NovelToon NovelToon

Aku Istri Ke Dua Bukan Pelakor

Pesan yang Membuat Masalah Baru

Bruk...

Seseorang mendobrak pintu rumahnya kasar. Hingga pintu rumah kayu itu pun jebol. Kiara yang sedang masak di dapur pun kaget dan segera keluar.

"Kiara! Mana Ayahmu!?" bentak seseorang bertubuh tinggi besar dan terlihat sangar.

"Pak Bagas? Sebentar, mungkin masih tidur," ucapnya.

Kiara pun masuk ke kamar ayah dan ibunya. Namun, Dia tidak menemukan ayahnya. Sang ibu yang hanya bisa terbaring lemah pun menunjuk ke atas meja di pojokan kamar tersebut.

Kiara berjalan mendekati meja, dan menemukan secarik kertas. Kiara mulai membaca pesan tersebut.

"Kiara... kau bayar semua utang-utangku pada mereka, setelah ini, aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi. Selamat tinggal."

Pesan singkat itu pun seakan mampu merobohkan langit ke tujuh dan menimpa dirinya. Sebutir air bening pun menetes di ujung matanya.

"Kiara! Mana Ayahmu?" teriak Bagas lagi

Dia berdiri di depan pintu kamar. Menunggu jawaban Kiara.

Kiara pun menjulurkan tangannya, dan menyerahkan secarik kertas tersebut.

Bagas sang Bodyguard itu pun membacanya.

Krek krek krek

Bagas merobek kertas itu kasar.

"Heh, lelaki pengecut! kau sudah membacanya 'kan? Kau harus melunasi hutang Ayahmu! dalam satu bulan ke depan, hanya satu bulan!" ucap Bagas geram.

"Emang ..., berapa hutang ayahku?" tanyanya gugup.

"30 juta beserta bunganya!" ucap Bagas.

"30 juta? Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?" pekiknya kaget.

"Terserah, itu urusanmu, ingat! Satu bulan dari sekarang!" ketusnya lagi sambil menepuk pintu kamar keras.

Bagas pun meninggalkan rumah Kiara dengan hati dongkol. Sementara Kiara mendekati ibunya yang terbaring di atas ranjang lapuk. Kiara pun memegangi tangan ibunya dan menciuminya. Air matanya pun menetes tanpa henti.

"Ma... af..kan... I...bu," lirih mama Kiara sambil membelai kepala Kiara yang bertumpu di sisi ranjangnya.

"Ibu, Ibu tidak salah, ini takdir kita Bu," ucap Kiara sambil terisak.

"Kiara... Maafkan Ibu," ucap Ibunya lagi terbata-bata.

"Hua...." Kiara menangis nyaring. Dia tidak bisa membendung kesedihannya.

Kiara larut dalam kesedihannya. Hingga tak terasa Dia pun terlambat untuk masuk kerja di sebuah warung makan ternama.

"Bu... Ini makanlah, aku harus bekerja, maaf, aku nggak bisa nyuapin ibu pagi ini, aku sudah sangat terlambat," ucapnya.

"Iya, Nak, nanti Ibu bisa makan sendiri," sahut Ibunya.

Ibu Kiara sudah lama sakit, tubuhnya lemes dan hanya bisa berjalan ngesot. Sang Ayah yang slalu main judi, kadang membawa uang segepok, namun kadang membawa catatan hutang pada rantenir. Dia sangat malas bekerja. Untuk makan sehari-hari hanya mengandalkan gajih Kiara yang bekerja di sebuah warung makan ternama di kota itu.

***

"Maaf, aku terlambat," ucap Kiara saat datang ke tempat kerjanya.

Brak

"Emangnya warung makan ini punya Bapak Loe! Kau sangat sering terlambat, dan kau pun sering nge-Bon tiap bulan, mau mu apa sih? Kau sudah di izinkan bekerja di sini, namun Kau malah santai-santai saja," ucap Manager warung makan tersebut.

"Maaf Pak," ucap Kiara sambil menunduk dalam.

"Besok kalau kau terlambat, maka tidak ada maaf bagimu," ucapnya lagi ketus.

"Baik Pak," sahut Kiara. Supervisor itu pun pergi meninggalkan Kiara.

Dari jarak yang lumayan dekat, ada sepasang mata, yang sedang memperhatikan Kiara, dan mendengar semua pembicaraan mereka.

"Bu..., Bagaimana kalau gadis itu?" ucap wanita terlihat berkelas dan glowing.

"Menurutku bagus juga, Dia tampak sopan, dan patuh, dan aku mendengar, Dia juga sering ngutang, bukankah itu cocok?" ucap wanita yang terlihat lebih tua.

"Kita akan menanyakan alamat rumahnya dan mendatanginya langsung nanti, sebelumnya, aku harus mendiskusikannya dengan Mas Agam," ucap sang wanita.

"Iya, Dia harus tau rencana kita, tapi? Apakah ini tidak jadi masalah di kemudian hari?" ucap sang wanita yang lebih tua.

"Tidak mungkin lah Bu, kita harus punya perjanjian. Ayo Bu, kita makan dulu! setelah ini kita ke kantor Mas Agam," ajak sang anak.

"Baik Clara," ucapnya.

Mereka menikmati hidangan yang ada di hadapan mereka dengan khusus. Hidangan yang sangat banyak dan mereka hanya makan separonya saja. Selesai makan, mereka pun membayar ke kasir.

***

Clara dan Ibunya sudah sampai di kantor Agam suaminya. Dia pun masuk dan langsung menuju meja suaminya yang sedang dudu. Agam pun tersenyum ketika melihat istri yang dicintainya itu datang menemuinya.

"Sayang... ada apa kok mendadak kemari?" tanya Agam.

"Nggak papa kok Mas, tadi habis shopping sama mama, aku mau mampir di sini dulu. Bagaimana pekerjaanmu?" tanyanya basa-basi.

"Oh udah selesai kok, apa kau mau pulang bareng aku? atau kita makan siang dulu?" tanya Agam.

"Maaf Mas, aku sudah makan siang sama mama, sehabis shopping laper soalnya," ucapnya.

"Oh baiklah, kalau begitu, bagaimana kalau kita pulang bareng, biar mobil kamu ditinggal di sini, nanti sopir yang ambil," ajak Agam

"Apa Mas Agam sudah selesai kerjanya?" tanyanya.

"Iya, aku sudah selesai," jawabnya.

"Besok kita makan siang bareng yuk! aku ada sebuah restoran yang recommended banget soalnya," ucap Clara.

"Boleh, kita janjian di mana besok? apa kamu ikut ke kantor?" tanya Agam.

"Kita janjian di sana aja, nanti biar aku kasih Sherlock," ucapnya.

"Baiklah, sekarang Ayo kita pulang! aku udah pusing nih, mau dipijitin sama kamu," goda Agam.

Goda agam, tidak perduli kalau di depannya ada Mama mertua. Karena memang Agam ini sangat romantis dengan istrinya. Dia sangat mencintai istrinya, walau selama ini mereka belum diberi omongan oleh Yang Maha Kuasa.

"Ayo!" ajak Agam.

Agam pun menggandeng tangan istrinya, membukakan pintu dan keluar bersama. mereka melewati semua karyawan yang terlihat menunduk hormat kepada mereka.

Agam sangat romantis dan baik hati. Namun terlihat dingin kepada karyawan. Padahal dia bukan orang yang pemarah dan kasar. Mungkin dia hanya menjaga wibawanya saja sebagai atasan perusahaan tersebut.

"Sayang... besok kita pakai baju yang sama yuk!" ucap Clara.

"Boleh... kamu pilihkan saja untukku," ucap suaminya.

Agam dan Clara sudah sampai di parkiran mereka berdua memasuki mobil mewah. Tiba-tiba Clara melihat wanita yang ada di restoran tadi sedang mengendarai motornya dan parkir di samping mobilnya.

"Bukankah ini wanita yang tadi ada di restoran di warung makan tadi? untuk apa dia kemari?" lirih hati Clara.

"Oh sebentar," ucap Agam.

Agam pun turun.

"Ada apa mas?" tanya Clara.

"Aku lupa, tadi aku sudah memesan nasi untuk makan siang, dan mungkin itu orangnya," ucap Agam.

Agam pun turun dan menemui pengantar paket.

"Dia mengantarkan paket Mas Agam? Lihat Ma, bukankah ini sangat kebetulan?" ucap Clara pada Mamanya. Clara sambil tersenyum.

"Berapa Mbak?" tanya Agam pada Kiara.

"Semuanya 73.000 Pak," ucap Kiara.

"Oh ini... kembaliannya ambil saja untukmu," ucap Agam.

"Terima kasih banyak Pak," ucap Kiara.

Kiara pun menunduk, sementara Agam berjalan mendekati mobilnya.

Sampai di mobil, Agam kembali menatap Kiara yang menatap ke arahnya. Mereka sama-sama salah tingkah dengan tatapan ke dua mereka.

BERSAMBUNG...

Menjodohkan Suami

Kiara pun segera berpaling ketika pandangan Kiara dan Agam beradu pandang, sementara Agam biasa saja saat menetap wajah Kiara yang kedua kali itu, namun di pandangan mata Clara Dia sangat senang, karena ini akan memudahkan Clara untuk mengenalkan Agam dengan gadis tersebut.

"Mas Agam beli apa?" tanya Clara.

''Aku tidak tahu kalau kalian bekal ke kantor, makanya aku tadi pesan nasi di restaurant langganan ku,'' jawab Agam.

"Apakah Mas sering memesan di restauran tersebut?" tanya Clara.

"Iya, aku merasa masakan di sana paling cocok dengan lidahku," sahutnya biasa.

"Ooh, begitu ya, kapan-kapan ajak kami ke sana ya Mas," pinta Clara.

"Tentu Sayang," jawab Agam.

Agam pun menggenggam tangan Clara penuh kasih sayang.

Agam dan Clara sudah menikah 10 tahun silam, namun hingga saat ini, mereka belum dikaruniai anak. Mereka sudah pernah periksa namun rahim maupun reproduksi Agam tidak bermasalah, mungkin hanya belum dikaruniai anak saja, sehingga mereka belum diberi kesempatan untuk menimang buah hati mereka.

Usia Clara yang sudah 40 tahun dan Agam yang berusia 45 tahun, membuat Clara berpikir untuk mencarikan suaminya itu istri, karena perusahaan Agam yang sangat besar, sedang mereka belum mempunyai ahli waris. Clara takut kalau perusahaan itu akan dikuasai oleh paman dan anak pamannya, kalau Agam meninggal.

"Sayang...," Panggil Clara lembut pada suaminya, saat di perjalanan pulang.

"Iya Sayang... ada apa?" tanya Agam.

Agam selalu mesra dengan istrinya, walaupun mereka belum mempunyai anak.

"Apakah Mas terpikirkan sesuatu?" tanya Clara pelan.

"Maksudmu apa? apakah kau ingin mengadopsi anak? aku setuju kok," ucap Agam.

Agam tiidak tahu maksud yang dibicarakan Clara.

"Mas... kalau adopsi itu berarti dia anak angkat 'kan? kenapa tidak kita coba cara lain, biar Mas mempunyai anak kandung," ucap Clara.

"Maksudnya? Bayi tabung? Kita juga sudah program, cuma bayi tabung yang belum," ucap Agam.

"Maaf, Mas, aku merahasiakan sesuatu dari Mas, namun saat pemeriksaan terakhir..."

"Apa maksudmu ada yang kau rahasiakan dariku?" potong Agam.

"Iya... sebenarnya kemarin aku periksa kembali, ternyata aku mengidap kelainan di rahim alias aku mandul Mas," ucap Clara menahan nafasnya.

Agam terdiam dan menatap sekilas ke wajah Clara, kemudian dia menatap jalan yang terlihat sepi.

"Benarkah? Bukankah terakhir kita periksa kita baik-baik saja?" ucap Agam.

"Ya Mas, Mungkin rahimku sudah terlalu tua, dan tidak bisa lagi untuk mempunyai anak. Makanya Dokter bilang, aku mandul," ucap Clara.

"Trus... apa yang kau rencanakan?" tanya Agam.

"Bagaimana kalau Mas menikah lagi," ucap Clara.

"Ha ha ha ha...(tawa Agam terdengar nyaring) kau ini sungguh aneh, istri mana yang ingin menikahkan suaminya? Apakah kau tidak mencintaiku lagi?" tanya Agam pada Clara.

"Mas... bukan begitu... tapi aku takut di masa tua kita nanti, tidak ada siapapun yang bisa merawat kita," ucap Clara.

"Kita 'kan punya uang, kita bisa membeli semuanya dengan uang, kita bisa cari pembantu saja," jawab Agam ketus karena merasa tidak suka dengan saran yang diberikan Clara.

"Tidak mudah itu Mas, Bagaimana kalau kita sakit sakitan, stroke atau apalah, terus semua harta yang kita miliki dikuasai oleh mereka, terus kita dibuang di Panti Asuhan," ucap Clara lagi.

"Clara... kamu ini ada-ada saja, tidak! aku tidak akan menikah lagi," ucap Agam.

Kemudian dia pun melepaskan genggamannya dari tangan Clara. Clara pun terdiam, sementara Mama Clara yang ada di belakang pun menatap Clara dari kaca spion depan, dan mengisyaratkan telunjuknya ke hidung, agar jangan membahas itu lagi.

Sesampainya di rumah. Agam masih terlihat kesal, setelah memarkirkan mobil, dia pun turun dan pergi ke rumahnya yang sangat besar.

"Agam kok sudah datang?" tanyaMama Agam, yang kebetulan sedang duduk di ruang tamu.

"Iya Ma, aku mau Tidur siang dulu mah, Aku merasa sangat capek," ucap Agam.

"Mas, bukankah kau belum makan? Ini nasi mu Mas," panggil Clara. yang menyusul di belakang Agam.

Agam tidak menggubris perkataan Clara, dia naik ke atas meninggalkan Clara yang ada di ruang tamu, sang Mama heran karena tak biasanya Agam cuek kepada istrinya. mamanya tahu kalau Agam sangat mencintai Clara.

"Kalian ada masalah?" tanya Mama Agam.

"Tidak Mah, aku ke atas dulu ya," ucap Clara.

Clara pun menyusul Agam. Clara tampak membawa barang belanjaannya dan membawa masuk ke kamar atas.

Sementara Mama Clara juga tampak membwa barang belanjaannya di tangannya ke kamar tamu.

"Kalian belanja lagi?" tanya Mama Agam.

"Iya Ani, Clara banyak belanja hari ini, dia merasa bosan di rumah terus," ucap Mama Clara.

"Oh begitu ya, tak apalah, toh semua itu juga hasil keringat dari suaminya sendiri, tapi jangan lupa juga sering-sering periksa biar cepat dapat momongan," ucap Mama Agam.

Mama Agam memang juga sangat menyayangi Clara. Clara yang sangat pintar mengambil hati mertuanya itu bak bulan purnama di rumah itu, karena cahaya indahnya, dia sangat di sayangi.

"Baiklah Ani, aku mau istirahat dulu. Badanku terasa remuk," ucap Mama Clara.

"Silakan Besan," sahut Mama Agam.

Mama Agam pun berjalan ke dapur. Sementara Mama Clara berjalan ke kamar tamunya.

Sementara di kamar Agam. Agam tampak masih cemberut dan kesal dengan Clara.

"Mas... Apa kau marah Mas? ini solusi buat kita, kita tidak tahu apa yang terjadi nanti 'kan?" bujuk Clara.

"Aku tidak mau,l membicarakan itu lagi," ucap Agam.

"Kita bisa mencobanya Mas, kalau Mas menikah, terus Mas punya anak, itu darah daging Mas, aku akan merawatnya, kita bisa mengambil seorang wanita yang dengan sukarela kita beli rahimnya, untuk dijadikan istri kedua Mas, hanya sementara, setelah wanita itu melahirkan, Mas bisa menceraikannya, aku yang akan merawat anak itu, kelak dia berhak atas warisan yang Mas, punya" ucap Clara.

"Tapi bagaimana kalau akhirnya aku terbujuk rayuan wanita itu? Apakah kau bisa menerimanya?" tanya Agam.

"Mas... Kenapa Mas bicara seperti itu? mas hanya bersama wanita itu setelah sampai wanita itu hamil, setelah wanita itu hamil, kita bisa mengungsikan nya ke sebuah rumah mungil, sampai dia melahirkan," ucap Clara.

"Apa aku akan membiarkan anakku tumbuh di rahim tanpa kasih sayang ayahnya?" tanya Agam.

"Apa maksudmu? Apakah kau akan terus bersamanya sampai dia melahirkan?" tanya Clara.

"Tentu saja! mereka yang hamil harus slalu bersama suaminya, itu kata mereka yang berpengalaman, ada masa dia mengidam yang sangat sulit, bahkan bisa stres, dan mempengaruhi janin, dan ketika saat itu, aku tergoda olehnya? Apa kau siap?" tanya Agam lagi tampak menakutkan.

"Apakah semudah itu jatuh cinta pada wanita lain?" tanya Clara.

"Mana aku tahu, mungkin saja Tuhan membolak-balikkan hatiku, terus aku mencintai wanita itu, Apakah kau sanggup kehilanganku?" tanya Aga alagi seperti menakuti."

"Ah Mas berlebihan, sekarang Mas tidak mau di di jodohkan, tapi mengapa berpikiran sampai sejauh itu?" tanya Clara kesal.

"Aku hanya menyampaikan kemungkinan yang akan terjadi, karena aku tidak tahu takdirku kemudian, entah itu jodoh, kematian, Rizki, itu sudah ditentukan, begitu juga cinta, aku tidak bisa mengendalikan hatiku l, kalau aku kelak akan mencintai wanita lain," ucap Agam.

"Mas...."

"Sudah lah, aku mau tidur," ketus Agam.

Agam pun membaringkan tubuhnya. sementara Clara hanya menetap punggung suaminya itu dengan hati yang sangat kesal.

"Apakah aku memang harus mencobanya?"

ternyata Agam pun sekarang mulai teracuni

Bersambung...

Di Sandera

Agam tampak belum bisa memejamkan matanya. Lelaki 45 tahun itu masih terngiang ngiang ucapan istrinya.

"Kalau kita mengadopsi, itu bukan anak kita, tapi kalau Mas menikah, dia anak kandung Mas, dan berhak dapat warisan Mas"

Sementara Sang istri malah sudah tidur duluan, terdengar nafas wanita itu beraturan menandakan dia sudah terlelap.

Agam pun kemudian berbalik dan menatap istrinya yang dari tadi menghadap padanya.

"Sekuat apa hatimu, sehingga kau ingin menikahkan ku dengan orang lain, hanya demi mendapatkan keturunan yang sah dan di akui negara," gumam Agam sambil membelai pipi istrinya lembut.

Tak berapa lama pun akhirnya Agam ikut tertidur dengan menggenggam tangan Clara istrinya.

***

Tok tok tok

Ceklek

"Tuan bagas? Ada apa lagi? Bukankah ini belum satu minggu?" tanya Kaira.

"Ya... Dan kami berubah pikiran," ucap Bagas sang kaki tangan rantenir itu.

Dia pun masuk sedikit menabrak pundak Kiara.

"Kau mau apa? Tidak ada barang berharga di rumah ini," ucapnya.

"Ada kok," sahut Bagas santai.

Dia pun terus masuk ke dalam dan menuju kamar ibu Kiara.

"aapa kau ke kamar ibu?" tanya Kiara.

Namin lelaki tinggi besar itu tidak bersuara, dia terus masuk dan ternyata mengangkat ibu Kiara yang sedang sakit, dan membawanya keluar.

"Kenapa kau membawa ibuku, aku mohon, tolong lepaskan ibuki! aku pasti membayarnya, 5 hari lagi, slaku pasti membayarnya," ucap Kiara dengan terus memegangi tangan Bagas.

"Ibumu sebagai jaminannya, kalau dalam 5 hari kau tidak datang, maka ibumu akan hilwng selamanya," ancam Bagas.

"Jangan, biarkan aku bersama ibuku, aku mohon," ucapnya lagi.

Kiara pun terus mencengkram tangan Bagas yang perkasa, namun cengkraman Kiara itu hanya se ujung kuku saja di kulit Bagas.

"Tuan, tolong lepaskan ibuku... Hiks hiks hiks."

Kiara terus menangis dan meronta ingin mengambil ibunya, namun Bagas yang kuat mendorong Kiara hingga dia terjatuh terpental jauh.

"Kau cari saja uang 30 juta, 5 hari lagi kau datangi rumah Bos Broto, kau akan menemukan ibumu di sana, namun sebaliknya, jika kau terlambat, mungkin mayat ibumu sudah hanyut di sungai sebagai gantinya, kami mungkin akan menjual ginjalnya," gertak Bagas.

Bagas dan kawan kawan pun pergi meninggalkan kontrakkan Kiara.

"Ibu... Ibu...."

Kiara histeris dan meraung raung memanggil ibunya.

"Ayah... Aku tidak akan memaafkan mu, aku akan membalas mu Ayah!" teriaknya.

Sehingga orang orang yang ada di dekat sana pun keluar dan menatap Kiara iba.

"Kiara... Ayo bangun, masuk dulu," ucap seorang tetangga Kiara yang dulu akrab dengan ibunya, sebelum ibunya sakit.

Kiara lun bangun dan di gandeng ibu Nuri masuk ke kontrakannya. Kiara terus menangis dan memanggil ibunya.

***

Restauran jam 10 lagi.

"Maaf Mas, pelayan perempuan cantik dan ramping itu ke mana ya? Kok nggak kelihatan? Aku ada perlu sedikit," tanya Clara.

"Yang mana ya, rambut pendek apa panjang?" tanya karyawan.

"Yang rambut panjang," ucap Clara.

"Ooh, Kiara ya? Dia tidak masuk, katanya ibunya sakit keras," ucap nya.

"Baik Mas, kalau boleh tau, bisa aku minta alamat rumahnya? Karena aku ingin menawarkan pekerjaan padanya, bolehkan?" tanya Clara lagi.

"Boleh kok, sebentar," ucap karyawan.

Dia pun mengambil pulpen dan memberikan alamat Kiara. Terima kasih banyak Baiklah kalau begitu aku permisi aku akan menemui Kiara di rumahnya.

Clara pun pergi meninggalkan restoran tersebut. Dia meluncur mencari alamat yang sudah dituliskan oleh pelayan resturan tersebut.

Tak berapa lama, Clara sudah sampai di alamat Kiara, di sebuah jalan sempit, Clara pun turun untuk bertanya.

"Maaf Bu, aku ingin bertanya, apakah ibu kenal seorang gadis mungil bernama Kiara?" tanya Clara.

"Kiara yang kerja di warung makan?" tanya ibu itu.

"Iya betul," sahut Clara.

"Itu di Ujung jalan, yang berwarna hijau," sahut ibu itu.

"Terima kasih Bu," ucap Clara.

clara pun berjalan menuju kontrakan yang dimaksud, setelah sampai, Clara pun mengucap salam, karena pintu Kiara tampak sedikit terbuka.

"Assalamualaikum," ucap Clara.

"Waalaikumsalam."

Terdengar sahutan Kiara yang sangat pelan.

"Ibu cari siapa?" tanya Kiara.

"Aku ingin berbicara denganmu, apa kau sedang sibuk?" tanyanya.

"Oh tidak Nyonya. Silakan masuk, tapi Rumahku sangat berantakan," ucapnya.

Clara pun masuk dan duduk di lantai, beralaskan tikar plastik.

"Aku ingin bicara serius dengan kamu," ucap Clara.

"Silahkan nyonya, tapi sebelumnya anda siapa? Kita tidak pernah bertemu 'kan?" sahut Kiara.

"Iya, aku beberapa kali makan di tempat kerjamu. Begini... sudah 10 tahun aku dan suamiku menikah, Namun kami belum dikaruniai anak, dan malah yang terakhir ini aku dinyatakan mandul oleh dokter

Kalau boleh aku memohon pertolongan padamu, saat ini, perusahaan suamiku sedang Jaya, Aku tidak ingin ada orang lain yang mengambil alih perusahaan kami."

Clara terdiam, ingin melihat reaksi Kiara.

"Jadi maksudnya apa? apakah Nyonya ingin aku bekerja di perusahaan Nyonya?" tanya Kiara tidak mengerti.

"Bukan itu, aku ingin kau menjadi istri kedua suamiku," ucap Clara.

"Ap... Apa? istri kedua? maksudnya? Anda ingin menikahkan Suami Anda dengan saya?" Nyonya?" tanya Kiara gugup.

"Ya... Aku ingin kau menikah dengan Suamiku, dengan satu syarat. Kau memberikan keturunan pada kami, kemudian setelah kau memberikan suamiku anak. Aku ingin kau pergi sejauh mungkin, Tapi tentu saja tidak cuma-cuma. Aku akan memberimu uang yang sangat banyak."

"Maksudnya? Nyonya membeli rahimku?" tanya Kiara.

"Yah mungkin bisa dikatakan begitu, berapapun uang Kau minta, aku akan memberikannya," ucap Clara.

"Benarkah? Apakah aku bisa meminta 100 juta?" tanya Kiara.

"100 juta? Itu kecil, bahkan satu buah rumah pun aku akan memberikannya, asal kau bisa memberikan kami keturunan," ucap Clara.

Kiara pun termangu, mulutnya menganga lebar seakan tak percaya," Ibu... apakah takdir ini memang sudah menjadi jalan hidupku?' lirih hatinya.

"Kiara... Bagaimana? Apa kau bersedia? tanya Clara.

"Ya, Nyonya, aku bersedia, kapan bisa kita laksanakan?" tanya Kiara.

"Kau begitu bersemangat, memangnya berapa uang yang ingin kau minta dari kami?" tanya Clara.

"Aku ingin meminta200 juta aja," sahut Kiara.

"Hanya 200 juta? baiklah, tapi kalau boleh tahu, untuk apa uang itu? sepertinya kok kamu semangat sekali?" tanya Clara lagi.

"Aku butuh uang itu, untuk menebus Ibuku dari rentenir, ibuku di sandera, karena Ayahku mempunyai hutang pada mereka," ucap Kiara.

Clara pun tersenyum.

"Baiklah, kapan kau akan membayar kepada rentenir itu?" tanya Clara.

"Aku diberi waktu 5 hari," sahutnya.

"Oke... Baiklah kalau begitu, tiga hari lagi, kau akan aku nikahkan dengan suamiku," ucap Clara.

Akhirnya mereka pun sepakat, tiga hari lagi mereka akan menikah, Clara pun pamit. Dan meninggalkan kontrakkan Kiara.

Kiara tampak berbaring di kasurnya, dia menatap langit-langit kamar.

"Ibu, maafkan Kiara. Kiara terpaksa melakukan ini, untuk masa depan kita ibu, dengan uang 200 juta, kita bisa hidup sederhana dan memulai usaha kecil-kecilan ucapnya.

***

Hari Yang Dinanti sudah tiba. Tampak Clara mengajak Agam untuk pergi ke suatu tempat. Ternyata Clara tidak mengatakan bahwa hari ini dia akan menikahkan suaminya itu dengan wanita yang sudah dipilihkan Clara untuknya.

Apakah tanggapan Agam berikutnya? Apakah dia bersedia menikah dengan Clara?

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!