"Salman, ayo nak kita segera berangkat. Keburu malam lho." ajak mama Laura pada anak tampannya.
Ia sudah berdiri di depan pintu kamar anaknya, sejak 15 menit lalu. Namun sepertinya hilal pintu terbuka belum keliatan.
"Sabar dulu dong sayang. Pasti anak kita juga tengah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Yah, kayak aku dulu melamar Miss Laura itu." papa Reyhan sengaja menggoda istrinya agar tidak lagi suntuk menunggu putranya.
Akhirnya setelah sekian menit berselang, pintu kamar Salman di buka. Kedua orang tuanya tampak menghirup nafas lega. Sesaat mereka menelisik penampilan anaknya, dari atas sampai ke bawah. Lalu balik ke atas lagi. Keduanya mengacungkan jempol.
"Keren." ucap keduanya kompak. Ketika melihat anak laki-lakinya mengenakan baju batik lengan panjang dan celana hitam. Sebuah jam tangan melingkar dipergelangan tangan kirinya.
"Terima kasih ma, pa. Kalian berdua juga cantik dan tampan." balas Salman dengan senyum sumringah.
Mama Laura tampak cantik mengenakan gamis brokat warna moccha dipadukan dengan jilbab warna marun. Sedangkan papa Reyhan menggunakan batik lengan panjang dan celana hitam seperti Salman.
Mereka pun berjalan beriringan menyusuri anak tangga. Ketika sampai di ruang tamu, terlihat keluarga besarnya duduk bercakap-cakap sambil menunggu Salman tentunya.
"Keren sekali kamu brow. Aku yakin, pasti si Aisyah tak bisa menolak pesona mu." Al Fatih menepuk bahu saudara keponakannya dengan senyum sumringah dan mengacungkan jempol.
"Ah, kau tau saja kalau itu memang fakta. Aku memang sudah tampan sejak dulu kala." kekeh Salman.
Merasa sudah siap, mereka segera naik ke mobil masing-masing. Dan kendaraan mewah milik mereka mulai melaju meninggalkan pelataran rumah mewah kakek Atmaja menuju pondok pesantren haji Dahlan. Kakek Aisyah.
Biasanya mereka berangkat bersama ke pondok untuk memberikan santunan rutin tiap bulannya. Namun kali ini mereka memiliki tujuan lain, yakni mengantar Salman untuk meminang Aisyah Humaira. Putri cantik pasangan Rosyidah dan Andre. Yang merupakan anak salah satu sahabat kedua orang tuanya.
Sekali pun Salman tak pernah menyentuh Aisyah, tak pernah mengajaknya berkencan, atau hal yang biasa dilakukan oleh remaja saat ini.
Hanya dengan melihat kepribadiannya, ketika bertemu saat kedua keluarga mengadakan acara tertentu, atau saat berkunjung ke pondok untuk memberi santunan, telah menumbuhkan benih-benih cinta di hati Salman Alfarisi.
Sebagian besar pemuda ketika merasakan hal itu, pasti akan terdorong mendekati pujaan hatinya untuk dijadikan pacar.
Namun hal yang berbeda justru dilakukan Salman. Ia ingin menghalalkan pujaan hatinya. Agar terhindar dari fitnah.
Tentu saja hal itu membuat kedua orang tuanya dan keluarga besarnya terkejut. Tapi melihat sikap Salman yang dewasa walaupun masih berusia 20 tahun, serta segudang prestasi yang di miliki, membuat mereka setuju dengan permintaan Salman. Mereka yakin jika Salman mampu untuk membina hubungan rumah tangga.
Sepanjang perjalanan, Salman terus merapalkan doa dalam hati, agar di beri yang terbaik oleh Allah.
Ya, yang terbaik. Bukan berdoa agar lamarannya di terima.
Ia tahu jika yang terbaik menurut versi Tuhan itu terkadang tidak sama dengan keinginan kita.
"Tangan kami dingin sekali nak. Padahal AC sudah dimatikan lho." Mama Laura menggenggam tangan anaknya.
"Nervous itu wajar nak. Yang penting kamu tetap berdoa." ucap papa Reyhan bijak.
Tak lama kemudian, bangunan yang besar dan megah mulai terlihat. Itu artinya mereka sudah sampai di tempat yang di tuju.
Bergegas rombongan itu turun sambil membawa barang-barang seserahan.
"Assalamu'alaikum." ucap mereka beberapa kali. Hingga akhirnya pintu terbuka.
"Wa'alaikumussalam." balas umi Rosyidah.
Ia mengernyitkan dahi ketika melihat rombongan keluarga sahabatnya datang mengenakan baju batik sambil membawa beberapa seserahan.
"Apa kamu akan membiarkan kami disini sampai besok pagi?" tanya mama Laura sambil terkikik, di ikuti oleh yang lainnya.
"Eh, maafkan aku La. Aku hanya heran saja dengan pakaian kalian. Serba batik." balas umi Rosyidah. Ia memeluk sahabatnya lalu mempersilahkan mereka masuk.
"Yuk masuk."
"Silahkan duduk." ucap umi Rosyidah lagi, tangannya bergerak mengarah pada deretan sofa ruang tamu.
"Aku panggilkan suami ku dulu ya." keluarga Salman pun mengangguk mempersilahkan.
Umi Rosyidah ke kamar untuk menemui suaminya yang tengah meneliti laporan keuangan pondok.
"Mas, di luar ada mas Reyhan sekeluarga. Cepat gih temuin mereka."
"Bukan kah kemarin baru saja dari sini mengantar donasi?"
"Iya makanya itu. Mereka juga berpenampilan aneh."
"Aneh gimana?" Andre mengernyitkan dahi.
"Ya, mereka pakai baju batik semua. Mirip orang mau kondangan." Andre pun mengulas senyum mendengar celotehan istrinya.
"Oh, aku kira pakai kostum badut." kekeh Andre.
"Ish, kok malah becanda sih? Ya sudah, kamu temui mereka dulu ya. Aku siapin minuman sama cemilan dulu."
"Siap sayang." Andre menempelkan tangan di keningnya. Setelahnya ia bergegas merapikan beberapa dokumen yang memenuhi meja kerjanya. Sedangkan Rosyidah segera ke dapur.
"Ada tamu ya umi." Rosyidah menoleh ke belakang dan melihat Aisyah yang tengah mengambil air minum.
"Iya nak. Keluarga tante Laura."
Aisyah manggut-manggut, lalu mendekati uminya untuk membantu. Setelah selesai, keduanya membawa hidangan itu ke ruang tamu. Tampak papi Andre tengah bercakap-cakap dengan tamunya.
"Silahkan." ucap Aisyah sambil meletakkan minuman di meja.
'Hanya mendengar suaranya saja sudah membuat hati ku bergetar ya Allah.' batin Salman.
Setelah selesai, Aisyah duduk di tengah-tengah antara kedua orang tuanya.
Mereka kembali bercakap-cakap sambil menikmati hidangan yang disediakan. Sampai akhirnya, papa Reyhan mengatakan sesuatu.
"Andre, sebenarnya kami kesini memiliki tujuan tertentu, yakni mengantarkan putra ku."
"Oh ya, ada perihal apa?"
"Ayo nak, utarakan keinginan mu." ucap papa Reyhan pada Salman. Pemuda itu mengangguk lalu mengambil nafas panjang.
"Om, tante, perkenankan Salman untuk menyampaikan isi hati saya. Kedatangan kami yang pertama memang untuk bersilaturahim. Yang kedua saya.... mau melamar putri om dan tante, Aisyah untuk menjadi istri saya." Salman menghirup nafas merasa lega sudah menyampaikan isi hatinya.
Sontak penjelasan Salman membuat terkejut keluarga Rosyidah, terlebih Aisyah. Gadis itu tak percaya jika kedatangan Salman untuk melamar dirinya.
"Kami sangat senang mendengar ungkapan hati nak Salman. Tapi, semua kami serahkan pada putri kami. Bagaimana tanggapan kamu Aisyah tentang lamaran nak Salman?"
Suasana tampak hening dan tegang. Hanya untuk menunggu Aisyah yang terlihat sedang berpikir. Sampai akhirnya gadis cantik itu berdehem untuk menghilangkan kegugupannya.
Bahkan ia terlihat menghirup nafas berulang kali. Hal yang sama juga di alami Salman. Bahkan jantungnya kian berdegub kencang. Hanya untuk sekedar mendengar jawaban, ya atau tidak.
"Om, tante, mas Salman, saya sudah mengambil sebuah keputusan. Aisyah mohon semua menerima dengan baik."
"In shaa Allah kami akan menerima apapun keputusan yang kamu berikan nak Aisyah. Bukan begitu Salman?" ucap papa Reyhan. Salman pun mengangguk mengiyakan.
Aisyah kembali menghela nafas panjang sebelum menyampaikan keputusannya.
"Mohon maaf saya menolak lamaran dari mas Salman." ucap Aisyah dengan tegas.
Membuat semua menatap dirinya, seakan tak percaya dengan apa yang sudah ia ucapkan.
Mereka tahu, tidak ada yang bisa menolak sejuta pesona yang di miliki Salman. Ketampanannya, budi pekertinya, prestasinya dan masih banyak hal lainnya. Dan hanya Aisyah lah yang berani menolak. Membuat mereka terheran-heran.
Tentu saja hal itu membuat hati Salman cukup kecewa.
Rosyidah dan Andre merasa tak enak karena anaknya telah menolak lamaran anak sahabatnya. Namun keduanya tidak bisa berbuat lebih banyak. Karena merekalah nanti yang akan menjalani.
"Namun, jika lamaran itu datangnya dari mas Fatih, saya mau menerimanya." ucap Aisyah kemudian. Lagi-lagi ucapannya membuat mereka terkejut.
"Aku?" Al Fatih menunjuk batang hidungnya sendiri. Lalu ia dan Salman saling beradu pandang.
Al Fatih merasa tak enak dengan saudaranya. Namun tidak dengan Salman yang justru mengukir senyum di wajahnya.
"Awalnya saya sedikit kecewa ketika Aisyah menolak lamaran saya. Tapi, ketika ia memutuskan untuk menerima, jika Al Fatih yang melamarnya, saya merasa lega dan ridho. Keduanya sama-sama memiliki sifat yang baik. Bahkan semua barang seserahan ini saya serahkan pada Al Fatih untuk diberikan pada Aisyah."
Untuk yang kesekian kalinya mereka terkejut dengan drama yang terjadi di depan mata. Penolakan Aisyah yang membuat orang kecewa, sekaligus keikhlasan hati Salman menerima takdir. Jika yang di pilih Aisyah justru saudara keponakannya sendiri.
Tentu saja tanda tanya besar memenuhi ruang pikiran mereka. Bahkan mama Laura sampai berkaca-kaca. Melihat keikhlasan hati putranya dalam menyikapi takdir yang sudah digariskan untuknya.
Bisa dipastikan jika seorang pemuda menerima penolakan dari pihak wanita, pasti akan marah-marah tak terima. Terlebih akan menganggap saudaranya sebagai saingannya sendiri.
"Salman, sungguh kamu ikhlas menerima semua ini. Termasuk ketika nanti aku yang maju untuk melamar Aisyah?"
"In shaa Allah Fat, aku ikhlas. Aku sangat menyayangimu, seperti aku menyayangi diri ku sendiri. Jika kamu bahagia, aku pun turut bahagia." Salman menepuk bahu Al Fatih untuk meyakinkannya. Lalu merogoh saku, mengambil kotak bludru warna merah dan menyerahkan nya pada saudaranya.
"Ambillah ini, dan lamar lah Aisyah Fat."
Al Fatih menatap satu persatu anggota keluarganya untuk meminta kepastian dan dukungan.
Sejujurnya, di dalam palung hatinya yang terdalam, ia memang juga jatuh hati pada Aisyah. Ia dan Salman tidak pernah saling bercerita tentang rasa sukanya pada gadis itu.
Dan, ketika Al Fatih di beri tahu orang tuanya mengenai kabar Salman akan melamar wanita pujaannya, ia setuju dan mendukungnya.
Terlebih wanita itu adalah Aisyah. Gadis cantik, sholihah dan aktif membantu kedua orang tuanya dan kakek neneknya dalam mengelola pondok pesantrennya.
Al Fatih menatap Aisyah sekian detik, lalu menghembuskan nafas panjang sebelum berbicara.
"Aisyah Humaira, malam ini ijinkan aku untuk melamar mu." ucap Al Fatih sambil membuka kotak bludru dan memperlihatkan pada Aisyah.
"Saya terima lamaran kamu mas Fatih." Aisyah pun mengulurkan tangannya di depan Fatih. Lalu lelaki itu memasangkan cincin berlian untuknya.
"Alhamdulillah." ucap mereka.
"Ayo diminum dan dicicipi lagi hidangannya." ucap papi Andre memecah ketegangan.
Mereka pun kembali menikmati hidangan yang disajikan, sambil bercakap-cakap. Untuk membahas hari pernikahan Fatih dan Aisyah.
Dan hasil yang di dapat adalah pernikahan itu akan dilaksanakan sebulan lagi. Mereka tidak mau menunda waktu lebih lama lagi untuk merayakan acara sakral itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!