NovelToon NovelToon

Menikah Karena Anak

MKA 1

Tuan Jaka menahan tengkuk Wati dan ******* bibirnya dengan pelan. Wati memberontak dengan memukul-mukul lengan Tuan Jaka. Namun Tuan Jaka tak melepaskan tautan mereka. Bahkan semakin dalam dan semakin bergairah.

Lambat laun Wati mengikuti irama yang diberikan oleh Tuan Jaka. Tangannya tanpa sadar mengalung di leher Tuan Jaka. Melihat Wati mulai terbuai, Tuan Jaka mendorong pelan tubuh Wati dan menindihnya.

Tangan Wati ia kunci di atas kepala wanita itu. Tuan Jaka terus menciumi bibir yang setiap hari menggodanya.

Ahh

Wati menggeliat kecil. Dirinya benar-benar terbuai oleh perlakuan lembut yang diberikan oleh Tuan Jaka. Perlahan tapi pasti, satu persatu tangan Tuan Jaka membuka pakaian yang melekat pada tubuh Wati hingga Wati telanjang bulat.

Tuan Jaka melepas ciumannya dan membuka pakaiannya sendiri dengan kasar. Tuan Jaka menyusuri setiap lekuk tubuh Wati dengan bibirnya. Tangannya tak tinggal diam. Meremas benda kenyal yang membuatnya begitu tergoda.

Tersadar atas apa yang akan dilakukan Tuan Jaka padanya, Wati buru-buru menarik lepas tangannya dan mendorong Tuan Jaka dari tubuhnya. Namun tubuh Tuan Jaka sama sekali tak bergeming, justru di bawah sana berusaha untuk menyusup masuk.

“Tuan, hen – hentikan,” ujar Wati sambil menahan sedikit rasa sakit. Ia refleks menggigit bibir bagian bawahnya. Tangannya dikunci kembali di atas kepalanya. Tuan Jaka memandang kedua bola mata Wati dengan pandangan berkabut gairah.

“Kamu harus jadi milikku dan mengandung anakku,” ujar Tuan Jaka sambil ******* kembali bibir Wati dengan mesra. Tuan Jaka menggigit kecil telinga Wati sehingga membuat Wati merasa geli. Tuan Jaka masih berusaha memasukkan miliknya dengan hati-hati.

Wati pasrah tidak ada lagi hal yang bisa ia lakukan. Betapa bodoh keputusannya yang menyetujui menemani Tuan Jaka ke pesta ulang tahun temannya ternyata adalah kesalahan yang fatal baginya. Ia merasa telah mengkhianati Reno, kekasihnya. Dirinya sudah ternoda dan mahkotanya telah di renggut paksa darinya. Mahkota yang seharusnya ia berikan untuk Reno saat mereka menikah nanti.

“Aaahhh ...” suara yang lolos dari bibir kecil Wati. Milik Tuan Jaka berhasil menyusup ke dalam. Tuan Jaka berhenti sejenak, mengatur nafasnya yang terengah-engah.

“Tuan tolong hentikan!.”

Wati masih berusaha menghentikan Tuan Jaka meskipun ia tahu itu hanya sia-sia belaka. Tuan Jaka justru mencium kembali bibir Wati dan kini sambil memainkan miliknya. Malam itu menjadi saksi terenggutnya milik Wati yang paling berharga.

Tuan Jaka tersenyum bangga ketika berhasil mendapatkan Wati seutuhnya. Ia tidak akan pernah melepaskan Wati dari hidupnya. Ia menginginkan Wati menjadi ibu dari anak-anaknya meskipun ia harus merebut paksa wanita itu dari kekasihnya dengan cara apa pun.

Tuan Jaka menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Wati. Membelai pipi Wati yang tengah tertidur karena kelelahan. Tuan Jaka mencium sekilas kening dan bibir Wati. Ia merengkuh Wati ke dalam pelukannya.

Pukul empat pagi Wati terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Dia terenyak ketika menyadari dirinya berada di tempat yang asing. Dia mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Wati memutar kepalanya dan benar saja, Tuan Jaka tertidur di sampingnya. Semua kejadian itu terasa seperti mimpi baginya.

Wati berusaha untuk duduk. Meskipun terasa nyeri di bagian bawahnya. Ia ingin membersihkan diri dan segera pergi dari tempat itu. Wati melangkah dengan tertatih ke arah kamar mandi dengan dibalut selimut ditubuhnya. Ia tidak peduli dengan keadaan Tuan Jaka yang sama seperti dirinya.

“Aauuww ... “ lirih Wati ketika melangkah menuju kamar mandi bahkan, kakinya pun terasa lemas untuk berpijak.

“Ehem ... Kalau masih terasa sakit kenapa tidak meminta bantuanku,” ujar Tuan Jaka sambil tersenyum menggoda dari tempat tidurnya.

Wajah Wati merah padam karna marah, rasanya ia ingin mencabik-cabik pria yang masih berada di atas kasur itu. Alih-alih ingin mencabik-cabik Tuan Jaka, bisa-bisa ia sendiri yang akan tercabik habis oleh pria itu. Ingin menangis tapi percuma, semuanya telah terjadi.

“Dasar bajingan!,” Umpat Wati sambil berusaha berjalan lagi karena sudah tidak tahan ingin buang air kecil.

Bibir Tuan Jaka menyunggingkan senyuman, tanpa sepengetahuan Wati, ia tersenyum mendengar umpatan itu. Setidaknya ia telah berhasil mendapatkan wanita itu.

Setelah bersusah payah akhirnya Wati sampai di depan pintu kamar mandi. Dirinya menghela nafas lega. Selesai buang air kecil Ia langsung mandi membersihkan diri dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu.

Melihat Wati sedang bersiap-siap, Tuan Jaka bangun dari tidurnya.

“Kamu mau ke mana, hem?,” tanya Tuan Jaka sambil memeluk Wati dari belakang.

“Aku mau pergi dari sini,” ucap Wati dengan kesal sambil menepis pelukan Tuan Jaka di pinggangnya.

“Kamu tidak boleh pergi dari sini,” ujar Tuan Jaka sambil mencium bahu Wati sekilas.

“Kamu gila Tuan Jaka, apa hakmu melarang aku pergi dari sini?!,” sentak Wati dengan berang.

“Hei ... Hei ... Hei ... Apa kamu sudah lupa apa yang baru saja terjadi di antara kita?. Bisa saja esok hari kamu akan mengandung anakku.”

“Tidak akan! ... Itu tidak akan terjadi!. Kalaupun sampai terjadi akan aku gugurkan kandunganku!.”

Dengan mata merah dan rahang mengeras menahan amarah, Tuan Jaka meraih dagu Wati dan mencengkeramnya dengan kencang.

“Awas saja kalau itu sampai terjadi. Aku tidak akan segan-segan memberikan hukuman yang berat untukmu,” ancam Tuan Jaka sambil melepaskan cengkeramannya.

Wati mengusap-usap bekas cengkeraman di dagunya sambil meringis, Ia tidak habis pikir kenapa Tuan Jaka tega melakukan hal itu padanya. Selama ini dia menghormati Tuan Jaka sebagai pemilik Cafe tempat Ia bekerja. Meskipun mereka baru bertemu setelah Wati bekerja satu tahun di sana.

Ya, Wati gadis berusia dua puluh enam tahun, gadis yang supel dan periang. Ia berwajah cantik, dengan hidung mancung, bibir mungil dan berkulit putih. Wati gadis sebatang kara, kedua orang tuanya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Untuk menunjang kehidupannya dia harus bekerja, karna tabungan yang ditinggalkan oleh orang tuanya tidaklah banyak.

Apalagi rumah peninggalan orang tuanya harus Ia jual untuk membayar hutang-hutang orang tuanya semasa hidup. Gadis itu sekarang tinggal di sebuah kos an kecil yang terletak tidak jauh dari tempatnya bekerja.

Wati mempunyai kekasih yang bernama Reno, mereka telah menjalin kasih selama satu tahun lebih. Kekasihnya bekerja di tempat yang sama dengannya sebagai pramusaji dan Wati sendiri bekerja sebagai kasir di sana. Banyak pria pelanggan Cafe di sana yang menaruh hati pada Wati, tapi tidak satu pun gadis itu gubris. Baginya hanya Reno lah si pemilik hatinya.

Reno pria berusia dua puluh sembilan tahun, berasal dari keluarga sederhana. Pria dengan postur tubuh yang tidak terlalu atletik dan mempunyai wajah yang simpatik. Reno sangat mencintai Wati begitu pun sebaliknya, pria itu berharap suatu saat nanti bisa menikahi gadis yang dicintainya. Meskipun untuk mewujudkan impiannya Ia harus bekerja keras untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

Awalnya kehidupan Wati baik-baik saja, hingga pada suatu hari Cafe mereka bekerja kedatangan seorang pria gagah tampan dan rupawan bak pahatan patung dewa Yunani.

 

MKA 2

Pria tampan dengan perawakan tubuh atletis, hidung mancung, bibir sexy menggoda para kaum wanita dan tatapan mata tajam bagaikan mata elang. Membuat para kaum wanita yang melihatnya bagaikan terhipnotis dengan penampilannya yang nyaris sempurna dan rela jatuh ke dalam pelukannya tanpa di minta.

Pria itu adalah Tuan Jaka Wicaksana seorang pengusaha berusia tiga puluh lima tahun yang mempunyai banyak Cafe di berbagai kota, daerah dan mancanegara. Tuan Jaka hidup sebatang kara, kedua orang tuanya telah lama meninggal dunia karna kecelakaan. Dan sebagai pewaris tunggal, dia meneruskan usaha Cafe Ayahnya hingga berkembang. Pria itu baru saja kembali dari Jerman setelah hampir dua tahun mengurus dan mengelola cabang Cafe yang baru Ia buka di sana.

“Klining” suara lonceng pintu Cafe yang di buka. Masuklah seorang pria tampan gagah rupawan dan berwibawa sambil menggenggam sebuah telepon genggam mahal di tangannya. Semua karyawan Cafe yang menoleh ke arah pintu Cafe yang berbunyi tadi langsung menegakkan badan mereka dan membungkukkan setengah badan memberi hormat sambil memberikan salam.

“Selamat siang Tuan Jaka” sapa para karyawan Cafe.

“Selamat siang” sahut Tuan Jaka dengan wajah dinginnya.

Pak Eka manajer di Cafe itu yang melihat Wati hanya diam saja karna tidak pernah tahu siapa pria yang datang langsung mencoleknya memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya memberikan salam kepada pria yang ada di hadapannya.

Dengan refleks gadis itu langsung memberikan salam.

“Selamat siang Tuan Jaka.”

Mendengar ada suara yang tertinggal memberikan salam, Tuan Jaka menoleh ke arah datangnya suara tadi.

Deg ... Deg ... Deg ... Terdengar suara degup jantung Tuan Jaka. Pria itu langsung terpesona dengan kecantikan gadis yang ada di hadapannya. "Cantik sekali wanita itu," monolog Tuan Jaka dalam hatinya.

“Siapa dia” tanya Tuan Jaka pada Pak Eka sambil menunjukkan jarinya ke arah Wati.

“Dia Fatmawati, di panggil Wati. Sudah bekerja di sini satu tahun lebih sebagai kasir,” terang Pak Eka pada Tuan Jaka.

“Oh” sahut Tuan Jaka dengan ekspresi dingin sambil berjalan menuju ruangannya yang berada di belakang.

Setelah Tuan Jaka menghilang dari hadapannya, Wati langsung menghembuskan nafas lega. Betapa bodoh dirinya selama ini sampai tidak mengetahui siapa pemilik Cafe tempat dia bekerja. Karna memang dia terbilang karyawan baru di sana sedangkan teman-temannya yang lain termasuk kekasihnya adalah karyawan lama.

Di dalam ruangan Tuan Jaka. Pak Eka selaku Manajer di sana sedang di interogasi.

“Pak Eka, sejak kapan gadis itu bekerja di sini?.”

“Kalau tidak salah setelah dua hari Tuan berangkat ke Jerman, Wati di terima bekerja di sini. Dia hidup sebatang kara, kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Rumah peninggalan orang tuanya dia jual untuk menutupi hutang-hutang orang tuanya semasa hidup dan dia kos tidak jauh dari Cafe ini. Itu yang Saya tahu dari cerita teman-teman kerjanya Wati,” terang Pak Eka pada Tuan Jaka.

“Apa gadis itu sudah punya kekasih?.”

“Yang Saya dengar, Reno adalah kekasihnya,” jawab Pak Eka.

”Reno yang pramusaji itu kan ?.

"Betul Tuan."

"Hem ... Gadis yang menarik,” ujar Tuan Jaka sambil mengetuk-ngetuk kan jarinya di atas meja.

Melihat Tuannya seperti ada ketertarikan pada Wati, Pak Eka hanya bisa terdiam. Dia tidak mungkin ikut campur dengan urusan Tuannya. Dia tahu siapa Tuannya, seorang pria yang akan mendapatkan apa yang di inginkannya dengan berbagai cara.

“Baik kalau begitu Pak Eka bisa kembali ke tempat. Terima kasih untuk informasinya,” ucap Tuan Jaka menyuruh Pak Eka keluar dari ruangannya.

Setelah keluar dari ruangan Tuan Jaka, Pak Eka memandang Wati dengan diam-diam. Dalam hati dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada gadis itu.

Semenjak pertemuan dengan Wati tempo hari, Tuan Jaka selalu datang ke Cafe dan memperhatikan gadis itu dari salah satu meja tamu di sana. Wati yang merasa Tuannya memperhatikan dirinya dari jauh merasa tidak nyaman. Reno pun merasa cemburu ketika menyadari Tuan Jaka selalu memperhatikan kekasihnya. Tapi apa daya dia tidak ada keberanian untuk menegur Tuannya. Apalah dirinya yang hanya seorang bawahan di bandingkan dengan Tuannya.

“Yank ... Aku melihat akhir-akhir ini Tuan Jaka selalu datang ke Cafe dan duduk sambil memandangi mu. Aku Ngga suka kekasihku di pandang oleh pria lain,” ujar Reno ketika suatu hari mengungkapkan kecemburuannya.

“Kamu cemburu Mas?. Tenang saja, aku milikmu dan cintaku hanya untukmu. Lagian wajarkan kalau Tuan Jaka datang ke sini, karna Cafe ini miliknya,” ucap Wati menenangkan hati kekasihnya.

“Tapi Mas tidak suka dengan cara dia memandangmu Yank. Pandangan matanya seolah-olah ingin menelanmu hidup-hidup.”

Mendengar kecemburuan kekasihnya, Wati hanya terkekeh.

Begitu pun sebaliknya, Tuan Jaka juga menunjukkan ke tidak sukaannya ketika melihat Wati bersama dengan kekasihnya. Hatinya terasa panas ketika melihat gadis itu bersama dengan Reno. Dia berpikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan gadis itu agar menjadi miliknya.

Hingga suatu hari.

“Wat ... Elu di panggil Tuan Jaka tuh,” ujar Sari teman kerja Wati.

“Ada apa Sar, Tuan Jaka panggil Gue?.”

“Ya mana Gue tahu, Wat. Elu cepat ke sana aja, nanti keburu Tuan Jaka marah loh. Biar di sini Gue yang hendel dulu selagi Elu menghadap Tuan Jaka.”

“Oke ... Thank’s Sar” ujar Wati sambil melangkah pergi menuju ruangan Tuan Jaka.

“Tok ... Tok ... Tok”

“Masuk,” terdengar suara perintah dari dalam ruangan.

Wati pun memutar hendel pintu ruangan Tuan Jaka sambil melongokkan sedikit kepalanya.

“Selamat siang Tuan,” salam gadis itu sambil membuka lebar pintu ruangan dan melangkah masuk.

“Selamat siang,” sahut Tuan Jaka.

“Tuan panggil Saya?.”

“Tolong kamu buatkan Saya kopi,” pinta Tuan Jaka kepada Wati.

“Baik Tuan,” sahut Wati dan membalikkan badannya untuk melangkah menuju pintu keluar ruangan. Gadis itu menuju bar tempat membuat minuman dan membuatkan secangkir kopi untuk Tuan Jaka.

Yuda rekan kerjanya yang bertugas di bagian bar terlihat bingung ketika melihat Wati tumben-tumbenan membuat secangkir kopi.

“Tumben elu bikin kopi Wat, buat siapa?,” tanya Yuda pada Wati.

”Buat Tuan Jaka,” jawab Wati pada Yuda.

“What? ...” Yuda pun terkejut ketika mendengar perkataan Wati, kopi yang ia bikin untuk Tuan Jaka. Tidak biasanya Tuan Jaka menyuruh orang lain membuat kopi, apalagi Wati teman ia kerja bukan di bagian bar. Meskipun Yuda tahu Wati bisa membuat kopi karna ia suka mengajarinya.

“Elu serius Wat?,” tanya Yuda dengan wajah tidak percayanya.

“Seriuslah Yud ... Masa Gue bohong sih. Ngapain juga Gue bikin kopi buat tamu kalau elu ada.”

“He – He – He ... Iya juga ya,” sahut Yuda sambil terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Tapi aneh amat Tuan Jaka minta dibuatkan sama Elu, Wat?,” tanya Yuda lagi dengan rasa penasaran.

“Mana Gue tahu Yud ... Tuan Jaka minta dibuatkan sama Gue ya Gue buatkanlah. Masa harus Gue tolak, itu namanya Gue cari penyakit,” jawab Wati dengan tertawa.

MKA 3

Selesai membuatkan kopi untuk Tuan Jaka, Wati cepat-cepat membawa nampan yang berisi secangkir kopi ke ruangan Tuan Jaka.

Tok ... Tok ... Tok

“Masuk” terdengar suara perintah dari dalam.

Wati pun memutar knop pintu ruangan dan membukanya.

“Permisi Tuan, ini kopinya,” ujar Wati sambil melangkah masuk dan berjalan ke arah meja Tuan Jaka untuk meletakkan cangkir kopi di sana. Ketika Wati mendekat untuk menaruh cangkir kopi di atas meja tanpa sengaja Tuan Jaka mencium wangi tubuh Wati.

Mencium wangi tubuh gadis yang berada di sampingnya Ia tiba-tiba merasa bergairah. Tuan Jaka menyukai wangi tubuh Wati yang sangat memabukkan. Tanpa sadar pikiran mesum berkeliaran di kepalanya, membayangkan dirinya berada di atas tubuh Wati menindihnya dan mencumbu gadis itu tanpa ampun.

“Tuan ... Tuan ...”

Panggilan itu sontak mengembalikan pikiran Tuan Jaka yang melanglang buana.

“Eh ya” ujar Tuan Jaka dengan terkesiap.

“Apa ada lagi yang harus Saya kerjakan?,” tanya Wati pada Tuan Jaka.

“Ada ... Kamu harus bertanggung jawab atas perasaan ini” monolog Tuan Jaka dalam hati.

“Tuan?.”

“Eh ... Tolong kamu bawakan makan siang ke ruangan Saya,” ucap Tuan Jaka saat sadar dari lamunannya.

“Baik Tuan ... Kalau boleh tahu apa yang ingin Tuan makan untuk makan siang?,” tanya Wati.

“Aku ingin memakanmu,” monolog Tuan Jaka lagi dalam hati. Dengan cepat dia menghilangkan pikiran itu dari pikirannya dan langsung menjawab, “Suruh Pak Boy membuatkan Saya chicken katsu,” jawab Tuan Jaka.

“Baik Tuan ... Apa ada lagi?.”

“Tidak ... Itu saja,” sahut Tuan Jaka.

“Baik Tuan, kalau begitu Saya permisi dulu.”

“Silakan.”

Wati pun pergi keluar dari ruangan Tuan Jaka dan menuju dapur untuk menyampaikan pesanan makan siang Tuannya.

“Pak Boy ... Tuan Jaka pesan makan siang chicken katsu, jangan lama-lama ya buatnya nanti Tuan marah kalau kelamaan,” ujar Wati pada Pak Boy Chef di Cafe.

“Siap Wati ... Chicken katsu segera datang,” sahut Pak Boy sambil menunjukkan jari jempol tangannya.

Chicken katsu pun langsung dibuat. Setelah jadi Pak Boy memanggil Rini salah satu pramusaji di sana untuk mengantarkan makanan tersebut ke ruangan Tuan Jaka.

Saat di depan pintu ruangan Tuan Jaka, Rini mengetuk pintu.

Tok ... Tok ... Tok

“Masuk” perintah dari dalam ruangan. Rini membuka pintu dan melangkah masuk.

“Permisi Tuan ... Ini makan siangnya,” ujar Rini sambil melangkah menuju meja Tuan Jaka.

Melihat yang datang ke dalam ruangannya orangnya lain, Tuan Jaka mengernyitkan dahinya.

“Mana Wati?,” tanya Tuan Jaka dengan ekspresi dingin.

“Mmm ... Wati sedang sibuk Tuan, banyak tamu yang selesai makan siang akan membayar bonnya,” jawab Rini dengan wajah pias saat melihat ekspresi wajah Tuannya yang dingin.

“Suruh dia ke sini dan suruh Pak Eka menggantikan dia di kasir,” perintah Tuan Jaka.

“Ba – Baik Tuan,” sahut Rini dengan terbata-bata karna takut melihat ekspresi Tuan Jaka yang dingin.

Rini pun segera pergi meninggalkan ruangan Tuan Jaka untuk menyampaikan perintah Tuannya pada Pak Eka dan Wati.

“Pak Eka di suruh Tuan Jaka menggantikan Wati dulu di kasir dan Wati di suruh Tuan Jaka ke ruangannya,” ujar Rini saat berada di depan Pak Eka dan Wati.

“Hah Gue di panggil Tuan Jaka ke ruangannya lagi? Ada apa?,” tanya Wati sambil menunjuk ke dirinya sendirinya dengan wajah kebingungan.

“Mana Gue tahu. Gue hanya di perintah seperti itu sama Tuan Jaka,” jawab Rini sambil mengedikkan bahunya.

“Sudah sana cepat kamu hampiri Tuan Jaka, biar kasir Saya yang hendel,” perintah Pak Eka pada Wati.

“Baik Pak Eka, terima kasih,” ucap Wati sambil melangkah pergi menuju ruangan Tuan Jaka.

Melihat kekasihnya sedang berjalan, Reno menghampirinya.

“Kamu mau ke mana Yank?,” Tanya Reno pada kekasihnya.

“Aku di panggil Tuan Jaka ke ruangannya,” jawab Wati sambil tetap melangkah.

“Loh bukannya tadi kamu habis dari sana mengantarkan kopi. Sekarang ada apa lagi Tuan Jaka memanggilmu?,” ujar Reno dengan wajah bertanya-tanya.

“Mana aku tahu Mas. Ya sudah aku ke ruangan Tuan Jaka dulu,” sahut Wati.

“Hati-hati Yank,” balas Reno pada kekasihnya.

“Ha – Ha – Ha ... Kok hati-hati sih Mas? Kaya aku mau ke mana saja,” tawa dan ucap Wati saat mendengar perkataan kekasihnya.

“Ya Mas takut kalau Tuan Jaka ngapa-ngapain kamu,” ujar Reno dengan wajah khawatir.

”Sudah ah jangan suka aneh-aneh pikirannya Mas,” sahut Wati sambil mengibaskan tangannya di depan muka Reno dan melangkah pergi meninggalkan kekasihnya.

“Tok – Tok – Tok “

“Masuk” perintah dari dalam.

Wati memutar knop pintu ruangan dan melangkah masuk.

“Selamat sang Tuan ... Kata Rini, Tuan memanggil Saya. Ada yang bisa Saya bantu?,” tanya Wati pada Tuan Jaka.

“Kenapa makan siangnya bukan kamu yang antar?!,” ujar Tuan Jaka dengan mata tajam menatap Wati.

“Eh Maaf Tuan ... Tadi di kasir banyak tamu yang sudah selesai makan siang ingin membayar. Jadi Saya sehabis memberitahukan Pak Boy menu makan siang yang Tuan inginkan langsung menuju kasir. Dan Pak Boy menyuruh Rini untuk mengantarkannya ke ruangan Tuan,” terang Wati pada Tuan Jaka.

“Hem ... Baiklah, kalau begitu sekarang sebagai hukumannya tolong kamu suap in Saya makan!.”

“Ap – Apa?” Ucap Wati dengan terkejut dan mata melotot karna kaget mendengar perkataan Tuannya yang aneh kalau dia di hukum.

“Apa kamu tidak punya telinga? Sehingga Saya harus mengulang perkataan Saya?!,” sentak Tuan Jaka berpura-pura marah.

“Eh Ma – Maaf Tuan. Akan Saya lakukan,” ujar Wati sambil melangkah maju menuju meja Tuannya.

Mendengar perkataan Wati, tanpa gadis itu sadari terukir seulas senyum kemenangan di bibir Tuan Jaka.

“Kita duduk di sofa saja, jadi kamu bisa menyuapi Saya sambil duduk juga,” ucap Tuan Jaka ketika Wati sudah berdiri di sampingnya.

“Baik Tuan,” Wati pun mengambil makanan yang ada di meja Tuan Jaka dan membawanya menuju sofa diikuti Tuan Jaka dari belakang. Mereka berdua duduk bersebelahan dengan posisi Tuan Jaka duduk menyamping menghadap Wati.

Dengan tangan gemetar karena grogi Wati menyuapi Tuan Jaka.

“Aa Tuan ... “ ujar Wati menyuruh Tuan Jaka membuka mulut dan menerima suapannya.

Tuan Jaka pun membuka mulutnya dan menerima suapan dari tangan Wati. Sambil mengunyah makanan di mulutnya, Tuan Jaka memandangi gadis yang berada di depannya. Menyadari Tuan Jaka terus menatap dirinya tubuh Wati terasa panas dingin. Ia merasa tidak nyaman mendapatkan tatapan tajam mata elang dari Tuan Jaka.

Gadis itu merasa serba salah ketika tatapan mata Tuannya tidak berhenti menatapnya. Dengan tangan masih bergetar, Wati menyuapi Tuan Jaka kembali.

“Minum” ujar Tuan Jaka tiba-tiba. Dengan refleks Wati mengambilkan gelas air putih yang berada di dekatnya dan langsung menyodorkannya pada Tuan Jaka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!