NovelToon NovelToon

Valen For You

Hamil

(Lanjutan dari When i Fell in Love with a Doctor)

"Aku hamil."

Ini adalah skenario terburuk dalam hidup Valen.

Valencia tidak pernah menyangka jika dia harus mengalami apa yang sering dia lihat di televisi. Dulu, dia selalu mengatakan orang yang hamil di luar nikah itu sangat bodoh dan tidak bisa menjaga diri. Sekarang, dia harus menelan pil pahit karena dirinya menghadapi situasi yang sama, bahkan mungkin lebih parah.

Valen keluar dari kamar mandi, lalu dia merebahkan diri di ranjangnya. Dia melihat kembali hasil testpack yang menunjukan garis 2 dengan begitu jelas. Pantas saja, belakangan ini Valen mengalami mual-mual di pagi hari dan juga menginginkan makanan yang aneh-aneh.

Valen memejamkan matanya, mencoba untuk memahami situasi ini. Tapi makin di pikirkan, kepalanya makin pusing. Tanpa disadari, air mata Valen sudah turun deras, membasahi pipinya. Dia berharap ini semua hanya mimpi buruk yang akan hilang jika dia bangun nanti.

"Valen... apakah kamu tidak kerja?" teriakan Ester menyadarkan Valen.

"Iya, Mom.. sebentar lagi Valen keluar." Valen menyeka air matanya. Dia bangun dari ranjangnya, lalu berganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu. Valen sudah tidak punya waktu. Dan Ester tidak boleh curiga jika dirinya hamil. Ya, Valen akan bicara pada Orang tuanya setelah memastikan dirinya betul hamil.

15 menit kemudian, Valen keluar dengan wajah yang ceria seperti biasa. Ester dan Bram sudah menunggu anak semata wayang mereka itu dengan tidak sabar. Tidak biasanya Valen terlambat. Dia orang yang tepat waktu.

"Pagi, Mom.. Dad.." Valen menyapa mereka dengan mencium pipi orang tuanya satu persatu.

"Pagi sayang..cepat sarapan dulu." Ester menarik kursi untuk Valen. Valen langsung menikmati apa yang Ester bikinkan untuknya, roti panggang dengan selai kacang.

"Emm.. ini enak, Mom." Ucap Valen tanpa berhenti mengunyah. Valen menghabiskan roti di piringnya hanya dalam waktu 1 menit saja. Dia lalu mengambil 2 tangkap roti lagi.

"Sayang, kamu lapar?' tanya Ester sambil menuangkan susu pada gelas Valen.

Valen mengangguk. Meskipun otaknya sudah bilang berhenti, tapi Valen tidak dapat berhenti mengunyah.

"Pelan-pelan Valen.. nanti tersedak."

Wanita itu tidak mendengarkan Ester. Dia hanya makan sambil memandang jam di tangannya. Valen harus berangkat sekarang karena ada jadwal penting.

"Mom, ini aku bawa saja. Valen berangkat ya.. " "Dad Valen berangkat." Valen berpamitan dan buru-buru keluar.

Valen menuju mobilnya. Seperti biasa, Valen melihat seorang pria yang berdiri di dekat pohon besar di depan rumah Valen.

Pria itu tampak kekar, tinggi tegap dan memiliki rahang yang keras. Valen membuka pintu pagar, mengeluarkan mobilnya, baru seperti biasa menyapa kekasihnya yang akan mengantarkan dia. Hal ini harus Valen lakukan karena Ester dan Bram tidak menyetujui hubungan mereka.

"Pagi, sayang." Sapa pria itu dan tanpa ragu mengecup bibir Valen.

Valen tidak menjawab. Ekspresi wajahnya berubah ketika melihat pacarnya itu, Alden Sebastian. Sudah 5 bulan mereka pacaran dan Valen sangat bahagia. Alden benar-benar sudah mengambil seluruh hati dan pikirannya sehingga dia tidak sadar jika mereka kebablasan. Malam itu Alden menemani Valen di rumah karena Bram dan Lidia sedang pergi keluar negeri. Awalnya mereka hanya bermesraan seperti biasa, tapi akhirnya mereka terbawa suasana dan akhirnya melakukan hubungan suami istri di kamar Valen. Bukan hanya satu kali, tapi mereka mengulangi selama beberapa kali.

"Den.. ada yang ingin aku bicarakan." Valen membuka suara.

"Apa sayang? Kenapa tiba-tiba jadi serius seperti ini?"

"Aku hamil, Den." Valen meremas ujung blouse nya tanpa berani menatap Alden.

Alden menengok dengan wajah terkejut. Dia memandangi Valen tanpa berkedip sedikitpun.

"Val..apa kamu sedang bercanda saat ini?"

Valen menggeleng. Dia mengeluarkan testpack yang dia simpan di dalam tas.

Alden menerima itu dengan tangan gemetar. Ada perasaan kesal, marah dan takut bercampur jadi satu. Valen hamil. Itu bukan berita yang baik, karena mereka belum resmi jadi suami istri. Bukan itu saja, tapi kedua orang tua mereka tidak menyetujui hubungan Valen-Alden.

"Aku harus gimana, Den?" Valen kini memandang Alden sambil meneteskan air mata. Valen orang yang sangat jarang menangis. Jika dia menangis, itu artinya Valen benar-benar khawatir dan takut.

Alden segera memeluk Valen. Dia mengusap punggung wanita itu dengan lembut.

"Valen, aku akan bertanggung jawab dengan semua ini. Kamu jangan takut."

Ya, Alden tidak akan meninggalkan Valen karena dia begitu mencintai wanita itu.

"Tapi, bagaimana dengan orang tua kita?" kata Valen dalam isaknya.

"Ya, aku akan hadapi mereka. Nanti malam aku akan bicara pada Dad."

Valen mengangguk. Ucapan Alden setidaknya membuat Valen lebih tenang.

Bicara pada orang tua Valen

'Plak' sebuah tamparan keras mendarat di pipi Alden.

Alden tentu saja emosi. Tapi dia harus sadar dengan posisinya sekarang. Saat ini dia sedang menghadap orang tua Valen, Bramantyo dan Ester. Ester sejak tadi hanya menangis sambil memeluk Valen, sedangkan Bram langsung tersulut emosi begitu Alden mengatakan bahwa Valen hamil karenanya.

Bram tidak pernah membayangkan nasib sial ini akan menimpa keluarganya. Putri yang begitu dia bangga-banggakan sekarang malah berkata bahwa dirinya hamil.

"Saya akan bertanggung jawab padanya, meskipun anda tidak setuju." jawab Alden dengan tegas.

"Valen, kamu benar-benar.." Bram membalikkan badannya, dia mengangkat Valen supaya berdiri. "Kenapa kamu kecewakan Dad seperti ini?"

"Dad.." ucap Valen begitu sedih. Dia sadar jika dia salah kali ini, jadi Valen tidak bisa berkata apapun untuk membela dirinya.

"Jawab!" Bram membentak Valen. Ester mencoba menengahi Bram supaya Bram tidak melampaui batasnya dan malah menampar Valen seperti dia menampar Alden.

Valen hanya mampu menangis lagi.

"Om, saya mohon, ijinkan saya untuk menikah dengan Valen." Alden memegang tangan Bram, tapi Bram langsung menepisnya.

"Kamu itu hanya anak angkat keluarga Sebastian. Jangan pikir, saya tidak tahu kalau kamu itu anak yang tidak diinginkan. Dan ibu mu hanya seorang pembantu." ucap Bram emosi.

Alden mengepalkan tangannya. Dia tidak terima jika seseorang mengungkit masa lalu keluarganya dan terutama menghina ibunya yang kini sudah meninggal.

"Om, ini persoalan aku dengan Valen. Kenapa anda malah membawa latar belakang saya?" ucap Alden dengan suara bergetar. Bram sungguh keterlaluan. Alden sudah bermaksud baik untuk menikahi Valen, tapi dia malah mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Jelas saja. Saya tidak ingin anak saya hidup susah karena kamu." Bram menekankan kata-katanya.

"Dad.." Valen memegang tangan Bram supaya dia tidak melanjutkan kata-kata yang menyakitkan itu. Dia tau jika Alden begitu kesal karena wajahnya kini sudah memerah.

"Jadi, om akan biarkan dia punya anak tanpa suami?" tanya Alden menantang Bram. Dia sebenarnya bisa saja seperti pria lainnya yang kabur setelah tau jika kekasih mereka hamil. Tapi, Alden tidak mau seperti itu. Dia benar-benar jatuh cinta pada Valen dan ingin menjalani masalah ini bersama. Tapi, jika Valen menolak, maka dia tidak akan bisa berbuat apapun.

Bram hanya diam tidak menjawab Alden. Pikirannya saat ini sangat kalut. Dia ingin menjodohkan Valen dengan anak kenalannya yang lain, tapi mana ada yang mau menerima Valen yang sedang hamil itu?

"Sekarang, tinggal keputusan mu Val. Aku tidak akan meminta 2 kali, apakah kamu mau ikut dengan ku?" Alden mengulurkan tangannya dan berharap Valen menyambutnya.

Valen berdiri dengan pandangan bingung. Dia tidak memandang Bram dan Ester dan hanya memandang Alden. Betul kata Bram, Valen tidak yakin jika Alden bisa menghidupinya dan juga anaknya. Bukannya menghina, tapi Valen sudah bisa menebak reaksi keluarga Alden jika mereka membuat pengakuan seperti ini.

"Val,," Alden masih mengulurkan tangannya yang mulai pegal.

Valen menggenggam tangan Alden dengan ragu. Alden tersenyum. Dia langsung mengunci tangan Valen dengan jari-jarinya.

"Ayo, kita bentuk keluarga kecil kita sendiri." ucap Alden dengan penuh keyakinan.

"Valen, begitu keluar dari pintu itu, kamu harus meninggalkan semua fasilitas di sini, termasuk klinik milik mu. Itu semua modal dari Dad." ucap Bram yang masih tidak percaya jika anaknya ikut bersama dengan Alden. Bram berharap, dengan ancaman seperti itu, Valen pasti akan berpikir ulang untuk pergi dengan Alden.

Valen menahan tangan Alden. Dia kembali ragu dengan pilihannya. Jika Valen tidak bisa ke klinik kecantikan miliknya, maka dia akan bekerja apa?

"Val, aku akan bertanggung jawab penuh, aku janji." Alden tau isi pikiran Valen. Dia mencoba untuk membujuk Valen supaya mau ikut dengannya.

"Valenciaaa!" teriak Bram saat melihat Valen benar-benar pergi dengan Alden.

*

*

*

Alden sudah menghadapi orang tua Valen. Sekarang, Valen tampak begitu sedih. Dia menangis sesenggukan di pelukan Alden.

"Sayang, kita harus buktikan pada Dad jika kita bisa bahagia walaupun hidup sederhana." hibur Alden. Jujur hatinya sangat sakit melihat wanita yang begitu dia cintai menangis seperti ini.

"Den, tapi, bagaimana dengan Dad mu?" ucap Valen di tengah isaknya.

"Tidak apa-apa, jangan khawatir." "Berhenti lah menangis. Dokter bilang kamu tidak boleh stress.. nanti akan berpengaruh pada anak kita."

Ucapan Alden kali ini membuat Valen mulai berhenti menangis. Alden benar. Tadi mereka sudah memeriksakan kandungan di rumah sakit. Usia kandungan Valen baru memasuki 8 minggu. Dan itu sangat rentan.

Valen melepaskan pelukannya setelah lebih tenang. Alden mengusap air mata Valen yang tersisa dengan tangan kirinya. Dia lalu menggenggam tangan Valen sembari melajukan mobilnya. Kini, Alden harus bertemu dengan Benjamin Sebastian dan Lidia, alias kedua orang tuanya. Alden harus segera menyelesaikan ini semua, meskipun dia yakin, Ben akan sangat marah besar.

Penolakan Keluarga Sebastian

Alden menarik nafas panjang sebelum masuk ke rumah Sebastian. Dia sudah siap dengan segala konsekuensi yang akan dia dapatkan ketika bicara pada Daddy dan Mommy nya nanti.

Valen menggenggam tangan Alden, dan bersembunyi di belakang pria itu. Valen tau jika keluarga Alden juga kurang menyukainya.

Ben dan Lidia sudah menunggu di ruang tengah. Mereka cukup terkejut melihat Valen bersama Alden, terlebih mereka saling bergandengan tangan.

"Dad,, ada yang mau Alden bicarakan." Alden tetap memilih berdiri. Dia sudah panas dingin karena Ben menatapnya tajam ke arah mereka berdua. Belum pernah Alden setegang ini ketika berhadapan dengan Ben. Biasanya, justru dia yang begitu percaya diri dan emosional membatah semua yang Ben katakan.

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Den? Apa ada masalah di rumah sakit?" tanya Ben lebih dulu. Beberapa bulan ini memang Alden membantu Sam alias kakaknya, untuk mengurus rumah sakit miliknya. Alden bekerja cukup baik, meskipun Alden harus mulai belajar dari 0.

"Bukan masalah rumah sakit, Dad." "Alden hanya ingin bilang, kalau Alden akan menikah dengan Valen." ucap Alden sambil menatap Ben.

"Apaaa?? Alden, tolong jelaskan ini semua." pekik Lidia.

"Alden akan menikah dengan Valen, secepatnya." ulang Alden.

"Tidak bisa. Mom tidak setuju." Lidia melengos dan tidak mau menatap Valen ataupun Alden.

"Kenapa secepatnya? Kakak mu saja belum menikah." Ben coba untuk berpikir positif meskipun perasaannya sekarang tidak enak.

"Itu karena, Valen hamil." kata Alden akhirnya.

"Alden!" Ben berdiri. Ada kilatan amarah dalam wajah Ben. Ben adalah orang yang sabar dan jarang sekali emosi, jadi kalau dia sudah berteriak, itu menandakan jika Ben benar-benar marah.

"Kamu jangan bercanda dengan Dad."

"Tidak Dad. Valen hamil anak Alden, karena itu Alden ingin menikah dengannya." aku Alden.

'PLAK' Alden kembali mendapatkan tamparan.

"Kamu benar-benar mencoreng nama baik keluarga Sebastian."

"Iya, Alden pantas mendapatkannya, Dad." Alden mengakui segala kesalahannya dengan rendah hati.

"Cepat kamu pergi sekarang! Dad tidak ingin lihat wajah mu lagi." usir Ben.

Tiba-tiba Ben memegangi dadanya. Dia merasa lemas dan pandangannya gelap. Ben terduduk dengan lemas di kursi, dan dia tidak tahu lagi apa yang terjadi.

"Dad.."

"Sayang.."

Alden dan Lidia berteriak bersamaan ketika melihat Ben jatuh pingsan.

"Cepat telepon Sam." teriak Lidia.

Alden dengan panik mengambil ponselnya di saku. Tapi saking paniknya, Alden sampai tidak bisa menemukan kontak Sam.

"Dad!" Sam ternyata sudah muncul di belakang Alden. Dia langsung menghampiri Ben yang sepertinya terkena gejala stroke.

"Bantu aku, Den." Sam dan Alden memapah Ben di kanan dan kiri, lalu segera membawanya ke mobil.

Lidia memandang Valen dengan tatapan sinis sambil berlalu.

Valen terduduk di sofa. Dia sangat shock melihat Ben yang tiba-tiba sakit seperti itu. Lagi-lagi Valen harus menghadapi situasi yang sulit seperti ini. Dia hanya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Kehidupannya yang sempurna hancur sudah. Valen kehilangan segalanya. Dia kehilangan karirnya sebagai dokter kulit, dia kehilangan kepercayaan orang tuanya, dan sekarang Alden pun pergi.

Valen sudah siap untuk pergi, tapi belum sempat Valen berdiri, Alden kembali masuk. Dia berjongkok di depan Valen yang lagi-lagi sudah menangis.

Ini hari yang panjang dan sungguh melelahkan untuk mereka berdua. Baik Alden dan Valen harus menerima segala konsekuensi dari hal yang mereka lakukan.

"Val.. kita pergi.." ajak Alden.

"Bagaimana dengan Om Ben?" tanya Valen di tengah isaknya.

"Aku tidak tau. Mom tidak mengijinkan ku untuk ikut." ucap Alden sedih. Sebenarnya, Alden sangat hancur melihat Ben seperti itu, tapi dia harus kuat supaya tidak menambah beban pikiran Valen.

"Maafkan aku, Val.."

"Tidak apa-apa, Den. Ini salah kita berdua." Valen memegang tangan Alden.

Alden berdiri dan memeluk Valen. Dia sudah berjanji dalam hatinya akan menjaga Valen dan anaknya dengan sekuat tenaga.

Valen juga tampak pasrah. Penolakan keluarga Sebastian ini sebenarnya sudah bisa Valen tebak. Apalagi Lidia tidak suka pada Valen.

"Kita akan menikah besok, apa kamu keberatan?"

Valen mendongak pada Alden dan menatap wajah tampannya yang tampak sayu.

"Lebih cepat lebih bagus." "Tapi,sekarang kita ke mana?" tanya Valen bingung.

Alden terdiam sesaat.

"Kita menginap di hotel sepupu ku saja, Reno Sebastian."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!