NovelToon NovelToon

My Arrogant Husband

Pengkhianatan

Lutut Tiara lemas seketika saat melihat pemandangan yang ada di depannya. Jantungnya seperti diremas dan ditusuk sembilu. Penglihatannya seakan gelap gulita karena tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya akan melihat pemandangan mengerikan seperti ini. Pemandangan yang tak pernah ingin dia lihat seumur hidupnya.

Kue yang baru saja dibelinya pun terjatuh seketika itu juga. Bahkan tangannya tak sanggup untuk memegang benda apapun.

Seorang pria dan wanita terlihat sedang melakukan peraduan di atas ranjang. Suara erangan dan ******* pun terdengar jelas di telinga Tiara. Getaran ranjang seperti mewakili pertempuran panas itu. Membuat dada Tiara seakan dihantam tombak tajam.

Dia terduduk lemas di lantai tanpa bisa berkata apapun. Apa yang kurang darinya? Di mata semua orang, dia adalah gadis yang sempurna. Bahkan tak sedikit pria kaya yang berlomba-lomba mendekatinya, namun kekasihnya yang memenangkan hatinya. Tapi, yang didapat olehnya adalah sebuah pengkhianatan. Bahkan pengkhianatan itu dilakukan bersama orang yang sangat dekat dengan Tiara sendiri, yaitu Melia.

Dirinya yang baru saja pulang dari tugasnya yang melakukan pekerjaan di luar kota. Bermaksud memberikan kejutan pada kekasihnya, Leo. Namun, di dalam apartemen itu, dirinya malah yang diberi kejutan.

"Sayang, kapan Tiara akan pulang?" tanya Melia sambil mengalungkan tangannya di leher Leo.

"Katanya besok, Sayang."

"Yaaah, aku jadi tidak bisa tinggal di sini lagi, ya," ucap Melia yang sesekali mengeluarkan suara des*h*n. Suara yang sangat menyakitkan bagi Tiara, orang yang telah mereka bodohi selama ini.

Tinggal di sini? Berarti selama Tiara pergi, Melia tinggal di tempat ini? Padahal, selama ini dia berpikir bahwa Melia adalah sabahat sejatinya. Namun, gadis itu hanyalah pengkhianat yang selalu ingin merebut semuanya dari Tiara. Teman, orang tua, bahkan kekasihnya.

"Jangan khawatir, Sayang, kita tidak akan ketahuan. Aku selalu bisa meyakinkan dirinya bahwa hanya dialah wanita yang aku cintai."

"Lagipula kenapa kamu masih mempertahankan dia? Tinggalkan saja dia!" Melia terlihat sangat kesal pada Leo hingga memukul dada bidang pria itu. Leo tertawa kecil sambil terus menggerakkan tubuhnya.

"Sayang, semua tidak semudah itu karena kedua orang tua kami adalah teman. Mereka dulu adalah teman satu SMA dan masih dekat sampai sekarang. Makanya, aku tidak bisa meninggalkan Tiara." Leo mengusap pipi Melia sambil sesekali mend*s*h.

"Tapi aku ingin menjadi satu-satunya di hidupmu. Kamu tahu? Aku bersahabat dengannya selama lima tahun. Namun, aku tidak pernah sekalipun menyukainya. Aku hanya mendekatinya agar bisa mendapatkan banyak teman karena dia gadis pintar. Aku juga sering menjebaknya agar orang tuanya marah padanya." Melia tampak terkekeh dengan kejujurannya.

Tiara menggelengkan kepalanya sambil menangis. Dia tak menyangka jika selama ini Melia tak pernah tulus bersahabat dengannya.

Dia jadi ingat saat dulu, orang tuanya sering marah padanya karena kesalahan yang tak disengaja. Ternyata, itu adalah perbuatan Melia.

Mereka pun selesai melakukan aktivitas panas itu setelah Leo menyelesaikannya. Hingga saat pria itu ingin mengambil baju, dia pun terkejut setengah mati saat melihat keberadaan Tiara yang masih terduduk di pintu sambil menangis.

"Tiara!" Leo langsung memakai handuknya dan menghampiri Tiara.

Namun, saat akan disentuh, Tiara langsung menjauh. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!"

Sementara Melia yang masih di atas ranjang terlihat tersenyum puas karena pada akhirnya, Tiara mengetahui semuanya. Dia tak perlu lagi bersembunyi di belakang Tiara jika ingin memadu kasih dengan Leo.

"Tiara, Sayang, semua ini salah paham. Aku khilaf." Leo masih berusaha membujuk Tiara meski sudah tertangkap basah.

"Khilaf katamu? Mana ada orang khilaf yang melakukan kesalahanan berulang kali!" Tiara berteriak kencang di depan wajah Leo. Rasa cinta yang sebelumnya kini telah berubah menjadi rasa benci yang membuncah.

Leo, dia adalah pria yang dia kenal sebagai rekan bisnis bos perusahaannya, yaitu Ryan. Apalagi, setelah kedua keluarganya mengadakan reuni, mereka pun semakin dekat hingga akhirnya memutuskan untuk menjalin kasih. Namun tak disangka, sikap Tiara yang tak ingin bercinta sebelum menikah menjadi alasan Leo berselingkuh darinya dengan sahabatnya yang sering gonta ganti pasangan itu.

"Tiara, aku…"

"Mulai sekarang kita putus!" Tiara melepaskan sebuah cincin pemberian Leo dan mencampakkannya begitu saja ke sembarang arah.

Sebelum pergi, di terlebih dahulu menatap Melia yang juga menatapnya dengan tajam. Dirinya pun segera pergi dari apartemen itu dengan perasaan hati yang hancur. Bersamaan dengan itu, bosnya yang terkenal galak pun meneleponnya dan malah menyuruhnya datang ke rumah karena ada pekerjaan penting. Bagaimana ini? Apakah dia bisa bersikap profesional?

Menangis

Tiara masih menangis sepanjang perjalanan menuju rumah bosnya.

"Kenapa dia malah menyuruhku ke rumahnya? Tidak bisakah aku bersedih dengan baik?" Tiara terus menerus menggerutu. Menyesali bosnya yang selalu seenak jidatnya. Mentang-mentang dia adalah asisten pribadi, bosnya seenaknya saja memerintah dirinya kapanpun pria itu mau.

Ryan, yang bernama lengkap Ryanda Ramadian. Dia adalah pria berusia dua puluh lima tahun. Seorang CEO di perusahaan ayahnya yang bernama Rama Adrian. Sama halnya seperti ayahnya yang terkenal galak, Ryan juga sangat galak dan suka memerintah seenaknya. Memang, dia adalah anak satu-satunya dan menjadi pewaris tunggal. Akan tetapi, dia malah memanfaatkan kesempatan itu untuk memerintah sesukanya.

Sesampainya di rumah rumah Ryan, Tiara pun langsung mengusap air matanya dan memakai sedikit make up agar wajahnya tidak kelihatan habis menangis.

Dia pun masuk ke dalam rumah itu setelah seorang pembantu membukakan pintu.

"Masuk, Mbak, sudah tunggu Pak Ryan," ucap sang pembantu.

"Pak Ryan marah tidak, Bu?" tanya Tiara ragu.

"Lumayan, Mbak. Katanya dia baru saja menerima berita tidak mengenakkan dari orang tuanya. Tapi tidak tahu berita seperti apa."

Tiara hanya mengangguk saja. Dia pun berjalan menuju ke lantai dua, tepatnya di ruangan kerja Ryan.

Pintu pun diketuk olehnya hingga terdengar suara pintu terbuka sendiri. Pintu otomatis itu tentu saja diaktifkan dengan mode jarak jauh sehingga Ryan tidak perlu membukanya.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya kesal. Raut wajah yang tak pernah bisa berubah. Mau suasana hati senang ataupun marah, raut wajahnya tetap seperti itu. Selalu masam dan galak.

"Maaf, Pak, tadi saya sedang…."

"Sudahlah, alasanmu sama sekali tidak penting bagiku! Sekarang bantu aku mengerjakan ini semua!" Ryan pun memberikan laptopnya pada Tiara.

Setelah dilihat, Tiara pun mulai mengerjakannya. Sebenarnya pekerjaan ini bukanlah pekerjaannya karena dia hanya melayani kebutuhan pribadi Ryan saja, bukan pekerjaan yang harusnya dilakukan sekretarisnya. Namun, Tiara selalu saja mendapatkan pekerjaan ini tanpa bisa menolaknya.

"Denis sedang sakit! Dia memang sangat lemah!" ucap Ryan seolah membaca pikiran Tiara yang sedang menggerutu tentangnya.

'Sakit? Ya jelas dia sakit, Pak. Anda menyuruhnya bekerja lembur sampai jam lima pagi. Lalu pukul tujuh, anda menyuruhnya ikut meeting di luar kota. Dan malam harinya, anda malah menyuruhnya menjaga mobil anda. Ya jelas dia sakit. Dia itu manusia, bukan robot!' batin Tiara kesal.

"Oh, ya, besok kita ada meeting penting bersama Pak Leo. Semua file sudah dikirim Denis, kamu hanya tinggal mempelajarinya saja dan menggantikan dirinya besok untuk presentasi."

Begitulah kalimat yang seenaknya keluar begitu saja dari mulut Ryan. Dia menyuruh Tiara untuk menggantikan posisi Denis, padahal pekerjaannya tidak ada kaitannya dengan itu.

"Leo itu kekasihmu, kan? Berterima kasih lah karena kamu bisa bertemu dengannya tanpa mengatur jadwal terlebih dahulu."

Mendengar hal itu, Tiara pun tak mampu membendung perasaan sedihnya lagi. Padahal dia sudah berusaha untuk melupakan kejadian tadi. Tapi, kini Ryan malah mengungkitnya kembali.

"Huuaaaaa." Tiara pun menangis tersedu-sedu. Hal itu pun malah membuat Ryan terkejut. Kenapa Tiara menangis sampai seperti itu di depannya? Bahkan selama ini dia tidak pernah melihat Tiara menangis.

"Hei, kamu kenapa? Kenapa menangis? Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Apakah menggantikan pekerjaan Denis adalah hal yang berat?" Ryan tampak kebingungan melihat Tiara yang masih terus menangis tanpa mau berkata sedikitpun.

"Tidak, Pak, bukan itu! Huaaa! Saya sedih karena baru saja memergoki Leo berselingkuh dengan sahabat saya sendiri!" Tiara mengambil tisu dan mengusap air matanya meski terus saja berjatuhan.

"Hah? Leo melakukan itu? Dengan sahabatmu? Yang sering bersamamu itu? Yang rambutnya seperti habis disetrika?"

"Bukan habis disetrika, Pak. Rambutnya memang begitu karena dia adalah model shampo terkenal."

"Tapi, haruskah kamu mengaitkan masalah pribadi dengan pekerjaan?" Meski sedikit kasihan, namun Ryan tidak ingin mengganggu pekerjaannya.

"Seharusnya tidak, Pak. Tadi saya ingin sekali pulang ke rumah dan menangis semalaman. Tapi Bapak menyuruh saya ke sini secara tiba-tiba. Wajar kalau saya menangis di sini."

"Kan saya tidak tahu kalau kamu baru memergoki Leo selingkuh." Ryan masih saja membela dirinya. Ya, dia memang tipikal bos yang tidak ingin disalahkan. Meskipun dirinya yang salah, dia lebih suka melimpahkannya pada orang lain.

Bingung

"Sudah, dong, kenapa kamu tidak bisa diam? Kalau kamu terus-menerus terisak seperti ini, bagaimana kita bisa melanjutkan pekerjaan?" Ryan semakin kesal melihat tingkah Tiara yang menurutnya sangat berlebihan itu.

"Ya mau bagaimana lagi, Pak? Bapak sendiri kalau lagi patah hati, mana mungkin Bapak tersenyum senang?" Sambil terisak, Tiara malah berbalik bertanya pada Ryan.

"Ya mana saya tahu! Saya sendiri juga tidak pernah..." Ryan menghentikan ucapannya saat melihat tatapan terkejut Tiara.

"Tidak pernah diselingkuhi! Malah saya yang memutuskan mereka kalau sudah tidak cocok lagi!"

Tiara pun mengangguk mengerti. Tadinya dia ingin terkejut karena berpikir bahwa bosnya satu ini tidak pernah berpacaran. Namun, ternyata pria ini adalah salah satu bad boy.

"Sekarang berhentilah menangis agar kita bisa bekerja!" Ryan mendengkus kesal sambil mendudukkan dirinya ke kursi di sebelah Tiara.

"Iya, Pak, hik, hik." Tiara berusaha untuk menghentikan tangisannya. Namun, rasanya sangat susah untuk melupakan kejadian menjijikkan tadi. Bayangan saat Leo dan sahabatnya beradu di atas ranjang benar-benar telah mengotori mata dan pikirannya. Apalagi dia sendiri belum pernah melakukan hubungan seperti itu dengan pria manapun termasuk Leo.

"Apa yang biasanya membuat kamu tenang? Makanan? Minuman?"

"Saya biasanya tenang kalau minum cranberry juice dan makan spaghetti, pizza, dan steak, Pak."

"Kamu mau buat saya bangkrut, ya? Makanan dan minuman yang kamu minta itu mahal semua. Dan memangnya kamu bisa menghabiskan semuanya?"

"Kalau tidak habis, saya kan bisa membawanya pulang, Pak."

"Aaah, ya sudah, saya akan segera memesannya. Awas saja kalau setelah makanan datang tapi kamu masih menangis, maka gajimu akan saya potong sebagai pengganti pembayarannya!" ancam Ryan. Dia pun langsung memesan makanan dan minuman itu dari sebuah aplikasi penyedia jasa penitipan makanan.

Setelah makanan datang, wajah Tiara pun langsung menjadi ceria. Dia mencoba semuanya sambil bekerja.

"Hei, jarimu bisa mengotori keyboard laptop saya dengan minyak dari makanan itu!" Ryan menatap tajam pada tangan Tiara yang memiliki banyak bekas minyak.

"Saya laper, Pak. Bagaimana dong? Kalau makan pizza pakai garpu, rasanya lama."

"Ya sudah, kamu bekerjalah, saya akan membantu kamu makan ini!" Ryan pun memotong bagian pizza dan menyuapkannya ke mulut Tiara. Begitu juga dengan steak dan spaghetti.

"Saya pernah melihat orang makan dengan porsi yang banyak, tapi baru kali ini saya melihat orang serakus dirimu. Bagaimana bisa ada wanita yang memakan porsi sebanyak ini?" Ryan menggerutu sambil terus menyuapi Tiara.

"Saya jarang makan makanan begini, Pak. Maklum saja, ya, hehe." Tiara hanya cengengesan saja mendengarnya.

"Gaji kamu kan banyak, memangnya kemana semua?"

"Untuk orang tua, adik dan kakak saya, Pak."

"Adik dan kakakmu? Mereka kan sudah menikah, kenapa kamu masih membantu biaya mereka?"

"Orang tua saya yang menyerahkannya pada mereka, Pak. Katanya karena kehidupan ekonomi mereka kurang baik. Suami adik saya malas kerja sehingga adik saya sering meminta pada orang tua kami. Sedangkan kakak laki-laki saya ekonominya lumayan sulit karena usahanya sedang sepi. Jadi, dia juga sering meminta pada orang tau kami."

"Apa orang tua kamu tidak keberatan?"

"Saya rasa tidak, Pak. Mereka tetap memberikannya meski dalam keadaan kekurangan."

"Oh, karena itu kamu memberikan banyak uang kepada mereka agar tidak kekurangan lagi?"

Tiara mengangguk pelan.

"Lalu, bagaimana kalau kamu nanti menikah? Apa kamu akan terus membiayai hidup mereka?"

"Selagi orang tua saya kekurangan, saya akan tetap memberikannya, Pak. Itu bakti saya sebagai seorang anak dan juga saudara bagi adik dan kakak saya."

"Bodoh."

Tiara langsung menoleh ketika bosnya mengatakan bahwa dirinya bodoh.

"Ya, Pak, kenapa?"

"Kamu itu bodoh! Mau-maunya jadi Shandwich Generation! Terlalu bodoh juga karena lebih mementingkan orang lain daripada dirimu sendiri."

Tiara hanya diam mendengar ucapan Ryan. Meskipun itu benar, namun dia tidak bisa berbuat apapun karena kedua orang tuanya memang tidak pernah mau mendengarkannya. Meski dia menjelaskan sampai mulutnya berbisa, Namun kedua orang tuanya tetap membela Kakak dan adiknya. Dan mengungkit tentang dirinya yang satu-satunya bisa kuliah.

Padahal, dia kuliah dengan menggunakan jalur beasiswa karena memiliki otak yang cerdas. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari, dia memiliki pekerjaan paruh waktu. Tak pernah sekalipun dia meminta pada orang tuanya. Namun, pemberiannya setiap bulan itu hanya dianggap sebagai balas Budi ya memang wajib dilakukannya karena sudah dibesarkan dari kecil.

Sedangkan Kakak dan adiknya mendapatkan pengecualian karena tidak mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah.

Dia hanya menghembuskan nafas pelan. Orang yang tidak mengerti bagaimana posisinya pun pasti akan berpikir bahwa dia adalah orang yang sangat bodoh. Tapi, dia tidak punya pilihan lain karena tipikal orang tuanya memang seperti itu.

Makanya, saat orang tua Leo datang dan ingin menjodohkan mereka, orang tuanya langsung setuju karena berpikir yang akan mau membantu perekonomian adik dan kakaknya.

Ya, Leo memang pernah membantu memberikan lowongan pekerjaan kepada suami adiknya dan juga Kakak laki-lakinya. Namun, itu hanya berlangsung sebentar karena suami adiknya dipecat akibat sering tidur di kantor, dan kakak laki-lakinya juga dipecat karena sering melakukan kesalahan pada pekerjaannya. Termasuk bertindak sesuka hati, mentang-mentang Leo adalah calon adik iparnya.

Leo tak bisa menolong mereka lagi karena perusahaan miliknya bukan hanya dipimpin olehnya saja. Makanya, dia tak bisa membantu banyak saat mereka dipecat.

Ah, jadi ingat Leo lagi. Tiara hanya bisa menghela nafas berat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!