Di sebuah pesta, para pengusaha terkenal sedang berkumpul. Salah satunya adalah Maikel Palak, pemilik perusahaan terkemuka di indonesia Palakcorp.
Maikel datang bersama istrinya Rania Sutesja. Mereka menikah sidah lima tahun, namun Maikel tak ingin memiliki anak.
Pada umur yang sudah di bilang matang itu Rania sangat ingin memiliki seorang anak, namun pernikahan karena perjodohan membuat Maikel tak pernah memandang Rania, bukan karena tak cantik. Tapi karena kebencian akan perjodohan mereka, karena Maikel memiliki kekasih yang tak di restui oleh keluarganya.
Seperti saat ini, Rania ssdang duduk di mejanya, namun tidak dengan Maikel. Maikel sibuk dengan kekasihnya di tempat yang sama, namun berbeda dengan Rania.
"Malam!!" Sapa seorang pria pada Rania.
Rania memandang pria yang berdiri tepat di samping kursinya.
"Malam!" Jawab Rania singkat dan segera memalingkan wajahnya.
Pria itu segera duduk di kursi yang satu meja dengan Rania. Membuat Rania terperanjat, "mengapa dia duduk di sini?" Batin Rania.
"Apa aku bisa duduk di sini?" Ujar Pria itu.
"Kau sudah duduk, tapi sebaiknya kau segera pergi! Aku sudah punya suami." Jelas Rania.
"Oh, ya. Di mana suamimu? Kenapa tidak bersama dengan istrinya?" Ujarnya lagi, tak ongin beranjak dari kursinya.
"Ada! Dia sedang bertemu dengan rekannya." Jawab Rania, walau dia tahu saat ini suaminya pasti dengan wanita itu namun tidak mungkin dia mempermalukannya di saat ini.
"Boleh ku tahu, siapa suamimu?"
"Maikel Palak!" Jawab Rania singkat.
"Maikel Palak. Ternyata kau istri dari pengusaha ternama?" Pria itu tersenyum sinis mendengar nama Maikel. "Boleh kita bekenalan?"
"Untuk saat ini tidak! Suamiku tidak ada, aku tidak mau orang berpikir macam-macam!" Jelas Rania.
"Baiklah. Lain kali kita akan berkenalan saat ada suamimu." Ujarnya tersenyum dan berlalu dari sana.
Di meja lain, di mana Maikel berada. Maikel duduk dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai model.
Liandra Sastia, model sebuah majalah terkenal di indonesia. Dia telah berhubungan dengan Maikel sebelum Maikel menikah dengan Rania dan hingga kini keduanya pun masih menjalin hubungan, hubungan yang Rania sendiri tahu hubungan seperti apa mereka jalin.
"Sayang, aku tinggal dulu. Rania ada di sebelah sana, jangan sampai ada yang mengaduhkan kita pada papa." Ujar Maikel.
"Huuf! Sungguh tidak enak sekali berhibungan seperti ini. Kenapa kau tidak menceraikan saja dia?" Ucap Liandra.
"Tenanglah! Setelah papaku memberi semua warisannya padaku, aku akan menceraikannya." Ucap Maikel meyakinkan pada Liandra.
"Percepatlah Maikel, atau aku akan bosan setelah lama menunggu." Ucap Liandra malas.
"Baiklah! Akan ku usahakan. Aku pergi dulu." Pamit Maikel dan kembali pada Rania.
Sementara Maikel dan Liandra tidak tahu bahwa seorang pria tengah mendengarkan pembicaraan mereka.
Pria yang sama yang telah menyapa Rania tadi. Dengan tersenyum, dia kembali melangkah mengikuti Maikel yang kembali ke mejanya bersama Rania.
"Slamat malam Tuan Maikel!"
"Slamat malam juga, Tuan Erkan." Jawab Maikel.
Erkan Dimatra, pengusaha terkenal di asia tenggara yang bergerak di bidang industri. Memiliki tambang emas dan tambang batu bara.
Erkan adalah seorang duda dan mempuyai seorang putri yang di namai Gelora Dimatra. Erkan menceraikan istrinya saat usia Gelora masih 6 bulan, karena sang istri yang tak mau mengurus anaknya sendiri, dan menyukai kehidupan bebas.
"Dari mana saja anda Tuan Maikel? Anda meninggalkan istri secantik ini duduk sendiri!" Ujar Erkan.
"Oh, iya. Tadi saya ada di sebelah sana, ada rekan bisnis yang mengajak saya mengobrol."
"Hati-hati Tuan Maikel. Nanti ada yang mencuri istri cantikmu ini!!" Seru Erkan dan berlalu dari tempat itu.
Maikel menatap Rania tajam, seperti mempertanyakan maksud dari Erkan. "Pulang sekarang!!" Seru Maikel pada Rania.
.
.
.
.
.
Dukung author ya...
Like, coment and Votenya...
Hadiahnya juga😊
By... By...🤗🤗🤗
Maikel menatap Rania tajam, seperti mempertanyakan maksud dari Erkan. "Pulang sekarang!!" Seru Maikel pada Rania.
Rania melihat tatapan yang tak mengenakan dari suaminya kemudian beranjak dari kursi mengikuti langkah sang suami yang akan kembali ke rumah mereka. Rumah yang bagai neraka untuk Rania, tidak ada kebahagiaan di rumah itu. Apalagi saat Rania di tuduh mandul oleh sang ibu mertua.
Di dalam mobil tak cakap antara kedua pasangan suami istri itu, keduanya hanya diam tanpa sepata kata pun.
******
Di tempat lain, Erkan pun telah kembali ke mansionnya. Dia menaiki anak tangga menuju kamarnya sendiri, namun sebelum tidur Erkan mempunyai kebiasaan yang mengharuskan dia untuk mengecup sang putri sebelum terus menuju kamarnya.
Kamar Gelora berada di samping kamar Erkan. Dia akan mampir untuk mengecup wanita cilik itu sebelum melanjutkan ke kamarnya sendiri.
Klek
Suara hendel pintu yang terbuka. Dilihatnya sang wanita cilik yang yelah terlelap di kasur seorang diri. Dia masuk menuju sisi ranjang sang putri kecil yang selama ini menjadi penyemangatnya. Di usapnya kepala putri semata wayang itu lalu mengecupnya.
"Kau akan segera mempunyai mommy, sayang! Bersabarlah. Deddy tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, wanita itu akan menjadi mommymu!" Seru Erkan dalam gumamannya.
"Benarkah, Deddy?" Pelukan hangat di berikan Gelora pada Deddynya.
"Haa! Peri kecilku tidak tidur?" Kaget Erkan saat Gelora membuka suara.
"Hihihi! Deddy, aku bertanya padamu. Sungguhkah, aku akan punya mommy?" Tanya Gelora antusias.
Dengan anggukan Erkan sekaligus menjawab pertanyaan putrinya, "tentu saja, sayang! Deddy tidak pernah berbohong padamu."
Kecupan bertubi-tubi di berikan Gelora saking bahagianya karena di janjikan mommy oleh Erkan, hingga wanita cilik itu kini sudah berada di atas tubuh sang Deddy.
"Hore... Deddy benar! Deddy tak pernah bohong." Seru gadis yang berusia hampir 6 tahun itu.
"Baiklah! Kau harus tidur sekarang. Agar mommy cepat datang." Ujar Erkan.
"Tentu saja! Aku tidak akan nakal sampai mommy datang ke rumah." Ucap Gelora dengan semangat.
Erkan menganggukan kepalanya dan menidurkan sang anak di ranjangnya. Dia menunggu hingga putrinya terlelap setelah itu kembali menuju ke kamarnya.
******
Sementara di tempat Maikel dan Rania sudah sampai dan berada dalam kamar mereka, Maikel tak henti-hentinya memaki pada Rania. Dia berpikir mungkin saja Rania menjelek-jelekannya di hadapan Erkan sewaktu dia tidak ada, bahkan dia pun berpikir jika Rania menggoda Erkan saat itu.
"Dasar ja**ng! Kau sungguh tidak tahu diri. Apa kau menggoda Erkan saat aku tidak ada? Lalu kau menjelekanku padanya!" Pekik Maikel.
"Astaga, Mas. Tidak ada yang seperti itu. Aku bahkan mengusirnya saat duduk di meja kita." Bantah Rania.
"Meja kita? Haa!! Ingat, itu mejamu sendiri. Bukan meja kita."
"Tega kamu, Mas. Apa kau pikir aku tidak tahu, kau bersama siapa di sana! Lalu kau ingin menuangkan segala kesalahanmu padaku." Air mata Rania tak dapat dibendung lagi, jatuh menetes dan membasahi pipinya.
"Jadi kau mau bilang, jika itu semua salahku! Kau yang menggoda Erkan dan kau mengatakan aku yang salah." Rania tak lagi membantah, kini dia dudul di tepi ranjang menuangkan segala kekesalannya." Apa yang cari dari laki-laki itu Rania. Apa kau haus akan belaian laki-laki lain?" Kini Maikel telah mengcengkram dagu Rania dengan ketat.
"Mas! Jangan lancang kamu." Suara rania menggelegar di ruangan tertutup itu.
"Lalu apa? Untuk apa kau mengoda Erkan, jika bukan karna ja**ng sepertimu yang haus akan sentuhan pria-pria seperti kami!" Rania sungguh merasa terhina akan kata-kata suaminya, dia tak dapat membantah lagi. Hanya air mata yang bisa menkawab kebungkamannya
"Diamnya dirimu, mengartikan itu benar Rania. Jika kau memang membutuhkan belaian aku akan memberikannya." Lanjut Maikel yang sudah lepas kendali karena emosinya.
"Jangan mendekat, Mas! Aku tidak mau." Ucap Rania mencoba menghindar dari serangan Maikel.
"Apanya yang tidak mau? Akan ku berikan apa yang kau cari!" Dengan segera Maikel menangkap Rania dan membantingnya di atas kasur.
"Aku membencimu, Mas! Aku membencimu." Hanya itu kata-kata yang dapat di ucapkan Rania dengan airmata yang tak henti-hentinya mengalir.
.
.
.
.
By... By...
"Aku membencimu, Mas! Aku membencimu." Hanya itu kata-kata yang dapat di ucapkan Rania dengan airmata yang tak henti-hentinya mengalir.
Beberapa menit berlalu, erangan panjang di lontarkan oleh Maikel yang telah menembus sisi kenikmatannya yang terakhir, namun tidak dengan Rania yang merasa tersakiti oleh erangan itu, bahkan dia menggigit bibir bawahnya sendiri agar tak mengeluarkan suara-suara laknat yang akan membangkitkan gairah dari sang pria yang kini berada di atas tubuhnya.
Selesai mengeluarkan seluruh dahaga birahinya Maikel turun dari kasur memakai pakaiannya dan meninggalkan Rania telentang di tempat tidur sendiri.
"Akan ku balas kau, Mas!!" Gumam Rania dengan isak tangis yang tertahan.
Rania menurunkan dirinya dari atas kasur dan berjalan menuju kamar mandi, memasukan badannya ke dalam bathtup.
******
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Rania telah bersiap-siap dengan pakaian formal serta tas yang di jinjingnya, padahal Rania tidak bekerja tapi dia bersiap seperti orang yang ingin pergi bekerja.
Dia berjalan dengan santai menuruni anak tangga, di bawah sudah berada Mella, maminya Maikel dan Velonia adik Maikel.
"Mau ke mana kau?" Tanya Mella yang tak lain adalah maminya Maikel.
"Maaf Mi! Hari ini aku mau kerja." Jawab Rania.
"Apa? Kerja? Yang benar saja, kau itu tidak becus mengurus rumah tanggamu dan sekarang kau ingin bekerja." Ketus Mella.
"Apa salahnya, Mi? Jika aku ingin bekerja. Lagipula Mas Maikel tidak melarangku." Ucap Rania.
"Salahnya kamu itu tidak bisa memberi keturunan dan sekarang mau bekerja! Tidak bisa, kapan kamu mau punya anak kalau skarang harus di sibukan dengan bekerja." Bentak Mella.
Rania tak menjawab lagi, dia melangkahkan kakinya keluar rumah walau Mella terus meneriakinya.
"Rania! Berhenti kamu, jangan pergi atau mami adukan pada Maikel."
"Hei! Apa kau tuli? Mami memanggilmu." Tegur Velo saat Rania ingin keluar dari rumah sambil memegang pundaknya.
Tanpa suara Rania menghempaskan tangan Velo dan segera pergi dari sana.
"Kurang ajar!" Umpat Velo.
******
Kini Rania telah berada dalam taksi, pergi ke tempat sahabatnya.
Kini Rania sudah sampai di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar.
Tok tok tok tok
Klek
"Rania!!" Sapa Novi kaget.
Novi adalah sahabat Rania sejak dia kuliah, tapi semenjak menikah Rania tak lagi mengunjuginya. Itu semua karena Maikel yang tak mengijinkan lantaran menganggap Novi orang dari kalangan biasa yang akan mempermalukan dirinya jika berteman dengan Novi.
"Novi!" Rania mendekap sahabat satu-satunya yang telah lama tak bertemu.
"Astaga Ra, ada apa?" Tanya Novi membalas pelukannya.
"Vi, aku nggak tahan lagi. Aku nggak tahan dengan sikap mas Maikel!" Aduh Rania.
"Cup-cup-cup, tenang ya! Ayo masuk dulu, lalu cerita sama aku."
Novi mengambilkan air untuk Rania kemudian duduk bersamanya di sofa kecil ruang tamu yang kecil itu.
"Lama sekali Ra! Akhirnya kamu ingat juga sama aku." Ujar Novi.
"Maaf! Kamu taukan mas Maikel, dia tidak mengijinkan aku bertemu kamu!" Ucap Rania.
"Aku tau! Lalu kenapa dengan hari ini? Apa kau bertengkar dengannya?"
"Bukan hanya bertengkar, tapi juga aku sudah tidak tahan lagi. Mas Maikel tak pernah menganggap aku sebagai istrinya," ucap Rania.
"Rania, sejak dulu aku sudah tau dengan sikap Maikel. Tapi apa yang bisa kuperbuat," Novi menghela nafasnya malas.
"Nov, sekarang aku mau kerja." Ujar Rania.
"Kerja di mana?" Tanya Novi.
"Mau cari kerja, maksudku!" Seru Rania.
"Aku kira sudah kerja! Terus mau kerja di mana?" Tanya Novi lagi.
"Nggak tau!" Rania menggelengkan kepalanya.
"Ya udah. Ntar aku tanya-tanya, siapa tau ada lowongan buat kamu." Ucap Novi.
"Iya, kabarin ya. Aku bosan di rumah terus, apalagi mertuaku, yang selalu menuduhku mandul."
"Astaga! Kenapa tidak minta cerai saja?" Rania hanya diam mendengar ucapan Novi, kalau semua segampang itu. Pasti sudah dari dulu dia meminta cerai dari Maikel. "Sudahlah! Aku siap-siap dulu, hari ini aku mau kerja." Lanjut Novi.
Novi bersiap-siap untuk untuk pergi bekerja, sementara Rania menunggu dengan memainkan handphonenya.
"Ra, habis ini kamu mau ke mana? Atau kamu tinggal di sini dulu, ntar baru pulangnya." Usul Novi tidak di setujui oleh Rania.
"Nggak, kita naik taksi sama-sama! 'Kan satu arah." Jawab Rania lalu beranjak dari kursinya.
Rania dan Novi menghabiskan waktu dengan mengobrol di dalam taksi hingga akhirnya Novi sampai lebih dulu.
"Aku turun ya! Kamu hati-hati. Kalau ada apa-apa datang saja ke kontrakanku." Ucap Novi dan di angguki oleh Rania.
Dari dalam taksi Rania melihat seorang anak kecil yang ingin menyebrang di tengah padatnya kendaraan yang berlalu lalang.
"Pak, stop." Rania memberikan uang pada Supir taksi lalu turun.
Rania hendak menyebrang untuk membantu anak itu, namun kendaraan yang melaju dengan kencang sudah akan mencapai wanita kecil yang akan menyebrang jalan itu.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!