya dari pada harus menikah dengan laki-laki breng*sek seperti anda."

Fara melangkahkan kakinya cepat. Tapi tangannya berhasil dicekal oleh Cello. Dia membanting tubuh mungil Fara ke sofa. "Jangan membuat saya memakai kekerasan untuk menahan kamu di sini!" bentak Cello.

Anwar yang berada di sampingnya pun terhenyak mendengar suara Cello yang menggelegar. Sedangkan Fara rasanya ingin menangis. Sungguh kejam dunia ini. Tidak ada seorang pun yang peduli padanya.

Anwar tak tega melihat gadis kecil itu menangis tersedu-sedu. Fara berdiri dan memukul dada bidang Cello. Dia benar-benar salah mengambil keputusan. "Biarkan saya pergi! Biarkan saya pergi!"

Sesaat kemudian gadis itu pingsan. Untung saja Cello dengan sigap menangkapnya. "Hei jangan pura-pura," teriak Cello frustasi sambil menepuk pipi Fara. Tapi gadis itu tak juga bangun.

"Pak, sepertinya dia tidak berbohong," ucap Anwar.

Dengan satu hentakan Cello memindahkan gadis itu ke sofa panjang. "Hish belum apa-apa sudah menyusahkan orang," gerutu Cello.

"Anwar cepat panggil dokter! Aku tidak ingin gadis ini kenapa-kenapa. Akan sangat merepotkan jika dia mati di sini," ucapnya dengan dingin.

Anwar pun bergerak melaksanakan perintah atasannya. Laki-laki itu menghubungi dokter yang bekerja di keluarga Cello. "Tolong ke hotel sebentar! Ada pasien yang harus anda tangani," perintah Anwar pada dokter tersebut.

Cello memperhatikan wajah Fara yang cantik alami. Kulitnya yang putih tanpa polesan membuat jantung Cello berdebar kencang. "Ada apa denganku? Melihat wajah gadis ini saja jantungku tak karuan. Ah, dia bukan tipeku." Cello menyangkalnya.

Lima belas menit kemudian dokter yang dipanggil tiba. Dia memeriksa Fara. "Wajahnya pucat dia seperti dehidrasi. Badannya sangat kurus seperti tidak terurus. Siapa dia?" tanya dokter itu.

"Paman akan tahu siapa dia sebentar lagi," jawab Cello penuh teka-teki. Dokter yang sudah dia kenal itu menjadi penasaran.

"Baiklah, ini resepnya. Biarkan dia beristirahat jangan lupa obatnya diminum. Sebenarnya hanya suplemen makanan tapi paling tidak badannya terlihat segar." Cello mengangguk paham.

"Terima kasih, Paman." Cello mengambil tersentak dari tangan dokter itu kemudian menyerahkan pada Anwar.

"Tolong tebus resep ini," perintah Cello pada bawahannya.

Sementara itu dokter yang memeriksa Cello melapor pada ibunya. "Apa? Cello membawa seorang gadis ke kantornya?" tanya Cindy.

Dia tersenyum licik. "Aku ingin memeriksanya sendiri," ucapnya penasaran setelah menutup telepon.

Siang itu juga Cindy menuju ke hotel tempat anaknya bekerja.

Sementara itu, Fara mulai membuka mata. Dia memegangi perutnya yang sakit. "Kamu kenapa?" tanya Cello khawatir.

"Aku lapar," jawab Fara dengan suara lirih karena malu. Dia pun menunduk. Cello menahan tawa. "Gadis ini lucu juga," batinnya.

Setelah itu dia memerintahkan OB untuk membawa makanan ke ruangannya. "Kamu ini belum apa-apa sudah sangat merepotkan," gerutu Cello.

Fara hanya melirik dia tak menghiraukan Cello dengan segala ocehannya. Saat ini perutnya sangat lapar. Dia harus kuat maka dia putuskan makan yang banyak. "Pumpung gratis," gumam Fara dalam hati.

"Hei, kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Cello ketika memperhatikan Fara yang makan dengan rakus. Tapi sesaat dia tiba-tiba tersenyum.

Fara menghentikan makannya. "Tahu tidak makan sambil diomeli itu rasanya kaya apa?" Fara meminta Cello berpikir. Tapi dia merasa tersindir karena sejak tadi dia mengomel tidak jelas.

Cello berdiri kemudian memanggil Anwar. "Mana surat yang aku minta?" tanya Cello pada bawahannya. Anwar menyerahkan surat perjanjian pra nikah yang diminta Cello.

Namun, ketika dia akan meminta Fara tanda tangan, ibunya tiba-tiba datang. Cello segera menyembunyikan surat perjanjian yang dia pegang ke dalam laci mejanya.

"Mana menantuku?" tanya Cindy yang tiba-tiba masuk ke ruangan Cello.

"Mam, ngapain ke sini?" tanya Cello yang terkejut ketika ibunya datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

"Kenapa? Apa tidak boleh datang ke kantor anak sendiri?" tanya Cindy. Sesaat kemudian dia melirik gadis cantik yang berpenampilan sederhana itu.

"Siapa nama kamu?" Cindy bisa menebak gadis itu yang dibicarakan oleh dokter yang melapor padanya tadi.

"Fara," jawabnya singkat sambil menunduk.

Cindy memegang dagu Fara. "Dia sangat cantik," pujinya pada Fara. Sesaat kemudian Cindy menoleh pada putranya. "Kalian kenal di mana?" tanya Cindy.

Pertanyaan itu membuat Cello berpikir keras. Dia bingung harus menjawab apa pada ibunya.

Bab 3

"Dia tetangga Anwar, Ma," bohong Cello. Anwar terkejut mendengar penuturan atasannya.

"Kenapa namaku dibawa-bawa?" gerutu Anwar dalam hati.

"Benar itu Anwar?" tanya Mama Cindy pada bawahan Cello tersebut. Anwar mengangguk pasrah. Bukan bermaksud membenarkan omongan Cello tapi dia sudah terjebak dalam permainan atasannya.

"Apa yang diomongkan mereka benar, Fara?" Mama Cindy memastikan kebenarannya pada gadis itu. Fara tak langsung menjawab dia menatap Cello terlebih dahulu seolah dia bingung apa yang harus dia perbuat. Cello yang peka langsung mengangguk. Semoga Fara sepemikiran dengannya.

"Saya..."

Takut akan membongkar kenyataan Cello menyela omongan Fara. "Ma, kami akan menikah," ucap Cello sambil merangkul bahu Fara. Gadis itu tercengang. Dadanya bergemuruh karena dia begitu dekat dengan laki-laki yang tingginya jauh di atasnya.

Mama Cindy menunjukkan ekspresi bahagia. Akhirnya anak sulungnya itu menikah. Jadi dengan begitu rumor bahwa anak sulungnya gay bisa dihapus.

"Mama akan persiapkan pernikahan kalian secara meriah," ucapnya antusias.

"No, Ma," tolak Cello.

"Kenapa?" Mama Cindy menanyakan alasan Cello menolak.

Dia berpikir cepat. "Fara tidak punya sanak saudara jadi dia ingin pernikahannya dilakukan secara sederhana." Cello berharap mamanya mau menerima alasan yang asal dibuat tersebut.

Mama Cindy menatap calon menantunya. "Baiklah. Mama akan turuti mau kalian. Oh ya, mama akan sampaikan berita baik ini pada ayahmu. Mama akan ke kantornya sekarang."

Mama Cindy keluar begitu saja karena dia sangat tidak sabar memberi tahu suaminya tentang rencana pernikahan ana sulung mereka.

Cello, Anwar, dan Fara bernafas lega. "Mamaku membuat jantungan saja." Sesaat kemudian menoleh pada bawahannya. "Anwar kenapa kamu tidak bilang kalau dia akan datang?" Cello memarahi bawahannya.

"Maaf, Pak. Saya tidak tahu," jawab Anwar membela diri.

"Baiklah, kamu boleh keluar," perintahnya pada Anwar. Tapi Fara malah ikut keluar.

"Kamu mau ke mana?" tanya Cello pada Fara.

"Keluar, aku bosan," jawab Fara dengan santainya.

"Tidak bisa. Kamu tetap di sini," tegas Cello.

"Enak saja aku mau kembali ke rumahku. Bukankah nikahnya tidak hari ini? Lalu mau apa aku di sini?" tanya Fara dengan nada tinggi.

Cello mencekal tangannya. "Kamu tidak boleh pergi selama kamu berhutang padaku," ancam Cello.

Fara menghempaskan tangan laki-laki tampan itu. "Aku berhutang pada orang lain tapi anda menawarkan diri untuk membayarkan hutangku. Lagi pula anda belum membayar hutangku pada mereka."

"Tapi mereka akan menagih ke sini karena aku yang membuat janji."

"Jangan membuat janji jika ragu untuk menunaikannya," balas Fara dengan menatap tajam pada laki-laki bertubuh atletis itu.

"Tidak pernah ada yang berani padaku selama ini," gerutu Cello di dalam hatinya geram. Dia mencengkeram kuat pergelangan tangan Fara hingga gadis itu meringis kesakitan.

Sesaat kemudian Cello menyadari kesalahannya lalu melepas cengkeraman tangannya. Fara meneteskan air mata. "Aku tidak tahu bagaimana hidupku nanti jika aku jadi menikah dengannya. Dia sangat kasar pada wanita."

Cello berbalik badan lalu mengambil surat perjanjian yang harus ditandatangani Fara. "Tanda tangan di sini," tunjuk Cello.

"Apa ini?" tanya Fara.

"Baca! Kamu tahu huruf kan?" ledek Cello. Fara mengerucutkan bibirnya. Cello tak sengaja melihat bibir warna pink milik gadis belasan tahun itu yang tiba-tiba menggoda di matanya. Tapi sesaat kemudian dia menggeleng cepat untuk mengusir pikirannya.

"Menikah hanya sampai 100 hari? Anda waras? Setelah itu aku akan jadi janda?" Fara membuang kertas itu.

Cello tersenyum miring. "Aku saja tidak masalah jika harus menjadi duda kenapa kamu seheboh itu?"

"Anda laki-laki yang mapan, tampan bahkan tak ada cacat sedikitpun. Sedangkan aku hanya wanita miskin jika harus menjanda di usiaku yang belum genap dua puluh tahun apa nanti akan ada yang mau menikahiku setelah dirimu?" tanyanya dengan wajah sendu.

Fara sadar dia bukan gadis yang pantas memikirkan masa depan, tapi dia hanya ingin Cello merasa kasian padanya. Tidak ada yang bisa dijadikan tempat bersandar saat ini. Fara hanya tidak ingin hidup kesepian selama hidupnya.

"Ah, kenapa dia mengiba padaku. Tidak aku bukan orang yang mau melanjutkan hidup dengan gadis bermasalah seperti dia. Pasti ada gadis baik yang sedang menungguku di luar sana," pikir Cello dengan percaya diri.

"Itu bukan masalahku. Saat ini aku hanya butuh status. Aku bersedia membayar hutangmu agar kamu mau menikah denganku. Kamu pikir akan dapat uang dari mana untuk membayar hutang sepuluh miliar itu?"

Dada Cello naik turun saat mengatakan itu. Fara menjadi sesak nafas karena menahan tangis. Dia memang sering dibentak dan disakiti oleh ibu dan adik tirinya. Namun, tak pernah ada orang lain yang baru kenal membentak dia sekasar ini. Air mata Fara lolos begitu saja tanpa bisa dicegah.

"Waktu itu aku sudah bilang lepaskan aku. Aku tidak memintamu membayar hutangku. Tapi kamu memaksa. Apa ini salahku?" tanya Fara dengan nada bergetar.

Cello tidak mau berdebat dengan gadis itu lagi. Dia pun mengambil tinta dan menarik jempol Fara kemudian membubuhkan cap jarinya di atas materai. Fara tidak bisa apa-apa lagi. Dia sudah terikat kontrak dengan Cello.

"Aku tidak suka basa-basi. Apa yang aku inginkan selalu bisa ku dapatkan. Jadi jangan coba kabur lagi dariku. Ingat kamu terikat kontrak denganku," ancam Cello sambil mengangkat selembar kertas yang dia pegang.

Fara tak menjawab. Hidupnya sudah hancur dia bagai bangkai tak bernyawa. Hidupnya kini ada di tangan Cello, calon suaminya.

"Akan ku siapkan tempat tinggal untukmu. Jadi jangan berpikir untuk kabur. Ingat aku tidak akan segan-segan melukai wanita," ancam Cello.

Setelah itu dia memanggil Anwar. "Cari tempat tinggal sementara untuknya. Dia tidak boleh pergi sampai hari pernikahan kami tiba," perintah Cello pada bawahannya. Anwar mengangguk paham. Dia pun meminta Fara mengikutinya.

Fara hanya bisa menurut. Dia berjalan mengikuti Anwar. Anwar merasa kasian pada Fara. Kalau dilihat-lihat gadis itu lumayan cantik.

"Aku sebenarnya kepo mengenai awal perkenalanmu dengan atasanku. Apa aku boleh tahu?" tanya Anwar saat berada di dalam mobil.

"Tidak ada yang istimewa. Apa dia selalu berbuat kasar pada orang lain?" tanya Fara penasaran.

Anwar tersenyum. "Tidak, dia tidak pernah kasar pada orang lain."

"Lalu kenapa dia sangat kejam padaku?" tanya Fara tidak mengerti.

"Aku justru melihat dia sangat perhatian padamu."

"Perhatian dari mana?" gerutu Fara kesal jika mengingat perlakuan Cello padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!