"Minggir!"
Seorang gadis tampak berlari dari dalam sebuah kamar, yang ada dihotel paling terkenal di Kota itu. Beberapa lelaki berpakaian serba hitam tampak sedang mengejarnya membuat gadis itu harus mempercepat langkah kakinya.
"aku sedang dijebak, segera amankan cctv yang ada di hotel ini!" perintahnya pada seseorang disebrang telpon, dia segera mematikan panggilan itu setelah ucapannya selesai.
"Cepat tangkap dia!"
Gadis itu berbalik dan melihat orang-orang yang sedang mengejarnya, dia harus segera keluar dari hotel itu sebelum mereka berhasil menangkapnya.
Namun, sekarang situasi gadis itu sangatlah sulit. Suasana ramai dihotel itu menyulitkannya untuk keluar dari sana, beberapa kali dia memencet tombol lift tetapi lift itu tidak kunjung terbuka.
"Si*al! Awas saja kau Smith, aku akan membalasmu!"
Gadis itu terpaksa harus melalui tangga darurat untuk turun dari lantai 18, beberapa kali dia melompati tangga-tangga itu agar langkahnya semakin cepat.
"Mau ke mana kau?"
Dua orang lelaki tampak menghalangi jalannya, tetapi bukannya takut, dia malah menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis.
"Haagh!"
Brak! Gadis itu melompat dan menendang salah satu lelaki itu dengan kakinya hingga tersungkur di atas lantai, dia langsung memutar tubuhnya hingga kakinya mengenai kepala lelaki yang satunya lagi.
Brak! Suara benturan keras menggema di tempat itu, sementara dua orang lelaki yang menghalangi jalan gadis itu kini sudah terkapar di atas lantai.
"Aku harus sembunyi dulu!"
Gadis itu sadar kalau dia tidak bisa keluar dari sana dan memutuskan untuk bersembunyi, dia lalu berlari dilorong lantai 17 untuk mencari tempat persembunyian.
Dia melihat ke sana kemari sembari memperhatian setiap tempat, matanya lalu tertuju pada sebuah kamar yang sedikit terbuka dan langsung berlari masuk ke kamar tersebut.
Brak! Dia langsung menutup pintu kamar itu dengan napas tersengal-sengal, kakinya terasa hampir putus karna terus berlari sejak tadi.
"Hah, hah, hah, si*alan! Bisa-bisanya aku terjebak, awas saja kalian!"
Gadis itu lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, dia benar-benar merasa sangat lelah hingga seluruh tubuhnya telah basah dengan keringat.
Drt, drt, drt. Dia lalu merogoh sakunya untuk mengambil ponsel yang sedang bergetar. Dilihatnya siapa yang sedang menelpon, dan langsung menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan tersebut.
"halo,"
"Amora! Apa kau sudah gila?"
Dia terpaksa menjauhkan benda pipih itu karna mendengar suara teriakan seseorang, beberapa detik kemudian dia baru kembali menempelkannya ditelinga.
"Amora, jawab aku!"
"Aku tidak tuli, jadi jangan berteriak!"
Dia dapat mendengar helaan napas dari seseorang yang menelponnya, dia tau kalau lelaki itu pasti sedang berusaha untuk menahan kesal.
"Kenapa sih, kau susah sekali dibilangi? Udah berapa kali ku bilang kalau Smith itu tidak bisa dipercaya!"
Yah, dia juga tau semua itu. Dia juga merasa sangat kesal dengan lelaki bernama Smith yang telah menipu dan juga menjebaknya.
"Semua sudah berlalu, dan aku terlalu lelah untuk berdebat denganmu!"
Amora lalu memejamkan kedua matanya sembari menghirup udara sepenuh dada.
"baiklah, kalau gitu kau jangan keluar dari sana sebelum kami datang!"
"Oke!"
Tut, panggilan itu langsung terputus saat Amora sudah menjawab ucapan lawan bicaranya. Dia lalu meletakkan ponsel itu di samping tubuhnya tanpa memperhatikan sekitaran tempat dia berada saat ini.
Yah, begitulah keseharian gadis bernama Amora Charlene. Dia selalu berada dalam bahaya dengan dikejar-kejar oleh musuh-musuhnya, tetapi itu tidak membuatnya takut. Dia malah semakin gencar melawan bahaya untuk satu tujuan yang harus dia selesaikan.
Amora yang merasa sangat haus kembali membuka kedua matanya, perlahan dia bangkit dan turun dari ranjang untuk mencari sesuatu yang bisa dia minum.
"kenapa kamar ini wangi sekali? Apa yang menempatinya penjual bunga?"
Dia baru sadar kalau kamar yang sedang dia tempati sangat wangi, padahal setengah jam sudah berlalu sejak dia masuk ke tempat itu.
Tidak mau ambil pusing, Amora segera mengambil minuman yang ada di atas meja. Dia lalu meminum minuman itu sembari berbalik dan hendak kembali ke atas ranjang.
Byur! Minuman yang baru saja masuk ke dalam mulutnya, terpaksa kembali keluar saat dia melihat begitu banyak taburan bunga mawar di atas ranjang.
Mata Amora semakin membulat sempurna saat membaca tulisan yang ada di dinding, tepat berada di atas ranjang tersebut.
"Selamat menikmati malam panjang untuk kalian, sepasang pengantin!"
Deg, betapa terkejutnya Amora saat membaca tulisan itu. Dia lalu memperhatikan kesekeliling kamar itu yang dipenuhi oleh bunga-bunga, serta pernak-pernik hiasan yang menambah keindahan.
"Sh*it! Kenapa aku bisa masuk ke kamar ini?"
Amora menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal, bisa-bisanya dia masuk ke dalam kamar pengantin padahal ada ratusan kamar di hotel tersebut.
Tidak mau lagi berlama-lama di tempat itu, Amora memutuskan untuk segera membuka paksa pintu kamar itu dan berlalu keluar dari sana.
Namun, saat dia baru melangkahkan kakinya. Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka, dia lalu cepat-cepat berbalik dan masuk ke dalam lemari pakaian untuk bersembunyi.
"Sia*lan!"
Amora benar-benar melihat sepasang pengantin masuk ke dalam kamar itu, dia merasa seperti sudah jatuh tertimpa tangga.
Bagaimana tidak, sudah ditipu dan dijebak oleh seseorang, dan si*alnya lagi dia malah terjebak di dalam kamar pengantin, yang mungkin saja sebentar lagi mereka akan bercinta di hadapannya.
"Aku harus segera keluar dari sini, tapi, bagaimana caranya?"
Amora merasa bingung, tidak mungkin dia tiba-tiba keluar dari lemari dan mengejutkan mereka. Bisa jadi mereka akan berteriak dan membuat kehebohan, yang akan mendatangkan musuh-musuhnya.
"Atau aku ancam saja mereka, bila perlu bunuh sekalian!"
Yah, Amora sudah mendapat keputusan. Dia akan keluar dan menodongkan pistolnya pada mereka agar tutup mulut.
"Hentikan, Devan! Aku sudah bilang kalau aku tidak mencintaimu!"
Amora yang sudah bersiap untuk membuka lemari mendadak jadi diam saat mendengar suara wanita yang ada di kamar itu.
•
•
•
Tbc.
Terima kasih yang udah baca 😘
Selamat membaca karya baru aku 😍 semoga kalian menyukainya 🙏🥰
Tubuh Amora mendadak jadi kaku saat mendengar ucapan dari wanita yang ada di kamar tersebut.
"Apa maksudmu, Lidya?"
Amora membuka sedikit lemari pakaian itu untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi, dia mengernyitkan keningnya saat melihat kedua pengantin itu masih menggunakan pakaian pesta mereka.
"Apa ucapanku masih kurang jelas?"
Wanita bernama Lidya menghempaskan tangan lelaki itu dengan kasar, membuat lelaki itu menatapnya dengan nanar.
"Aku, aku benar-benar tidak mengerti dengan semua ini, Lidya? Aku ini suamimu, dan kita baru saja menikah. Tapi kenapa kau mengatakan kalau kau tidak mencintaiku, bukannya selama ini hubungan kita baik-baik saja?"
Lelaki yang masih menggunakan pakaian resepsi pernikahan itu terlihat sedih, dia mencoba untuk meraih tangan sang wanita tetapi terus ditepis dengan kasar.
"Aku, aku memang mencintaimu, Devan! Tapi itu dulu, dan sekarang tidak lagi!"
Deg, hati siapa yang tidak hancur saat mendengar ucapan yang terlontar dari mulut wanita yang sudah berstatus menjadi istrinya.
Baru beberapa jam yang lalu dia merasakan bahagia karna bisa menikahi wanita yang selama ini dia cintai, tapi sekarang, kebahagiaan itu langsung hancur karna wanita yang sama.
Amora terus memperhatikan apa yang terjadi, kedua tangannya mengepal kuat karna merasa emosi melihat lelaki bernama Devan yang terus diam diperlakukan dengan buruk oleh istrinya sendiri.
"Kenapa, Lidya? Kenapa kau melakukan ini padaku?"
Lelaki bernama Devan mengguncang tubuh Lidya membuat wanita itu tersentak kaget, untuk sesaat mereka saling berpandangan tanpa mengucapkan apa-apa.
"Dasar laki-laki bod*oh! Kenapa kau tidak langsung membunuhnya saja sih?"
Amora geram sendiri, sebuah ingatan lama tiba-tiba melintas dalam pikirannya membuat emosinya semakin membara.
Devan samakin memajukan tubuhnya dan bersiap untuk mengecup bibir istrinya, tetapi sayang, wanita itu mengelak dan mundur beberapa langkah ke belakang.
"Maafkan aku, Devan! Aku menikah denganmu hanya untuk memenuhi keinginan kedua orangtuaku, sementara aku sendiri sudah mencintainya lelaki lain!"
Sakit, itulah yang saat ini Devan rasakan. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya untuk membalas ucapan sang istri yang begitu menyayat hati.
Dadanya terasa sesak dan memanas, seolah-olah bara api sedang membakar seluruh jiwanya. Napasnya tercekat ditenggorokan hingga membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.
Brak! Tubuh Devan menghantam meja yang ada disudut ruangan, tangannya terulur memejangi meja tersebut untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
Lidya yang sudah akan melangkah mendekati Devan mengurungkan niatnya saat pintu kamar itu terbuka, tampaklah seorang lelaki berjalan dengan gagah ke dalam kamar tersebut.
"Kau sudah selesai, Sayang?"
Lelaki dengan setelan jaket tebal dan celana robek dibagian lututnya mendekati Lidya, dia bahkan mengecup bibir wanita itu tanpa memikirkan perasaan Devan.
"Ke-kenapa kau masuk?"
Lidya menahan tangan lelaki itu yang sudah akan merangkulnya, dia lalu melirik ke arah Devan yang menatap mereka penuh luka.
"Aku, aku akan pergi bersamanya! Tapi, tolong jangan katakan apapun pada orangtuaku! Apa kau mengerti?"
Sungguh, entah terbuat dari apa hati wanita itu sampai dia tega menghancurkan hati Devan sebegini dalam. Tidak cukup dengan ucapannya yang mengatakan kalau dia mencintai lelaki lain, kini wanita itu malah membawa lelaki tersebut ke dalam kamar mereka.
"Kau tidak bisa melakukan ini padaku, Lidya! Aku suamimu, seharusnya kau bersamaku, dan bukan dengan lelaki lain!"
Lidya yang sudah berbalik kembali melihat ke arah Devan, begitu pula dengan lelaki yang sedang bersamanya saat ini.
"Kau memang suamiku, tapi aku tidak mencintaimu! Jadi kau tidak pantas untuk mengatur hidupku!"
Untuk sekali lagi, Lidya mengucapkan kata-kata yang menusuk hati Devan hingga membuatnya geram, dan berjalan cepat mendekatinya.
"Kau tidak akan keluar dari kamar ini!"
Devan menarik tangan Lidya membuat wanita itu memberontak, sontak lelaki yang ada di samping wanita itu segera menarik tubuh Devan dan memukul wajahnya hingga terkapar di atas lantai.
"cih, dasar laki-laki tidak tau malu! Dia sudah mengatakan kalau dia tidak mencintaimu, lalu untuk apa lagi kau memaksanya? Hah!" teriak lelaki itu sembari menarik Lidya dan mendekapnya.
Devan berusaha bangkit dengan menahan sesak didada. "Kau yang tidak tau malu! Bagaimana mungkin kau bisa membawa istri orang lain pergi?"
Lelaki itu tersulut emosi, dia melepaskan dekapan tangannya dan bersiap untuk menghajar Devan. Namun, belum sempat tangannya mengenai wajah Devan. Lelaki itu sudah melayangkan pukulannya membuat dia tersungkur di atas lantai.
"Hentikan!"
Devan merasa tidak peduli, dia terus menghajar lelaki itu dengan amarah yang kian membara.
Amora yang tetap setia menjadi penonton tersenyum tipis, dia senang karna Devan membalas apa yang lelaki itu lakukan.
Devan terus menghujani pukulan-pukulan ke tubuh lelaki itu membuat dia tidak bisa untuk membalas. "Bajing*an, brengs*ek!"
"Hentikan, Devan! Apa kau sudah gila?"
Lidya berusaha untuk menghentikan apa yang Devan lakukan, tetapi itu semua tidak berhasil karna tenaga Devan benar-benar sangat kuat. Dia yang sedang kebingungan segera mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan memukulkannya tepat ke kepala Devan.
Bruk! Darah segar mengalir dari pelipis lelaki itu membuat pukulannya terhenti, Lidya segera menarik tubuhnya agar menjauh dari lelaki itu.
"kau benar-benar sudah gila, Devan! Kau gila!"
"kalau aku gila, lalu kau apa, Lidya?" lirih Devan, sungguh dia benar-benar sangat hancur saat ini.
Lidya terdiam, dia lalu bergegas membantu kekasihnya untuk berdiri. "Terserah kau mau mengataiku apa, tapi yang jelas aku akan pergi bersama kekasihku!"
Lidya membawa kekasihnya pergi meninggalkan lelaki yang berstatus sebagai suaminya, sungguh pemandangan yang sangat tragis bagi siapa saja yang melihatnya.
"Aaarrgh!"
Devan berteriak dengan sangat kencang hingga suaranya memenuhi seisi kamar, dia memukul-mukul lantai dengan tangannya sampai tangan itu terluka.
"Kenapa? Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Lidya? Apa salahku padamu? Aku sangat mencintaimu, aku benar-benar mencintaimu!"
Air mata Devan jatuh membasahi wajahnya yang sudah dipenuhi dengan darah, malam pertama yang seharusnya dilalui dengan kebahagiaan, kini justru berubah menjadi kehancuran.
Amora segera keluar dari tempat persembunyiannya mendengar racauan lelaki itu, kini dia berdiri tepat di hadapan Devan tanpa lelaki itu sadari.
"Dasar laki-laki bod*oh! Untuk apa kau menangisi wanita sia*lan sepertinya!"
Sumpah demi apapun, Amora tidak mengerti kenapa dia ikut campur dengan apa yang terjadi pada laki-laki itu.
Devan yang masih tertunduk segera mendongakkan kepalanya, dia terkejut melihat seorang wanita cantik sedang berdiri tepat di hadapannya.
"si-siapa kau?" tanyanya dengan tergagap.
"aku adalah penghuni kamar ini!"
"Apa?"
•
•
•
Tbc.
Terima kasih yang udah baca 😘
"aku adalah penghuni kamar ini!"
"Apa?"
Devan terlonjak kaget saat mendengar ucapan wanita yang ada di hadapannya, dia lalu melihat tubuh wanita itu dari atas sampai bawah.
"ja-jadi, ka-kau ini ha-hantu?" tanya Devan dengan tergagap, dia memundurkan tubuhnya sampai punggungnya menabrak ranjang.
Amora merasa sangat emosi mendengar ucapan lelaki yang ada di hadapannya, bagaimana tidak, wanita secantik dia malah dikatai hantu.
"Beraninya kau mengatai aku hantu?"
Amora melangkahkan kakinya mendekati lelaki itu, terlihat lelaki itu semakin panik sampai mencengkram selimut yang ada di belakangnya.
"Ja-jadi? Bukannya kau sendiri yang mengatakan kalau kau ini penghuni kamar ini?"
Amora terdiam, memang benar dia berkata seperti itu. Namun, bukan itu maksud dari ucapannya.
"aku manusia!" ucap Amora seakan-akan membantah ucapan lelaki itu tadi.
Devan menghela napas lega mendengar ucapan wanita itu, tapi sesaat kemudian dia menatap wanita itu dengan tajam.
"Jadi, apa yang kau lakukan di kamarku?"
Devan perlahan bangkit, dia menyeka darah yang masih mengalir dari pelipisnya menggunakan kemeja yang sedang dia pakai.
"Tidak ada!"
Hanya itulah yang Amora ucapkan, tidak mungkin dia mengatakan kalau dia sedang bersembunyi di kamar ini.
Devan melihat wanita itu dengan bingung, dia semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
"Apa, apa kau mendengar semuanya?"
Entah kenapa Devan merasa tidak nyaman, karna wanita itu pasti mendengar semua pertengkarannya dengan sang istri.
"yah, aku mendengar dan melihat semua kebod*ohanmu!"
"Apa?"
Devan benar-benar tidak habis pikir kenapa ada wanita aneh yang tiba-tiba berada di dalam kamarnya, dan lebih anehnya lagi, wanita itu saat ini mengatainya bod*oh.
"ke-kenapa kau berkata seperti itu? Kau tidak tau apapun tentangku!" ketus Devan, seenaknya saja wanita itu mengatai dia bod*oh padahal wanita itu tidak tau apapun.
"Aku punya mata dan telinga, kedua indra ini menjadi saksi kebod*ohanmu!"
Lagi-lagi wanita itu mengatainya bod*oh membuat emosi Devan mulai naik, perlahan dia berjalan mendekati wanita itu yang sedang menatapnya dengan tajam.
"sebenarnya siapa kau ini? Kenapa kau tiba-tiba ada di sini dan mengangguku?" tanya Devan, wajahnya berada tepat di depan Amora membuat pandangan mereka berdua bertemu.
Untuk beberapa saat, mereka saling berpandangan. Beberapa kali Devan menelan salivenya saat melihat wajah cantik nan manis dari wanita yag ada di hadapannya saat ini.
"Aku bisa membantumu untuk membalas dendam, tapi kau harus menjadi bawahanku!"
Tubuh Devan tersentak saat mendengar ucapan wanita itu, keningnya berkerut dalam mencoba untuk mencerna perkataan yang terlontar dari mulutnya.
Amora segera mengambil sesuatu yang ada di dalam saku celananya dan memberikannya pada Devan. "Hubungi nomor itu, maka kau akan bergabung denganku!"
Devan terpaku saat melihat kartu nama yang ada ditangannya, sumpah demi apapun, dia benar-benar merasa sangat pusing dan tidak mengerti dengan maksud dari semua perkataan wanita itu.
Brak! Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka membuat Amora dan Devan langsung melihat ke arah pintu kamar tersebut.
"Amora! Kau tidak apa-apa?"
Seorang lelaki berjalan masuk dengan diikuti oleh beberapa orang, dia langsung memegang kedua bahu Amora sembari memeriksa apakah wanita itu terluka atau tidak.
"Aku tidak apa-apa!"
Amora menepis tangan lelaki itu dan kembali melihat ke arah Devan. "Pikirkan tawaranku!"
Devan menganggukkan kepalanya walaupun dia sama sekali tidak paham membuat lelaki yang baru masuk ke dalam kamar itu mengernyitkan keningnya, dia bertanya-tanya penawaran apa yang Amora lakukan pada lelaki itu.
Amora lalu berbalik dan keluar dari kamar itu dengan diikuti oleh anak buahnya, dia terus berjalan ke arah luar menuju mobil yang sudah menunggunya.
"siapa laki-laki itu, Amora?" tanya lelaki bernama Samy saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Aku tidak tau!"
Samy berdecak kesal, Amora selalu saja seperti itu jika dia bertanya sesuatu. "Kalau kau tidak tau, kenapa kau bisa bersama dengannya?"
Kali ini, Amora yang berdecak kesal. Samy selalu saja bertanya hal-hal yang tidak penting padanya, bahkan hal-hal kecil saja selalu dia tanyakan.
"aku sedang bersembunyi!" ucap Amora dengan ketus, dia lalu menyandarkan tubuhnya dan memejamkan kedua mata.
Samy menghela napas kasar, dia lalu mengusap kepala Amora dengan sayang walaupun adiknya itu sama sekali tidak memperdulikannya.
Sementara itu, Devan yang masih terdiam di dalam kamar mencoba untuk memikirkan apa yang wanita itu ucapkan.
"Balas dendam?"
Devan kembali mengingat ucapan wanita tadi, dia mulai mengerti kalau balas dendam yang wanita itu maksud pasti karna pertengkarannya dengan sang istri.
"Apa wanita itu adalah seseorang yang dikirim Tuhan untukku?"
Devan membolak-balikkan kertas yang Amora beri padanya, dia lalu menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis.
"Baiklah, aku akan menerima tawaranmu! Dan aku ingin melihat, alasan kenapa kau memberi tawaran itu!"
•
•
•
Tbc.
Terima kasih yang udah baca 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!