Ruangan VIP karaoke sebuah hotel dipenuhi dengan suara hiruk pikuk. Suara tawa, nyanyian, obrolan, tangisan kebahagiaan berbaur menjadi satu. Itulah suara-suara para mahasiswa yang baru saja merayakan kelulusan mereka.
Begitu bisingnya hingga suara deringan ponsel tidak terdengar .....
"Gue keluar bentar ya, Mommy telepon nih," ujar Clara, diikuti anggukan Lily, sahabat Clara.
Clara keluar dari ruangan tersebut tapi masih terdengar suara bising karena ruangan tersebut masih berada di dalam sebuah bar.
"Claraaaa, Mommy telepon sampai berapa kali kamu nggak angkat-angkat....," Clara menutup telinga sambil menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya.
"Ya si Mommy, mana kedengeran, kan Cla udah bilang Clara sama teman-teman pergi karaoke-an, sekalian nginep....party Mom, partyyyy....,” kata Clara yang suka membuat Mommy Kezia kelimpungan.
"Nih anak ampunnnnn.....besok kamu pulang jam berapa Cla? Mommy sama Daddy kebetulan mau pergi ketemu Aunty Hera, teman SMA Daddy dan Mommy."
"Belum tau Mom, tapi tenang aja, Cla bawa kunci kok seperti biasanya,” kata Clara
"Ya sudah, kamu pulang hati-hati ya."
"Siappp Mrs. Kezia...," seulas senyum muncul di wajah Clara.
Clara kembali masuk ke ruang karaoke untuk menikmati pesta kelulusan bersama teman-teman terdekatnya.
Sementara itu di bar hotel tersebut,
"Siallan! Siallan! Gue sengaja cari waktu balik dari Switzerland kesini cuma buat nemuin dia, dia malah asik-asikan sama pria lain....,” gerutu Chris sambil meletakkan gelas minumannya dengan kasar.
"Sabar bro, wanita bukan cuma Ella doank kan." Ervan memegang bahu Kris untuk menenangkannya.
"STOPPP, jangan lo sebut lagi nama tuh cewe, Van. Gue udah nggak mau ada sangkut pautnya sama tuh orang,” kata Chris setengah mabuk.
"Balik yuk bro, lo udah mulai mabok tuh, ntar lo nggak bisa nyetir lagi," Ervan menghabiskan isi gelasnya dan berusaha menarik tangan Chris agar pulang.
"Ogah. Lo balik aja dulu sana, lo urus meeting besok. Gue nggak balik, gue bisa nginep disini,” Chris tertawa sambil mengisi gelasnya lagi.
"Gue cabut dulu kalo gitu. Jangan kebanyakan minum bro, jangan gila cuma gara-gara wanita itu. Mati satu tumbuh seribu, lagian siapa yang bakalan nolak seorang Chris Neutron …," Ervan menepuk bahu Chris dan melambaikan tangannya.
Chris terus menegak minumannya, ia melampiaskan semua kekesalannya. Sebenarnya sudah lama ia meninggalkan kebiasaan minum-minumnya sejak ia berniat serius dengan Marcella. Tapi kejadian hari ini membuatnya sangat amat kesal.
Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Marcella sedang bersama laki-laki lain, di atas tempat tidur, tanpa sehelai benang pun. Kalau ia tidak ditarik oleh Ervan, mungkin ia sudah menghabisi laki-laki yang bersama Ella.
Kejutan lamaran yang ia siapkan bersama Ervan berakhir sia-sia, malah justru mendapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan.
**
"Cla, naik yuk...ngantuk nih gue,” kata Lily sambil menarik tangan Clara.
"Lha ini si Jason begimana? masa mau lo tinggal? ntar die selonjoran ampe pagi disini,” kata Clara diikuti tawa Lily.
"Trus lo mo angkut si Jason kemana?" tanya Lily.
"Gue udah telepon Kak Janet, bentar lagi dateng kok. Lo naek duluan gih ke kamar, gue punya card satu lagi kok,” kata Clara.
"Lo tuh terlalu bae Nik. Si Jason kan suka isengin lo, masih aja lo jagain tuh cecurut. Kalau gue mah, udeh gue coret-coret tuh mukanya mumpung die lagi nggak sadar,” Clara dan Lily pun tertawa terbahak-bahak.
"Iseng-iseng gini kan tetep hopeng, Li. Ntar kalo die diapa-apain sama genderuwo, lo mau tanggung jawab?" tanya Clara.
"Lo yang tanggung, gue yang jawab,” jawab Lily tertawa, “Ya sutra lah, gue naek dulu ya, badan gue serasa remuk redam."
"Sippp, tidur jangan serakah ye, ntar gue balik ga dapet tempat lagi,” kata Clara.
"Makanya jangan lama-lama, tinggal aje tuh cecurut....," tawa Lily sambil melenggang pergi.
Clara melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kepalanya agak pusing akibat terlalu lama mendengar suara bising. Ketika ia hampir tertidur di sebelah Jason, ia tersadar karena ada yang masuk ke ruangan tersebut.
"Eh, Kak Janet …,” kata Clara.
"Sorry ya Cla, jadi ngerepotin kamu,” kata Janet sambil pelan-pelan mengangkat tangan Jason untuk memapahnya.
"Nggak kok Kak, malahan kita yang sorry, bikin Jason ampe teler gitu,” kata Clara.
"Nih anak mah nggak bisa liat tempat kalo mau tidur, ngantuk dikit langsung tepar,” kata Janet sambil tertawa.
"Kamu mau ikut pulang sekalian nggak Cla?" tanya Janet
"Nggak kak, Lily lagi nungguin di atas. Kita udah pesan kamar, memang udah rencana mau nginep di sini. Cuma si Jason diajakin nggak mau."
"Dia bukan nggak mau Cla, tapi nggak bisa. Besok ada pertemuan keluarga ke Bandung, jadi jam 8an udah berangkat,” kata Janet sambil memapah adiknya ke arah luar.
"Clara bantu ya kak."
"Nggak usah Cla, kakak bisa kok, kecil ini mah. Thanks ya Cla,” kata Janet sambil melangkah pergi.
"Hati-hati kak,” kata Clara sambil melihat kepergian Janet.
**
Chris yang sudah sangat mabuk, berjalan menyusuri koridor kamar. Ia sudah meminta asistennya untuk memesankan kamar dan tidak mengganggunya. Ia sedang dalam suasana hati yang buruk dan hanya ingin sendiri.
Ia berjalan tak tentu arah, ke kanan dan ke kiri, seperti sudah mulai kehilangan keseimbangan. Akhirnya ia terjatuh terduduk di koridor.
Clara yang melihatnya tanpa sadar langsung berlari menolongnya. Clara memang seorang gadis yang sangat baik, ia rela menolong siapapun meskipun ia tidak mengenalnya. Hal itulah yang selalu ditakuti oleh sahabat-sahabatnya, mereka takut orang jahat mengambil kesempatan terhadap Clara.
Clara menghampiri Chris yang berada dalam keadaan antara sadar dan tidak.
"Kak, kakak nggak apa-apa?" tanya Clara. Ia memanggil Chris dengan sebutan kakak, karena ia melihat sepertinya umur Kris tidak terlampau jauh darinya.
Clara saat itu berusia 22 tahun dan Chris berusia 29 tahun.
Chris membuka matanya, dan melihat Clara. Ia tidak terlalu jelas melihat Clara karena pandangannya yang sudah mulai kabur.
"Kak, kakak nggak apa-apa kan?" Clara kembali mengulangi pertanyaannya. Ia melihat Chris memegang kartu akses kamar. Clara pun mengambilnya dan melihat nomor kamar yang dituju.
Clara memang tidak akan setengah-setengah dalam menolong seseorang, walaupun kadang ia sendiri tidak mampu, ia selalu berusaha mendahulukan orang lain.
"Ayo kak, bangun, aku antar ke kamar, udah nggak jauh kok,” kata Clara.
Chris yang berada antara sadar dan tidak, tersenyum. Senyum penuh kepahitan. Ia dipapah oleh Clara, yang cukup kesulitan memegangnya, sampai ke depan kamarnya.
"Kak, ini ya kamarnya. Udah aku buka pintunya. Lain kali jangan mabuk-mabuk lagi ya kak,” kata Clara sambil hendak melangkah pergi.
"Kamu mau kemana? dasar wanita nggak tahu diuntung,” Clara kaget ketika tangannya tiba-tiba ditarik paksa oleh Chris.
🌹🌹🌹
Chris mendorongnya masuk ke kamar, hingga Clara terjatuh ke lantai, tangannya terasa sakit karena langsung terbentur lantai. Clara mengerrang kesakitan. Ia kaget akan apa yang dilakukan oleh Chris.
"Mati gue, ini orang kenapa tiba-tiba begini. Apa jangan-jangan ini orang jahat yang mau ngambil kesempatan, seperti yang Lily sering katakan," gumam Clara.
Clara berusaha berdiri, ia ingin keluar dari ruangan tersebut. Chris menutup pintu dan langsung menguncinya, membuat Clara semakin ketakutan.
"Dasar cewe gatel lo ya, gue pergi baru beberapa bulan aja, lo udah langsung cari pengganti,” teriak Chris sambil terus menatap Clara.
"Kak, Kakak salah orang …," kata Clara yang mulai gemetaran.
"Diem lo, nggak usah banyak ngomong. Gimana rasanya tidur sama cowo lain. Gue sengaja ngejaga lo buat malam pertama kita nanti, tapi … SHITTTT!!!!"
Clara bergerak ke arah pojok ruangan, ia gemetaran dan mulai menangis, tapi tentu saja Chris yang sedang mabuk tidak akan menghiraukannya.
Chris kembali menarik Clara dari pojok ruangan dan mendorongnya ke arah tempat tidur berukuran king. Ia berusaha bangun dari tempat tidur hendak melarikan diri, tapi sayangnya ia tidak sempat. Chris sudah berada di hadapannya, menahan tubuh Clara dengan tubuhnya. Chris Memegang dagu Clara dengan kasar.
"Lo kira lo bisa lari kemana? Jangan kira cuma tuh cowo yang bisa ngelakuin itu, gue juga bisa,” Clara mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menahan tubuh Chris, tapi kekuatannya seperti hilang, apalagi tangannya semakin terasa sakit sejak ia didorong masuk tadi.
"Ella, Ella, Ellaaaa!!!!!" teriak Chris.
“Lo itu cewe satu-satunya di hidup gue, dan lo hancurin semua kepercayaan gue sama lo, dan gue juga akan ngehancurin hubungan lo sama tuh cowo,” kata Chris sambil tertawa.
"To … long …,” kata Clara yang sudah berderai air mata. Apa yang salah darinya, apa yang telah ia perbuat hingga ia mengalami hal seperti ini, pikirnya.
"Nggak usah minta tolong, bukannya lo suka diginiin?" kata Chris sambil menatap Clara dengan mata yang terlihat tajam.
Clara memalingkan wajahnya, ia menangis, ketakutan hingga tubuhnya sudah semakin gemetaran.
Chris yang melihatnya malah tertawa sinis. Ia mengarahkan wajah Clara menghadapnya, memegang dagunya dan mulai mencium bibir merah muda milik Clara, dengan kasar.
Clara berusaha terus menghindar, tapi gerakan Chris semakin lama semakin kasar. Kemarahan telah membuatnya kehilangan akal. Chris memagut bibir Clara dan tangannya mulai berkeliaran kemana-mana. Bibir Chris mulai menyusuri leher Clara dan menarik baju yang Clara kenakan, hingga hanya tersisa pakaian dalam saja.
Clara masih berusaha melawan dengan sisa tenaganya. Ia berusaha berteriak tapi mengapa rasanya tidak ada yang mendengar suaranya, bahkan semakin lama suaranya seakan tercekat di tengorokan.
"DIAMMMM!!!" Chris menampar pipi Clara. Clara yang tidak pernah mendapat tamparan sekeras itu dan kepalanya yang sudah sakit sejak tadi, sudah tidak mampu melawan.
Ia bisa merasakan bahwa sudah tidak ada sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya. Ia juga bisa merasakan sentuhan kasar dari Chris, tapi ia sudah tidak bisa apa-apa, tubuhnya terasa lemah.
Hanya kesakitan yang ia rasakan, apalagi setelah Chris melakukan penyatuan, Clara hanya bisa meneteskan air mata. Ia telah kehilangan kehormatannya. Apa salah dirinya, ia hanya berusaha menolong laki-laki ini. Setelah itu, Clara sudah tidak merasakan apa-apa lagi, ia tidak sadarkan diri. Begitu pula Chris yang telah mencapai puncaknya dan tertidur di sebelah Clara.
**
Pagi menjelang, sinar mentari membangunkan Clara. Ia masih bisa merasakan betapa sakit tubuhnya, seperti habis dipukuli.
Clara berusaha bangkit dari tidurnya, ia merasakan sakit di area intimnya dan ia tidak mengenakan pakaian. Ia teringat kejadian semalam, ia melihat ke sekeliling, mencari laki-laki itu.
Saat Clara mendongakkan kepalanya, pandangannya langsung kabur dan kepalanya kembali terasa sakit. Ia mendengar seseorang keluar dari kamar mandi, tapi Clara tidak dapat dengan jelas melihat wajahnya.
"Nih ambil, anggap tidak terjadi apa-apa semalam." ucap Chris sambil melemparkan selembar cek ke hadapan Clara.
"Ini apa?" tanya Clara.
"Cek, lo isi sendiri berapa nominal yang lo mau,” Chris melihat wajah Clara. Ia menyesal sebenarnya atas apa yang telah ia lakukan, tapi gengsinya terlalu besar.
Clara hanya diam mematung, meneteskan air mata.
Apa aku hanya dianggap sebagai wanita penghibur, wanita murahan. - batin Clara.
Ia tidak terima, tapi saat ini Clara tidak mampu melawan. Ia tidak tahu mengapa kepalanya masih sangat sakit sekali dan ia tidak dapat melihat dengan jelas. Clara juga berusaha mengingat wajah Chris, tapi semakin ia berusaha, kepalanya semakin sakit.
Suara pintu ditutup, Chris pergi meninggalkan Clara. Clara merasa dirinya kini hina dan menjijikkan, ia semakin menangis sejadi-jadinya. Sementara itu Chris masih berdiri mematung di depan pintu. Ia tidak tega meninggalkan gadis itu, tapi ia juga tidak mau terjebak, siapa tahu gadis itulah yang justru menjebaknya untuk tidur bersamanya.
Chris pun melangkahkan kaki pergi meninggalkan hotel, mengangkat ponselnya.
"Han, siapkan tiket kembali ke Switzerland hari ini juga."
**
Clara telah kehilangan, kehilangan kepercayaan dirinya. Sejak kejadian itu, ia lebih banyak diam. Bahkan sahabatnya, Lily, tidak berhasil mendapatkan informasi apapun.
Yaaa, Clara memendam semuanya sendiri. Ia tidak ingin orang lain terluka, terutama kedua orang tuanya. Ia tidak ingin Lily merasa bersalah karena tidak menemaninya saat itu dan ia juga tidak ingin kedua orang tuanya menanggung malu akibat apa yang telah terjadi pada dirinya.
1 minggu telah berlalu sejak kejadian itu, Clara masih lebih banyak mengurung diri di kamarnya. Menjelang malam, ia suka merasa ketakutan, apalagi jika ia mendengar suara-suara, tubuhnya langsung gemetar ketakutan.
Orang tua Clara, Tuan Brandon dan Nyonya Kezia, sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya. Apalagi semakin hari, mereka merasakan ada sesuatu yang salah dengan mata Clara.
Clara suka tiba tiba menabrak sesuatu, salah meletakkan sesuatu sehingga benda-benda itu terjatuh, dan kadang tidak dapat melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Clara, bangun sayang. Kamu dicariin Lily sama Jason tuh. Udah berapa ratus kali mereka telpon ke rumah nyariin kamu, katanya ponsel juga nggak kamu angkat,” kata Mommy Kezia.
"Iya ma, nanti Clara telpon. Clara lagi malas ngapa-ngapain,” ujarnya berbohong.
"Sarapan dulu kalau gitu, Mommy tunggu di bawah ya,” kata Mommy Kezia sambil setengah menutup pintu kamar, "Oya Cla, kamu ke kantor Daddy gih, Daddy mau ajarin kamu untuk mengelola perusahaan katanya."
"Okay, Mom. Sebentar lagi Clara turun."
Clara memegang kepalanya yang masih terasa berputar-putar. Ia memang susah tidur sejak kejadian itu, pikirannya selalu dibayang-bayangi kejadian yang menakutkan dengan rasa sakit yang tidak terhingga.
Saat ini pandangannya semakin lama semakin tidak karuan. Mata kirinya sudah tidak dapat melihat apapun, dan yang kanan pun blur. Ia berusaha menutupi permasalahannya, tapi sampai kapan.
Clara beranjak dari tempat tidur, ia meraba-raba untuk sampai ke pintu, agar ia tidak menabrak ataupun menjatuhkan sesuatu, yang pada akhirnya bisa membuat heboh satu rumah.
Clara membuka pintu kamarnya dan menghampiri tangga. Ia bisa mendengar suara keponakannya, Nisa, anak dari kakaknya Nicholas dan kakak iparnya Sarah. Clara ingin cepat-cepat bertemu dengan Nisa dan bermain bersamanya, sudah lama ia tidak bertemu karena kakaknya, Nicholas, memang memegang cabang besar yang berada di Kota Surabaya.
"Ahhhhh!!!!” Clara tidak melihat anak tangga di depannya dan tangannya juga tidak sempat memegang railing tangga. Ia terhempas begitu saja ke bawah.
"Clara ...,” teriak Mommy Kezia.
🌹🌹🌹
Clara langsung dilarikan ke rumah sakit. Dokter Meng, sahabat sekaligus dokter pribadi keluarganya, langsung menuju ke ICU. Dokter sudah melakukan general check up, dan menemukan ada yang salah dengan kaki Clara.
"Dok, bagaimana keadaan Clara?" tanya Nyonya Kezia.
"Begini, kaki Clara mengalami kelumpuhan sementara, sepertinya ada beberapa titik yang memperlihatkan ada saraf yang tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga membuat pergerakan kakinya menjadi sulit. Tapi dengan dilakukan terapi, hal tersebut akan berangsur-angsur pulih,” jawab Dokter Meng.
"Tapi Clara pasti bisa berjalan lagi kan dok?" Nyonya Kezia mencoba meyakinkan diri.
"Sudah saya jelaskan, jika Clara melakukan terapi dengan teratur, saya yakin ia akan berjalan seperti semula. Hanya saja ada satu hal yang perlu saya konfirmasi setelah Clara sadar nanti,” kata Dokter Meng.
"Sayang, cepat sadar sayang. Kamu belakangan ini selalu bikin Mommy kuatir. Kamu tuh sebenarnya kenapa sih?" Mom Kezia mengusap kepala Clara.
"Mom, Mommy pulang dulu sama Sarah ya Mom. Daddy pasti sudah menunggu Mommy di rumah. Biar Clara, Nic yang jaga. Kalau ada apa-apa, nanti Nic kabari,” kata Nicholas.
"Baiklah, Mommy pulang dulu. Mom sebenarnya ingin menemani Clara disini, cuma Daddy juga pasti butuh Mommy dan Mom tidak mau sampai jantung Daddy kumat karena mengkuatirkan Clara."
"Ayo Mom, kita pulang,” Sarah menggandeng tangan mertuanya.
“Sayang, aku pulang dulu ya. Nanti aku minta Pak Sam kirim baju ganti dan makanan buat kamu,” kata Sarah.
"Iya sayang. Kamu hati-hati, aku titip Mommy sama Daddy dulu,” Nicholas mencium kening istrinya.
**
"Han, sambungkan telpon ke Ervan," perintah Chris.
"Siap Tuan,” jawab Han.
Tak lama,
"Tuan Ervan di line 1, Tuan,” beritahu Han.
Chris mengangkat telpon tersebut,
"Eh bro, lo baru telepon gue sekarang. Lo main kabur balik aja ke Switzerland, ninggalin kerjaan yang segunung disini,” ujar Ervan.
"Halahhhh, biasa juga lo ngerjain sendiri. Gue males disono lama-lama, yang ada gue makin kesel. Oya, kontrak kerjasama dengan Ginea Coorporation gimana?" tanya Chris.
"Ah itu justru bakalan aman bro, pemilik Ginea itu Uncle Brandon, kakak Mommy gue, jadi pasti rebes lha itu. Malahan Uncle Brandon bakalan bikin project terbesar untuk beberapa tahun ke depan,” kata Ervan.
"Kalo gitu gue bisa tenang donk ya di Switzerland,” kata Chris sambil tertawa kecil.
"Aman lha buat setahun ke depan, santai....santai. Oya, ngomong ngomong, gue minta cuti seminggu ya bro,” pinta Ervan.
"Ngapain lo cuti ampe seminggu, mau nikahan? gue kudu balik donk …,” kata Chris bercanda.
"Helahhh, nikah? jangan bikin jiwa jomblo gue semakin meronta-ronta,” Chris dan Ervan tertawa bersama.
"Gue mo ketemu Mommy, sekalian Om Brandon mau minta tolong sama gue. Jadi ini kesempatan kita juga buat bisa dapetin project besar itu,” kata Ervan menambahkan.
"Ok deh kalo gitu, gue hang up dulu ya. Ada meeting sama advertising untuk project hotel di Paris. Thank you bro. Cepetan balik abis cuti ya, kalo nggak, gue cut gaji plus bonus-bonusnya,” kata Chris sambil tertawa.
"Siap Bos …”
Ervan menutup telpon. Ia segera menyelesaikan segala pekerjaan yang membutuhkan tanda tangannya. Ervan memang dipercaya oleh Chris untuk memimpin Kantor Pusat di Jakarta, sementara Chris tetap berada di Switzerland.
Mereka berdua adalah teman dekat sejak Sekolah Menengah Atas, dan sama-sama mengambil jurusan Manajemen Bisnis.
Ervan belum tahu mengapa Uncle Brandon memanggilnya secara tiba-tiba, padahal pembicaraan mereka mengenai project baru belum dimulai, ia hanya mendengar hal tersebut dari Nicholas, kakak sepupunya, yang hanya berbeda 1 tahun darinya.
*****
Ervan melihat Clara dari balik kemudi, tatapan matanya begitu kosong, kemana Clara yang selalu ceria, demikian pikirnya.
Selama Ervan mengenal Clara, hampir tak pernah ia melihat Clara bersedih. Tapi kali ini, bahkan ia tak bisa mendengar suara keluar dari mulut sepupu yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.
Clara hanya melihat ke arah jendela, menikmati pemandangan indah yang mereka lalui dari Jakarta ke Malang, yang hanya bisa ia rasakan, tanpa bisa ia lihat secara jelas.
Ervan tidak berani bertanya pada Uncle Brandon secara detail, begitupun pada Aunty Kezia. Ervan hanya berhasil mengorek beberapa irformasi dari Nicholas.
Nicholas hanya bercerita bahwa adiknya berubah sejak acara kelulusan, ia mulai tidak banyak bicara. Dan hal yang paling mencengangkan adalah bahwa secara tiba-tiba penglihatan Clara bermasalah dan kepalanya yang sering terasa sakit.
Awalnya Clara akan diberangkatkan ke Malang dengan menggunakan pesawat, tetapi atas saran dokter bahwa sebaiknya Niki tidak mengalami perubahan tekanan yang akan mempengaruhi kepalanya.
Mereka sekeluarga juga sudah pergi ke psikiater, yang merupakan kakak dari Jason, Janet. Mereka tidak ingin hal yang menimpa Clara terpublikasi ke media, karena itulah mereka mencari Janet yang sudah dianggap sebagai kakak oleh Clara.
Janet mengatakan bahwa sepertinya memang terjadi sesuatu pada Clara, tapi Clara pun tidak menceritakan apa-apa kepadanya. Janet hanya memperkirakan bahwa Clara mengalami trauma.
Tuan Brandon dan Nyonya Kezia juga sudah bertanya pada Lily, sahabat Clara, tapi Lily juga tidak tahu. Setelah acara kelulusan tersebut, ia bangun hampir jam 11 siang dan hanya melihat Clara yang duduk di atas sofa sambil menatap ke arah balkon. Wajahnya memang terlihat pucat, tapi Lily mengira saat itu karena Clara kurang tidur.
**
Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang sangat asri. Dengan pemandangan yang menyejukkan mata dan udara yang sangat segar.
"Mom … Mommy!” panggil Ervan.
Nyonya Kelly keluar dari dalam menyambut kedatangan Clara dan Kezia.
"Ayo masuk,” ajak Kelly.
Mereka masuk ke ruang duduk yang langsung menghadap ke arah taman, suasana rumah pedesaan yang sangat nyaman.
"Halo Cla, sudah lama Aunty tidak bertemu denganmu,” kata Kelly menyapa Clara, yang hanya dibalas sebuah senyuman tipis oleh Clara.
"Mom, aku bawa Clara keluar dulu ya,” Ervan mengambil alih kursi roda yang diduduki Clara dan mendorongnya ke arah taman belakang. Ia melakukannya agar Aunty Kezia bisa berbicara dengan Mommynya.
Ervan berhenti di taman, ia duduk di sebuah kursi panjang, tempat ia selalu mengobrol dengan Clara kalau mereka sedang ada acara kumpul keluarga di Malang.
Ervan melihat ke arah Clara, kecantikan gadis itu masih melekat disana, hanya saja tatapan kosong dan kebisuan merajai suasana tersebut. Clara-lah yang biasa memulai obrolan di antara mereka, bahkan ia tak akan pernah kehabisan bahan.
"Sungguh ini bukan Clara,” gumam Ervan.
"Ra, kamu tuh kenapa?" tanya Ervan. Ara, panggilan Ervan untuk Clara.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!